You are on page 1of 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN GANGGUAN

CAESAREAN SECTION

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas 2

yang diampu oleh Ibu Ns.Nunung Nurhayati, S.Kp.,M.Kep

Disusun oleh:

Wiwi Alawiyah 043315161068

PROGRAM STUDI S1-3B KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. saya panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan
Gangguan Cesarean Section”.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak hingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Sistem Pencernaan
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, 25 September 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.4 Tujuan ....................................................................................................................... 3
1.5 Manfaat ..................................................................................................................... 3
BAB 2 ................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
2.1 Pengertian Caesarean Section ................................................................................... 4
2.2 Klasifikasi Caesarean Section ................................................................................... 4
2.3 Anatomi Fisiologi ..................................................................................................... 7
2.4 Etiologi Caesarean Section ..................................................................................... 10
2.5 Patofisiologi Sectio Caesarea .................................................................................. 14
2.6 Manifestasi klinik Sectio Caesarea ......................................................................... 16
2.7 Komplikasi Sectio Caesarea.................................................................................... 16
Pencegahan komplikasi ................................................................................................. 17
2.8 Pemeriksaan diagnostik Sectio Caesarea ................................................................ 18
2.9 Penatalaksanaan Sectio Caesarea ............................................................................ 19
2.10 Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Sectio Caesarea .................................... 20
BAB 3 ............................................................................................................................... 28
PENUTUP........................................................................................................................ 28
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 28
3.2 Saran ....................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 29

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rahim merupakan jaringan otot yang kuat terletak di pelvis minor diantara
kandung kemih dan rectum. Dibelakang dan di didnding depan rahim dan bagian
atas rahim tertutup peritoneum. Sedangkan bagian bawahanya berhubungan
dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya rahim disanggah oleh
beberapa ligametum, jaringan ikat dan parametrium.

Caesarean Section merupakan suatu histerektomi untuk melahirkan janin


dari dalam mulut rahim. Operasi ini dilakukan ketika proses persalinan normal
melalui jalan lahir tidak memungkinkan dikarenakan komplikasi medis (Depkes
RI, 2007). Luka caesarean section merupakan gangguan dalam kontinuitas sel
akibat dari pembedahan yang dilakukan untuk mengeluarkan janin dan plasenta,
dengan membuka dinding perut dengan indikasi tertentu (Wiknjosastro, 2007).

Luka Caesarean section dapat sembuh melalui proses utama (primary


intention) yang terjadi ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan
menjahitnya. Luka caesarean section jika dijahit terjadi penutupan jaringan yang
disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Luka caesarean section membutuhkan
jaringan granulasi yang minimal untuk proses peyembuhan luka. Penyembuhan
yang kedua yaitu melalui proses sekunder (secondary intention) terdapat defisit
jaringan yang membutuhkan waktu yang lebih lama (Boyle, 2009).

Menurut Word Health Organitation (WHO, 2007), standar rata-rata ibu


melahirkan dengan caesarean section di sebuah negara merupakan sekitar 5- 15%.
Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa
lebih dari 30%. Di Indonesia, caesarean section hanya dilakukan atas dasar
indikasi medis tertentu dan kehamilan dengan komplikasi (Depkes, 2001).
Berdasarkan data Riskesdas 2013 menunjukkan kelahiran caesarean section di
Indonesia sebesar 9,8% secara umum ibu yang melakukan caesarean section
tinggal di desa sebesar 18,9%, tinggal di perkotaan sebesar 13,8%, pekerjaan

1
sebagai pegawai sebesar 20,9% dan pendidikan tinggi/lulus PT sebesar 25,1%, di
Propinsi Jawa Tengah berada di peringkat ke sepuluh dengan angka persalinan
caesarean section sebesar 9,8%.

Tindakan sectio caesarea merupakan pilihan utama bagi tenaga medis


untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ada beberapa indikasi untuk dilakukan
tindakan section caesarea adalah gawat janin, disproporsi sepalopelvik, prolapus
tali pusat, mal presentase janin atau letak lintang (Norwitz E & Schorge J, 2007).

