You are on page 1of 304
Kato Pengontar ede Ves NSIDE “Buku ini penting bagi Anda yang menginginkan kehidupan yang penuh kesuksesan, ketenteraman, dan kebahagiaan lahir batin.” —Merry Riana Motivator Wanita No. 1, Miliarder Muda gobind vashdev heartworker TIDAK WAJIB DIBACA, TETAPI PERLU SEKALI DIKETAHUI Anda sebenarnya tidak perlu membeli buku ini karena sebagian besar artikel yang ada di buku ini bisa Anda dapatkan di akun Facebook Gobind Vashdev atau di website www.gobindvashdev.com. Atau, bila Anda ingin lebih mudah membacanya, Happiness Inside ini tersedia dalam bentuk ebook atau buku digital yang tentu selain lebih murah juga mengurangi pemakaian kertas yang berasal dari pohon. Silakan dapatkan ebook-nya di Google Play Store (Books). Namun, jika Anda seperti saya, yang tetap ingin membacanya dalam bentuk fisik, jangan juga merasa bersalah karena kami akan menanam sebuah pohon untuk setiap buku yang tercetak. Dan, satu hal penting yang perlu Anda ingat, pastikan Anda menyimpan struk pembelian karena buku ini bergaransi uang kembali. Jika Anda merasa tidak mendapatkan nilai yang sebanding dengan uang yang Anda keluarkan atau merasa kecewa dengan isi yang tertera, silakan hubungi penulis dan bila Anda sudah menerima nilai rupiah yang sesuai pembelian, mohon berikan buku ini pada seseorang atau perpustakaan yang Anda tahu. Silakan mendapatkan Happiness Inside sesuai dengan kebijak- sanaan di dalam. “Verba volant scripta manent (yang terucap akan lenyap, yang tertulis akan abadi). Bacalah dengan hati terbuka, niscaya Anda pun diinspirasi dan dicerahkan.” —Mr. Ethos Jansen H. Sinamo, Penulis DELAPAN ETOS KERJA PROFESIONAL DALAM BISNIS “Ditulis dengan bahasa yang membumi, benar-benar luar biasa. Salam Antusias.” —Johanes Ariffin Wijaya, Life Inspirator, Motivator dan Penulis Buku Bestseller “Bagi Anda yang memegang buku ini, saya ucapkan selamat berlayar ke samudra kebijaksanaan yang tak bertepi.” —Edy Zaqeus, Penulis, Trainer, Pendiri AndaLuarBiasa.com dan BukuKenangan.com “Di tengah hiruk pikuk dunia yang cenderung semakin banal ini, buku ini tampil sebagai angin segar. Oase bagi mereka yang mencari kedalaman hidup.” —Her Suharyanto, Editor dan Ghostwriter “Wow .... LUAR BIASA. Anda akan jauh lebih bahagia, sabar, santun, cerdas, dan waskita setelah membaca buku ini. Pasti.” —lIrwin Sigar, Penulis dan Konsultan Solusi Mencari Solusi (SMS) “Jika Anda baca buku ini, kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya. Sudahkah siap untuk bahagia? Jika belum, jangan pernah menyentuh buku ini.” —Melly Kiong, Penulis Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik? “Buku ini sederhana! Tapi power-nya yang luar biasa.” —Ariesandi S.,CHt., Pendiri SekolahOrangtua.com dan Akademi Hipnoterapi Indonesia akademihipnoterapi.com, Penulis buku Rahasia Mendidik Anak agar Sukses Bahagia dan Hypnoparenting “Yang mencari, akan menemukan. Yang mengetuk, baginya pintu dibukakan. Yang membaca buku ini, hatinya dicerahkan. Sungguh buku yang berbahaya bagi pemburu harta yang tak bahagia. Bacalah!” —Andrias Harefa, Penulis 35 Buku Bestseller, Pendiri www.pembelajar.com “Seseorang yang bahagia akan selalu menjadi sinar bagi jiwa- jiwa yang mengelilinginya. Buku ini adalah penuntun menuju kebahagiaan yang lebih terarah. Selamat menjadi jiwa yang bersinar!” —Ir. Shahnaz Haque-Ramadhan, Presenter “Pembaca dibawa menyusuri pengalaman, pemahaman, dan pemaknaan kebahagiaan dalam setiap tetes air samudra kehidupan. Membaca buku ini dengan semangat belajar tinggi, kerendahan hati, dan ketulusan akan membuka cakrawala pikir yang menghentak kesadaran, membangkitkan ketenangan, dan kebijaksanaan bahwa kebahagiaan hakiki justru terletak di dalam diri.” —Adi W. Gunawan, The Re-Educator & Mind Navigator, Penulis Quantum Life Transformation dan Quitters Can Win “Gobind berhasil membuat saya terdiam dan tiba-tiba ada kegembiraan yang terasa sejuk mengalir dalam hati setelah saya membaca buku ini. Buku ini mampu meruntuhkan dan membongkar batasan-batasan yang selama ini membatasi kita merasa “Bahagia.” —Hindra Gunawan, Penulis Rahasia Mendapatkan Nilai 100, Founder Bimbingan Belajar SINOTIF NI roura NOURA INSPIRASI Mengajak Anda menemukan makna, membuka cakrawala baru, dan menumbuhkan motivasi dari kisah-kisah yang mencerahkan. Happiness Inside Karya: Gobind Vashdev Teks dalam buku dinyatakan oleh penulis sebagai karya copyleft. Hal ini berarti semua inspirasi berupa kalimat dalam buku ini didapatkan penulis secara gratis di mengutip sebagian atau seluruh inspirasi dari buku ini. i alam semesta. Untuk itu, dipersilakan bagi siapa pun yang ingin Bila ada yang merasa bisa mendapatkan keuntungan materiil ataupun nonmateriil dengan mencetak ulang serta menyebarkan buku ini, penulis akan ikut berbahagia karena memang berbagi kebaikan inilah tujuan utamanya. Jangan ragu pula untuk tidak mencantumkan nama penulisnya, silakan saja untuk mengganti nama penul dengan nama Anda. Pesan bijak adalah lebih penting daripada siapa yang menciptakannya. dalah milik Noura Books. © Noura Books, 2012 Adapun desain sampul dan desain isi Hak cipta desain sampul dan desain Penyunting: Edy Sembodo Penyelaras aksara: Nuning Zuni Astuti Desain sampul: Iggrafix Desain isi: elcreative Digitalisasi: Eliza Titin Gumalasari Diterbitkan oleh Penerbit Noura Books (PT Mizan Publika) Anggota IKAPI Jin. Jagakarsa Raya, No. 40 Rt007/Rw04 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12620 Telp. 021-78880556, Faks. 021-78880563 E-mail: redaksi@noura.mizan.com www.nourabooks.co.id ISBN 978-602-9498-64-6 E-book ini didistribusikan oleh: Mizan Digital Publishing Ji. Jagakarsa Raya No. 40 Jakarta Selatan - 12620 Phone.: +62-21-7864547 (Hunting) Fax.: +62-21-7864272 email: mizandigitalpublishing@mizan.com Jakarta: Telp.: 021-7874455, Faks.: 021-7864272, Surabaya: Telp.: 031-8281857, 031-60050079, Faks.: 031-8289318, Pekanbaru: Telp.: 0761-20716, 0761-29811, Faks.: 0761-20716, Medan: Telp./Faks.: 061-7360841, Makassar: Telp./Faks.: 0411-440158, Yogyakarta: Teip.: 0274-889249, Faks.: 0274-889250, Banjarmasin: Telp. 0511-3252374, Faks.: 0511-3252178 Layanan SMS: Jakarta: 021-92016229 Bandung: 08888280556 Untuk guruku, Kartika, seseorang yang mendirikan sekolah kebijaksanaan dalam diriku serta menyewa hatiku selamanya Daftar Isi Menggali Sumur Kehidupan: Pengantar Sederhana Gede Prama: | xii Sekapur Sirih dari Psikologi Plus | xv Pendahuluan: Paksaan yang Indah | xvii Reat Dhis First | xxii Bab 1 Mencari Kebahagiaan | 1 Tubuh dan Pikiran Apa yang Anda Inginkan? | 2 Semut dan Ulat | 10 Setiap Waktu adalah Waktu Belajar | 16 Walk the Talk | 26 Sabar Tidak Harus Menunggu Tua | 35 Pria dan Wanita, Berbedakah? | 42 Bunuh Diri Ternyata Menular | 50 Saatnya Belajar dari Wanita | 58 Apa Untungnya Cemas? | 67 Body and Mind | 75 Ngapain Bekerja? | 82 Bab 2 Menggali Kebahagiaan | 93 Pertanyaan Filsafat | 94 Hidup Bukanlah Perlombaan | 101 See on Beauty | 111 Perjalanan Hati | 118 Keyakinan adalah Penjara | 126 Rahasia Tersembunyi pada Air | 134 Sukses Tidak Punya Aturan | 142 No Complain Day | 148 Hidup Anda Ditentukan ke Mana Fokus Anda | 156 Enjoy Your Life | 165 Tiga Obor Dunia | 173 Bab 3 Menemukan Kebahagiaan | 183 Dari Bingung ke Bangun | 184 Orang yang Menyulitkan = Berkah Tak Terhingga | 192 Pelajaran dari Sang Kaya | 200 Ketika Kesadaran Bangkit | 207 Kunci Kebahagiaan | 215 Kebahagiaan Tidak di Luar | 223 Apakah Dunia Ini Adil? | 233 Paradoks Kehidupan Kita | 244 Siapa yang Menentukan Kematian? | 255 Mimpi Buruk yang Indah _ | 263 Keindahan dalam Bencana | 269 Tentang Penulis | 277 xi WUE e FU TT eee (Pengantar Sederhana Gede Prama) Lain Barat, lain Timur. Keduanya bertumbuh indah di tempat tfiasing-masing. Jika orang Barat melihat kehidupan sebagai perjuangan, di Timur (kendati tidak semua setuju) kehidupan dipandang sebagai serangkaian keindahan. Perhatikan pesan para tetua di Jawa: “Kehidupan sesungguhnya hanya pember- hentian sementara untuk meminum teh.” Pertama-tama, kehidupan ini singkat sehingga tidak disarankan untuk mengisinya dengan hal-hal negatif, apalagi destruktif. Kedua, di sini kita beristirahat sebentar untuk meminum teh. Meminum teh menjadi keindahan jika dilakukan perlahan dengan penuh rasa syukur. Ketiga, dalam filsafat Timur, teh adalah simbol kesadaran. Maka itu, di Jepang ada the art of tea (seni meminum teh). Intinya menjalani kehi- dupan dengan penuh kesadaran. Ringkasnya, kehidupan memberikan _ pilihan-pilihan. di antaranya pilihan menentukan ke mana manusia akan pergi setelah mati (we are what we choose). Karena begini keadaannya, banyak guru di Timur menyarankan muridnya untuk hidup penuh kesadaran. Oleh karena itu, ada yang berpendapat happiness is a choice. Bahkan kebahagiaan pun sebuah pilihan. Pilihan lain, ada yang hanya memikirkan kebahagiaan sendiri, dan ini berujung pada banyak penderitaan. Ada yang memikirkan kebahagiaan makhluk lain, kemudian menikmati kebahagiaan paripurna (ultimate happiness). Ini pun sebuah pilihan! xiii Buku ini tampaknya mengambil jalur kedua: berbahagia dengan membuat pihak lain berbahagia. Sebagai hasilnya, permainan di taman kehidupan tidak saja lebih ramai, tetapi juga lebih membawa makna. Terutama karena makna adalah bangunan yang dirangkai bersama. Sayangnya, tidak selalu permainan ditandai oleh kegem- biraan-kegembiraan. Kadang ditandai oleh sejumlah_ hal yang tidak mengenakkan. Oleh karena itu, ada yang pernah berpesan jika kehidupan seperti menggali sumur. Di per- mukaan akan bertemu lumpur. Hanya jika terus menggali dalam-dalam dapat menemukan kejernihan. Untuk itu, silakan menggunakan buku ini untuk menggali dalam-dalam kehidupan. Tatkala baru menggali, siap-siaplah berjumpa lumpur (dicap munafik, dicerca, dihina, sok suci, dan lainnya), tetapi teruslah menggali. Dengan ketekunan dan berkah spiritual yang cukup, suatu waktu kehidupan akan memperlihatkan wajah jernihnya (kebahagiaan, kedamaian, keheningan, dan keikhlasan). Selamat menggali. Semoga semua berjumpa air jernih kehidupan! Deep bow, Gede Prama xiv eT dari Psikologi Plus Medio Juni 2006 majalah Psikologi Plus membutuhkan sum- bangan tulisan yang mengandung muatan psikologi dari berbagai penulis di seluruh Indonesia, menyusul persiapan peluncuran perdana 10 Juli 2006. Waktunya hanya sebulan, sementara bentuk majalah belum mewujud, demikian pula materinya belum tersedia. Maka dibentuklah tim. Ada kawan yang mengembara ke Jawa Timur dan Bali. Sebagian yang lain memburu penulis di Jawa Barat, DKI, dan Sumatera. Sedang saya kebagian Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Seorang kawan merekomendasikan nama Gobind Vashdev, yang kebetulan saat itu sedang menjadi relawan mendampingi anak-anak korban gempa di Bantul. Kami langsung meluncur ke Bantul tanpa secuil pun pengetahuan tentang Gobind kecuali satu hal, yaitu keyakinan bahwa orang ini memiliki kapasitas menjadi penulis hebat. Ternyata setelah bertatap langsung, Gobind nyaris tidak punya banyak waktu, hari-harinya padat memikirkan orang ba- nyak. Dan celakanya, dia mengaku tidak terbiasa menulis. Meski begitu, keterbatasan informasi tentang Gobind tidak me- ngurangi minat saya, dan saya berharap kesanggupannya me- nyumbang artikel. Tak banyak informasi yang saya sampaikan kecuali selembar dummy edisi perdana majalah Psikologi Plus dan permintaan dikirimi artikel. Kepadanya saya juga sampaikan ketentuan batas akhir pengiriman artikel ke kantor redaksi di Semarang. Di luar dugaan, edisi perdana majalah Psikologi Plus melun- cur ke pasar sesuai rencana 10 Juli 2006. Tidak ada satu kali- mat pun dari tulisannya yang tidak bermakna atau salah. xvi Sekarang sudah memasuki tahun ketiga. Begitu juga karya Gobind. Artikelnya nikmat dibaca, sekaligus menjadi ikon penting majalah Psikologi Plus hingga detik ini. Jarang sekali ditemui orang dapat mereduksi kehidupan yang keras menjadi sedemikian halus lewat tulisan, apalagi dilakukan oleh orang yang tidak dapat menulis. Saya tak habis berhenti memuji kapasitas empatinya yang luar biasa, dan dengan keingintahuan untuk membedah dunia yang tak tertahankan. Bagaimana Gobind dapat menyajikan artikel inspiratif yang menenteramkan dan memberi harapan? Segera pikiran saya melayang jauh membuka cerita lama tentang seekor kelinci yang tertembak peluru kakinya, tetapi berhasil meloloskan diri dari buruan anjing pelacak milik sang pemburu. Si kelinci dengan luka kaki tertembak berhasil meloloskan diri pulang ke rumahnya. Saudara-saudaranya segera menghampiri dan mengelilingi dirinya seraya bertanya dengan takjub, “Anjing pemburu itu sangat galak sekali, sedangkan kamu sendiri terluka, bagaimana dirimu bisa lolos dari kejaran?” Kelinci itu menjawab, “Dia berusaha dengan sekuat tenaga, sedangkan saya berjuang dengan mati-matian! Jika tidak dapat mengejar saya, paling-paling anjing akan dicaci maki oleh majikannya, sedangkan jika tidak berjuang untuk berlari secara mati-matian, nyawa saya yang akan melayang”. Sama seperti kelinci, Gobind berusaha tidak dengan sekuat tenaga, melainkan secara mati-matian. Dia tidak sekadar ingin berbagi kebaikan dengan sesama, tetapi memberikan sepenuh empati miliknya kepada orang lain, lebih karena semangat sederhana, bahwa hidup selayaknya saling berbagi. (Petrus Widijantoro, Pimpinan Redaksi majalah Psikologi Plus) xvii Pendahuluan: Paksaan yang indah Saya belum mau percaya jika buku ini belum benar-benar hadir di tangan saya. Masih terekam dengan jelas, tiga tahun yang lalu, hanya untuk membalas sebuah email, berjam-jam waktu saya perlukan, tangan terasa kaku, perasaan ragu ditambah riuh dengungan dalam kepala yang bernada “saya tidak dapat menulis”. Suara ini berakhir tepat seminggu setelah saya bertemu dengan Mas Petrus dari majalah Psikologi Plus yang memberi paksaan yang ber-deadline tujuh hari kepada saya setelah “gagalnya” ia mewawancarai saya di Bantul. “Keindahan dalam Bencana” adalah tulisan pertama. Setiap bulan setelahnya, teman-teman dari majalah Psikologi Plus memaksa saya lewat telepon atau sms untuk mengirim naskah yang mengingatkan saya pada masa-masa sekolah ketika guru mengingatkan anak muridnya mengumpulkan tugas keesokan harinya. Dua tahun kemudian, Pak Deden dari Hikmah (sekarang Noura Books) menelepon sesaat setelah saya mengaktifkan handphone sehabis siaran dengan Mbak Ida Arimurti di Delta FM. la meminta saya untuk menulis apa yang baru saya ceritakan dengan mengirim artikel yang pernah saya tulis. Tak lama kemudian “teror” datang dari Mas Iqbal, yang menanyakan tulisan-tulisan selanjutnya agar dapat menjadi buku dengan ketebalan yang pas. Merasa ilmu masih jauh dari standar penulis saya pun lagi-lagi didorong alam untuk ditemukan oleh tiga guru dari Writer Schoolen, Pak Andrias Harefa, Mas Edy Zaqeus dan Pak Her Suharyanto. Jika gaya xix bahasa tulisan buku ini dalam beberapa judul berubah menjadi lebih indah dan enak dibaca, ketiga orang di atas ini ditambah Mbak Melati sebagai editor yang selayaknya bertanggung jawab. Saya percaya ini semua adalah cara alam “memaksa” saya untuk berbagi lewat tulisan, melalui paksaan para sahabat di atas. Terima kasih sahabat, semua itu adalah paksaan yang indah, beginilah cara alam membuat apa yang seharusnya terjadi, seperti saat Happiness Inside ini ada di tangan Anda sekarang, tentu peran paksaan semesta muncul di sana. Happiness Inside ditulis dalam kurun waktu yang cukup panjang, dan mungkin sekali pembaca akan menemui tulisan dengan tingkat pemikiran yang berubah di setiap judulnya, saya membiarkan untuk tidak mengedit ulang dengan tingkat kesadaran detik ini. Melihat buku ini mirip seperti mengintip album foto diri sendiri, rasa geli dan suara tawa hadir ketika melihat gaya jadul dari gambar yang tercetak. Menerima kehadiran mereka ibarat menerima perjalanan bertumbuhnya raga dan jiwa ini, pertumbuhan ini tidak mungkin terjadi tanpa limpahan air kasih sayang dari kedua orangtua dan keluarga tercinta, serta juga peran guru-guru kehidupan, Bapak Gede Prama, Bapak Anand Krishna, Ariesandi Setyono, Adi W.Gunawan, Jansen Mr. Etos” Sinamo, Sapta Dwikardana, Tung Desem Waringin. Terima kasih tak terhingga atas izin untuk menguras ilmu dan kebijaksanaannya. Sahabat Yopie, Yudi, Soesanto, Hindra, Agus, Dandan, Mbak Ida Arimurti, Santi “Mami” Sastra, terima kasih untuk XX selalu menemani dan menguatkan. Komunitas pengabdian yang menempa makna dalam diri saya, Rotary & Rotaract Club D3400, Capacitar