You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

Ptisis bulbi merupakan suatu kelainan pada bola mata yang ditandai dengan atrofi ,

pengecilan dan disorganisasi mata dan isi bola mata.1 Gambaran ptisis bulbi akan

penyebabkan bentuk dan ukuran bola mata tidak simetris dan tidak sama besar antara kedua

bola mata.1,2 Ini secara kosmetika memberikan tampilan wajah yang tidak baik dan akan

mempengeruhi rasa percaya diri penderita. Ptisis bulbi dapat terjadi karena infeksi, trauma

,radiasi, keganasan dan cacat bawaan.1,3

Ptisis bulbi diawali dengan perubahan struktur intraokuler, karena trauma atau

peradangan yang menyebar dari segmen anterior hingga ke posterior. Atropi dapat ditemui

pada traktus uvea dan retina, yang pada awalnya belum disertai kerutnya bulbus okuli. Tetapi

pada keadaan lanjut didapatkan atropi dari bulbus okuli, disertai hipotoni.3,4

Gambaran klinis ptisis bulbi dapat dijumpai adanya perubahan dari bentuk bola mata

yang normalnya berbentuk kuboid (buah pear) mengecil tertarik kearah otot rektus sehingga

bulbus okuli menjadi lunak.5 Retina dan choroid bias terlepas, menyebabkan sclera menjadi

lebih tebal. Dari gambaran CT Scan bisa tampak kalsifikasi, dan struktur bola mata yang sulit

diidentifikasi. Selain itu bisa juga ditemui kalsium intraokuler menjadi deposit, menyebabkan

band keratopati, katarak, metaplasia pada RPE (retinal pigmen epithelium), sclera, gliotik

pada retina, bahkan pada syaraf optic.5.6

Ptisis bulbi bisa menyebabkan kebutaan yang permanen sifatnya. Ada laporan dari

Dohlman dan D’ Amico yang melakukan pemasangan keratoprotesis pada mata yang ptisis.7

Pasien tersebut hanya didapatkan kekeruhan pada kornea dan ptisis sedangkan segmen

posteriornya masih baik.7


Kondisi yang menyertai ptisis bulbi salah satunya adalah enoftalmus, dimana terjadi

pergeseran kearah posterior dari bulbus okuli.1,3,8 Penonjolan bagian anterior dari mata

diukur dengan jarak dari tepi orbita dan rima orbita, tetapi juga dinilai dari penonjolan tulang

frontal dan maksila, dibandingkan dengan mata sebelahnya. Terjadi juga perubahan volume

rongga orbita dan bisa terjadi sikatrik / kontraktur dari lemak orbita dan otot-otot ekstra

okuler, akibatnya makin sedikit jaringan lunak dan membuat rongga makin kosong .

Selain penyebab ptisis bulbi adalah infeksi sistemik seperti varicella, measles

(campak), rubella, yang pada awalnya dapat ditemui gejala konjungtivitis, keratitis,

keratomalasia, ulkus kornea, bahkan perforasi bola mata.4,9 Pada anak-anak didaerah endemik

dan negara berkembang komplikasi akibat infeksi virus tersebutharus diwaspadai. Angka

kebutaan akibat campak didunia menurut WHO 100.000 pertahunnya. Terutama di negara

Afrika dan sebagian di Asia.6

Tindakan yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan ptisis bulbi adalah tergantung

apakah saat didiagnosa iritatif atau dalam keadaan tenang, jika iritatif dapat dilakukan

enukleasi dengan pemasangan implan dermofat graft (DFG) atau implan sintetik, jika ptisis

bulbinya tenang , belum ada sikatrik pada konjungtiva, dapat dilakukan flap konjungtiva,

tetapi jika sudah timbul sikatrik pada konjungtiva dapat dilakukan graft mukosa bibir.2,10
BAB II

