You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma bronchiale merupakan salah satu penyakit alergi dan masih

menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit yang prevalensi,

morbiditas, dan mortalitasnya semakin meningkat di seluruh dunia. Asma

dapat timbul pada berbagai usia, baik pria ataupun wanita. Meningkatnya

insiden hampir setiap dekade, merupakan suatu tantangan bagi para klinis

untuk menindak lanjutinya. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit

asma bronchiale dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dampak buruk

dari asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun,

peningkatan biaya kesehatan, bahkan kematian (Triyoga, 2012).

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC),

melaporkan bahwa asma saat ini mengenai lebih dari 22,2 juta orang di

Amerika atau 7,9% dari populasi, termasuk lebih dari 6,7 juta anak-anak

yang berusia kurang dari 18 tahun. Selain itu 7,3 % orang Amerika dewasa

saat ini menderita asma. Terdapat laporan 3613 kematian karena asma,

selain itu asma bertanggung jawab terhadap gangguan aktivitas orang

dewasa yaitu menyebabkan lebih dari 10 juta hari kerja hilang setiap

tahunnya. Pada tahun 2006 asma menyebabkan 10,6 juta kunjungan ke

1
tempat pelayanan kesehatan dan 1,8 juta masuk ke ruang IGD dan yang

membutuhkan penanganan gawat darurat (Plottel, 2010).

Menurut World Health Organization (2013) asma berada di

peringkat ke 5 dengan 17,4% menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Sekitar 235 juta terkena asma dengan angka kematian > 80% di negara-

negara berkembang. Data prevalensi berdasarkan umur sebesar 7,4% pada

dewasa dan 8,6% pada anak-anak. Berdasarkan penyebab timbulnya asma,

menurut Mumpuni (2013) menyatakan bahwa asma pada dewasa terjadi

karena alergi, non alergi, nokturnal, iritasi, kecemasan, beban kerja, dan

lain-lain. Asma pada anak-anak terjadi karena genetik asma bawaan dan

riwayat alergi (atopi). Lebih lanjut dalam World Health Organization

(2013) penyebab timbulnya asma tidak terlepas dari kompleksitas

patogenesis asma yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan.

Berdasarkan jenis kelamin sebesar 6,3% pada laki-laki dan 9,0% pada

perempuan.

Berdasarkan Global Initiative for Asthma (2016) prevalensi asma

di Asia Tenggara sebesar 3,3% dimana 17,5 juta penderita asma dari 529,3

juta total populasi. Dari berbagai sumber, Indonesia menempati urutan ke

19 di dunia untuk penyebab kematian akibat asma serta menempati 1 dari

12 penyebab kematian utama dari penyakit tidak menular. Menurut Dinas

Kesehatan (2012) Sumatera Barat berada diposisi 13 dari 33 provinsi

dengan prevalensi 33,27% angka kejadian asma. Menurut Dinas

Kesehatan Kota Padang (2016) untuk penyakit pada pernapasan saluran

2
bagian bawah, asma menempati posisi ke 4 dari 7 jenis penyakit yang

terjadi sepanjang tahun 2016 dengan angka kejadian sebanyak 1.779 kasus

(773 kasus pada laki-laki dan 1006 kasus pada perempuan).

Pencetus serangan asma diantaranya alergen, emosi atau stres,

obat-obatan, dan infeksi. Pencetus-pencetus serangan di atas dilengkapi

dengan pencetus lainnya dari internal maupun eksternal mengakibatkan

timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi antigen dan antibodi akan

mengeluarkan substansi pereda alergi yang menjadi mekanisme tubuh

dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin,

bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut timbulnya tiga

gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler,

dan peningkatan sekret mukus (Somantri, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

menulis proposal tentang “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn.

Z dengan Asma Bronchiale di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

Tentara Dr. Reksodiwiryo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah

“bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn. Z dengan asma

bronchiale di instalasi gawat darurat rumah sakit tentara dr. Reksodiwiryo”

3
C. Tujuan

1. Umum

Tujuan umum dari proposal ini adalah untuk mengetahui

asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn. Z dengan asma

bronchiale di instalasi gawat darurat rumah sakit tentara dr.