Indonesia, KKS Melati, Reading Bugs, teman-teman Volunteer Ubud Writer & Reader Festival, dan Milis Money Magnet. Untuk para pembaca Psikologi Plus, pendengar dan saha- bat di Delta FM, Duta FM Bali, pembaca buku Happiness Inside dan semua pihak yang saya kenal langsung atau tidak, terima kasih telah menyediakan waktu dan perhatian untuk saya belajar dan berbagi. Di atas segalanya, tak terhingga rasa syukur dan terima kasih saya tujukan pada Dalang yang “memaksa” saya ber- peran sebagai penulis pada layar semesta ini. Sungguh sebuah paksaan yang indah. Ubud, Salam Bahagia gobind vashdev xxi Reat Dhis First Sebuah warung makan siap saji berbendera “all you can reat”. Anda datang, dan menu langsung berada di depan etalase yang memuat berjenis-jenis makanan ada, seperti itulah buku ini. Sang Pemilik yang siap melayani Anda memilih menu yang tersedia. Mulai dari Kesehatan, Mindset, Pendidikan hingga Spiritual. Anda boleh memilih satu, sebagian atau langsung semuanya, boleh berurutan atau tidak (loncat-loncat). Silakan imbuh jenis yang sama atau berbeda berulang-ulang dan jangan juga merasa bersalah jika harus disisakan. Anda pun tidak dilarang untuk menambahkan bumbu catatan atau kecap bermerk garis bawah di dalamnya, semua terserah Anda. Semua sesuai selera hati dan pikiran Anda. Nikmati di mana saja dan kapan saja, di keheningan malam atau hingar-bingar- nya bookcourt, sendiri atau satu untuk ramai-ramai. Mau se- karang juga dilahap atau lain waktu saja, jangan cemas, santapan untuk menyehatkan leher ke atas ini tidak tertera tanggal kedaluwarsanya. Semuanya seenaknya Anda, semau-maunya Anda, terserah Anda, karena saya bukanlah juru masak, apalagi pemilik, saya hanyalah sebuah sendok yang digunakan oleh Pemilik untuk mengambil makanan dan meletakkan pada piring Anda. Selamat menikmati. xxii Tubuh dan Pikiran Apa yang Anda Inginkan? uara seorang wanita yang terdengar di ujung telepon bertanya dalam acara talkshow interaktif di sebuah radio swasta di Bali, setelah mengucap salam, ibu ini bertanya kepada saya, “Bila saya mendengar acara tentang kejernihan pikiran, membaca buku- buku motivasi atau seminar-seminar pencerahan semuanya terasa benar dan baik, tetapi mengapa ya itu terasa susah sekali untuk dilakukan?” Pernahkah Anda mengalami hal yang sama? Jika ya, itu berarti Anda tidak sendirian, sebagian besar hal ini terjadi di masyarakat dunia. Terasa betul sekali apa yang dikatakan ibu tersebut bahwa sering kali apa yang kita dengar, baca atau ikuti dalam pela- tihan itu semuanya indah, tetapi hanya dapat dijalankan dalam tataran pikiran atau filosofis. Dalam tataran praktis sehari-hari apalagi dalam kehidupan bermasyarakat ketika kita dituntut berhubungan dengan orang lain semua itu susah sekali dilakukan. “Contohnya berpikir positif dan sabar”, ibu pendengar radio yang di ujung telepon itu melanjutkan, “Bagaimana kita dapat berpikir positif, sementara orang lain menuduh saya melakukan yang bukan-bukan, atau bagaimana kita dapat sabar jika saya sudah beri tahu staf saya berkali-kali dengan berbagai cara dia masih melakukan kesalahan juga.” Lagi-lagi, sangatlah mudah untuk setuju pada apa yang dikatakan ibu tersebut. Kita mengiyakannya karena itu juga terjadi dengan diri kita. Di sini kita bukan mencari cara apa yang seharusnya dilakukan, tetapi melakukan pembenaran- pembenaran dalam kelemahan diri, dan bahkan mengklaim jika apa yang ada di buku atau di seminar bukan hanya susah, tetapi tidak mungkin dilakukan dalam kehidupan sehari- hari. Tidak sedikit yang mempunyai kesimpulan bahwa yang namanya sabar, tekun, percaya diri, pemarah, pemalu, dan sifat-sifat lain yang positif atau negatif itu adalah turunan atau bawaan orok, bahwa semua itu sudah ada dalam jaringan DNA/RNA kita dan tidak mungkin dapat diubah. Pertanyaan selanjutnya, apakah sifat dapat diubah? Ya dan tidak, [ho kok jawabannya ambigu begitu? Ya semuanya tergantung, tergantung dari keyakinan atau sistem kepercaya- an kita. Henry Ford pernah berkata “Whether you think you can or you can’t, you are right”, jika Anda ber- pikir Anda bisa atau Anda tidak bisa, dua-duanya Anda benar”. 2 ce = a Ss 3 = Fs & Es Ea cy Ey 9 =a s = B @ Ba Jika semua tergantung keyakinan, apakah dengan kita yakin bisa sabar, kita akan menjadi orang sabar? No, tunggu dulu, mempunyai keyakinan bahwa kita dapat berubah ke arah yang lebih baik adalah suatu fondasi yang bagus, tetapi jika kita berhenti sampai fondasi saja dan tidak memba- ngun rumah, kita tetap kehujanan dan kepanasan. Manusia adalah makhluk kebiasaan, dan semua sistem kepercayaan (belief system), nilai (value), aturan (rules) atau mudahnya sifat yang ada dalam diri kita semuanya terben- tuk dari pengalaman atau kebiasaan masa lalu kita. Kita mem- punyai pohon dalam pikiran kita, ada pohon kesabaran, cin- ta kasih, kepedulian, melayani atau sering disebut sifat positif dan juga pohon yang tidak menguntungkan seperti ketakut- an, keserakahan, egoisme, dan lainnya. Perlu diketahui bah- wa semua ini sebenarnya tidak ada yang buruk, semuanya mempunyai maksud yang baik, mereka ada pada dasarnya untuk melindungi diri kita. Misalnya orang yang serakah, jika mau dilihat, orang ini pada dasarnya takut akan masa depan yang tidak pasti. Oleh karena itu, untuk melindungi dirinya dari kesengsaraan, dia mengamankan dirinya dengan ingin memiliki lebih pada semua hal. Kita dapat menyimpulkan di sini dengan satu kata yang berkonotasi tidak baik, yaitu se- rakah. Sekali lagi semua aturan, kepercayaan, value dalam diri seseorang pada dasarnya baik, tetapi ada yang mengun- tungkan, ada yang tidak menguntungkan dirinya. Kembali pada analogi pohon, sama seperti pohon yang ada di dunia ini, pohon dalam pikiran kita juga akan berkembang jika kita “Manusia adalah makhluk kebiasaan, dan semua sistem kepercayaan (belief system), nilai (value), aturan (rules) atau mudahnya sifat yang ada dalam diri kita semuanya terbentuk dari pengalaman atau kebiasaan masa lalu kita.” 9 =a s = B @ Ba merawat atau memberikan makanan. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menyirami pohon kemarahan, pohon ini akan berkembang dan mempunyai akar yang sangat kuat, tarikan- nya akan begitu kuat sehingga jika ada sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita, alangkah mudahnya kita terseret pada kemarahan dibandingkan kesabaran yang pohonnya tidak pernah diberi makan. Saringan Pikiran Bad news is good news, itulah semboyan yang sering kita dengar dari media massa, jika kita mau perhatikan bahwa dalam era komunikasi ini sangatlah sulit kita terlepas dari media. Boleh dikatakan kita ini adalah generasi pertama yang dikepung media. Dan tak terbantahkan jika berita buruk seperti perkosaan, pencurian, korupsi lebih mendominasi media massa yang ada di sekeliling kita. Seorang sahabat yang sangat kreatif, Mas lwang, begitu biasanya dia dipanggil, dengan keisengan kreatifnya pernah menutup semua berita “negatif” pada sebuah eksemplar surat kabar nasional terbitan ibukota dengan kertas warna hitam, dan membiarkan berita “positif” begitu saja, alhasil lebih dari 70% dari koran tersebut berwarna hitam. Belum lagi jika kita sering melihat tontonan seperti berita kriminal mungkin dari 10 berita ada 12 yang buruk. Di saat kita memperhatikan sesuatu, apa pun itu, sebenar- nya kita memberikan energi kepada apa yang kita perhatikan tersebut, ketika kita melihat tayangan atau bacaan atau mendengar berita buruk yang membuat kita takut, cemas atau marah, itu sama saja kita memberi energi (baca: air) pada pohon ketakutan, kecemasan, dan kemarahan dalam diri kita. Fokus kepada berita yang menguntungkan dan menghindari berita yang merugikan adalah kuncinya. Sebuah email yang saya terima beberapa tahun lalu, masih tersimpan tentang saringan tiga lapis, sangat membantu saya untuk menyaring berita yang perlu saya ambil atau tidak. Izinkan saya membagi tulisan itu di sini. Pada zaman Yunani kuno, Socrates adalah seorang terpelajar dan intelektual yang terkenal reputasinya karena pengetahuan dan kebijaksanaannya yang tinggi. Suatu hari seorang pria berjumpa dengan Socrates dan berkata, “Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman Anda?” “Tanggu sebentar,” jawab Socrates. “Sebelum memberitahu- kan saya sesuatu, saya ingin Anda melewati sebuah ujian kecil. Ujian tersebut dinamakan Ujian Saringan Tiga Lapis.” “Saringan Tiga Lapis?” tanya pria tersebut. “Betul,” lanjut Socrates, “sebelum Anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai Ujian Saringan Tiga Lapis.” “Saringan yang pertama adalah KEBENARAN. Sudah pasti- kah Anda bahwa apa yang akan Anda katakan kepada saya benar?” = a Ss = Fs & Es Ea cy Ey 9 =a s S B @ Bs “Tidak,” kata pria tersebut, “Sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda.” “Baiklah,” kata Socrates. “Jadi Anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak.” “Sekarang mari kita coba saringan kedua, yaitu KEBAIKAN. Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik?” “Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk.” “Jadi,” lanjut Socrates, “Anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin jika itu benar. Anda mungkin masih dapat lulus ujian selanjutnya, yaitu KEGUNAAN. Apakab cerita yang Anda ingin beri tahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?” P yi g yi 4 yi “Tidak, sungguh tidak,” jawab pria tersebut. “Jika begitu,” simpul Socrates, “Jika apa yang Anda ingin beri tahukan kepada saya tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna untuk saya, mengapa Anda ingin menceritakannya kepada saya?” Tubuh dan pikiran adalah suatu kesatuan yang keduanya saling berinteraksi, dan keduanya adalah hasil dari apa yang di- lakukan dan dipikirkan terhadapnya di masa sebelumnya. Jika kita melihat tubuh ini dan memperhatikan pikiran kita semua- nya terbentuk seperti sekarang ini karena ini adalah hasil dari apa yang telah Anda lakukan dan pikirkan. Jika sulit bagi diri 8 kita untuk berpikir positif itu tidak lain karena pohon “posi- tif’ dalam pikiran kita jarang diberi makan, ketika perasaan iri dengki dominan dalam diri kita, itu bukan karena kejadi- an di luar atau orang lain yang menyebabkannya, semua adalah peran kita dalam memupuk kesuburannya. Karena itulah apa yang disampaikan dalam buku, seminar atau radio yang kita dengar sangatlah sulit untuk diterapkan sehari-hari, karena pohon-pohon “positif” itu belum mengakar dalam diri kita. Perlu ekstra kerja keras dalam membuat perubahan yang seketika jika keadaannya seperti ini, tetapi tidak perlu berkecil hati, selama ada kemauan pasti ada jalan. Bukan bisa atau ti- dak melainkan yang penting adalah mau atau tidak. Sekali lagi, tubuh dan pikiran kita hari ini terjadi karena apa yang kita lakukan dan pikirkan pada masa lalu, tubuh dan pikiran apa yang ingin Anda lihat pada masa depan, tergantung pada apa yang akan Anda lakukan dan pikirkan mulai saat ini dan ke depannya. 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Semut dan Ulat uah campur adalah menu tetap di setiap sarapan pagi saya, tetapi hari ini ada yang istimewa, sewaktu asyik menikmatinya, seekor ulat kecil berwarna merah yang lucu keluar dari timbunan buah yang tersusun tidak rapi di piring bundar. Tak lama lagi seekor yang lain muncul. Terus terang, saya terkejut melihat reaksi saya yang tidak kaget melihat ulat yang tiba- tiba muncul tersebut. Saya ingat sekali beberapa tahun yang lalu kejadian yang hampir sama pernah saya alami dan waktu itu saya memutuskan untuk tidak melanjutkan makan buah itu lagi. Sama sekali tidak terlintas perasaan jijik, malah sebuah perasaan senang bahwa sarapan pagi ini saya nikmati beramai-ramai. Saya merasakan suatu perasaan yang sulit digambarkan. Saya melihat bahwa ulat tersebut dan saya diciptakan oleh pencipta yang sama, dan kita sama- sama sedang mengambil energi dari buah yang sama untuk 10 kelangsungan hidup masing-masing. Ini mengingatkan saya ketika baru saja saya pindah ke Ubud, kamar yang saya tempati sering dilalui banyak semut. Semut dengan berbagai ukuran itu muncul dengan tiba-tiba. Awalnya saya jengkel dengan kehadirannya, saya merasa terganggu, mulai dari cairan hingga kapur pengusir serangga sudah saya gunakan untuk mengusirnya. Sampai suatu saat, ketika saya ingin mengusirnya ada sesuatu yang berbicara dalam diri saya, mungkin itu yang dinamakan suara hati dan berkata, “Tunggu dulu, mengapa kamu marah?” diri saya yang lainnya menjawab, “ya dia sangat menggangguku.” Kemudian yang pertama langsung mendebat, “Siapa mengganggu siapa? bukankah semut-semut itu sudah ada sebelum kamu di sini atau bahkan sebelum kamar ini dibangun? Lagi pula semut- semut itu kan hanya mencari makanan.” “Dia bukan mencari, tetapi mencuri,” kata yang kedua. “Bukankah kita manusia juga mencuri? Kita mengambil buah dari pohonnya, bahkan kita mengambil nyawa dari hewan untuk memenuhi kepuasan lidah kita, jangan karena mereka tidak mengenal uang kau katakan mereka mencuri, semut juga bekerja, mereka pasti mempunyai fungsi di alam semesta ini, sama seperti ulat yang menggemburkan tanah dan untuknya mereka mendapat upah makanan berupa buah dari pohon.” Sering sekali hal ini terjadi, pergumulan saya dan diri saya yang lain ini awalnya sering membuat saya frustrasi. Mereka sama-sama mempunyai alasan yang kuat, mereka sama-sama pintar memberikan argumennya. Namun, di sisi lain pergumulan ini sangatlah mencerahkan, membuat saya 11 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa melihat segala sesuatunya dari perspektif yang lain, sisi yang beda, yang lebih terang dan lebih luas. Sewaktu di sekolah kita pasti pernah belajar tentang evolusi, evolusi dari satu bentuk kera ke bentuk kera yang lain juga hewan-hewan yang lain. Evolusi yang kita pelajari di sekolah adalah evolusi fisik. Selain evolusi fisik ada juga evolusi pikiran, yaitu sebuah perubahan secara bertahap dalam tingkat pemikiran kita. Perubahan ini bukan dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi lebih dari sekadar tahu, lebih juga daripada mengerti atau paham, tetapi sadar. Jika seseorang tahu dan mengerti, tetapi belum melakukan apa yang dia pahami, saya menyebutnya belumlah sadar. Saya tidak mengetahui mekanisme secara teperinci dalam diri seseorang bagaimana evolusi pikiran ini dapat tumbuh. Yang saya tahu adalah evolusi ini tumbuh dari dalam bukan dari luar, walau sering kita mendengar bahwa banyak faktor luar yang dapat mengubah seseorang. Ada yang mengatakan kita bisa mendapat tingkat berpikir yang lebih baik dengan cara belajar dari buku atau guru yang luar biasa. Ada juga yang berpendapat bahwa pengalaman yang besar atau mengejutkan akan mengubah seseorang. Seperti berdampingan dengan kematian, misalnya seseorang langsung tersadar dan berubah, kemudian orang tersebut melihat hidup dengan cara yang lain, melihat begitu berharganya setiap tarikan napas. Ya, benar sekali, kejadian eksternal akan meningkatkan cara berpikir seseorang jika ditambahkan sebuah syarat, dan syarat penting itu adalah jika orang yang mengalami sebuah 12 “Kejadian eksternal akan meningkatkan cara berpikir seseorang jika ditambahkan sebuah syarat, dan syarat penting itu adalah jika orang yang mengalami sebuah kejadian mengambil pelajaran darinya.” ay Ss = s ra Gy Sa kejadian mengambil pelajaran darinya. Bukan kejadian yang mengubah seseorang, tetapi orang tersebut yang mengubah dirinya sendiri dengan mengambil pelajaran dari kejadian itu. Begitu pula bukan buku atau orang lain yang mengubah seseorang, tetapi pelajaran yang diambil dari buku yang dibaca atau orang lain yang dikenalinyalah yang mengubahnya. Peran seseorang dalam mengambil pelajaran inilah yang terpenting dalam mengubah dirinya, dan inilah yang menjadikan kita mempunyai tingkatan berpikir lebih tinggi lagi. Dan dengan cara inilah evolusi pikiran terjadi. Jika terjadi evolusi dalam tingkat pikiran, pastilah kita akan melihat dunia dengan cara yang berbeda. Sesuatu yang dulu dianggap sebagai masalah, sekarang mungkin sebagai kesenangan, seperti contoh ulat dalam buah tersebut. Albert Einstein seorang ilmuwan yang dinobatkan sebagai man of the century versi majalah Time pernah menulis “Masalah penting yang kita hadapi tidak dapat kita pecahkan pada tingkat berpikir yang sama seperti ketika kita menciptakan masalah tersebut.” Tingkat berpikir yang lebih tinggi adalah hal yang wajib diperlukan untuk memecahkan masalah. Contoh sederhananya adalah sewaktu kita duduk di bangku sekolah dasar misalnya, semua pelajaran kelas 1 SD pada saat kita di kelas 1 SD terasa sangat sulit. Namun, ketika kita naik ke kelas 2, kesulitan di kelas 1 sudah tidak terasa lagi, apalagi ketika kita naik ke kelas yang lebih tinggi lagi. Atau pernahkah Anda membaca sebuah buku dan Anda tidak mengerti apa yang Anda baca, dan setelah beberapa waktu Anda membaca lagi Anda mengerti apa yang 14 dimaksud oleh buku tersebut. Jika ya, itu artinya bahwa ketika kedua kali Anda membaca, cara atau tingkat pemikiran Anda sudah berubah. Begitu juga di kehidupan, masalah hanya terjadi ketika tingkat kemampuan seseorang tidak lebih tinggi daripada masalah tersebut. Di saat tingkat pemikiran sudah di atas masalah maka semuanya terlihat bukan sebagai masalah. Nah, ketika sebuah atau beberapa masalah datang ber- ulang-ulang dalam hidup, kita mempunyai pilihan untuk mengeluh, menyalahkan orang lain, atau menghindarinya, atau kita ambil pendekatan yang lain, yaitu kita mencoba be- lajar untuk meningkatkan pengetahuan dan level berpikir kita sehingga yang kemarin menjadi masalah hari ini menjadi se- buah kesenangan. Ingatlah di saat kemampuan kita kecil, masalah terlihat sangat besar dan begitu kemampuan kita besar masalah-masalah tersebut menjadi pernak-pernik kecil yang membuat kehidupan tampak berkilau. 