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah pada pembahasan ini adalah


sebagai berikut.
a. Pengertian Caesarean Section
b. Klasifikasi Caesarean Section
c. Anatomi Fisiologi Caesarean Section
d. Etiologi Caesarean Section
e. Patofisiologi Caesarean Section
f. Manifestasi klinis Caesarean Section
g. Komplikasi Caesarean Section
h. Pemeriksaan diagnostik Caesarean Section
i. Penatalaksanaan Caesarean Section
j. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Caesarean Section

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah laporan ini adalah
sebagai berikut.
a. Apa pengertian Caesarean Section?
b. Apa Klasifikasi Caesarean Section?
c. Apa saja Anatomi Fisiologi Caesarean Section?
d. Apa Etiologi Caesarean Section?
e. Bagaimana Patofisiologi Caesarean Section?
f. Apa saja manifestasi klinis Caesarean Section?
g. Apa komplikasi Caesarean Section?
h. Apa saja pemeriksaan diagnostik Caesarean Section?

2
i. Apa penatalaksanaan Caesarean Section?
j. Bagaimana asuhan keperawatan ibu hamil dengan Caesarean Section?

1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tujuan pembahasan ini adalah sebagai
berikut.
a. Menjelaskan pengertian Caesarean Section
b. Menjelaskan klasifikasi Caesarean Section
c. Menjelaskan Anatomi Fisiologi Caesarean Section
d. Menjelaskan etiologi Caesarean Section
e. Menjelaskan patofisiologi Caesarean Section
f. Menjelaskan manifestasi klinis Caesarean Section
g. Menjelaskan komplikasi Caesarean Section
h. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik Caesarean Section
i. Menjelaskan penatalaksanaan Caesarean Section
j. Menjelaskan asuhan keperawatan ibu hamil dengan Caesarean Section

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari rumusan masalah ini sebangai berikut.

a. Memberitahukan Pengertian Caesarean Section


b. Memberitahukan Klasifikasi Caesarean Section
c. Memberitahukan Anatomi Fisiologi Caesarean Section
d. Memberitahukan Etiologi Caesarean Section
e. Memberitahukan Patofisiologi Caesarean Section
f. Memberitahukan Manifestasi klinis Caesarean Section
g. Memberitahukan Komplikasi Caesarean Section
h. Memberitahukan Pemeriksaan diagnostik Caesarean Section
i. Memberitahukan Penatalaksanaan Caesarean Section
j. Memberitahukan Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Caesarean
Section

3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Caesarean Section
Istilah Caesarea berasa dari bahasa latin Caedere yang artinya
memotong atau menyayat. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk
mengeluarkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim.
Menurut Mitayani (2009) Mendefenisikan Sectio Caesarea adalah
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta
berat di atas 500 gram.
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat
badan bayi diatas 500 gram, melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh
(Saifuddin, 2001).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan dengan sayatan uterus
melalui dinding depan perut atau sectio caesaria adalah suatu histerektomi
untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding perut rahim anterior
(Hacker,2001).
Kelahiran sesar dapat direncanakan, misalnya kelahiran sesar
berulang, atau tidak direncanakan seperti pada kondisi ketika ibu tidak
berhasil melahirkan janin melalui vagina setelah persalinan yang lama.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea
adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi perabdominal dengan melalui
insisi pada dinding abdomen dan dinding uterus interior, karena bayi tidak
bisa dilahirkan melalui jalan lahir.

2.2 Klasifikasi Caesarean Section


1. sectio Caesarea Ismika/ profundal

4
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphyisis) di
atas batas rambut kemaluan sepanjang 10-14 cm.
Keuntungan dari sayatan ini umumnya, parut pada rahim kuat
sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robekan rahim) di
kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak
banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih
sempurna.

Kelebihan:
a) Penutupan luka lebih mudah.
b) Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik.
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
d) Perdarahan kurang.
e) Kemungkinan terjadi rupture uteri spontan kurang / lebih kecil
dari pada cara klasik.
Kekurangan:
a) Luka dapat melebar ke kiri , ke kanan dan ke bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri Uterina putus sehingga terjadi pendarahan
hebat.
b) Keluhan pada vesica urinaria post operatif tinggi.

