You are on page 1of 13

Asuhan Keperawatan Pada Ny.

S Dengan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Aktivitas di Ruang Rajawali 4A
RSUP dr. Kariadi Semarang

Disusun Oleh:
Nur Azmi Afina
G3A017251

PROGRAM STUDI NERS (TAHAP PROFESI)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
KONSEP TEORI
A. Definisi Kebutuhan Aktivitas
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat
melakukan kegiatan dengan bebas (Mubarok, 2007).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah kemampuan seseorang untuk berjalan,
bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya
disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas (Hidayat, 2009).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian
sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis (Tarwanto, 2006).
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan suatu kesatuan
yang saling berhubungan dan saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah
adanya kemampuan seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan
musculoskeletal. Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di mana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.

B. Sistem Tubuh Yang Berperan dalam Kebutuhan Aktivitas


1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk
membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat
susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan
fungsi pelindung organ-organ dalam. Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih
seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang
tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya
berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang
panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan
diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan
lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai
dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan
tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau
jahitan agar dapat berfungsi kembali.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligament
bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem
saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan
otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan
pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan
kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan
terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan berbagai
derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi synovial
yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago
artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu,
terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii
sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.

C. Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas


1. Kebutuhan Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian
pada ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik.
3) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya
adanya dislokasi sendi dan tulang.
4) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
b. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
1) Gaya Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena
berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
2) Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat
berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur
femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian
bawah.
3) Tingkat Energi untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
4) Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat
usia yang berbeda.
2. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya.
a. Jenis imobilitas
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah
tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan
berpikir, seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu
penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan
diri. Seperti keadaan stress berat karena diamputasi ketika mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam
berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
b. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mepengaruhi sistem tubuh. Seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fugsi gastrointestinal, perubahan
sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem musculoskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan
perilaku.
1) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Gangguan Muskular. Yakni menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas secara langsung. Hal ini ditandai dengan menurunnya stabilitas.
Berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Seperti, otot
betis yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil
dan menunjukkan tanda lemah dan lesu.
Gangguan Skeletal. Misalnya, akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria
adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot.
Kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi akibat reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga
menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium
yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
D. Masalah Kebutuhan Aktivitas
1. Gangguan mobilitas fisik
Berarti bahwa pasien dapat bergerak dengan bebas, tapi tidak dapat beradaptasi
terhadap peningkatan kebutuhan energy karena pergerakannya. Gangguan mobilitas
fisik, pasien dapat bergerak dengan bebas apabila tidak ada gangguan/ batasan pada
pergerakannya.
2. Deficit perawatan diri
Pasien tidak tergantung pada orang lain, akan tetapi tidak mampu bergerak banyak
karena tubuhnya tidak mampu memproduksi energy yang cukup. Tergantung pada
orang lain untuk melakukan aktivitasnya. Pasien mungkin membunyai diagnosa
deficit perawatan diri karena intoleransi aktivitasnya.
3. Koping individu tidak efektif
Pasien mau dan dapat berpartisipasi salam perawatan, tapi tidak mampu bergerak
banyak karena tubuhnya tidak mampu memproduksi energy yang cukup. pasien tidak
dapat berpartisipasi dalam perawatan atau perannya karena mereka merasa kurang
motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan.
4. Kelelahan Pasien pada awalnya tidak merasa lelah, akan tetapi setelah melakukan
aktivitas pasien langsung merasa lelah, pasien merasa lemas dan lelah karena
penyakitnya.

E. Asuhan Keperawatan pada Masalah kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan Imobilitas adalah
sebagai berikut:
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alas an pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri,
kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya
mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Penyakit yang pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan
cerebrovaskular, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia
gravis, guillain barre, cedera medulla spenalis, dan lain-lain), riwayat penyakit
system kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung kongestif), riwayat
penyakit system muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit
sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain),
riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat,
laksansia, dll.
c. Kemampuan fungsi motoric
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kiri dan untuk menlai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spatis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan.
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian Rentang gerak (Range Of Motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
f. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada
system pernapasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding
thorak, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat
respirasi. Pengkajian intoleritas aktivitas terhadap perubahan system
kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan perifer, adanya
thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan
posisi.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam megkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Skala Persentase kekuatan normal Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh

h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dll.