15 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Setiap Waktu adalah Waktu Belajar elajar’, itulah jawaban pelatih sukses dunia Anthony Robbins ketika ditanya mengenai rahasia kesuksesan dirinya dari seorang pembersih toilet berpenghasilan puluhan dolar hingga menjadi seorang multimiliarder. Mendengar kata belajar, pastilah membawa ingatan kita ke masa-masa sekolah, hampir tiada hari tanpa membaca buku, menyimak guru mengajar dan mengerjakan tugas. Semua itu serasa tidak pernah ada habisnya. Berkebalikan dengan sahabat-sahabat yang meninggalkan buku selepas sekolah, saya mulai membaca setelah tidak menyandang status murid. Tanpa ingin menyombongkan diri, dulu di masa sekolah saya adalah murid yang paling rajin membolos, jawara dalam tidak mengerjakan PR dan selalu menduduki peringkat 3 besar dari bawah. 16 Sadar tertinggal jauh dari teman-teman yang lain, disertai keinginan kuat untuk bisa berguna bagi dunia ini, mata saya mulai terbuka. Pentingnya arti belajar tertanam dalam di benak ini dan di waktu itulah perubahan seketika terjadi. Saya mulai belajar dua kali lebih keras dan berpikir dua kali lebih kuat. Dan saat ini tanpa maksud menggurui pembaca, izinkan saya berbagi tulisan mengenai “belajar.” Bukan belajar seperti membaca dan mengetahui teori saja. Menurut Anthony Robbins, belajar itu seperti mengendarai mobil. Jika kita mengetahui di mana pedal gas, rem, dan kopling serta cara memindahkan gigi, itu berarti kita belum belajar. Belajar artinya melakukan tindakan baru, sebuah tindakan yang konsisten dan berkesinambungan sehingga yang kita pelajari menjadi sebuah kebiasaan. Hal yang sama juga dikatakan oleh Konfusius, “To know but not to do is not yet to know,” mengetahui, tetapi tidak melakukan sama artinya dengan tidak mengetahui. Melakukan atau mengambil tindakan dari apa yang diketahui itulah inti dari belajar. Dan jika tindakan ini diulang dan diulang terus maka keterampilan akan muncul. Dengan keterampilan inilah keunggulan seseorang diakui orang lain. Pandangan serupa juga diungkap oleh filsuf terkenal Yunani Aristoteles, “Kita adalah apa yang kita lakukan berulang- ulang ... maka keunggulan bukanlah suatu per- buatan, melainkan hasil dari kebiasaan.” Seseorang dapat meraih juara dalam turnamen bulu tangkis karena dia belajar terus. Kita semua pada awalnya sama, kita tidak punya 17 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa kemampuan apa-apa. Kita belajar berjalan, belajar berbicara dan belajar bagaimana untuk makan dengan sendok dan garpu. Apa pun yang kita mampu lakukan saat ini semuanya diawali dengan belajar, bukan? Sikap Mental Jika ditanya, pada masa apakah manusia belajar paling banyak? Pada saat dewasa, remaja, atau pada saat kita anak-anak? Ya, jawabannya pastilah saat anak-anak. Sewaktu masih anak- anak, manusia belajar lebih banyak dibandingkan masa mana pun dalam pertumbuhannya. Sampai-sampai Robert Fulghum, seorang pendeta unitarian menulis buku All | Really Need to Know | Learned in Kindergarten (Semua yang Perlu Saya Ketahui Telah Saya Pelajari di Taman Kanak-Kanak). Anak-anak mempunyai sikap mental yang luar biasa. Mereka melihat segala sesuatu dengan apa adanya. Anak-anak mempertanyakan segala sesuatunya, tidak ada kata "tidak mungkin” dalam benaknya. Fantasi mereka jauh melampaui logikanya. Dari sisi inilah kita sebaiknya belajar pada anak- anak, tentang belajar itu sendiri. Paling tidak ada tiga sikap mental dari anak-anak yang harus kita lakukan. Secara sederhana, sikap ini bisa dianalogi- kan seperti menuang air dari botol ke sebuah gelas. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah gelas agar dapat terisi air. 18 “Kejadian eksiernal akan Ineningkatkan cara berpikir seseerang jika ditambahkan sebuah syarat, dan syarat wenting itu adalah jika erang yang mengalami sebuah kejadian mengambil pelajaran darinya.” 9 =a s S B @ Bs Syarat pertama adalah terbuka, hanya dengan gelas yang terbukalah air dapat masuk. Hanya dengan berpikiran terbuka (open mind) suatu ilmu dapat mengalir ke dalam diri keingintahuan lebih banyak. Dalam bahasa lain, kita menyebut i. Seseorang dapat bersikap terbuka karena memiliki rasa ingin tahu yang besar layaknya seorang bocah ini sebagai rasa penasaran. Penasaran ternyata adalah suatu elemen yang utama dalam menimba ilmu. Bahkan, manusia terjenius sepanjang sejarah, Leonardo da Vinci, menempatkan curiosita atau rasa ingin tahu ini sebagai prinsip pertama dari tujuh prinsip da Vinci, seperti yang ditulis oleh Michael J. Gelb dalam buku apiknya Menjadi Jenius Seperti Leonardo da Vinci. Hampir serupa dengan Leonardo da Vinci, Albert Einstein pernah berkata jika dia bukanlah orang yang punya bakat khusus, melainkan orang yang punya rasa penasaran yang hebat. Terbuka, terutama terhadap sesuatu yang baru dan rasa ingin tahu yang besar, adalah syarat pertama. Yang kedua adalah kosong. “Kosongkan gelasmu”, sebuah istilah populer yang mungkin sering kita dengar. Sesuatu yang penuh tidak akan dapat menampung apa-apa. Hanya keko- songanlah yang mempunyai nilai untuk sesuatu yang baru. Pikiran yang penuh dengan persepsi yang ada sebelumnya, walau tidak selalu, sering menjadi penghalang dalam proses belajar. Berbeda dengan anak kecil yang melihat apa ada- nya, jauh dari sikap menghakimi. Seperti inilah sikap mental 20 yang harus kita miliki jika ingin belajar lebih banyak dan lebih dalam tentang sesuatu yang baru. Yang ketiga, dan tak kalah penting, gelas tersebut harus- lah lebih rendah daripada botol yang mengisinya. Bagaimana pun terbuka dan kosongnya gelas, tetap tidak akan terisi jika posisi gelas itu lebih tinggi daripada botol yang akan mengisi- nya. Bersikap rendah hati, menyadari bahwa masih banyak kekurangan adalah satu syarat penting lainnya dalam belajar. Anak-anak menyadari jika dirinya jauh dari pengalaman, anak- anak selalu menganggap orang tua lebih tahu dari dirinya. Teringat saya pada seseorang berjiwa jernih, Lao Tze, seorang filsuf yang juga pencipta ajaran Taoisme. Dia pernah berkata, “Mengetahui bahwa kita tidak tahu apa- apa adalah awal dari kebijaksanaan.” Jika kita mera- sa sudah tahu semuanya, kita akan merasa cukup. Ini bisa diibaratkan sebuah buah yang sudah matang, dan kita semua tahu buah yang matang tak lama akan menjadi busuk. Merasa diri kurang, merasa kita masih jauh dari pencapaian membuat kita terus belajar. Guru Di atas kita berbicara tentang “gelas” (murid), lalu bagaimana dengan “botol’nya, yaitu guru. Mengapa saya menyebut dan menempatkan sosok guru sebagai sesuatu yang agung? Dalam bahasa Sanskerta, Gu artinya kegelapan dan Ru 21 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa artinya menghilangkan, jadi guru adalah dia yang meng- hilangkan kegelapan. Seseorang yang membawa cahaya, seseorang yang membawa terang pada hidup kita. Siapakah dia? Apakah dia bapak dan ibu guru yang ada di sekolah? Ya, tetapi bukan itu saja. Orangtua, kakak? Ya, tetapi itu baru sebagian kecil. Lalu siapa lagi? Setiap orang, ya setiap orang adalah guru kita. Mungkin muncul di benak pembaca, apakah perampok, pencuri dan tukang tipu adalah guru kita? Saya akan langsung menjawabnya dengan YA. Karena merekalah sebenarnya yang mengajari kita lebih banyak tentang arti sebuah kejujuran dan keadilan. Kahlil Gibran, seorang penyair besar dari Lebanon, dengan indahnya menulis: “Aku belajar diam dari yang cerewet, toleransi dari yang tidak toleran dan kebaikan dari yang jahat. Namun anehnya, aku tidak pernah merasa berterima kasih kepada guru-guruku ini.” Apa yang ditulis oleh Gibran di atas buat saya adalah se- buah resep istimewa dalam menghadapi “orang-orang me- nyulitkan” yang sebenarnya adalah guru-guru kita. Sejenak melayang pikiran saya pada 2.000 tahun yang lalu, mungkin inilah yang ingin Yesus Kristus sampaikan dengan berkata, “Kasihilah musuhmu.” Seolah-olah kita diajak untuk tidak melihat musuh sebagai sesuatu yang harus dihindari. Musuh mengajarkan kita begitu banyak tentang kehidupan. Musuh adalah guru sejati kita, untuk itulah kita harus mengasihinya. 22 “Aku belajar diam dari yang cerewet, elmer Uremic lene limerla kebaikan dari yang jahat. Namun anehnya, aku tidak pernah merasa berterima kasih kepada guru-guruku ini.” ay Ss = s ra Gy Sa Dari sudut pandang yang serupa secara praktis dalam sebuah subjudul Richard Carlson menulis: “Anggaplah setiap orang yang berjalan di bumi ini sudah tercerahkan kecuali Anda sendiri. Apa yang ingin dikatakan oleh Richard dalam buku pertama dari seri bukunya yang berjudul Don’t Sweat the Small Stuff QUangan Meributkan Masalah-masalah Kecil) adalah jika Anda bertemu dengan orang yang membuat hati Anda mendidih, jangan marah, tetapi ubahlah cara berpikir Anda bahwa orang di depan Anda adalah orang yang telah tercerahkan. Dia diki- rim kepada Anda oleh Pencipta supaya Anda belajar untuk bersabar. Bukankah orang-orang yang menyulitkan kita adalah orang-orang yang membuat kita pintar? Siddhartha “Sang Buddha” Gautama juga pernah berkata, “Pada akhirnya kita akan sangat-sangat berterima kasih kepada Orang-orang yang membuat diri ini sulit.” Jika orang yang cerewet mengajari kita mendengar, yang kaku mengajarkan kita pentingnya bersikap fleksibel, pembohong mengajarkan kita besarnya arti kejujuran, dan mereka yang berselingkuh mengajarkan arti sebuah kesetiaan, maka di akhir tulisan ini saya ingin mengajak pembaca untuk mengingat-ingat orang-orang yang selama ini kita benci. Orang yang selama ini kita hindari dan ingin membalas perbuatannya yang tidak menyenangkan kepada kita. Setelah mengingatnya, kemudian tanyakan pada diri sendiri, apakah pelajaran yang ingin mereka berikan kepada diri ini? 24 Jika kita menemukan pelajaran yang berharga dalam hidup ini dari sahabat-sahabat tersebut, itu berarti kita telah belajar sesuatu. Dan ucapkan terima kasih karena mereka adalah guru kita, karena mereka kita menjadi lebih bijak. Jadikan setiap orang menjadi guru, setiap tempat men- jadi sekolah dan setiap jam adalah jam pelajaran. 25 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Walk the Talk alah satu hal yang menyenangkan bagi saya seba- gai pembicara publik bukanlah sewaktu menerima honor, tetapi ketika ada seseorang yang meng- hampiri saya dan berkata, “Terima kasih, Pak, apa yang Bapak sampaikan sungguh berguna untuk kehidupan saya.” Dan yang lebih membahagiakan saya adalah ketika ada seseorang yang menyapa, dan berucap terima kasih bahwa ada banyak perubahan positif dalam hidupnya setelah mengikuti pelatihan yang saya bawakan beberapa waktu sebelumnya. Penuh saya sadari saat itu bahwa angin perubahan yang telah terjadi sebagian besar akibat peran orang tersebut. Yang membuat saya senang adalah pertama karena apa yang saya kerjakan selama ini paling tidak bukan sesuatu yang merusak, dan yang kedua adalah, walaupun sekecil apa 26 pun, alam semesta melibatkan saya dalam proses perubahan dalam orang tersebut. “Perubahan” inilah kata sakti yang dijual dalam hampir semua proposal, brosur, spanduk, poster para pelatih, pembicara publik atau bahkan penulis. Kata ini juga yang sebenarnya paling diinginkan terjadi, baik seketika atau tidak. Dan demi membuat impact perubahan yang lebih besar, para pelatih berlomba-lomba mempelajari ilmu dan teknik terbaru memengaruhi orang lain. Jika dahulu seminar atau workshop dilakukan satu arah, sekarang dua arah, dahulu duduk diam sekarang bergerak dengan permainan, simulasi. Ada juga dengan mempraktikkan sulap, relaksasi, bahkan terapi. Tentu ini semua membuat suasana belajar lebih menarik dan memancing perhatian para peserta sehingga apa yang disampaikan dapat meresap pada benak peserta. Berapa persen keefektifannya dalam membuat perubah- an? Terus terang saya tidak tahu, ya tentunya lebih efektif daripada cara lama. Namun, pastinya dari pengalaman meng- ikuti banyak seminar dan pelatihan rasanya lebih banyak yang belum berubah daripada sebaliknya. Sempat saya bertanya pada beberapa pembicara ternama, mengapa ini terjadi, mengapa lebih banyak yang tidak berubah? Beberapa jawaban yang saya dapat adalah, “Mereka tidak konsisten menerapkan too/ yang saya berikan, makanya tidak ada perubahan.” Yang agak cuek menjawab, “Peran saya 27 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs hanya memotivasi, selanjutnya terserah mereka.” Yang lebih menarik ada yang menjawab, “Mereka kan datang ke sini bukan karena kemauannya, tetapi disuruh dan dibayar oleh perusahaannya, mereka memang belum mau berubah, jadi diapa-apakan juga sama saja.” Menanggapi jawaban terakhir ini saya pernah mendengar ada seorang pembicara yang sudah tidak mau lagi diundang berbicara dalam perusahaan atau yang biasa disebut in house training karena alasan tersebut. Apa yang dikatakan pembicara papan atas itu memang susah untuk disangkal, bahwa perubahan semestinya dari diri sendiri. Para pelatih ini hanya memberikan alat, motivasi, arahan, dan semacamnya, tetapi perubahan terletak pada orang itu sendiri. Kemudian saya bertanya pada diri sendiri, jika begitu ceritanya, apa yang terbaik yang manusia lakukan untuk dapat membuat perubahan dalam diri orang lain? Akhirnya, saya menemukan dalam sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh seseorang yang sangat besar dalam memimpin perubahan, yaitu Mahatma Gandhi. “Be the change that you want to see in the world,” begitulah bunyinya. Jadilah perubahan seperti yang ingin kau lihat. Biarkan saya mengambil sebuah cuplikan kehidupan Gandhi yang senada dengan apa yang dia katakan. 28 Suatu hari, seorang ibu membawa anaknya datang kepada Gandhi, dan berkata, “Gandhi, maukah engkau menasihati anak saya ini? Dia mempunyai sebuah penyakit, yang untuk kesembuhannya, dia tidak boleh mengonsumsi garam. Tolong beri nasihat kepadanya untuk tidak makan garam. Saya dan keluarga babkan dokternya pun sudah berulang kali menasihatinya, tetapi dia masih tetap makan garam. Saya sudah kehabisan kata-kata, tolonglah saya, siapa tahu dia akan menurutimu.” Dengan tersenyum dan suara lembut Gandhi berkata, “Ibu, sekarang saya tidak bisa berkata apa-apa, silakan Ibu pulang dan bawa anak Ibu ke sini minggu depan.” “Gandhi,” kata ibu itu, “anak itu di depanmu sekarang, tidak bisakah kamu sekarang menasihatinya?” Gandhi dengan senyum yang selalu di bibirnya hanya menggelengkan kepalanya yang menandakan tidak. Dengan perasaan campur aduk, ibu itu pulang dan tepat satu minggu mereka berdua ada di hadapan Gandhi. “Saya sudah menunggu satu minggu,” kata ibu itu kepada Gandhi, “sekarang berikan nasihat itu.” Kemudian Gandhi datang mendekat ke anak itu, dan menasihati anak itu untuk tidak makan garam. Apa yang dikatakan Gandhi tidaklah istimewa, tidak ada sesuatu yang baru, hanya sebuah nasihat yang sederhana, tidak lebih. Pada saat itu sang ibu merasa sedikit kecewa karena dalam penantiannya satu minggu dia berharap Gandhi akan melakukan sesuatu yang lebih daripada kata-kata yang biasa. Tidak lama kemudian, Gandhi meminta ibu dan anak itu pulang, kali ini perasaan ragu-ragu menyelimuti si ibu. Si ibu tidak yakin ini 29 2 2, a o S Es ccm ey 9 =a s S B @ Bs akan berhasil. Namun yang terjadi sebaliknya, anak ini berhenti makan garam. Ibunya berpikir mungkin ini hanya akan terjadi satu atau dua hari, tetapi kenyataannya lebih dari itu, anak tersebut total berhenti makan garam selama berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Didorong rasa penasaran yang tinggi, seorang diri ibu ini menghadap ke Gandhi untuk ketiga kalinya dan langsung bertanya: “Gandhi, rahasia apa yang kamu miliki sehingga kamu bisa membuat anak saya berhenti makan garam?” tanya si ibu. “Kata-kata yang kamu ucapkan adalah kata-kata biasa, saya sering menasihatinya dengan cara yang sama. Menurut saya dokternya menasihati dengan cara yang lebih baik, tetapi mengapa anak saya menurut kepadamu?” Dengan lembut Gandhi menjawab pertanyaan ibu ini dengan jawaban: “Ibu masih ingat pada kali pertama ibu ke sini dan saya meminta ibu datang satu minggu kemudian?” “Ya itu dia, kenapa, terus terang saya masih penasaran?” sahut ibu itu dengan cepat. “Pada saat itu saya belum bisa menasihati anak Ibu untuk makan garam, karena pada saat itu saya masih mengonsumsinya, sepulang ibu saya berhenti makan garam, sampai kemudian ibu datang lagi, baru saya bisa berbicara untuk tidak makan garam ke anak ibu.” Wow, inilah kualitas seorang Gandhi. Dia hanya berbicara apa yang telah dilakukannya saja, dalam istilah bahasa Inggris ini disebut walk the talk. Meski terlihat tidak ada hubungannya, apakah Gandhi makan garam atau tidak, toh anak itu tidak tahu, bukan? Namun, menurut saya itu adalah bentuk komunikasi nonverbal yang sangat dalam. 