2. Sectio Caesarea klasik/ korporal

5
Sayatan vertikal disebut juga dengan operasi secar klasik atau
seksio sesarea corporal. Sayatan dibuat secara vertikal, tegak lurus mulai
dari tepat dibawah pusar sampai tulang kemaluan. Kerugian: Lebih
beresiko terkena peritonitis (radang selaput perut), memiliki resiko empat
kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan selanjutnya, otot-otot
rahim lebih tebal lebih banyak pembuluh darahnya sehingga sayatan ini
lebih banyak mengeluarkan SSdarah, jika menggunakan anastesi lokal,
sayatan ini akan memerlukan waktu dan obat yang lebih banyak.
3. Sectio Caesarea ekstraperitonealis
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal.
4. Sectio Caesarea Vaginal
5. Histerektomi Caesarian

Histerektomi adalah mengangkat rahim dengan organ di


sekitarnya. (Yatim,2005) Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan
mengangkat rahim yang dilakukan oleh ahli kandungan. (Rasjidi, 2008)
Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan,
palingumum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan
tertentu (contohendometriosis / tumor), untuk mengontrol perdarahan yang
mengancam jiwa dan kejadian infeksi. (Doengoes, 2000).

6
Menurut Wiknjosastro (2005), berdasarkan luas dan bagian rahim
yang diangkat,tindakan histerektomi dapat dikategorikan menjadi 4 jenis:
a. Histerektomi parsial (subtotal)
Histerektomi parsial (subtotal) yaitu kandungan tetap diangkat
tetapi mulut rahim / servik tetap tinggal. Oleh karena itu, penderita masih
dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap
smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

b. Histerektomi total

Histerektomi total yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut


rahim. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhan. Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut
diangkatnya serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan
prekanker. Akan tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada histerektomi
supraservikal karena insiden komplikasinya yang lebih besar.

c. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral


yaitu pengangkatan uterus,mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan
kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita
seperti menopause meskipun usianya masih muda.
d. Histerektomi radikal
Histerektomi radikal yaitu histerektomi diikuti
dengan pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar limfe
dari sekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa
jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.

2.3 Anatomi Fisiologi


Secara umum alat reproduksi wanita terbagi atas dua bagian, yaitu
terdiri dari alat kelamin bagian dalam dan alat kelamin bagian luar.
(Manuaba,2012)

7
a. Organ Genitalia Interna

1) Vagina (saluran senggama)

Vagina merupakan saluran muskula membranase yang


menghubungksn rahim dengan dunia luar, bagian ototnya berasal
dari otot lavatorani dan otot sfingterani sehingga dapat
dikendalikan dan dilatih.

2) Rahim (uterus)

Bentuk uterus seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram


terletak dipanggul kecil diantara rektum (bagian usus sebelum dubur)
dan didepannya terletak kandung kemih.

3) Tuba fallopi

Adalah saluran spermatozoa dan ovum, tempat terjadinya


pembuahan, menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil
pembuahan sebelum mampu menanamkan dari pada lapisan rahim.

4) Indung telur (ovarium)

8
Merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama
sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengaturan proses
menstruasi.

5) Parametrium
Merupakan lipatan peritonium dengan berbagai penebalan
yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul.
b. Organ Genetalia Eksterna

1) Mons Veneris

Monsveneris disebut juga gunung venus, merupakan bagian


yang menonjol dibagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan
sedikit jaringan ikat. Setelah dewas tertutup oleh rambut yang
bentuknya sgitiga.

2) Bibir besar (Labia Mayora)

Labia mayora kelanjutan dari mons veneris, bentuknya lonjong.


Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum.
Permukaan terdiri dari:

a) Bagian luar : tertutup rsmbut, ysng merupakan


kelanjutan dari rambut pada mons veneris.

9
b) Bagian dalam : tanpa rambut,merupakan selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak).

3) Bibir kecil (Labia Minora)


Merupakan lipatan dibagian dalam bibir besar, tanpa
rambut.
4) Klitoris

Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria,


mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat
sensitif saat berhubungan seks.

5) Vestibulum

Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan-kiri dan


bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora.

6) Himen

Himen merupakan selaput tipis yang menutupi bagian lubang


vagina luar. Pada saat hubungan seks pertama himen akan robek dan
mengeluarkan darah. Setelah melahirkan himen merupakan tonjolan
kecil yang disebut kurunkule mirtiformis.