Tinjauan Pustaka

Ptisis bulbi adalah suatu kelainan pada bola mata yang ditandai dengan atrofi , penyusutan

dan disorganisasi mata dan isi bola mata.1 Keadaan ini merupakan stadium akhir penyakit mata dari

berbagai penyebab. Keluhan subyektif tergantung pada etiologi dan beratnya ptisis bulbi, tanda dan

gejala klinis yang khas adalah hipotensi okular kronis (5 mmHg), terjadi penyusutan pada bola mata,

pseudoenophthalmos, fibrosis jaringan intraokular, kehilangan penglihatan, dan episode berulang dari

iritasi intraokular dan nyeri.1,2 kerusakan awal untuk struktur intraokular baik dari penetrasi trauma

atau peradangan pada akhirnya dapat menyebabkan atrofi luas dan disorganisasi mata.3

Istilah ptisis pertama kali digunakan oleh Galen yang berasal dari bahasa yunani ”phthien”

atau ”phthinein” yang berarti penyusutan atau pengurangan.4 Selama lebih kurang 200 tahun

gambaran klinis ptisis telah mengalami banyak perubahan berdasarkan penyebab dan perubahan

strukturnya, di mana batasan yang jelas dari atrofi okuli masih sulit dan masih menjadi perdebatan.

Hogan dan Zimmerman merupakan orang pertama yang mengatakan bahwa istilah atrofi dan ptisis

bulbi merupakan stadium akhir pada proses degenerasi dan kerusakan yang berat dari mata. 5

Gambaran klinis telah dimodifikasi oleh Yanoff dan Fine yang dibedakan menjadi 3 stadium; 1) atrofi

okuli tanpa penyusutan, 2) dengan penyusutan, 3) dengan penyusutan dan disorganisasi.

Data epidemiologi mengenai ptisis bulbi secara retrospektif pada mata yang telah dilakukan

enukleasi adalah 11,2 % - 18,7% dengan rata-rata 13,7% selama sekitar 60 tahun terakhir. Data

tersebut diperkirakan akan meningkat selama 2 dekade terakhir.6,

Gambaran klinis ptisis bulbi dapat dijumpai adanya perubahan dari bentuk bola mata yang

normalnya berbentuk kuboid (buah pear) mengecil tertarik kearah otot rektus sehingga bulbus okuli

menjadi lunak.5 Retina dan koroid biasanya terlepas, menyebabkan sklera menjadi lebih tebal. Dari
gambaran CT Scan bisa ditemukan kalsifikasi, dan struktur bola mata yang sulit diidentifikasi. Selain

itu bisa juga ditemui deposit kalsium intraokuler, menyebabkan keratopati band, katarak, metaplasia

pada EPR (epitel pigmen retina), sklera, gliotik pada retina, dan bahkan pada nervus optikus.

Kondisi yang menyertai ptisis bulbi salah satunya adalah enoftalmus, dimana terjadi

pergeseran kearah posterior dari bulbus okuli.1,3,8 Penonjolan bagian anterior dari mata diukur dengan

jarak dari tepi orbita dan rima orbita, tetapi juga dinilai dari penonjolan tulang frontal dan maksila,

dibandingkan dengan mata sebelahnya. Terjadi juga perubahan volume rongga orbita dan bisa terjadi

sikatrik / kontraktur dari lemak orbita dan otot-otot ekstra okuler, akibatnya makin sedikit jaringan

lunak dan membuat rongga makin kosong.9

Akueous humor yang mengisi bilik mata depan dan posterior akan memberikan nutrisi pada

jaringan avaskular di segmen anterior seperti kornea, jaringan trabekular dan lensa. Tekanan

intraokular harus dipertahankan sekitar 15 mmHg untuk memenuhi kebutuhan sekresi pada jaringan

tersebut.4,10

Gambaran histopatologis ptisis bulbi dapat melibatkan seluruh struktur intraokular. Kornea

biasanya menebal, edema, fibrosis dan adanya vaskularisasi. Jaringan fibrovaskular dan daerah yang

mengalami distrofi serta kalsifikasi dapat ditemukan di lapisan stroma. Bagian posterior stroma dan

membran descement akan melipat ke dalam karena adanya jaringan proliferasi fibrosa pada