30 “Belajar sesuatu yang baru, membaca, mengikuti seminar untuk mendapat ilmu baru bukanlah hal yang susah. Membagikan apa yang didapat dengan cara dan sudut pandang berbeda perlu latihan, tetapi bukan hal yang berat jika dibandingkan dengan walk the talk.” ay Ss = s ra Gy Sa Selama ini, dalam seminar atau pelatihan yang saya ikuti tentang komunikasi diajarkan bahwa bentuk komunikasi nonverbal adalah bahasa tubuh dan vokal. Untuk memengaruhi orang kita harus membangun kepercayaan, dan untuk itu kita harus menyamakan gerak kita dengan orang yang akan kita ubah. Seperti memainkan intonasi sebelum menutup pembicaraan, berbicara dengan nada dan mimik tertentu agar dapat dipercaya dan lain sebagainya. Ternyata kekuatan nonverbal terbesar bukanlah di sana, tetapi sebuah hal yang tak terlihat sama sekali, yaitu sebuah kejujuran dalam berpikir, bertindak, dan perkataan yang ke- luar sesuai apa yang telah dikerjakan. Jika kita lihat sosok manusia yang diberi gelar Mahatma ini, sangatlah tidak meya- kinkan: postur tubuh yang kecil, berambut jarang, suaranya lembut, gayanya yang tenang dan kalem terkesan lemah. Dia jauh dari gaya seorang motivator yang mampu mem- bakar semangat ribuan orang di hadapannya. Namun, Gandhi menurut saya adalah sosok manusia yang susah dicari tandingannya di zaman ini. Bahkan kehebatan Gandhi membuat sang fisikawan genius Einstein tidak tahan untuk mengeluarkan kata-kata “Pada saatnya akan banyak orang yang tak percaya dan tak- jub bahwa pernah hidup seorang seperti Gandhi di muka bumi.” Bagaimana tidak? Ketika dia bicara, tidak kurang dari 400 juta rakyat India mendengar dan juga melakukan apa yang dia minta. Dia bukanlah seorang penguasa, tidak 32 mempunyai senjata ataupun pangkat yang dapat mengancam atau menakut-nakuti orang lain. Kekuatan Gandhi berasal dari dalam, dari integritas walk the talk yang dilakoni selama hidupnya. Mungkin inilah tantangan terbesar dari pembicara atau pelatih, dia harus melakukan apa yang dibicarakan dahulu untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Belajar sesuatu yang baru, membaca, mengikuti seminar untuk mendapat ilmu baru bukanlah hal yang susah. Membagikan apa yang di dapat dengan cara dan sudut pandang berbeda perlu latihan, tetapi bukan hal yang berat jika dibandingkan walk the talk. Ungkapan bahwa “action speaks louder than words” sa- ngatlah tepat. Ini juga membongkar teka-teki mengapa anak para profesor atau doktor juga menjadi anak yang pandai. Sebelumnya mungkin dipercaya bahwa itu adalah karena un- sur bawaan atau genetika, tetapi sebenarnya yang lebih tepat anak-anak ini melihat para orangtuanya belajar. Sementara kebanyakan orangtua meminta anaknya membaca atau bela- jar hanya dengan perintah saja. Sewaktu menulis artikel ini, saya teringat wajah ke- luarga dan juga sahabat-sahabat saya yang mengubah gaya hidupnya menjadi vegetarian. Saya tidak pernah meminta- nya, mereka melakukan dengan sendirinya dan efeknya per- manen. Saya bahkan tidak pernah mengira ini akan terjadi. Saya hanya melakukan untuk diri saya sendiri dari kecintaan saya pada makhluk lain. Bagi saya, tidaklah adil jika hanya 33 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs untuk memuaskan sepuluh sentimeter lidah ini, saya harus mengorbankan sebuah nyawa. Hari ini, sudah lebih dari setahun saya mandi tanpa meng- gunakan sabun, dan menggantinya dengan garam. Menggan- tikan foam pencukur jenggot dan kumis dengan lidah buaya. Sementara untuk mencuci rambut, mencuci piring dan baju, serta mengepel saya memakai larutan buah klerek. Ke mana- mana membawa botol air minum, hanya membeli buah lo- kal, berbelanja tanpa meminta tas plastik dan banyak lainnya yang sering menjadi bahan tertawaan teman-teman. Awalnya, semua terlihat berat dan aneh. Sama seperti mengawali menjadi vegetarian di usia yang belum genap 20 tahun waktu itu. Namun, kecintaan pada lingkungan serta semangat dari orang-orang besar, Gandhi salah satunya, terus terngiang di telinga: “Be the change, be the change, be the change that you want to see in the world’. 34 Sabar Tidak Harus Menunggu Tua abar ya, Ver ... sabar ... kita harus bersabar dalam menghadapi cobaan hidup ini ....” Arif mencoba menenangkan Vera teman kuliahnya. “Gimana mau sabar, Rif, Kamu kan tahu? Si Novi itu sahabatku yang paling dekat, kok tega-teganya dia ngatain aku seperti itu, huuh ... keterlaluan.” “Aku tahu, Ver ini memang keterlaluan,” sahut Arif. “Namun, kita harus bisa menerima dan sabar dalam meng- hadapinya.” “Sabar, sabar ... dari tadi kamu bilang sabar dan sabar ... tapi bagaimana caranya ...?” Barangkali kita semua pernah mendengar hal serupa. Setiap kali ada teman atau saudara kita yang sedang marah atau sedih, yang dapat kita lakukan adalah menasihatinya 35 ay Ss = s ra Gy Sa dengan kata “sabar”. Namun, jarang sekali ada orang memberi tahu bagaimana caranya untuk bersabar. Kebanyakan dari kita hanya berhenti di sini, jika ditanya, “Sabar itu bagaimana? Jawabannya, “Ya harus dapat menerima,” titik sampai di sini. Banyak sekali di sekitar kita percaya bahwa sabar adalah sifat yang dibawa sejak lahir. Sebagian lagi percaya jika orang bisa sabar jika usianya sudah mulai tua. Salah seorang teman saya berkata, “Sabar bisa didapat jika seseorang sudah banyak mendapat cobaan hidup yang berat.” Tidak ada yang salah jika ada orang berpendapat seperti itu. Namun, saya juga percaya jika kita dapat belajar dari orang-orang yang terbukti sabar. Lalu jika kita gunakan ilmu yang sama, pasti kita akan menjadi orang yang sabar juga sehingga kita tidak harus menunggu tua atau mengalami ujian yang berat untuk dapat sabar. Bukankah begitu? Dalam perjalanan panjang melalui perenungan dan belajar dari guru-guru dunia, baik secara langsung atau melalui karyanya, secara singkat dapat saya simpulkan, bahwa mereka yang sabar dan yang tidak sabar hanya dibedakan oleh satu hal, yaitu program atau kata-kata yang tertanam dalam otaknya. Mungkin contoh di bawah ini akan membuat lebih jelas. Amir mempunyai program kata-kata dalam dirinya, “Jika orangtua saya dihina maka orang yang menghina itu akan saya peringatkan. Jika setelah itu masih menghina maka saya akan menghajarnya.” 36 “Aku eelajar diam dar yang cerewet, teleransi dari Vang tidak teleran dan kebaiken dari yang jahat. Namun anehnya, aku tidak wernah merasa berterima kasih kepada guru-guruku ini.” ay Ss = s ra Gy Sa Bandingkan dengan Budi yang mempunyai program sebagai berikut, “Jika ada yang menghina ibu saya, saya akan peringatkan. Jika masih membandel maka saya akan anggap dia orang gila.” Bayangkan jika ada yang menghina orangtua Amir, apa yang terjadi? Bertengkar atau bahkan bisa bunuh-bunuhan. Bandingkan jika hal yang sama terjadi pada Budi, Budi dengan tenangnya akan melenggang dan menganggap bahwa yang menghina ibunya hanyalah orang gila. Amir bisa berurusan panjang dengan polisi dan penjara pun menantinya. Belum lagi dendam yang akan dibawa dalam hatinya, sedangkan Budi sudah sampai di rumah dan sudah lupa akan peristiwa tadi. Teman, sedikit perbedaan dalam program di kepala kita ini dapat membuat perbedaan tindakan yang sangat signifikan, yang mungkin sekali berpengaruh dalam hidup ini. Bahkan nasib kita pun dapat ditentukan dari sini. Jika kita pikir kembali, sering kali kita tidak tahu dari mana program atau kata-kata ini ada dalam benak kita, tahu- tahu itu sudah ada di dalam otak kita. Tak dapat dipungkiri, faktor eksternal sangat memenga- ruhi program-program tersebut. Tanpa kita sadari, semakin lama ini menjadi sangat kuat mendekam dalam bawah sadar kita, dan lama-kelamaan menjadi keyakinan yang sangat kuat. Mungkin sekali keyakinan ini muncul karena pengalaman orang lain yang kita dengar atau kita lihat. Atau dapat juga 38 dari nilai-nilai dalam masyarakat sekitar kita. Bila kita tinggal di Solo, mungkin saja akan sangat berbeda dengan bila kita dibesarkan di Madura. Misalnya, suatu hari si lwan berada di halte bus dan tiba- tiba seseorang lewat dan meludah persis di depan kaki Iwan, apa reaksi Iwan? Mungkin sekali Iwan akan marah. Namun, jika kejadian ini terjadi di sebuah negara di Afrika, tempat jika dua orang bertemu mereka akan saling meludah, akan berbeda artinya. Ludah adalah ludah, tidak mempunyai arti apa-apa, program di kepala kitalah yang memberi arti dan yang mengakibatkan kita bereaksi atau bertindak. Orang yang dikatakan tidak sabar mempunyai kata-kata di dalam dirinya, jika ada orang meludah di depan saya, itu artinya sama dengan menghina saya. Sedangkan orang yang sabar pasti punya program dan arti yang lain. Lalu bagaimana caranya jadi orang sabar? Ganti saja programnya! Apa mungkin? Sangat mungkin, kenapa tidak? Jika kema- rin kita memasukkan program secara tidak sadar, kini setelah kita tahu, kita dapat memasukkannya dengan sadar. Setiap manusia mempunyai kemampuan ini, tanpa kecuali! Sebuah kemampuan secara intelektual yang tidak dipunyai makhluk lain. Memang tidak akan secepat membalik tangan, hal ini perlu latihan juga, sama seperti otot yang menguat karena dilatih, otak kita pun perlu dilatih untuk menjadi kuat. 39 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs Mulailah dari Hal-hal Kecil Sama seperti jika kita ke gym atau fitness center, beban yang kita angkat tidak mungkin langsung yang berat, tetapi yang ringan-ringan dulu. Jika kita harus bersepeda untuk pemanasan, kita pun harus pelan-pelan dulu dan tidak boleh terlalu lama. Sekarang, cobalah cari dalam kehidupan Anda sehari-hari, hal-hal kecil yang membuat Anda marah atau merasa tidak nyaman. Kemudian tanyakan pada diri sendiri, program atau kata-kata apa yang ada dalam benak saya yang membuat saya marah. Kemudian dengan sadar, carilah program yang lebih baik atau gantilah dengan kata-kata yang membuat Anda merasa nyaman. Pengalaman saya dalam menyetir mobil di Jakarta mungkin dapat dijadikan contoh di sini. Pada awalnya saya begitu stres, cepat nail darah, uring-uringan sendiri sewaktu mengemudikan mobil di Jakarta. Saya biasanya menghabiskan waktu dengan membaca buku sewaktu menunggu lampu lalu lintas, dan sesaat sebelum lampu hijau menyala, mobil di belakang saya sudah membunyikan klakson dengan panjangnya. Bunyi klakson inilah yang membuat saya naik pitam, “Huuuhh, belum juga hijau udah ngebel ... heran deh,” dan tak jarang kalimat makian ikut keluar. Bel itu saya artikan sebagai teriakan hahwa saya orang yang lambat, tidak siap atau bego. Setelah saya paham bahwa yang membuat saya marah sebenarnya bukan bel tersebut, tetapi 40 program yang sudah tertanam dalam diri saya, perlahan-lahan saya mengubahnya dengan kata-kata yang lebih haik. Saya mengubahnya dengan kata-kata, “Hai, teman, sebentar lagi lampu akan hijau, mari kita jalan, yuuuk!” Awalnya memang berat dan agak terasa anch, sama seperti pada saat fitness atau olahraga lainnya. Awalnya badan akan sakit, lctih dan tidak nyaman, tetapi setelah latihan beberapa kali, Anda akan terbiasa. Sekarang, setiap bel saya dengar di lampu merah atau di tengah jalan, semuanya terdengar seperti sapaan seorang sahabat lama, sangat indah. Sampai-sampai sering saya tersenyum dan berucap, “terima kasih.” 41 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Pria dan Wanita, Berbedakah? da sebuah cita-cita yang masih terpendam dalam hati saya sejak remaja, yaitu menjadi konsultan hubungan atau relationship antara pria dan wanita. Mungkin ini terjadi karena sejak beranjak remaja banyak dari sahabat maupun saudara saya yang berkeluh kesah tentang hubungan dengan pasangannya kepada saya. Ditambah lagi begitu banyak perceraian dan pertengkaran plus perlakuan kekerasan. Sedih sekali melihat fenomena ini banyak terjadi di sekitar kita. Apa pun alasannya, anak selalu menjadi korban. Ada kecenderungan bahwa semakin lama, angka perceraian semakin meningkat, apalagi di kota-kota besar atau negara maju. Amerika Serikat contohnya, sekitar 42 60% dari pernikahan berakhir. Suatu angka yang mengejutkan sekaligus mengerikan, ketika lebih dari separuh jumlah anak di negara super power itu harus dibesarkan oleh orangtua tunggal atau orangtua tiri. Dapat dibayangkan jika kita tinggal di tempat yang se- tengah penduduknya saling membenci atau paling tidak per- nah berselisih. Jika bagi dunia kehadiran PBB (United Nation) dirasa penting, menurut saya jauh lebih penting adalah ada- nya United Relation, lembaga dunia yang mengurusi tentang hubungan. Jika di dunia ini banyak konsultan keuangan, pa- jak, SDM, pemasaran, kenapa konsultan hubungan jarang ter- dengar? Kenyataan ini membuat saya semakin tertarik untuk ba- nyak belajar mengenai hubungan antarmanusia. Salah satu dari guru-guru “hubungan” saya adalah John Gray Ph.D. Lewat seri bukunya yang sangat terkenal, Men are from Mars and Women are from Venus, John Gray tidak hanya mengupas banyak hal tentang perbedaan pria dan wanita, tetapi juga bagaimana seseorang sebaiknya bereaksi terhadap pasangannya. Bagi saya pribadi, manusia adalah sebuah topik yang selalu menarik dan tidak ada habisnya jika dibicarakan, baik sisi persamaan maupun perbedaannya. Semua tahu jika pria dan wanita berbeda secara fisik, tetapi tahukah kita jika perbedaan fisik yang mencolok ini belumlah apa-apa dibandingkan perbedaan yang ada di dalam. Pria dan wanita 43 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs sangatlah berbeda dalam hal berpikir, merasakan, memahami, bereaksi, dan mencintai. Mereka seolah-olah dari planet yang berbeda. Sekarang coba ingat-ingat, pernahkah Anda mendengar seorang pria mengeluh tentang wanita seperti ini, “Saya tidak habis pikir, bagaimana dia dapat berpikir seperti itu? Itu kan nggak ada hubungannya?” Atau seorang wanita mengeluh, “Kenapa ya dia kok nggak bisa ngertiin saya sedikit saja?” Pastinya keluhan semacam ini sering kita dengar, kan? Pada suatu saat yang hanya dipisahkan jam, saya pernah bertemu dengan sepasang kekasih di tempat yang berbeda. Sang wanita berkata, “Saya selalu perhatian sama dia, tetapi kok dia tidak pernah perhatian sama saya.” Sementara beberapa saat kemudian di tempat berbeda sang pria juga berkata, “Saya sudah mengorbankan waktu saya, tetapi kelihatannya dia tidak bahagia.” Dapatkah Anda lihat, kedua pasangan ini saling mem- beri, tetapi seolah-olah keduanya tidak menerima apa-apa. Mengapa ini terjadi? Jawabannya karena kebutuhan mereka berbeda. Pria haus dan wanita lapar, pria ingin minum, tetapi yang ditawarkan makanan dan juga sebaliknya. Menurut survei, hal yang paling dikeluhkan wanita terhadap pria adalah pria tidak mendengarkan wanita dengan baik. Ini dapat dipahami karena dalam mendengar otak pria 44 MIC mCClMN UIC mS PCCM easels cl dalam hal berpikir, merasakan, memahami, bereaksi, dan mencintai. Mereka seolah-olah dari planet yang berbeda.” ay Ss = s ra Gy Sa tidak sebaik wanita. Sementara hal yang paling tidak disukai pria terhadap pasangannya adalah bahwa wanita mencoba untuk mengubahnya. Oleh