2.4 Etiologi Caesarean Section


Beberapa penyebab sectio caesarea adalah sebagai berikut:

1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)


CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang tulang
panggul yang merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Kkeadaan

10
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran ukuran bidang pamggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-Eklamsi atau eklamsi merupakan kesulitan yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre- eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan pariental paling penting dalam ilmu kebidanan.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda


persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan dibawah 36
minggu. Ketuban pecah dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Kebutan pecah dini merupakan masalah penting dalam
obstrektik berkaitan dengan penyakit kelahiran premature dan terjadinya
infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan
motralitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

Ketuban pecah dini disebabkan karena berkurangnya kekuatan membrane


atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor tersebut.
berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks.

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,


adanya infeksi pada kompilasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. (Sarwono Prawirohardjo, 2002).

4. Bayi kembar tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar

Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembarpun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.

11
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin

a. Kelainan pada letak kepala


1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
perkiraan hanya 0,27 – 0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala anatara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.

b. Letak Sungsang

letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang


dengan kepala difundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).

c. Kelainan letak lintang

letak lintang ialah jika letak anak didalam rahim sedemikian rupa hingga
paksi tubuh anak melintang terhadap paksi rahim. Sesungguhnya letak lintang

12
sejati (paksi tubuh anak tegak lurus pada paksi rahim dan menjadikan sudut
90˚) jjara

jarang sekali terjadi. (Eni Nur Rahmawati, 2011).

Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas pintu atas panggul
sedangkan kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa
iliaka yang lain. Pada keadaan ini, janin biasa berada pada presentase bahu/
akromion. ( Icesmi Sukarmi, 2013).

Tindakan operasi ini dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk


dilakukan persalinan pervagina karena mempunyai resiko pada ibu dan janin.

1. Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini


menyebabkan perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia,
atau penekanan pada kandung kencing.
2. Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya
tumbuh di rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium),
tuba Fallopi, atau organ perut dan rongga panggul lainnya.
3. Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui vagina.

13
2.5 Patofisiologi Caesarean Section
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,disproporsi cephalo pelvic, ruptur
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsi, distosia serviks,
dan mal presentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu sectio saesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan


menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktfitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
mengakibatkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya infoemasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan


perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.

Dengan adanya luka post operasi ini mengakibatkan mual muntah pada
pasien sehingga pasien mengalami penurunan nafsu makan, sehingga
menyebabkan masalah kurangnya volume cairan dalam tubuh.

Proses pembedahan yang menggunakan anastesi memberikan efek


penurunan otot abdomen sehingga pasien beresiko tinggi mengalami konstipasi.

14
PATHWAY

Hamil

Hamil postterm

Persalinan induksi

Gagal induksi

Post sectio caesarea

Efek anastesi mual/muntah penurunan kekuatan luka insisi

Penurunan otot otot


Resiko
Abdomen ketidakseim Nyeri Resiko
Intoleransi infeksi
bangan
aktifitas
nutrisi

Konstipasi
Konstipasi

Fisiologi nifas

Sistem reproduksi laktasi

Peningkatan prolaktin

Dektus terisi ASI

ASI keluar ASI tidak keluar

Ketidakefektifan menyusui

15
2.6 Manifestasi klinik Caesarean Section

Proses pembedahan section caesarea akan menimbulkan bekas luka yang


tentunya menyebabkan pasien mengalami nyeri. Nyeri tersebut karena insisi
bedah yang dilakukan untuk mengeluarkan bayi, selain itu kebanyakan pasien
dengan post sectio caesarea akan mengalami hambatan dalam bergerak. Gangguan
fungsi pernapasan juga dapat terjadi akibat dari efek anestesi atau saat pasien
merasa nyeri yang sangat hebat. Pasien juga mengalami suhu tubuh yang tinggi
akan terjadi infeksi pada luka post sectio caesarea. Untuk menghindari terjadinya
hal tersebut dibutuhkan perawatan dan observasi pada pasien dengan secti
caesarea. (Liu, 2008).

Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001) antara lain :

a. Nyeri akibat ada luka pembedahan


b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terketak diumbalicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
f. Emosi labil/ perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j. Status pulmonaly bunyi paru jelas dan vaskuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
l. Bonding dan attachment pada abak baru dilahirkan.