Reksodiwiryo

2. Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pengakajian

keperawatan gawat darurat pada pasien dengan asma bronkial

di RST dr. Reksodiwiryo

b. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan diagnosa

keperawatan gawat darurat pada pasien dengan asma bronkial

di RST dr. Reksodiwiryo

c. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan intervensi

keperawatan gawat darurat pada pasien dengan asma bronkial

di RST dr. Reksodiwiryo

d. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan implementasi

keperawatan gawat darurat pada pasien dengan asma bronkial

di RST dr. Reksodiwiryo

D. Manfaat

Proposal tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn. Z

dengan asma bronchiale di instalasi gawat darurat rumah sakit tentara dr.

Reksodiwiryo ini diharapkan bermanfaat bagi :

4
1. Bagi Penulis

Sebagai pengetahuan dan menambah wawasan penulis dengan cara

mengaplikasikan teori- teori keperawatan gawat darurat yang didapat

selama perkuliahan, khususnya materi tentang asuhan keperawatan

pada pasien dengan asma bronchiale.

2. Bagi Pasien

Sebagai bahan masukan dan informasi tentang pentingnya asuhan

keperawatan pasien dengan asma bronchiale.

3. Bagi Institusi terkait

Bagi dunia pendidikan keperawatan dapat digunakan untuk

mengembangkan ilmu dan teori keperawatan khususnya

kegawatdaruratan dan penelitian ini diharapkan memberikan referensi

bagi perawat mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan asma

bronchiale.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil proposal ini diharapkan dapat menambah dan memberikan

masukan positif untuk pengembangan Ilmu Keperawatan gawat

darurat dan sebagai bahan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian Asma
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran

napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga

apabila terangsang oleh faktor resiko tertentu, jalan napas menjadi

tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan

mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2016).

Asma merupakan penyakit paru reversibel yang ditandai dengan

adanya obstruksi atau penyempitan jalan napas, biasanya disertai

peradangan dan hiperresponsivitas terhadap berbagai stimulus (Saputra,

2014). Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas dimana

banyak sel memainkan peranan, terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit

T. (Francis, 2011)

Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas.

Inflamasi membuat jalan napas peka terhadap rangsangan seperti alergen,

iritan kimia, asap rokok, udara dingin, atau olahraga. Terpajan dengan

rangsangan, jalan napas dapat menjadi bengkak, terkonstriksi, terisi mukus

dan hiperresponsif terhadap berbagai rangsangan. (Francis, 2011)

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang

mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran

6
napas) terutama pada percabangan trakea-bronkial yang dapat diakibatkan

oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi,

otonomik, dan psikologi (Somantri, 2012). Asma merupakan gangguan

inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi.

(Mansjoer,2009)

2. Etiologi Asma

Terjadi fenomena hiperreaktivitas brokus, bronkus penderita asma

peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Oleh karena

itu, serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik,

kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu menyetahui

dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat

menimbulkan asma. Menurut Somantri (2012) dan Mumpuni (2013)

faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari

rerumputan.
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan.
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus.
d. Perubahan cuaca seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas

yang didukung kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan

perubahan suhu yang drastis.


e. Kegiatan jasmani yang berlebihan yang tidak sesuai kemampuan

fisik dan tenaga yang dimiliki penderita.


f. Lingkungan kerja yang sering terpajan polutan seperti debu dan asap

seperti di pabrik atau di area kontraktor.

7
g. Obat-obatan seperti obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid

(aspirin, naproxen, dan ibuprofen) dan obat penghambat beta

(biasanya diberikan pada penderita gangguan jantung atau

hipertensi).
h. Emosi yang berlebihan seperti senang atau sedih yang berlebihan,

kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan, dan tertawa

terbahak-bahak.
i. Lain-lain, seperti refluks gastroesofagus atau penyakit di mana asam

lambung kembali naik ke kerongkongan sehingga mengiritasi

saluran cerna bagian atas.


3. Patofisiologi Asma

Jalan napas memiliki otot polos hipertrofi yang berkontraksi selama

serangan, menyebabkan bronkokonstriksi. Disamping itu, terdapat

hipertrofi kelenjar mukosa, edema dinding bronkial, dan infiltrasi ekstensif

oleh eosinofil dan limfosit. Mukus bertambah jumlahnya dan abnormal,

menjadi kental, kenyal, dan bergerak lambat. Pada kasus berat, banyak

jalan napas tersumbat oleh sumbatan mukus, sebagian sputum. Fibrosis

subepitel lazim terlihat pada asma kronis dan bagian dari proses yang

disebut remodeling. Pada asma tanpa komplikasi, tidak ada kerusakan

dinding alveolar dan tidak ada sekresi bronkial, tidak ada kerusakan

dinding alveolar dan tidak ada sekresi bronkial purulen yang banyak.