karena itu, baik sekali bagi wanita untuk tidak menasihati pria jika tidak diminta. Otak pria terkotak-kotak dan mampu memilah-milah informasi yang masuk. Di malam hari, setelah seharian penuh aktivitas, pria dapat menyimpan semuanya di otaknya. Sementara otak wanita tidak bekerja seperti itu, informasi atau masalah yang diterimanya akan terus berputar-putar dalam otaknya. Dan ini tidak akan berhenti sampai dia dapat mencurahkan isi otaknya, alias curhat. Oleh sebab itu, secara umum jika wanita bicara tujuan- nya adalah untuk mengeluarkan unek-uneknya, bukan untuk mencari solusi. Namun, apa yang terjadi? Pria langsung memberikan solusi saat mendengar keluh kesah pasangannya, padahal sering kali bukan itu yang diharapkan. Wanita hanya mengharapkan pasangannya mendengar isi hatinya. Begitu semua yang ada di hati keluar, wanita merasa lega dan dapat mencintai dengan lebih dalam. Rata-rata wanita dapat bicara 20.000 kata dalam sehari. Sementara pria hanya sekitar 7.000 kata sehari. Perbedaan ini kelihatan jelas ketika jam makan malam tiba. Pria sudah menghabiskan 7.000 katanya dan tidak mood untuk bicara lebih lanjut. Persediaan si wanita tergantung dari apa yang sudah dia lakukan sepanjang hari. Jika dia sudah banyak berbicara dengan orang lain hari itu, dia pun akan sedikit 46 berbicara. Jika dia tinggal di rumah saja, mungkin dia sudah menggunakan sekitar 3.000 kata. Masih ada 17.000 lagi! Berbeda dengan wanita, pria jika mempunyai masalah, dia cenderung untuk diam, membaca surat kabar, nonton TV, atau bermain bola. Otaknya terus berpikir akan solusinya. Namun, keadaan seperti ini diartikan oleh wanita sebagai tindakan yang mengabaikan dirinya. Wanita mulai tersinggung kala pria mengalihkan perhatian pada berita-berita atau bermain basket di luar. Pada saat seperti ini wanita mulai mendesak pria untuk berbicara mengenai masalahnya. Wanita mengharapkan pria dapat berbagi seperti wanita untuk melegakan perasaannya. Namun ini tidak akan terjadi, jika masalah seorang pria terlalu besar, priaakan mencari seseorang yang dianggap cakap untuk membantu menyelesaikannya. Fokus pria berbicara pada orang yang dia percaya adalah menguraikan detail kerumitan masalah untuk menyelesaikannya. Sementara wanita merasa senang jika membicarakan detail-detail kesulitannya saja. Pada pria, sebuah persoalan harus diselesaikan, tetapi bagi wanita persoalan harus di-sharing, tanpa selalu harus ada penye- lesaiannya. Fenomena yang terjadi di sekitar kita: jika seorang pria mendengar keluhan dari wanita, pria secara insting akan menyela dan memberikan solusi. Padahal ini tidak diperlukan oleh pasangannya, yang diperlukan adalah telinga untuk men- dengar dan sebuah pelukan yang hangat untuk menenteramkan. 47 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa Begitu juga dengan wanita, jika pasangannya mempunyai persoalan, wanita cenderung mendesak sambil bertanya kenapa sang pria sangat diam dan dia tidak mau berbagi. Akan baik sekali jika wanita menahan pertanyaan-pertanyaannya hinga pria berbicara sendiri. Menanyai seorang pria yang memiliki persoalan, apalagi memberi nasihat, akan membuat pria semakin tidak nyaman dan lebih tertutup. Apa yang tertulis di atas adalah secuil perbedaan antara pria dan wanita. Jika kita mau dan belajar memahami perbeda- an-perbedaan ini lebih luas, kita akan sangat mungkin meng- uraikan banyak kekecewaan dalam bergaul. Kesalahpahaman dapat lenyap dengan cepat atau dapat dicegah. Harapan-harap- an yang keliru dengan mudah dapat dikoreksi. Jika kita ingat bahwa pasangan kita berbeda bagaikan berasal dari planet lain, kita dapat santai bekerja sama dengan perbedaan-per- bedaan itu, bukannya melawan atau mengubahnya. Mengeta- hui perbedaan kebutuhan kita dengan pasangan dan sanggup menerima perbedaan-perbedaan tersebut adalah cara untuk mengembangkan cinta. Sebelum bagian ini berakhir, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri, manakah yang lebih penting antara bisnis, karier, uang, dan keluarga? Jika jawaban Anda adalah keluarga, mungkin tulisan di bawah ini adalah sesuatu yang perlu direnungkan. Setelah kita belajar banyak tentang bagaimana memu- lai bisnis, bagaimana meningkatkan karier, dan bagaimana 48 mengembangkan uang, sudah cukupkah kita belajar ten- tang pasangan kita, sudahkah kita belajar mengatasi tan- tangan yang akan timbul dalam rumah tangga? Sewaktu bisnis akan jatuh, apa yang akan kita lakukan? Kita akan mati-matian mengupayakan untuk dapat bangkit, kita menginvestasikan waktu lebih lama di kantor, tenaga dan pikiran juga kita curahkan sepenuhnya. Tidak jarang kita membayar konsultan untuk memberi ilmu yang akan membantu bisnis agar terselamatkan. Namun, apakah kita akan berbuat hal yang sama jika itu terjadi di dalam keluarga? Jika hubungan mulai retak, apakah kita akan lebih lama tinggal di rumah atau merencanakan bulan madu yang kedua? Akankah kita mencurahkan tenaga dan pikir- an lebih banyak pada hubungan kita? Akankan kita memanggil seseorang dan belajar kepadanya apa yang harus dilakukan? Hmmm, something to think about? 49 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Bunuh Diri Ternyata Menular udah sejak lama saya mengamati sekaligus bertanya- tanya tentang fenomena “menular” yang terjadi di sekitar kita. Mungkin kata “menular” identik dengan penyakit. Hal yang akan kita bahas kali ini bukan penyakit, tetapi lebih ke kejadian-kejadian yang kita lihat, dengar atau baca. Jika kita perhatikan akhir-akhir ini, terjadinya suatu kecelakaan pesawat tidak lama disusul lagi dengan kecelakaan pesawat lainnya. Sebuah pesawat swasta nasional mengalami kecelakaan di Solo beberapa tahun lalu, kurang dari 2 x 24 jam, tiga kecelakaan pesawat terjadi lagi di negeri ini. Anda mungkin masih ingat beberapa bulan yang lalu, kecelakaan kereta api juga terjadi dalam waktu yang berdekatan. Menariknya, kejadian yang berurutan ini tidak sekadar berlaku pada kecelakaan. Pengambilan keputusan tentang 50 hal-hal yang sangat personal seperti pernikahan dan perceraian juga mempunyai efek yang menular. Pernikahan para selebritas dengan orang asing beberapa waktu lalu dan maraknya perceraian akhir-akhir ini mungkin menjadi contoh yang baik untuk itu. Fenomena kesurupan di Indonesia pun terjadi secara menular pada anak-anak sekolah dasar. Dan yang sangat menyesakkan adalah fenomena bunuh diri pada anak-anak atau remaja akhir-akhir ini. Mungkinkah ini semua menular? Apa ini rasional? Apa yang menyebabkan ini semua? Mengapa ini semua dapat ter- jadi? Bukankah selama ini hanya penyakit fisik yang dapat menular? Pada awalnya, hal-hal di atas saya anggap sebagai peris- tiwa kebetulan semata. Namun setelah kejadian demi kejadian berulang, pastilah ini bukan kebetulan semata. Dalam pencarian jawaban, saya bertemu dengan pemikir cerdas, Malcolm Gladwell, lewat bukunya Tipping Point. Malcolm mengambil contoh dari penelitian yang dilakukan di Kepulauan Mikronesia, kepulauan di Laut Pasifik, mengenai bunuh diri pada anak-anak atau remaja usia 15-20 tahun. Sebelum 1960, belum pernah ada kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh remaja di negara tersebut. Namun, setelah peristiwa bunuh diri pertama terjadi dan diberitakan di media massa setempat, angka bunuh diri pada remaja langsung meroket. Sebagai perbandingan, angka bunuh diri di Amerika Serikat hingga akhir ‘80-an adalah 22 dari 100.000 51 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs penduduk, sedangkan di Mikronesia angka bunuh diri sebesar 160 jiwa dari 100.000 penduduk. Ini berarti tujuh kali lipat, sebuah angka yang luar biasa tinggi. Menariknya, mereka melakukan bunuh diri dengan cara yang hampir serupa. Para remaja di Mikronesia ini selalu mencari tempat yang sepi lalu mengambil tali dan membuat simpul jerat, tetapi mereka tidak menggantung diri seperti umumnya di Indonesia. Mereka mengikatkan tambang ke sebuah dahan rendah atau daun pintu kemudian merebahkan tubuh ke depan sampai tambang itu menjerat leher dengan ketat dan memutus aliran darah ke otak. Yang lebih menyedihkan dari epidemi atau kejadian menular, menurut antropolog Donald Rubinstain, yaitu semakin banyaknya yang melakukan bunuh diri. Sebelumnya hanya remaja, tetapi berkembang menjadi anak-anak berusia 8-9 tahun, bahkan akhir-akhir ini ditemukan mereka yang berusia 5-6 tahun. Ini sangat memprihatinkan, apalagi sejumlah anak-anak selamat dari percobaan bunuh diri, ketika ditanyai, beralasan hanya coba-coba. Mereka melakukannya karena melihat atau sering mendengar anak-anak yang melakukan bunuh diri. Peranan Media Seorang pelopor dalam bidang penelitian bunuh diri, David Philips, dari University of California di San Diego telah melakukan penelitian dengan mengkliping berita bunuh diri 52 “Ada korelasi positif antara pemberitaan media massa tentang bunuh diri dengan tingkat bunuh diri di daerah penyebaran media massa tersebut.” ay Ss = s ra Gy Sa yang dimuat di media massa. Profesor tersebut menemukan bahwa ada korelasi positif antara pemberitaan media massa tentang bunuh diri dengan tingkat bunuh diri di daerah penyebaran media massa tersebut. Semakin besar jangkauan atau wilayah peredarannya maka wilayah orang yang bunuh diri pun semakin luas. Misalnya pada saat Marilyn Monroe memilih untuk bunuh diri, pada bulan tersebut angka bunuh diri di Amerika Serikat meningkat sampai 12 persen. Jika seseorang melakukan bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya ke pohon, dan diberitakan di headline media massa suatu daerah, dalam sepuluh hari ke depan angka kecelakaan meningkat tajam dengan kasus serupa. Angka kecelakaan menurun menjadi normal setelah sepuluh hari. Berita di media seolah-olah memberikan sebuah inspirasi pada pembacanya. Inspirasi cara untuk menyelesaikan masalah, memberikan sebuah pembenaran bahwa suatu cara boleh ditempuh. Menurut Philips, cerita tentang bunuh diri adalah semacam iklan alami tentang salah satu cara memecahkan masalah. Selain media massa, lingkungan sekitar kita juga sangat memengaruhi pengambilan keputusan kita. Misalnya, kita menerobos lampu merah karena melihat yang lain melakukan hal yang sama. Atau yang menarik lagi misalnya, jika Anda berada di antrean lampu merah dan mobil Anda ada di urut- an keempat atau kelima, lalu muncul seorang pengemis atau pengamen dan mendekati mobil yang berada di urutan perta- 54 ma. Jika pengemudi tersebut memberi sejumlah uang recehan kepada pengemis tersebut, kemungkinan besar pengemudi yang di urutan kedua juga akan melakukan hal serupa. Pengemis ini akan mendapat kemungkinan yang lebih besar lagi di mobil urutan ketiga dan seterusnya. Saya tidak tahu apa ini namanya. Namun, jika saya melihat hal itu terjadi di depan saya, saya atau paling tidak teman yang duduk di sebelah saya juga akan ikut-ikutan. Kita semua seolah-olah mendapat izin untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan orang lain. Efek penularan ini bukan sesuatu yang rasional atau terjadi secara sadar. Penyebarannya tidak bersifat persuasif, tetapi lebih samar daripada itu. Kembali ke maraknya bunuh diri anak yang terjadi di sekitar kita sekarang ini, kita tahu bahwa ada banyak sekali faktor yang memengaruhi seorang anak untuk melakukan tindakan nekat tersebut. Untuk itu, mungkin tip di bawah ini dapat dilakukan untuk menghindari bunuh diri terjadi pada buah hati kita. 1. Saringlah informasi yang masuk Menghindarkan anak dari tontonan berita-berita kriminal yang marak di televisi adalah langkah yang baik agar anak berpandangan baik tentang dunia ini. Selain itu, menghindari berlangganan majalah, tabloid atau koran yang memuat banyak berita-berita gosip atau kekerasan adalah tindakan bijak lainnya. 55 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs 2. Pilih mainan yang digunakan Temani dan arahkan anak Anda untuk memilih permainan yang digemari. Akan baik sekali jika permainan yang Anda beli untuk si kecil adalah permainan yang mengasah kemampuan sensorik dan motoriknya. Jika membeli DVD untuk video game, hindarkan permainan yang mengandung unsur kekerasan. 3. Belajarlah mendengar Banyak masalah anak yang berasal dari kurangnya komu- nikasi dari orangtua kepada buah hatinya. Komunikasi merupakan kemampuan yang paling penting dalam du- nia ini. Kita menghabiskan sebagian besar hidup kita untuk belajar membaca dan menulis. Kita juga meng- habiskan waktu untuk belajar berbicara yang baik, tetapi bagaimana dengan mendengarkan? Jika kita ingin berinteraksi secara efektif dan mengerti kebutuhan anak secara utuh, kita perlu mengerti apa yang diinginkan anak secara detail dan mendalam. Untuk ini, kita harus mendengarkan secara empati, melihat dengan kacamata si kecil. Kebanyakan dari kita merasa lebih pintar dan lebih tahu apa yang dibutuhkan anak sehingga kita jarang mau mendengar mereka secara mendalam. Kita sering sekali memotong perkataan mereka dan memberikan contoh masa lalu kita. 56 Coba kita tengok sebentar, ketika seorang anak ingin me- minta pengertian dari ayahnya mengenai keengganannya un- tuk melanjutkan sekolah, hampir semua ayah tak mencoba memahami alasannya. Alih-alin sang ayah langsung menim- pali dengan menceritakan bahwa dirinya bisa sukses karena dulu dia rajin sekolah. Ketidakpuasan anak karena tidak dimengerti akan mem- buat anak menjadi pasif dalam berkomunikasi dengan orang- tua. Anak akan menjawab seperlunya dan ini akan menjadi cikal bakal tindakan-tindakan nekat sang anak, terutama pada anak laki-laki. Statistik menunjukkan bahwa empat dari lima orang yang bunuh diri adalah pria. Hal ini disebabkan pria lebih sedikit berbagi, tidak boleh menangis, dan lebih jarang berpelukan. Padahal curhat atau berbagi, berpelukan, dan menangis adalah pelepasan emosi bawah sadar yang sangat baik. Akankah kita segera belajar untuk mendengar atau mem- biarkan segala sesuatunya terlambat? 57 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Saatnya Belajar dari Wanita ecara umum, mana yang lebih rentan stres, pria atau wanita? Pertanyaan ini sering muncul dalam pelatihan stress managementyang biasa saya lakukan. Sebuah pertanyaan singkat yang sederhana, bukan? Namun jawabannya, hmmn ... tidaklah sesederhana itu. Pada umumnya, wanita lebih gampang terkena stres, tetapi saya sangat menyarankan setiap pria untuk belajar me- nyikapi stres dari wanita. Lho kok? Ya, dan inilah sebenarnya rahasianya, pencipta kita sangatlah adil, Dia menciptakan kekuatan dan kelemahan dalam satu kesatuan. Kekuatan dan kelemahan yang sering kita pandang sebagai hal yang berla- wanan sebenarnya saling melengkapi. Di dalam setiap kekuatan tersimpan kelemahan, dan juga sebaliknya. Banyak yang memandang kecilnya seekor semut 58 adalah kelemahan, tetapi karena kecil maka semut bisa masuk ke tempat yang tak terjangkau oleh binatang lain. Begitu pula dengan wanita, banyak sekali yang melihat sebagai kaum yang lemah. Saya pribadi melihat dengan cara berbeda 180 derajat dari kebanyakan sahabat. Sejak kecil saya selalu mengagumi sosok wanita, saya melihat banyak kemam- puan wanita yang harus saya pelajari dalam kehidupan ini. Setelah beribu tahun pria menjadi panutan, wanita telah belajar banyak dari pria dalam berbagai bidang, bukankah sudah seharusnya pria juga harus belajar dari wanita? Saya percaya, jika pria belajar dari wanita bagaimana menghindari atau menyikapi kejadian pemicu stres yang datang, pria akan mendapatkan hidup yang lebih berkualitas. Tulisan ini dibuat bukan dimaksudkan membandingkan mana yang lebih baik. Namun, lebih untuk pemahaman yang lebih tinggi antara ke- duanya. Walau terkesan tulisan ini hanya untuk pria, sebenar- nya wanita dapat mempelajari tentang dirinya lebih dalam dan lebih memahami mengapa dirinya berbeda dengan pria. Fisiologi Secara fisiologis, otak wanita lebih kecil daripada otak pria. Meski lebih kecil, otak wanita bekerja 7-8 kali lebih keras dibanding pria pada saat menghadapi sebuah masalah. Di samping itu, ada sebuah jembatan antara otak kanan dan otak kiri, jembatan ini disebut corpus callosum. Jembatan pada pria lebih tipis dan jarang, sedangkan pada wanita jembatan ini 59 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa lebih tebal dan lebih banyak 30%. Jembatan yang lebih tebal ini memungkinkan wanita memandang sebuah persoalan lebih lebar dan menghubungkan satu hal dengan hal lainnya. Ini membuat sebuah permasalahan menjadi lebih kompleks. Sementara itu, sering kali menurut para pria hal satu dan yang lainnya tidak berhubungan. Selain secara mental, dalam memandang sebuah persoalan, secara fisik pun hal yang sama terjadi. Ini pun berlaku pada lebar tidaknya pandangan mata antara pria dan wanita. Wanita memandang lebih lebar sedangkan pria lebih sempit. Oleh karena itu, jika seorang pria melihat wanita cantik lewat harus memutar lehernya, se- mentara wanita yang memandang pria ganteng cukup dengan melirik saja. Bukti lain dapat dilihat sebuah survei kecelakaan para pengemudi pria dan wanita. Pada mobil atau kendaraan yang dikemudikan pria, bagian yang sering terkena benturan adalah kanan dan kiri, sementara wanita depan dan belakang. Ini sebabnya wanita agak sulit untuk memarkirkan mobilnya. Selain secara struktur otak, yang menyebabkan wanita le- bih mudah stres, ternyata seorang wanita, memiliki keinginan untuk tampil menjadi wanita yang sempurna. Menjadi ibu yang welas asih, istri yang menggairahkan, menjadi tetangga yang baik atau bos yang berwibawa. Menurut Simone de Beauvoir, seorang pelopor feminisme modern, dalam bukunya Second Sex, keinginan itu bukan berasal dari luar melainkan dari dalam diri wanita. Inilah yang membuat wanita cenderung lebih stres. 