2.7 Komplikasi Caesarean Section


a. Hemoragik

Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi


dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan

16
dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus
atau kapiler, berdasarkan waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi
cidera primer, dalam waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner,
sekitar 7-10 hari sesudah kejadian dengan disertai sepsis sekunder,
perdarahan bisa interna dan eksterna.

b. Infeksi puerperal ( Nifas )

Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya


didalam darah atau jaringan lain membentuk pus dengan suhu meningkat
dalam beberapa hari.

c. Pembentukan fistula

Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau


menghubungkan 1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang paling
berbahaya dari histerektomi radikal adalah fistula atau striktura ureter.
Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena ahli bedah menghindari
pelepasan ureter yang luas dari peritoneum parietal, yang dulu bisa dilakukan.
Drainase penyedotan pada ruang retroperineal juga digunakan secara umum
yang membantu meminimalkan infeksi.

Pencegahan komplikasi
a. Pencegahan perlekatan

Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara


lembut dan hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan integritas
serosa usus, pemasangan tampon dgunakan apabila usus mengalami intrusi
menghalangi lapangan pandang operasi. Untuk mencegah infeksi, darah harus
dievakuasi dari kavum peritonei. Hal ini dapat dilakukan dengan mencuci
menggunakan larutan RL dan melakukan reperitonealisasi defek serosa
dengan hati-hati.

b. Drainase

17
Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi
cairan yang berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk mencegah
infeksi. Pada luka terinfeksi pemasangan drain dapat membantu evakuasi
pus dan sekresi luka dan menjaga luka tetap terbuka. System drainase ada
yang bersiat pasif (drainase penrose), aktif (drainase suction) da juga ada
yang bersiat terbuka atau tertutup.

c. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli

1. Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan menurunkan berat


badan dan memperbaiki keadaan umum pasien sampai optimal.
Kontrasepsi oral harus dihentikan minimal empat minggu sebelum
operasi. Mobilisasi pasien dilakukan sedini mungkin dan diberikan
terapi fisik dan latihan paru.
2. Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san pencegahan
infeksi. Selain itu, cegah juga hipoksia dan hipotensi selama
pembiusan. Hindari statis vena sedapat mungkin, terutama dengan
memperhatikan posisi kaki.
3. Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmkologis dan fisik dilanjutkan.
Upaya fisik meliputi mobilisasi dini pada 4-6 jam pertama
pascaoperasi, bersamaan dengan fisioterapi. Disamping itu bisa juga
dnegan pemakaian stocking ketat dan mengankat kaki.

2.8 Pemeriksaan diagnostik Caesarean Section


a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. Pemeriksaan Elektrolit
d. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
e. Hemoglobin/Hematokrit untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dang mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembenahan
f. Tes Golongan darah, lama perdarahan,waktu pembekuan darah
g. Urinalisis/ kultur urine
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

18
2.9 Penatalaksanaan Caesarean Section
A. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotomi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan DS 10%, garam fisiologi
dan RL. Secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

B. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita


flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah tidak boleh
dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi,berupa air putih dan air teh.

C. Mobilisasi

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan sambil tidur terlentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, pasiendapat didudukan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalumenghembuskannya
4) Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

D. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak


enak pada pasien, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan pasien.

19
E. Pemberian Obat-obatan

1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian 1 vit C.

2.10 Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Caesarean Section


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses perawatan. Suatu
proses kolaborasi melibatkan perawat, ibu, tim kesehatan lainnya.
Pengkajian dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik. Dalam
pengkajian dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang terkumpul
lebih akurat, sehingga dapat dikelompokan dan dianalisis untuk mengetahui
masalah dan kebutuhan ibu terhadap perawatan. Pengkajian yang dilakukan
terhadap ibu post SC antara lain sebagai berikut:
1. Identitas pasien dan identitas penanggungjawab
a. Identitas pasien
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, status
perkawinan, diagnosa medis, tanggal masuk,tanggal pengkajian,
no RM, dan alamat
b. Identitas penanggungjawab
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan alamat.
.
2. Data riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang diungkapkan saat dilakukan pengkajian