permukaan dalam membran descement. Pada lapisan endotel dapt ditemukan perubahan berbentuk

kistik. Temuan lainnya pada bilik mata depan dapat berupa epitelisasi dan vaskularisasi di sudut bilik

mata dan iris, sinekia posterior perifer dengan glaukoma sudut tertutup sekunder serta membran

jaringan fibrovaskular di tepi pupil. Pada lensa biasanya ditemukan proliferasi epitel lensa, perubahan

warna nukleus dan korteks serta adanya celah dari fibril lensa.6,8,11

Untuk menegakkan diagnosis ptisis bulbi dapat dilakukan dengan pemeriksaan slit lamp, di

mana untuk menilai daerah periokuli dan struktur segmen anterior. Pada tahap lanjut dapat dijumpai

kekeruhan pada kornea (kornea berwarna putih), fibrosis intraokular atau adanya katarak (perubahan

pada lensa). Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan gonioskopi, oftalmoskop direk maupun
indirek, fluoresen angiografi, dan OCT (optical coherence tomography) yang dapat membantu

menilai sudut bilik mata, kroid dan retina.5,7 Apabila telah diketahui kelainan yang ada, selanjutnya

dapat dilakukan pemeriksaan non invasive seperti USG, CT-Scan dan MRI untuk mengetahui dengan

jelas kelainan beerupa osifikasi intraokular atau kemungkinan benda asing di bilik mata depan dan

badan silier.2,5,10

Meskipun penyebab dan gambaran klinis ptisis bulbi bervariasi, stadium akhir penyakit

sering luput dikarenakan gambaran klinis (kecil, lembut dan atrofi) sering dihubungkan dengan

penurunan atau hilangnya tajam penglihatan. Seorang klinisi harus berhati-hati dengan kemungkinan

adanya suatu keganasan seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada uvea. Kelainan

kongenital dapat juga dijadikan diagnosis banding seperti mikroftalmos dan mikro kornea.5,12

Tindakan yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan ptisis bulbi adalah tergantung apakah

saat didiagnosa iritatif atau dalam keadaan tenang, jika iritatif dapat dilakukan evicerasi/enukleasi

dengan pemasangan implan dermato-fat graft (DFG) atau implan sintetik, jika ptisis bulbinya tenang ,

belum ada sikatrik pada konjungtiva, dapat dilakukan flap konjungtiva, tetapi jika sudah timbul

sikatrik pada konjungtiva dapat dilakukan graft mukosa bibir.2,11

Masalah yang dihadapi pada pasien dengan ptisis bulbi adalah bagaimana mengembalikan

kedudukan bola mata yang tidak simetris bahkan enoftalmus, sikatrik konjungtiva serta atrofi dari

lemak orbita karena ptisisnya. Keberhasilan yang dinilai dari tindakan rekonstruksi adalah agar soket

yang dibentuk memiliki volume yang adekuat, protesa mata yang dipasang sesuai, bentuk dari fornik

atau kantung dapat menyangga dengan baik, serta posisi kelopak mata bawah normal, begitu juga

posisi kelopak mata atas yang berfungsi elevator normal, dimana lipatan kelopak normal sehingga

dapat menutup dengan baik.13 Tindakan yang dipilih sesuai dengan derajat soket yang ada

dikatakan.6,8,14

 Ringan: apabila terdapat pemendekan vertikal konjungtiva tarsal danatu entropion,

 Sedang: bila terdapat kontraktur forniks superior dan inferior,


 Berat: terdapat pemendekan horizontal dan vertikal konjungtiva tarsal, kontraktur forniks

inferior/superior.

Selain dengan graft mukosa bibir, dapat juga diambil dari mukosa palatum. Karena teknik

pengambilan mukosa bibir lebih mudah dan diperkirakan graft yang diambil ukurannya cukup hanya

diambil dari mukosa bibir saja. Dilaporkan angka keberhasilan graft mukosa bibir karena soket yang

dangkal akibat fornik yang kontraktur dengan mukosa pada palatum memang lebih baik. 8,15,16

You might also like