60 “Ada kevclesi pesitif antara pemberitaan media massa tentang bunuh diri dengan tingkat bunuh diri di dzerah penytaran media massa tersebut.” 9 =a s S B @ Bs John Gray Ph.D. yang mendunia dengan seri bukunya Men are from Mars and Women are from Venus juga mengatakan, wanita ingin selalu menyenangkan orang lain, mereka ingin selalu memberikan, tetapi tidak memberi diri sendiri dengan cukup. Semua ini membuat wanita sering kewalahan dan menderita stres yang tinggi. Belum lagi jika ditambah kondisi hormonal yang tidak seimbang sebelum menstruasi. Dari fakta-fakta yang ada tersebut, dapat disimpulkan se- mentara bahwa wanita mengalami stres yang lebih besar daripa- da pria. Namun menariknya, 2/3 populasi yang mengonsumsi alkohol adalah pria, 80% yang menggunakan narkotika dan obat terlarang adalah pria, 90% yang menghuni lembaga per- masyarakatan atau penjara adalah pria. Lalu walau percobaan bunuh diri tiga kali lebih banyak dilakukan oleh wanita, tetapi empat dari lima orang yang melakukan bunuh diri adalah pria. Aneh bukan? Mengapa yang mengalami stres wanita dan yang melakukan tindak kriminal adalah pria? Mengapa yang depresi lebih banyak wanita dan yang bunuh diri lebih banyak pria? Di bawah ini adalah tiga dari banyak perangkat lainnya yang dipergunakan oleh wanita dalam menghadapi stres. Sekarang saatnya belajar dari wanita. Berbagi Di sinilah sebenarnya kaum Adam dapat belajar banyak dari kaum Hawa. Pria sudah seharusnya mulai menghilangkan pola budaya turun-temurun, bahwa setiap masalah dapat 62 “dibereskan” sendiri. Memendam dan memikirkan sendiri masalah sama seperti menyimpan bom yang sewaktu-waktu dapat meledak. Setiap wanita secara alami senang mencurahkan kejadian sehari-hari dalam hidupnya, baik itu masalah atau kejadian yang menyenangkan. Inilah yang biasa disebut “curhat”. Wanita berbicara tanpa mengharapkan solusi. Mereka berbicara untuk melepaskan apa yang dirasakan dalam dirinya, dan ini menjadikan wanita lebih ringan menjalani hidupnya. Dalam keadaan stres, wanita berbicara tanpa berpikir, sementara pria berbuat tanpa berpikir. Karena itulah 90% penghuni penjara adalah pria dan 90% yang datang ke psikolog adalah wanita. Menurut survei, setiap hari wanita mengeluarkan sekitar 20.000 kata, sedangkan pria hanya 7.000 kata. Wanita suka sekali berbicara dengan sesama jenis, ini karena otak pria tidak didesain untuk mendengar. Namun, kurangnya keterampilan mendengar bukannya tidak dapat diubah, keterampilan ini dapat dikuasai pria dengan latihan. Menangis Selain berbicara, wanita juga mengeluarkan emosinya dengan menangis. Namun, hal ini dipandang tabu oleh sebagian besar pria. Ada sebuah hukum yang tidak tertulis dalam budaya pria, bahwa pria tidak boleh menangis. Menangis adalah untuk wanita, untuk kaum yang lemah. 63 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa Bagi saya, menangis bukanlah hak kaum wanita saja, menangis adalah hal yang sangat manusiawi. Sama seperti tertawa, menangis adalah sebuah luapan emosi. Jika emosi sudah mencapai titik tertentu, air mata muncul untuk meredakan perasaan yang bergejolak itu. Teringat saya dengan Viktor Frankl, seorang penemu logotherapy yang pernah dipenjara di kamp_ konsentrasi Auswitch. Seluruh keluarganya dibunuh kecuali saudara perempuannya. Dalam bukunya, Frankl berkata, “Ada banyak penderitaan yang harus kita jalani. Karenanya, kita perlu menghadapi seluruh pen- deritaan kita, dan berusaha menekan perasaan lemah dan takut. Akan tetapi, kita juga tidak perlu malu untuk menangis, karena air mata merupakan saksi dari keberanian kita untuk menderita.” Pelukan Yang satu ini juga jarang dilakukan oleh pria, pelukan adalah obat termurah selain tertawa. Begitu banyak penelitian tentang pelukan dan semuanya membuktikan bahwa pelukan akan me- rangsang hormon oxytocin (sebuah hormon yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian) keluar dan sekaligus menekan cortisol dan norepinephrine (hormon pemicu stres). Selain itu, oxytocin juga baik untuk jantung dan pikiran kita. 64 “Untuk bertahan hidup, kita membutuhkan empat pelukan sehari. Untuk kesehatan, kita butuh delapan pelukan per hari. Untuk pertumbuhan, awet muda, kebahagiaan, kita perlu dua belas pelukan per hari.” ay Ss = s ra Gy Sa Di Kansas, Amerika Serikat Dr. Harold Voth, seorang psikia- ter senior, telah melakukan riset dengan beberapa ratus orang. Hasilnya, mereka yang berpelukan mampu mengusir depresi, meningkatkan kekebalan tubuh, awet muda, tidur lebih nye- nyak, dan lebih sehat. Kulit adalah organ tubuh yang terbesar, dan di bawahnya terdapat begitu banyak kelenjar-kelenjar yang aktif dan mengeluarkan hormon kekebalan jika disentuh. Ada kecenderungan, semakin dewasa seseorang semakin jarang sentuhan melekat di tubuh ini. Seorang bayi selalu dalam pelukan, seorang anak kaya akan sentuhan orang-orang di seki- tarnya, tetapi setelah dewasa sentuhan semakin jarang. Bahkan jabat tangan dan cium pipi belum tentu setiap saat dilakukan se- tiap bertemu teman. Seorang terapis keluarga yang sangat saya kagumi, Virginia Satir, mengatakan, “Untuk bertahan hidup, kita membutuhkan empat pelukan sehari. Untuk kesehatan, kita bu- tuh delapan pelukan per hari. Untuk pertumbuhan, awet muda, kebahagiaan, kita perlu dua belas pelukan per hari.” Saya sangat mengerti jika otak pria tidak didesain untuk berbagi, apalagi mendengar. Saya juga tahu jika hormon pria dan wanita sangat berbeda, sehingga menyebabkan pria susah untuk berekspresi berlebihan seperti menangis. Saya juga menyadari jika kulit pria tidak terlalu peka dibandingkan kulit wanita. Namun, semua bukanlah harga mati yang tidak dapat diubah, kita dapat pelajari apa yang terbaik dari wanita. Saya yakin, kita dapat merasakan perubahan setelah kita sadar dan mempraktikkannya. Akhir kata, selamat berbagi, menangis, dan berpelukan. 66 Apa Untungnya Cemas? uara pramugari terdengar lewat speaker, mem- beritahukan bahwa pesawat akan kembali ke Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Sebagian besar penumpang sudah terlelap, mengingat waktu sudah mendekati pergantian hari. Kebiasaan membaca buku dalam pesawat membuat saya dan sebagian kecil yang masih terjaga terhubung dengan kecemasan setelah mendengar alasan kembalinya pesawat yang seharusnya terbang ke Bali ini disebabkan masalah teknis. Saling bertatapan beberapa kali terjadi dengan mata-mata yang terlihat tegang, dan bibir yang terkatup rapat, sementara yang lainnya tertidur. Pada saat itu mereka yang terjaga, semua pancaindranya menjadi awas layaknya polisi yang bertugas dalam keadaan siaga satu. Sedikit guncangan pesawat atau suara mesin yang menderu lebih kencang saat ini akan memercikkan kecemasan. Bukit 67 ay Ss = s ra Gy Sa kecemasan makin tinggi menjelang pesawat mendarat, tidak ada yang dapat dimintai keterangan apakah pesawat ini mendarat dengan biasa atau darurat. Dan nyeess layaknya es yang mencair, begitu pula perasaan cemas meleleh habis ketika pendaratan berlangsung mulus. Doa syukur diucapkan oleh mereka yang terjaga, yang tertidur tetap tenang dalam mimpinya. “Seandainya saya tidur,” pikir saya, atau seandai- nya saya menggunakan iPod yang memaksa telinga ini tidak mendengar suara pramugari tadi maka ketakutan tidak bakalan menghampiri saya. Kecemasan muncul karena kita membayangkan hal-hal yang menakutkan akan terjadi. Ini bukanlah sesuatu yang haram, tetapi jika mau menghitung, sebagian besar atau ham- pir semua kecemasan kita tidak terjadi. Semua itu buatan kita sendiri dan sering kali tidak beralasan kuat. Contohnya cerita di atas, yang saya cemaskan adalah pe- sawat akan mendarat darurat. Namun, setelah ketenangan mengambil alih pikiran, yang saya cemaskan itu hampir tidak mungkin terjadi. Karena jika pesawat akan mendarat darurat, pastilah pilot akan memberi tahu semua penumpang untuk bersiap siaga. Namun, pada saat itu kecemasan sedang mem- buntal pikiran dengan rapat sehingga pikiran hanya menatap pada bayangan terburuk yang akan terjadi. Jika apa yang kita cemaskan itu terjadi lalu bagaima- na? Jawabannya, memangnya kecemasan tersebut dapat membantu kita mengatasi kejadian yang akan terjadi? Yang ada malah membuat kita lebih panik bukan? Shakespeare 68 sang penulis Romeo and Juliet pernah menulis, “Ketakutan akan kemalangan yang akan terjadi dapat men- jadikan kita lebih sengsara daripada saat tiba- nya kemalangan itu, yang mungkin terjadi atau tidak.” Ketika kecemasan muncul ada banyak hal yang terpengaruh, bukan hanya pikiran, tetapi seluruh organ di tubuh. Para ahli menemukan bahwa kecemasan berlebihan memaksa kelenjar- kelenjar memproduksi beberapa hormon yang berakibat kurang baik pada pikiran dan juga pada hampir seluruh organ tubuh. Masih segar dalam ingatan saya betapa cemasnya diri saya sewaktu terjebak kemacetan yang luar biasa pada perjalanan menuju satu bandara di Jakarta. Saat itu saya duduk di bangku belakang taksi dan menarik napas panjang berkali-kali. Gigi dan rahang mengatup erat, detak jantung terasa lebih keras dan cepat, tubuh yang bergerak ke sana ke sini terpacu kegelisahan yang meninggi dalam benak. Tiba-tiba saya tersadar dengan apa yang terjadi pada diri ini, kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, “Apakah dengan menjadi cemas, jalanan yang saya lalui akan menjadi lancar?” Anda pasti tahu jawabannya. “Kemudian jika begitu kenapa harus cemas?” Saya terus bertanya dalam diri, dan ada jawaban dari dalam, “Ya kan nanti jika terlambat, kan rugi, tiket sudah terbeli.” Kemudian bagian diri saya yang lain menjawab, “Lalu jika cemas memang tiketnya dapat diuangkan?” Dan seterusnya. Bagian diri saya yang cemas memberikan alasan, dan bagian kesadaran yang lain memberikan jawaban yang berlawanan. 69 2 3, = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa Sebuah ayat di Kitab Matius mengungkapkan hal yang sama, di mana Yesus bersabda, “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” Menciptakan Kecemasan Salah satu yang menyabot kebahagiaan kita adalah kekhawa- tiran yang kita ciptakan sendiri. Seorang sahabat saya berta- nya, “Bagaimana tidak khawatir jika semuanya serba-belum pasti?” Dari awal sampai berakhirnya penciptaan alam ini, keti- dakpastian adalah sebuah kepastian, tetapi kekhawatiran kita adalah sebuah pilihan, bukan? Kita sudah terbiasa me- milihnya sehingga kekhawatiran ini sering tumbuh dan menja- dikan seolah-olah kita tidak mempunyai pilihan lain. Setiap hari kita mengkhawatirkan hari esok. Lalu persis hari ini, hari ini adalah hari esok yang kita khawatirkan kemarin, bukan? Selain percaya penuh bahwa alam memberikan yang terbaik serta berserah total pada Pencipta, alangkah indahnya jika kita bisa mengajak puasa akar perilaku yang menyebabkan kita mempunyai kebiasaan cemas dan khawatir. Salah satunya adalah kemampuan mengarahkan indra kita. Dalam kepungan media yang sedahsyat saat ini, kemampuan ini menjadi sebuah senjata yang wajib kita miliki. Informa- si yang lalu-lalang, liar tak terkendali membuat kita mudah sekali untuk menonton, mendengar, serta membicarakan 70 “Mengetahui munculnya banyak kerugian dari kecemasan adalah sebuah awal yang baik. Membiarkan diri untuk tidak berhubungan terlalu intim dengan SMe CIE CUE CCIeU langkah lanjutan yang tepat.” ay Ss = s ra Gy Sa sesuatu yang awalnya terasa menyenangkan, tetapi akhirnya memberikan rasa khawatir pada diri sendiri. Berita yang kita terima, baik dari seorang sahabat atau media, belum tentu benar. Namun, itu cenderung kita percayai, apalagi yang su- dah menjadi gunjingan publik. Beberapa tahun lalu, saya mengikuti sebuah reality show di salah satu televisi swasta, 15 orang yang berkarakter berbeda ditempatkan dalam sebuah rumah yang tidak dihiasi TV, radio, buku, jam, atau hiburan apa pun. Kami pun tidak boleh berkomunikasi dengan dunia luar. Di rumah itu, ditempatkan sejumlah kamera yang memantau kami selama 24 jam. Dan setiap hari kegiatan kami disiarkan di TV selama satu jam. Setelah terekstradisi dari rumah petir (Penghuni Terakhir), saya mencoba menjelajahi forum-forum di dunia maya, yang membicarakan atau menggosipkan tentang kami. Hasilnya sangatlah mengejutkan, sebagian besar opini yang terbentuk ternyata tidak sesuai dengan apa yang saya ketahui di dalam rumah tersebut. Mereka saling berdebat, membela satu di antara kami, atau yakin dengan pemikirannya. Ketika membacanya saya tersenyum dan di waktu yang sama saya mendapat banyak pelajaran. Pelajaran bahwa apa yang kita pikirkan terhadap situasi yang terjadi di luar, sering kali tidak tepat. Ini mirip halnya dengan begitu banyak sahabat yang memperbincangkan politik atau menebak-nebak apa yang terjadi di balik perceraian selebriti. Dalam beberapa kesempatan, saya berjumpa dengan sahabat-sahabat lama yang sudah menjadi public figure dan sempat diterpa gosip. 