20
b. Riwayat kesehatan sekarang
Perjalanan penyakit klien sebelum, selama perjalanan, sampai
dirumah sakit, hingga saat dilakukan pengkajian tindakan yang
dilakukan sebelumnya, dan pengobatan yang didapat setelah
masuk RS.
c. Riwayat menstruasi
Kaji menarche, siklus menstruasi, banyaknya haid yang keluar
keteraturan menstruasi, lamanya, keluhan yang menyertai.
d. Riwayat obstetri
Kaji tanggal partus, jenis partus
e. Riwayat keluarga berencana
KB Klien, jenis kontrasepsi yang digunakan sejak kapan
f. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan penyakit yang pernah dialami
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit
vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko
pembentukan thrombus).
g. Riwayat pernikahan
Kaji usia pernikahan, lamanya pernikahan
h. Riwayat seksual
Kaji usia pertama kali melakukan hubungan seks
i. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang mempunyai penyakit yang
sama
j. Riwayat kesehatan sehari-hari
1) Personal hygiene, kaji kebiasaan personal hygiene klien
meliputi keadaan kulit, rambut, mulut dan gigi, serta vulva hygiene.
2) Pola makan
Kebiasan makan dalam porsi makan, frekuensi, alergi, atau
tidak
3) Pola eliminasi

21
a) BAB : Kaji frekuensi, warna, bau, konsistensi, dan
keluhan saat BAB
b) BAK : kalifrekuensi, warna, bau, dan keluhan saat
berkemih
4) Pola aktifitas dan latihan
Kaji kegiatan dalam pekerjaan dan kegiatan diwaktu luang
5) Pola tidur dan istirahat
Kaji waktu, lama tidur/hari, kebiasaan saat tidur, dan
kesulitan
6) Riwayat sosial ekonomi
Kaji kebiasaan dan lama penggunaan rokok (jika
memungkinkan), kaji pendapatan perbulan, kaji hubungan
sosial, dan hubungan dalam kelurga.
7) Riwayat psikososial dan spiritual
a) Psikososial
Respon klien terhadap penyakit yang diderita saat ini
b) Spiritual
Kaji kegiatan keagamaan klien yang sering dilakukan di
rumah dan di RS.
8) Pemeriksaan fisik
Kaji keadaan umum, kesadaran, BB dan tinggi badan dan
TTV dan inspeksi, palpasi, auskultasi serta perkusi.
9) Pemeriksaan penunjang
pre op: kaji hemoglobin, pembekuan darah dan USG

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut beruhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan,
trauma, jalan lahir)
b. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post
operasi

22
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan intake makanan
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan
sirkulasi
C. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Intervensi Rasional


keperawatan
1. Nyeri akut 1. Kaji nyeri secara 1. Untuk mampu
beruhubungan dengan komprehensif menentukan jenis
agen injuri fisik meliputi lokasi nyeri yang
nyeri, durasi nyeri, dirasakan pasien
Tujuan skala nyeri, dan sehingga
Mengurangi rasa nyeri karakteristik nyeri memudahkan
dan meningkatkan 2. Observasi reaksi non dalam menentukan
kenyamanan pasien verbal dan intervensi
ketidaknyamanan 2. Mengetahui
3. Berikan posisi penyebab nyeri
nyaman pada pasien, yang
biasanya rekumben mengakibatkan
lateral, dengan pasien tidak
menggunakan bantal nyaman
untuk menyangga 3. Otot kaku dan
punggung dan berbaring dalam
tungkai. posisi tidak
4. Ajarkan teknik non nyaman
farmakologi yaitu menimbulkan nyeri
teknik nafas dalam atau
teknik relaksasi dan ketidaknyamanan
distraksi 4. Membantu
5. Pertahankan meredakan rasa
lingkungan yang nyeri luka

23
tenang pembedahan
6. Observasi TTV 5. Untuk
7. Kurangi ansietas meningkatkan
sebanyak mungkin istirahat dan
kenyamanan serta
mengurangi
ansietas
6. Memantau TTV
guna untuk
mengetahui
peningkatan atau
penurunan rasa
nyeri yang
dirasakan pasien
7. Ansietas akan
menaikan tekanan,
yang
meningkatkan
nyeri
2 Resiko tinggi Infeksi 1. mendeteksi daan 1. mendeteksi daan
s.d perdarahan, luka mengidentifikasi mengidentifikasi
post operasi penyebab penyebab
terjadinya infeks terjadinya infeksi
Tujuan 2. Tingkatkan intake 2. membantu proses
Mengurangi resiko cairan penyembuhan luka
infeksi terhadap 3. Cuci tangan post operasi
pasien sebelum dan 3. mengurangi
sesudah melakukan perkembangan
tindakan mikroorganisme
4. Kaji warna kulit, 4. untuk mengetahui
turgor seberapa persen
5. Pantau suhu, nadi, pasien beresiko