2. Diagnosis/Masalah Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.
b. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas.
c. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia.
d. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot.
e. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot.
f. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru.
g. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi.
h. Gangguan eliminasi akibat imobilitas.
i. Retensi urin akibat gangguan mobilitas fisik.
j. Inkontinensia urin akibat gangguan mobilitas fisik.
k. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan
(anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
l. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan (intake)
m. Gangguan Interaksi sosial akibat imobilitas.
n. Gangguan konsep diri akibat imobilitas.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Tujuan:
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot dan fleksibilitas tinggi
Meningkatkan fungsi kardiovaskuler
Meningkatkan fungsi respirasi
Meningkatkan fungsi gastrointestinal
Meningkatkan fungsi system perkemihan
Memperbaiki gangguan psikologis
b. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh
sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif.
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan
dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg, dorsal
recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
2) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya perbatas karna penyakit, diabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.
Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan
otot serta memelihara mobilitas persendian.
c. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan fungsi sistem tubuh
2) Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3) Peningkatan fleksibilitas sendi
4) Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukan keceriaan.
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahit Iqbal. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori & Aplikasi
Dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba media.
Tarwanto, Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika.
Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Aktivitas di Ruang Rajawali 4A
A. Pengkajian
1. Biodata
Tanggal Pengkajian : 15 April 2018
Nama : Ny. S
Nomor RM : C687470
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 01 Februari 1944
Alamat : Karang Turi RT 008/ RW 001 Kodia Semarang
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Diagnosa Medik : Fraktur Colum Femur Dextra
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan kaki kanan sakit untuk digerakkan dan tidak bisa melakukan
aktivitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan sebelumnya jatuh di halaman rumahnya dan mengeluh nyeri pada
pangkal paha kanan kurang lebih 2 minggu. Kemudian pada tanggal 06 April 2018
klien dibawa ke RS dr. Cipto tetapi pihak RS dr. Cipto merujuk klien ke RSDK dan
klien dirawat di Rajawali 4A. Klien post operasi hari ke- dan klien mengeluh tidak
bisa melakukan aktivitas seperti sebelum sakit.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : baik
b. Tingkat kesadaran : compos mentis
c. Pertumbuhan fisik : TB= 145 cm BB= 43 kg
d. Postur tubuh : kifosis
e. Kelainan sendi/daerah : femur dextra
f. Kekuatan gerak otot : 5/5
1/5
g. Indeks barthel :
h. Gerakan otot yang spontan: adanya kontaksi otot
i. ROM : pergerakan lutut terganggu
5. Data Fokus
DS: klien mengatakan kaki kanan sakit untuk digerakkan dan tidak bisa beraktivitas
DO : - Luka post op di bagian femur dextra
- Spasme otot dan tampak kesakitan
- Terpasang drain di kaki kanan
- Imobilisasi pada kaki kanan
- TTV: TD= 130/80 mmHg, N= 86 x/menit, RR= 20x/menit, S= 36,70C
B. Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (imobilisasi)
C. Perencanaan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan pemenuhan
kebutuhan aktivitas dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan respirasi
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs)
- Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
Intervensi:
- Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik
- Bantu klien untuk mendapatkan alat bantu aktivitas seperti walker
- Kolaborasi dengan fisioterapi dalam merencanakan program terapi yang
tepat
D. Implementasi
15 April 2018 jam 08.00 WIB
1. Membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
DS: klien mengatakan tidak bisa melakuka aktivitas
DO: - luka post op di femur dextra
- Imobilisasi pada kaki kanan
2. Membantu klien untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik
DS: klien mengatakan ingin berpindah posisi
DO: klien berusaha ingin duduk saat di traksi
3. Memberikan latihan berpindah dan bergerak dengan dibantu terapis
DS: -
DO: klien kooperatif
4. Membantu klien untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti walker
DS: -
DO: klien dipinjami walker dari pihak RS
E. Evaluasi
15 April 2018 jam 14.00 WIB
S: klien mengatakan kaki kanan sakit untuk digerakkan dan tidak bisa beraktivitas
O: - luka post op di femur dextra
- Imobilisasi pada kaki kanan

A: masalah kebutuhan aktivitas klien belum terpenuhi

P: lanjutkan intervensi

You might also like