72 Setelah berbincang cukup lama, saya berkesimpulan bahwa yang dipersepsikan publik berbeda jauh dari kenyataan. Berusaha untuk tidak menggunjingkan hal-hal di luar yang kita tidak tahu tentang orang lain adalah perbuatan bijak. Membicarakan tentang perceraian membuat ketakutan menikah menjadi besar. Mendengar banyak pertikaian politik menjadikan kita memihak yang satu dan membenci yang lainnya. Berita bunuh diri memberi alternatif bunuh diri bagi pikiran bawah sadar jika terimpit jalan buntu. Belum lagi seringnya berita kriminalitas, kecelakaan, atau tragedi yang bertebaran, semua membawa ketakutan. Pada akhirnya, ketakutan yang bertumpuk akan menjatuhkan kita ke jurang kekhawatiran dan kecemasan. Lho, bukannya berita seperti pembunuhan, pencurian, atau kecelakaan pesawat, apalagi bencana alam, adalah se- suatu yang benar dan mengetahuinya akan membuat kita lebih berhati-hati? Mungkin pikiran ini tanpa permisi muncul ketika membaca paragraf di atas. Ya, mungkin sekali berita-berita itu benar dan sikap berhati-hati adalah baik, tetapi cobalah sadari apa yang kebanyakan terjadi setelah kita mengetahui- nya? Kita mulai penasaran dan ingin mencari tahu lebih dalam lagi dan lagi, sampai-sampai kita mendiskusikan, menganali- sis atau bahkan memperdebatkannya dengan orang lain. Dan hasilnya adalah kekhawatiran yang berlebih. Ambillah contoh tentang kecelakaan pesawat yang terjadi beruntun dalam be- berapa waktu terakhir ini. Berita-berita ini menelurkan keta- kutan untuk bepergian dengan pesawat, walaupun secara 73 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey ay Ss = s ra Gy Sa statistik kasus kecelakaan pesawat jauh lebih kecil dibanding dengan moda transportasi apa pun. Tengoklah berita eko- nomi, banyak pengamat yang meramalkan akan terjadi ba- dai krisis pada 2009, bayangan buruk hadir di setiap kepala manusia. Akan tetapi lihatlah, bukankah kenyataannya tidak seburuk yang dibayangkan? Sama halnya dengan politik, atau berita ramalan yang terlalu blow up, seperti sesuai tanggalan Maya, dunia akan berakhir pada bulan Oktober 2012. Untuk membuktikannya, cobalah sesekali menghitung persentase dari ramalan-ramalan yang beredar. Anda akan terkejut melihat hasilnya. Mengetahui munculnya banyak kerugian dari kecemasan adalah sebuah awal yang baik. Membiarkan diri untuk tidak berhubungan terlalu intim dengan sumber-sumber kekhawa- tiran adalah langkah lanjutan yang tepat. Di atas semua itu, diperlukan adanya keyakinan, sebuah keyakinan penuh bahwa semua yang terjadi di bumi yang kecil ini adalah yang terbaik. Kecemasan hanya menandakan ketidakper- cayaan pada Pencipta dan kekuasaan-Nya. Sewaktu menulis artikel ini, alam sedang ingin bermain dengan saya. Semua data saya yang termuat di laptop semata wayang saya terhapus. Seorang sahabat yang mengetahuinya berkata, “Jangan khawatir, walau kita belum tahu, pasti ada maksud baik di balik musibah ini.” Lalu ia menutup kalimatnya dengan mengutip sebuah lirik lagu, “Segala sesuatu itu indah pada waktunya”. Dengan tersenyum dalam hati saya menjawab, “Segala waktu itu indah pada sesuatu-Nya.” 74 Body and Mind asti banyak dari pembaca akhir-akhir ini sering mendengar istilah “Body and Mind” atau “tubuh dan pikiran”. Banyak juga yang mengerti bahwa keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. jari waktu yang tak terhitung lamanya, dalam kitab-kitab kuno seperti Ayurveda, hubungan keduanya telah tertulis dengan sangat jelas. Bahkan Socrates 2.400 tahun yang lalu pernah berkata, “Adalah suatu kesalahan jika memisahkan antara tubuh dan pikiran”. Kita semua tahu bahwa setiap pikiran dan emosi yang membungkusnya mempunyai efek yang langsung pada tubuh. Jika Anda merasa sedih, tubuh Anda akan terasa lemah, malas, wajah mengerut, gerakan cenderung melambat dan secara postur, tubuh akan menunduk, tangan terlipat. Lalu jika Anda sedang senang atau gembira, tubuh akan 75 9 =a s S B @ Bs merasa penuh energi, tersenyum, melihat ke atas, dada dan tangan terbuka. Namun, tahukah Anda bahwa hal sebaliknya pun dapat terjadi? Bahwa setiap gerakan yang kita lakukan memengaruhi perasaan kita. Nah, di sini mungkin pembaca akan bingung dan bertanya dalam hati, “Apa mungkin gerakan memengaruhi perasaan?” Sebelum pembaca berbingung ria dan penasaran, mari kita lakukan sebuah eksperimen kecil di bawah ini. Pertama, dengan posisi duduk, cobalah Anda melipat tangan Anda kemudian geser pinggul Anda sedikit ke depan, tetapi punggung tetap bersandar sehingga duduk Anda tidak tegak lagi. Kemudian merunduklah dan buat wajah Anda berkerut tanpa senyum. Biarkan beberapa detik dalam keadaan tersebut. Sekarang, cobalah ingat-ingat peristiwa yang membahagiakan tanpa mengubah posisi tubuh dan wajah Anda. Bisa? Sangat sulit sekali bukan? Sekali lagi, cobalah hal yang sebaliknya. Berdirilah, ambil selangkah maju dengan kaki kiri Anda. Sambil melihat ke atas, angkat kedua tangan Anda setinggi dan selebar mungkin sehingga tubuh Anda menyerupai huruf “Y”. Tersenyumlah dengan lebar dan cobalah berpikir tentang kesedihan. Sekali lagi, apakah dapat Anda berpikir sedih dalam posisi tersebut? Kedua eksperimen tadi telah membuktikan bahwa hubung- an antara tubuh dan pikiran bukanlah satu arah melainkan dua arah. Tidak hanya setiap pikiran dan perasaan meme- ngaruhi mekanisme tubuh, tetapi juga setiap gerakan tubuh 76 atau fisiologi kita juga memengaruhi pikiran dan pera- saan kita. Setiap otot yang berada dalam tubuh mempunyai hubungan yang langsung ke otak. Setiap gerakan juga ber- pengaruh pada sistem endokrin atau hormonal dalam tubuh yang bertanggung jawab terhadap perasaan kita. Gerakan tersenyum misalnya, akan membuat kelenjar pineal dalam otak mengeluarkan hormon endorfin, yaitu zat sejenis morfin alami yang kekuatannya 200 kali dari morfin buatan. Endorfin ini membuat perasaan menjadi senang dan bahagia. Sebuah survei dilakukan tentang senyuman, dan hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa_ anak-anak tersenyum dan tertawa rata-rata sebanyak 300 kali dalam sehari. Sementara yang mengejutkan, rata-rata orang dewasa tertawa dan tersenyum hanya 15 kali dalam sehari. Penelitian ini mengungkap rahasia mengapa anak-anak lebih bahagia dan senang dibandingkan orang dewasa. Sementara gerakan bersujud yang hampir dilakukan semua umat beragama atau kepercayaan dalam berdoa (atau dalam yoga disebut child pose/pose anak), diteliti mampu membuat darah mengalir ke beberapa bagian dalam otak yang tidak dapat dijangkau dalam posisi gerakan lainnya. Hubungan tentang gerakan tubuh dan pikiran inilah yang juga menjelaskan mengapa setelah berolahraga pikiran akan merasa nyaman. 77 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey 9 =a s S B @ Bs Kurang Gerak Ada banyak sebab mengapa penduduk bumi ini semakin cepat terkena stres. Salah satunya adalah kurangnya gerak. Semakin lama dunia semakin memanjakan manusia. Teknologi sering kali membuat orang menjadi jarang menggunakan kemampuan ototnya untuk bekerja. Lihatlah di pagi hari sewaktu kita mandi, dahulu orangtua kita menimba air di sumur, sekarang kita tinggal memutar keran dan air sudah mengucur dari lubang shower. Dahulu manusia pergi dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan atau bersepeda, sekarang sepeda motor dan mobil yang ada di garasi menggantikannya. Naik turun tangga digantikan oleh lift dan tangga berjalan. Bahkan banyak dari sahabat sulit untuk menulis dengan tangan karena mesin tik dan tombol- tombol HP telah menggantikannya. Laju kehidupan bergerak lebih cepat, tetapi kita semakin jarang bergerak, sementara kalori yang kita lahap jauh dari yang kita butuhkan. Tumpukan energi dari makanan yang kita konsumsi dan tak tersalurkan ini menjadikan sumbatan dalam keseimbangan tubuh kita, dan banyak gangguan fisik dan ketegangan batin sangat mungkin berawal dari ketidakseimbangan ini. 78 “Gerakan bersujud yang hampir dilakukan semua umat beragama atau kepercayaan dalam berdoa (atau dalam yoga disebut child pose/pose anak), diteliti mampu membawa seseorang dalam keadaan relaks.” 9 =a s S B @ Bs Ubah Gerak Sekarang jika sudah mengetahui bahwa tubuh dan pikiran adalah satu kesatuan, dan juga setiap gerakan memengaruhi pikiran. Pertanyaannya, lebih mudah mana, mengubah pera- saan atau mengubah gerakan? Pasti jawabannya adalah lebih mudah mengubah gerakan bukan? Ya, jadi ubahlah gerakan Anda maka perasaan akan berubah. Tulisan ini mungkin juga menjawab pertanyaan mengapa sahabat-sahabat yang rutin berlatih yoga, tai chi atau teknik gerakan lain mengalami hidup yang lebih damai dan nyaman. Anthony Robbins, pelatin sukses nomor satu dunia pernah berkata: “Our emotion is created by our motion.” Emosi kita diciptakan oleh gerakan kita atau gerakan kita memengaruhi emosi kita. Berjalan kaki selama 30 menit selain menyehatkan juga akan membuat perasaan galau hilang. Untuk mengusir kece- masan atau kerisauan, coba paksa diri Anda untuk tersenyum selama dua menit, dan rasakan hasilnya. Awalnya mungkin ini akan terasa aneh, serasa tidak lazim. Namun jangan khawatir, semua hal yang pertama kita lakukan pasti juga terasa aneh. Pada awalnya paksakan diri Anda, dan lama-lama ini akan menjadi kebiasaan yang bekerja di bawah sadar Anda. Hidup ini indah karena kita mempunyai kebebasan untuk memilih. Namun, setiap pilihan tidak selalu berujung pada 80 sesuatu yang kita harapkan. Kadang kala, angin berembus terlalu kencang dalam pikiran kita membuat emosi bangun dan meluap. Kita bisa marah dan menyesal setelahnya atau kita bisa memilih untuk berjalan cepat selama 30 menit. Di kala kesedihan berkunjung, kita pun punya pilihan untuk duduk merunduk atau melihat ke atas dan tersenyum. Semua adalah pilihan Anda ... have a wonderful life! 81 = ® Ss 3 - Fy & Es Ea cy ey Ngapain Bekerja? da satu pertanyaan yang hampir pasti ditanyakan jika saya berjumpa dengan sahabat-sahabat lama atau teman-teman baru saya, yaitu apa pekerjaan Anda? Atau bekerja di mana? Sedang bisnis apa? Kedengarannya ini pertanyaan mudah, tetapi perlu beberapa saat bagi saya untuk menjawabnya, walaupun sudah ratusan kali saya mendapat pertanyaan yang sama. Entah mengapa saya selalu kesulitan untuk spontan menjawabnya. Selalu muncul huruf “M” yang panjang sebelum menjawabnya, sering kali saya jawab bahwa saya seorang penganggur. Lalu sang penanya pasti umumnya akan berkata, “Mana mungkin?” Sejak kecil saya tidak pernah suka bekerja, jangankan bekerja, belajar untuk menghadapi soal-soal ujian nasional pun saya enggan, apalagi ujian biasa. Bahkan, tidak jarang saya berjanji untuk tidak memegang lemari buku selama ujian 82 berlangsung. Namun, walau tidak suka bekerja dan belajar, jangan diasumsikan bahwa saya adalah anak yang malas. Di balik semua “kemalasan bekerja”, sebenarnya saya adalah anak yang sangat rajin untuk bermain. Buat saya tidak ada kata "capek” untuk bermain atau melakukan yang saya sukai. Saya sangat suka pergi ke suatu tempat yang baru, bertemu dengan sesuatu yang baru, bereksploitasi dengan hal-hal yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Ada jutaan pertanyaan di kepala saya jika menemui hal baru. Sering kali saya menemukan diri saya kecewa karena banyak sekali pertanyaan-pertanyaan saya tidak terjawab. Bahkan ketika saya menanyakannya pada orangtua atau guru di sekolah. Berbagai jawaban saya dapatkan. Namun jawaban “Emang begitu dari sananya,” adalah jawaban yang paling gampang terlontar, karena tak bikin pusing. Kemalasan saya ini berlanjut hingga dewasa, sampai sekarang pun saya malas untuk bekerja. Setelah lulus SMA, saya masuk ke universitas hanya karena terdorong suatu harapan baru, bahwa semua pelajaran yang membosankan sewaktu di bangku sekolah tidak akan terulang. Seperti yang dapat diduga, saya keluar sebelum menggembol gelar sarjana. Saat itu, dari Surabaya saya pindah ke Jakarta dan ingin bekerja sekeras mungkin untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar kemudian saya tidak usah bekerja lagi. Yang terpikir saat itu adalah peluang apa yang ada dan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan rupiah. 83 = a Ss 3 = Fs & Es Ea cy Ey 9 =a s = B @ Ba Pagi sampai malam saya bekerja, saya tahu hati saya menangis dan menjerit, tetapi saya tidak peduli. Yang ada dalam kepala ini hanya sebuah pepatah yang saya yakin semua orang di negeri ini hafal luar kepala, yaitu “berakit- rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.” Semangat ‘45 bertahan pada tahun pertama. Tahun selanjutnya, seperti kebanyakan orang yang telah lama bekerja di sebuah perusahaan, terbangun karena bunyi jam weker pukul 6 pagi, mata yang berat, badan terasa pegal. Otak kita pun mulai berperang antara satu bagian dan lainnya, yang satu berkata, “Ayo bangun, sudah pagi, gerakkan badanmu supaya sehat.” Yang satunya dengan lembut membujuk, “Tidurlah 5 menit lagi, kau kerja terlalu berat, tubuhmu perlu istirahat”. Setelah itu saya bangun dengan mata yang terbuka setengah dan menyeruput kopi sebagai sarapan sekaligus dopping. Tidak lama kemudian teringat akan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan dan janji yang harus ditepati. Hhh ... inikah hidup? Seperti inikah hidup yang harus setiap orang jalani? Apakah ada kehidupan yang lebih baik? Setiap kali ada dorongan kuat untuk meninggalkan semua ini dan menjalani hidup sesuai keinginan, setiap kali itu pula timbul perasaan sayang jika semua yang telah dirintis harus ditinggalkan. Saldo tabungan yang meninggi setiap bulannya benar-benar telah menjadi bola besi yang terpasung di kaki ini. 84 Saya tahu gaya hidup saya sangat kacau, dan mengorban- kan banyak hal, termasuk kesehatan dan yang paling parah adalah mengorbankan kedamaian pikiran. Padahal jika dipi' ir, apa pun yang kita lakukan dalam mencari kesenangan atau mengumpulkan materi tujuannya adalah untuk mendapatkan kedamaian pikiran. Namun pada saat itu saya seolah-olah tidak sanggup untuk melepaskan, ada sisi lain dari dalam diri yang berkata, “Korbankan sebentar, nanti kau akan bahagia selamanya.” Saya yakin banyak dari kita yang mengalami yang saya alami, merasa bosan dengan rutinitas seperti robot. Kita melakukan hal yang sama setiap harinya. Hidup terasa tanpa makna, tanpa sesuatu yang benar-benar memuaskan jiwa. Jikapun kita meminta cuti untuk liburan dan refreshing ke suatu tempat yang baru, itu hanya sekadar untuk kebutuhan fisik dan pikiran sesaat. Dan yang menarik, setelah selesai li- buran, muncul kemalasan seperti halnya anak kecil yang esok harinya akan masuk sekolah setelah libur panjang. Nasib baik mendatangi saya, apa yang saya kumpulkan selama bertahun-tahun hilang dalam hitungan bulan, saya tidak akan membahas hal itu, itu tidak begitu penting. Yang lebih penting adalah pelajaran yang mencerahkan diri saya setelah peristiwa itu. Pada awalnya memang sangatlah berat, jendela masa depan terasa sudah tertutup rapat. Saya seolah-olah merasa- kan perasaan para miliarder yang pada awal krisis moneter 85 = a Ss 3 = Fs & Es Ea cy Ey 9 =a s = B @ Ba 1997 tiba-tiba menjadi miskin sekali, bahkan lebih miskin dari pengemis di jalan karena banyaknya utang yang ditanggung. Dalam dunia yang serba tidak pasti ini, apa pun dapat terjadi. Kesibukan yang sebelumnya tiada henti berganti dengan hari-hari yang saya habiskan dengan merenung dan merenung. Handphone yang sebelumnya berdering setiap beberapa menit kini hening. Namun, dalam perenungan itu saya mendapat begitu banyak inspirasi, pencerahan. Saat seperti inilah yang mungkin disebut moment “Aha!” oleh banyak penyair, pencipta lagu, serta ilmuwan seperti Einstein dalam menemukan rumus spektakulernya, E = MC?. Saya tersadar bahwa apa yang manusia kumpulkan ber- tahun-tahun dapat hilang dalam hitungan detik. Apa yang dipelajari dan kita yakini sebelumnya dapat menjadi salah total. Dan yang lebih penting lagi, saya belajar bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Ya, saya ingin memastikan dengan mengulangi lagi bahwa kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Kita ingin bahagia atau tidak bahagia itu pilihan kita. Terus terang, memang tidak gampang menerima konsep ini. Saya dapat mengerti jika banyak pembaca yang tidak setuju. Kita telah terhipnosis oleh lingkungan kita sehingga kita merekatkan kebahagiaan dengan sesuatu di luar. Seperti saya akan bahagia jika mempunyai deposito yang bunganya dapat menghidupi diri saya atau bahagia jika sudah mendapatkan pasangan hidup. 86 Kita sering mengacaukan kebahagiaan dengan kesenang- an duniawi. Kesenangan luar inilah yang kita kejar, bukan kebahagiaan yang di dalam. Terus terang kita sudah kehilang- an arah, Socrates pada 25 abad yang lalu telah mengatakan “Gnothi seauton (kenali dirimu),” sebuah kata yang sederhana, tetapi maknanya sangat mendalam. Setahu saya kalimat ini juga dikatakan orang-orang suci yang datang ke dunia ini. Apa yang ingin dikatakan Socrates adalah: kita terlalu berorientasi ke luar. Kita lupa menengok ke dalam, kita tidak menyadari bahwa setiap orang mempunyai misi individu. Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, apa misi kita dalam hidup ini? Pastinya, kita bukan hidup untuk sekadar lahir, menikah, meneruskan keturunan, dan pulang kembali. Mengenal diri sendiri merupakan kunci penting untuk membuka pintu untuk melangkah dalam hidup ini. Dengan bertanya pada hati kita misi hidup ini dan apa yang benar- benar kita inginkan untuk meraihnya, tujuan kita akan jelas. Dari sini kita dapat hidup dan bekerja karena pilihan, bukan peluang. Memang sulit awalnya untuk mengetahui misi kita, karena pikiran kita terbiasa berfokus keluar, bukan ke dalam. Namun, mungkin kita dapat memulai dengan bertanya pada diri sendiri, pekerjaan apa yang senang kita lakukan walau tanpa dibayar sekalipun. Jika kita sudah dapat menjawabnya, sebenarnya kita sudah mulai mengenal diri sendiri. Dan langkah selanjutnya 87 2 ce = a Ss 3 = Fs & Es Ea cy Ey 9 =a s = B @ Ba adalah melakukan keinginan hati, atau yang sering kita dengar “ikuti kata hatimu”. Lakukan apa yang hati katakan, kerjakan dengan sepenuh hati, kepuasan pun akan datang. Paolo Coelho, dalam buku masterpiece-nya, The Alchemist, menulis dengan indahnya, “Di mana hatimu berada di sanalah hartamu terletak”. Jika seseorang bekerja sesuai panggilan hatinya, sebenarnya orang tersebut sudah dapat dikatakan tidak bekerja, karena dia hanya melakukan apa yang disukainya. Sejak saat itu, saya bertekad untuk bekerja hanya pada panggilan hati saya. Saya sangat suka berbagi pengetahuan, dan saya senang sekali jika dapat memberikan sesuatu yang saya pikir berguna untuk seseorang. Itulah yang membuat hati saya bahagia, tetapi apakah saya dapat hidup hanya dengan melakukan itu? Terus terang pada awalnya banyak keraguan dan ketakutan. Keraguan mengingat banyaknya tawaran menggiurkan datang kepada saya untuk bekerja dan tinggal di Jakarta dengan gaji awal yang dapat dikatakan cukup tinggi. Ini makin memperbesar ketakutan apakah saya dapat bertahan dengan berbagi? Dunia kita ini terlalu dan selalu berfokus pada apa yang bisa kita dapatkan sebelum melakukan pekerjaan. Hukum ekonomi yang semua orang pelajari berbunyi sama: pengeluaran sekecil-kecilnya dan pendapatan yang sebesar- besarnya. Kita lupa bahwa sebelum kita memetik hasil, kita harus menanam dahulu, jika kita ingin lebih maka kita harus 88 “Mengenal diri sendiri merupakan kunci penting untuk membuka pintu untuk melangkah dalam hidup ini.” ay a = s ra Gy Sa melakukan lebih. Inilah yang dilakukan Oprah Winfrey pada 26 tahun yang lalu sewaktu dia memulai program talk show- nya yang mendunia. Bill Gates pun merintis Microsoft dengan susah payah dalam garasi rumahnya. Hal ini mengingatkan saya pada pidato terkenal dari mendiang John F. Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang dapat negara berikan kepada Anda, tetapi tanyakan apa yang bisa Anda berikan kepada negara”. Pelayanan apa yang saya dapat berikan untuk membuat dunia lebih baik, nilai tambah apa yang saya dapat wujudkan untuk perkembangan manusia? Inilah yang seha- rusnya menjadi fokus kita semua. Jika kita percaya bahwa Pencipta kita adil, seharusnya kita tidak takut untuk berbuat lebih, bukan? Yang menarik lagi, ketika kita fokus pada hasrat dalam diri sendiri dan fokus pada apa yang dapat kita berikan, kita tidak takut dengan persaingan. Kita sadar bahwa setiap individu adalah unik. Ketika kita dapat menggali dan menemukan keunikan dalam diri, lalu menggunakannya dengan fokus ”*memberi”, kepuasan akan bertamu dalam diri kita. Nah, sekarang percaya kan jika saya tidak bekerja, saya hanya melakukan apa yang benar-benar saya suka. Saya suka sekali berbagi. Saat ini saya berbagi melalui tulisan di majalah Psikologi Plus. Selain dari itu, saya juga berbagi melalui pelatihan stress management dan motivasi serta berbagi dalam talkshow mingguan di Radio Duta FM di Bali. 90 Suatu hari saya benar-benar kebingungan sewaktu harus mengisi sebuah formulir berbahasa Inggris yang harus men- cantumkan pekerjaan saya. Karena tidak boleh diisi dengan jobless (pengganggur). Dengan bangga saya mengisinya de- ngan heartworker. 91 2 ce = a Ss 3 = Fs & Es Ea cy Ey Bagian 2 Pertanyaan Filsafat utaan pertanyaan yang terlontar dari anak-anak merupa- kan sebuah bukti bahwa anak-anak selalu penasaran serta ingin memuaskan rasa ingin tahunya. Dari pertanyaan yang ringan, seperti mengapa kita harus mandi setiap hari, mengapa saya kecil sementara orang-orang lain kok lebih besar? Sampai pertanyaan pertanyaan yang cukup berat seperti mengapa api panas dan es dingin, apakah ada makhluk hidup selain di Bumi? Bagi anak-anak, dunia dan segala yang dilihatnya itu adalah baru, sesuatu yang membangkitkan keheranan mereka. Ini tidak berlaku lagi bagi orang dewasa, kebanyakan dari mereka yang sudah dewasa melepaskan dan membiarkan keheranannya setahap demi setahap mati dan kemudian menganggap semua yang terjadi memang begitu adanya, tanpa perlu untuk diketahui asal muasal dan apa penyebab segala sesuatunya. 94 Saya tidak tahu pasti kombinasi faktor apakah yang mem- buat seorang anak memegang atau melepaskan rasa keingin- tahuannya. Yang saya sadari adalah saya masih menyimpan dan mencari jawaban-jawaban itu hingga saat ini. Saya ingat sekali, sewaktu saya mencari tahu dengan bertanya kepada orangtua, sering kali saya mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, yang lebih sering lagi mereka mengalihkan perhatian saya dengan topik lain atau dengan jawaban klasik, “Yah, dari dulunya memang sudah begitu.” Ini membuat saya menjadi double penasaran. Walaupun pelajaran yang didapat dari ibu dan bapak guru di sekolah cukup membantu, tetapi saya masih merasa tidak puas, masih banyak pertanyaan yang tidak terjawab bahkan tidak disinggung. Selepas sekolah, saya tetap mencari dan mencari, belajar sulap adalah sebuah bukti bagaimana saya selalu ingin mengetahui setiap rahasia di alam ini. Menariknya, dulu kita mencari informasi atau bertanya pada individu, tetapi hari ini kita tidak perlu membuat janji dengan siapa pun untuk bertemu, dalam era internet ini sang "professor google” selalu siap dihubungi kapan saja. Informasi yang dulu langka sekarang menjadi barang obralan, dengan perkembangan teknologi memang banyak pertanyaan terjawab dan pastinya juga lebih banyak lagi yang muncul untuk dipertanyakan kembali. Dari banyak pertanyaan, ada beberapa pertanyaan yang selalu mengganjal di benak ini sejak dulu, dan ketika saya amatiternyata itu adalah pertanyaan-pertanyaan dasar, pertanyaan tentang hidup dan kehidupan. Ada yang menyebut pertanyaan-pertanyaan dasar ini adalah pertanyaan filsafat, dan pertanyaan-pertanyaan ini 95 g 2, 8 cd 3 rt ct 2 x ry i ed 2, 8 2 3 a 5 Ee s Fy a 5 2 pada satu titik tertentu pasti pernah ditanyakan setiap orang kepada orang lain atau setidaknya dalam hati. Ini mungkin adalah pertanyaan yang paling penting untuk manusia dan kehidupannya, ya memang jika kita bertanya pada orang yang sangat kehausan, pasti jawab- annya adalah air, atau kepada orang yang sedang dililit utang jawabannya adalah uang, atau orang yang dipenjara adalah kebebasan pastinya. Namun, setelah semua ke- butuhan-kebutuhan dasar termasuk mencintai dan dicintai terpuaskan, kita masih merasa kurang, kita masih merasa penasaran tentang dari mana kita dan mengapa kita di sini. Dalam pencarian saya berjumpa dengan sebuah buku yang sangat mencerahkan, buku tentang percakapan antara seorang guru dan murid-muridnya. Ada begitu banyak jawaban yang saya peroleh dari buku tersebut, di antaranya adalah sebuah cerita yang menyentak dan membuat saya berpikir ulang untuk menanyakan kembali secara intelektual apa yang saya ingin ketahui tentang kehidupan ini. Dan biarkan saya berbagi cerita yang menginspirasi saya ini. Seorang buta jatuh ke dalam sumur. Seseorang kebetulan lewat di sana dan karena merasa kasihan melihat keadaan orang buta yang menyedihkan itu, ia menawarkan jasa untuk menarik orang buta itu keluar dari sumur tersebut. Untuk maksud tersebut, dia kemudian melemparkan seutas tali yang panjang ke dalam sumur 96 dan menyuruh orang yang buta itu untuk memegangnya agar dia dapat ditarik keluar. Orang buta itu tidak langsung memegang tali itu, tetapi malah mengajak sang penolong itu berdebat secara panjang lebar yang tidak ada gunanya. Orang yang buta itu bertanya bagaimana dia sampai jatuh ke dalam sumur yang begitu dalam, siapa orang yang pertama kali mempunyai ide membuat sumur, mengapa orang yang baik hati itu mau menarilenya keluar, apakah ia mempunyai maksud tertentu dengan menolongnya, apa jaminannya jika ia tidak akan jatuh lagi ke dalam sumur itu atau sumur yang lain, dan sebagainya. Semua omong kosong itu membuat kesabaran penolong yang baik hati itu habis, tetapi dengan tenang dia menjawab bahwa dia sekarang harus memegang tali itu demi kebaikannya sendiri. Fenolong itu juga mengatakan bahwa setelah dia ditarik keluar, dia boleh mempelajari keadaannya dan mencari jawabannya sendiri dengan tenang. Sekali lagi orang buta itu mulai mengajukan pertanyaan yang bukan-bukan. Dia bertanya mengapa orang yang membawa tali itu tidak jatuh ke dalam sumur, sang penolong itu kemudian mengatakan bahwa dia masih mempunyai banyak tugas lain dan bahwa dia akan terpaksa meninggalkan orang buta itu di dalam sumur jika dia tidak mau keluar dengan segera. "Baiklah,” kata orang buta itu, "tetapi sebelum itu, katakanlah kepada saya berapa dalam sumur ini dan kapan ia dibuat.” "Yah, ia cukup dalam untuk dapat menjadi kubur bagi orang- orang seperti engkau,” kata penolong itu sambil meninggalkan dia. 97 g 2, 8 cd 3 rt ct 2 x a i ed 2, 8 2 3 S 5 Ee s 8 g A 2 Cerita yang menampar sekaligus menyadarkan saya bahwa kemampuan intelek ini sangatlah terbatas. la didapat melalui proses pemikiran dari sekumpulan pengalaman masa lalu yang kita alami dan rasakan sendiri atau yang kita baca, dengar dari orang lain. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pikiran yang dibantu indra sangatlah menolong kita dalam urusan duniawi, teknologi kedokteran yang canggih yang telah menolong jutaan nyawa, kemampuan para ilmuwan yang membuat alat transportasi yang begitu nyaman dan cepat sehingga perjalanan yang dulu berbulan-bulan sekarang dapat ditempuh hanya dalam hitungan jam, manusia juga menjelajah ke bulan serta mengirimkan robot ke planet- planet lain yang sebelumnya hanya dapat dikhayalkan. Semua ini tentunya tak lepas dari peran utama intelek. Namun, juga harus diakui bahwa ia terlalu lemah untuk mengetahui tentang siapa kita dan mengapa kita di sini. Untuk memahami sesuatu yang lebih tinggi kita memerlukan sayap kesadaran dan meninggalkan pikiran. Meninggalkan pikiran? Memang terasa aneh, bagaimana mungkin kita dapat meninggalkan pikiran sedangkan sewaktu kita berniat meninggalkannya kita menggunakan pikiran itu sendiri?. Tidak mudah memang, ini sama halnya dengan jika seseorang ingin membersihkan tangan kanannya dengan tangan kanannya sendiri, belum lagi kemelekatan kita dengan pikiran (baca: ego) yang sudah menemani kita sejak kecil sangatlah erat. Padahal yang diperlukan orang buta dalam cerita tadi hanya sebuah tindakan kecil, yaitu memegang tali tersebut dan 98 “Untuk memahami sesuatu yang lebih tinggi kita memerlukan sayap kesadaran dan meninggalkan pikiran.” 2 3 S 5 Ee s 8 g A 2 membiarkan pemuda tadi mengangkat dirinya, tetapi dalam tindakan kecil itulah sebenarnya terkandung sebuah esensi yang tidak kecil, yaitu bagaimana seseorang mau melepaskan apa yang ia percayai dan melakukan sesuatu di luar kerangka pikiran yang sebelumnya sudah terbentuk. Di sini kita melihat bagaimana pikiran yang sebelumnya membantu kita dalam banyak hal kini menjadi penghalang terbesar dalam mencapai sesuatu yang lebih agung daripada dirinya. Untuk itu mari kita menengok kisah perjalanan dunia, sudah tak terhitung lagi orang-orang tercerahkan datang ke bumi ini, mereka telah menjelaskan banyak hal dan juga mengulurkan tali kepada kita, supaya kita dapat melihat dan mempelajari sendiri semuanya di atas, karena bagaimanapun bagusnya penjelasan, selama kita masih di bawah itu akan sia-sia, ini sama seperti bagaimana kita dapat menjelaskan rasa manis kepada orang yang belum pernah merasakannya. Namun, berapa banyak dari kita yang memegang tali tersebut? Coba hitung berapa murid guru-guru spiritual atau nabi yang pernah datang di bumi ini sewaktu mereka hidup? Berapa banyak pengikutnya setelah ia meninggalkan kita semua? Jika kita boleh berandai-andai bahwa kita lahir di zaman ketika Sang Nabi itu berada, apakah kita akan mempercayai dia? Atau jika orang tercerahkan itu hadir di sekitar kehidupan kita sekarang ini, apakah kita akan mengikutinya? Bukankah semua ini mirip dengan apa yang terjadi di sumur itu. 100 Hidup Bukanlah Perlombaan ika Anda bekerja di suatu perusahaan, biasanya pada penghujung tahun, para pemimpin perusahaan memberi atau kembali menegaskan target yang lebih besar di tahun depan yang akan dilalui bersama, atau juga kalimat motivasi yang tiba-tiba muncul di papan pengumuman atau spanduk yang dibalut dengan kata kata seperti “Selamat me- rayakan tahun baru” di awal tulisannya. Dalam skala pribadi mungkin banyak dari pembaca yang menetapkan target untuk diri sendiri, seperti bekerja lebih keras atau mengumpulkan uang dalam jumlah lebih banyak, bangun lebih pagi setiap harinya atau mulai melakukan suatu yang baru seperti memu- lai usaha sampingan. Jika kita lihat-lihat, hari ini kita semua hidup dalam sebuah dunia yang sangat menarik, mena- riknya adalah kita semua seolah-olah hidup dalam sebuah perlombaan akbar. Dan dalam perlombaan itu, siapa yang 101 2 3 S 5 Ee s 8 g A 2 mengumpulkan lebih banyak dan lebih cepat, terutama dalam bidang materi itulah yang akan jadi pemenangnya. Dalam planet yang berpenghuni hampir tujuh miliar ini kata-kata efisiensi dan efektivitas, telah menjadi dua “resep sukses” yang mungkin sudah ribuan kali kita dengar. “Waktu adalah uang” juga sebuah doktrin tak langsung yang telah menembus ke relung bawah sadar kita, yang membuat kita selalu berkejaran dengan waktu dalam mengerjakan apa pun, dan yang lebih menarik adalah anggapan bahwa apa pun pekerjaan kita yang tidak menghasilkan uang adalah buang-buang waktu. Sisi teknologi berkembang super cepat menyokong tun- tutan zaman, komputer yang ada hari ini sudah puluhan bah- kan ratusan kali menyimpan data lebih banyak dan ribuan kali mengakses data lebih cepat dari komputer paling canggih sepu- luh tahun yang lalu, tetapi lagi-lagi menariknya, semakin banyak yang memaki-maki benda mati tersebut karena sering dianggap “lambat”. Seseorang yang mengetik dengan mesin tik kuno, ber- mimpi suatu hari punya komputer dan koneksi internet supaya dapat menghemat waktu bekerja, dengan harapan sisa waktu- nya dapat digunakan berkumpul dengan keluarga, tetapi ketika impiannya terwujud, yang terjadi adalah, waktunya untuk kelu- arga terisap habis oleh kursi di depan komputer. Ada yang aneh bukan? Para sahabat yang tinggal di kota metropolitan sering berkata “Seandainya waktu dalam satu hari 36 jam.” Terburu- buru sudah menjadi merk dagang di kota-kota besar, dari ba- ngun pagi dengan kepenatan yang menempel di sekujur tubuh kita terburu-buru mandi, berangkat kerja tanpa sarapan, ngebut 102 di jalan, kerjaan menggunung yang rasanya tidak selesai-selesai dan dibayangi deadline, makan siang dengan menu cepat saji, dan pulang bekerja yang semakin larut. Dalam membesarkan anak pun kita ingin buru-buru, kita ingin anak-anak kita men- jadi cepat “dewasa”, kita memberikan segala macam cara dari makanan, pendidikan hingga cara berpikir agar si anak tumbuh lebih cepat agar dapat bersaing dengan putaran cepat roda du- nia. Kita tahu bahwa masa paling indah di dunia ini adalah masa anak-anak, masa ketika kita hanya bermain dan bermain, bah- kan secara jujur banyak dari kita ingin kembali ke masa indah tersebut dan menikmatinya lebih lama. Kata sibuk sudah menjadi makanan sehari-hari bagi saha- bat yang tinggal di kota besar. “Tidak punya waktu’” adalah alas- an terfavorit untuk tidak berolahraga misalnya dan ada juga yang bangga ketika menyebut dirinya “sibuk”, ada juga yang berpersepsi semakin sibuk diri ini, semakin dekat kita dengan kesuksesan, tetapi jika kita mau membuka mata, kenyataan- nya tidaklah begitu bukan? Buktinya banyak sekali orang yang selalu sibuk dari bangun tidur hingga dengan mau tidur, ti- dak memperoleh kesuksesan, baik materi ataupun spiritual. Seorang penulis jernih Chin-Ning Chu yang terkenal melalui bukunya Thick Face Black Heart mengatakan bahwa, “Kata Cina bagi “sibuk” terdiri dari dua bagian. Satu bagian melam- bangkan hati manusia dan bagian lainnya melambangkan ke- matian. Dari dua lambang di atas, arti yang dapat dikembang- kan adalah jika seseorang super sibuk, hatinya mati.” Seorang yang sibuk tidak lagi memperhatikan tubuhnya, intuisinya 103 g 2, 8 cd 3 rt ct 2 x ry if a 2, Ey 8 2 3 S 5 Ee s 8 g A 2 berhenti, dirinya tidak mendengar jeritan hatinya karena ter- lalu banyak yang bicara di kepalanya. Filsuf abad ke-19 Henry David Thoreau juga pernah mengatakan, “Tidak cukup jika Anda hanya sibuk. Pertanyaannya adalah apa yang Anda sibukkan?” “Sebenarnya saya tidak ingin, tetapi ini kan tuntutan hidup, mau bagaimana lagi?” Hidup tidak pernah menuntut, kitalah yang menuntut diri kita untuk menjadi dan memperoleh sesuatu, bahkan dalam pencapaian impian tersebut, seseorang rela untuk mengorban- kan kedamaian pikirannya. Padahal kita semua sadar bahwa se- benarnya semua impian manusia berujung pada satu hal yang benar-benar dasar yang setiap orang inginkan, yaitu kedamaian pikiran. Kedamaian pikiran inilah yang kita cari dan dengan ke- damaian pikiran inilah kualitas hidup dapat diraih. “Lho, jika kita tidak buru-buru, kerjaan kan tidak akan selesai?” bedakan antara bekerja dengan cepat dan bekerja dengan ketergesaan. Coba perhatikan irama hidup ini, apakah kita hidup selaras atau hidup dengan selalu merasa dikejar oleh deadline. Saya mempunyai sahabat yang selalu merasa hidupnya selalu dikejar-kejar. Hampir setiap jam alarm pengingatnya bunyi. Dan setiap kali berbunyi, dia selalu resah karena harus melakukan kegiatan lain, sementara kegiatan yang ada seka- rang belum selesai. Ini berlangsung bertahun-tahun dan telah menjadi kebiasaannya, selalu dia mengeluh bahwa hidupnya 104

You might also like