24
pernafasan, dan sel infeksi
darah putih sesuai 5. dalam 4 jam
indikasi setelah proses
6. Motivasi pasien pembedahan,
untuk istirahat insiden meningkat
7. Berikan terapi secara progresif
antibiotik sesuai sesuai dengan
program waktu yang
ditunjukan melalui
TTV
6. memberi motivasi
terhadap pasien
untuk
meningkatkan
kebutuhan tidur
7. antibiotik dapat
melindungi
perkembangan
koriamnionitis
pada ibu berisiko

3 Resiko 1. observasi TTV tiap 1. kekurangan


ketidakseimbangan 8 jam volume cairan
nutrisi berhubungan 2. Observasi CM dan dapat
dengan kehilangan CK tiap 24 jam meningkatkan
cairan sekunder akibat 3. Observasi tanda- frekuensi
post operasi tanda dehidrasi dan jantung,
perdarahan penurunan TD
Tujuan : 4. Beri minum 2. sebagai
Kebutuhan cairan +1500-2000 indikator
pasien terpenuhi cc/hari balance cairan
secara adekuat 5. Kolaboratif dengan 3. indikator

25
pemberian cairan volume cairan
parental dan mencegah
6. Kolaboratif dengan komplikasi
pemeriksaan selanjutnya
laboratorium 4. penurunan
kebutuhan
cairan
menurun,
resiko
dehidrasi
5. memperbaiki
dan mencegah
kekurangan
volume cairan
6. Perubahan
pada HB
dapat
menandakan
adanya
kekurangan
volume cairan
4 Intoleransi Aktivitas 1. Bantun pasien 1. Mungkin pasien
berhubungan dengan untuk tidak mengalami
kelemahan, penurunan mengidentifikasi perubahan berarti,
sirkulasi aktifitas yang tetapi perdarahan
mampu dilakukan masif perlu
2. Bantu pasien diwaspadai untuk
Tujuan memilih aktifitas mencegah kondisi
Memenuhi aktifitas konsisten yang pasien lebih
sehari-hari pasien sesuai dengan buruk
kemampuan fisik 2. Meringankan
3. Bantu resiko pasien

26
mempermudah dalam beraktifitas
aktifitas yang 3. Mempermudah
dibutuhkan klien aktifitas yang
4. Kolaborasi dengan dipilih pasien
tenaga medis tanpa harus
dalam memiliki resiko
merencanakan tinggi untuk
program terapi pasien
yang tepat. 4. Membantu
mempercepat
mobilitas fisik
pasien

27
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Section caesarea adalah suatu proses pembedahan dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, atau vagina atau
suatu histerektomi untuk janin dari dalam rahim yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan baik pada ibu maupun janin. Pembedahan ini
dilakukan ketika proses kelahiran secara normal tidak memungkinkan
dilakukan dengan alasan karena terdapat komplikasi medis yang mengancam
jiwa sehingga salah satu jalan keluarnya adalah dengan section caesarea.

Section caesarea banyak macamnya hanya saja disesuaikan dengan


kondisi dan keadaan ibu ataupun janin.

3.2 Saran
Dalam menangani kasus seperti ini diharapkan mahasiswa sudah mampu
mengetahui dan memahami Asuhan keperawatan dari penyakit atau tindakan
tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

William R.Forte & Harry Oxorn, 2016. Manual Komplikasi Kehamilan Williams,
Ed.23. Jakarta: EGC

Green dCoral J, 2012. Rencana Asuhan Keperawatan: Maternal & Bayi Baru
Lahir. Jakarta: EGC

M.Biomed, Mitayani,S.ST, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta:


Salemba Medika

Keren C. Comerford, 2008. Buku Saku Maternal- Neonatal Edisi 2. Jakarta: EGC

Dr. Hartono Andry, 2006. Obstetri Williams, Ed.21,Vol.2. Jakarta: EGC

Bari Saifuddin Abdul, dkk. 2002. Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

29
30

You might also like