(West, 2010)

Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang

dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara

8
antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar

alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan agar dapat

menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam

jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitas

telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga

sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan

eksaserbasi penyakit yang jelas. (Somantri, 2012)

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut

asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis β-

adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif aspiran

khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat

dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis

vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan

polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Antagonis β-

adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien asma,

sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan

reaktivitas jalan napas dan hal tersebut harus di hindari. (Somantri, 2012)

Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus

lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen

dan antibodi. Reaksi antigen antibodi ini akan mengeluarkan substansi

pereda alergi yang sebenarnya merupakan mekanisme tubuh dalam

menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin,

bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya

9
tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas

kapiler, dan peningkatan sekret mukus, seperti terlihat pada gambar

berikut ini. (Somantri, 2012).

4. Klasifikasi Asma

Menurut Departemen Kesehatan (2013) berdasarkan gejala klinis

dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi asma sebagai

berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Asma : Gejala Klinis dan Pemeriksaan Faal Paru

Derajat Gejala Gejala Faal Paru

Asma Malam

Intermiten Bulanan < 2 kali *APE >80 %

sebulan
 Gejala  *VEP1 > 80%

<1x.minggu nilai prediksi


 Tanpa gejala di  *APE > 80% nilai

luar serangan terbaik


 Serangan  *Variabiliti APE <

singkat 20%

Persisten Mingguan >2 kali *APE > 80 %

Ringan sebulan
 Gejala  *VEP1 > 80%

>1x/minggu, nilai prediksi


 *APE > 80 % nilai
tetapi
terbaik
<1x/minggu  *Variabiliti APE

10
 Serangan dapat 20-30%

mengganggu

aktivitas dan

tidur

Persisten Harian >1x/seminggu *APE < 60%

Sedang
 Gejala setiap  *VEP1 60-80%

hari nilai prediksi


 Serangan  *APE 60-80%

mengganggu nilai terbaik


 *Variabiliti APE >
aktivitas dan
30%
tidur
 Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

Persisten Kontinue Sering *APE < 60%

Berat
 Gejala terus  *VEP1 < 60%

menerus nilai prediksi


 Sering kambuh  *APE < 60% nilai
 Aktivitas fisik
terbaik
terbatas  *Variabiliti APE >

30%
Keterangan : *APE (Arus Puncak Ekspirasi), *VEP 1 (Volume Ekspirasi Paksa 1

Detik Pertama), dan *Variabiliti APE (Alat untuk menegakkan diagnosa asma

berdasarkan penilaian arus puncak ekspirasi)

11
Menurut Somantri (2012) klasifikasi asma berdasarkan penyebabnya

terbagi menjadi :

a. Asma alergik atau ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan

alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan,

dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airbone dan musiman. Klien

dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi

pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik.

Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk

asma ini biasanya dimulai sejak anak-anak.


b. Idiopatik atau nonalergik asma atau intrinsik, tidak berhubungan

secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti

common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/stres, dan

polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen

farmakologi, seperti antagonis β-adrenergik dan bahan sifat

(penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab. Serangan

dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering

kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis

dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma

campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35

tahun).
c. Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang palung

sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan

idiopatik atau nonalergi.

5. Manifestasi Klinis Asma

12
Menurut Saputra (2014) manifestasi klinis asma sebagai berikut:

a. Dada sesak
b. Batuk dengan sputum kental, jernih, atau kuning
c. Sianosis (tanda fase lanjut)
d. Diaforesis
e. Nasal flaring (dilatasi nostril)
f. Pursed lip breathing (pernapasan bibir mencucu, seperti napas dengan

bantuan bibir)
g. Dispnea yang terjadi secara tiba-tiba
h. Takikardia
i. Takipnea
j. Penggunaan otot tambahan untuk bernapas
k. Mengi yang disertai ronki kasar

6. Penatalaksanaan Asma
Penatalaksanaan Medis
Menurut Departemen Kesehatan (2009), penatalaksanaan medis

dalam penyakit asma sebagai berikut:


a. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah periodik pemburukan pada asma yang

harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya

dilakukan oleh pasien dirumah sakit dan apabila tidak ada perbaikn

segera ke pelayanan kesehatan. Pada serangan asma, obat-obatan

yang digunakan adalah :


1) Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium

bromida)
2) Kortikosteroid sistemik
b. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk

mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan ini

disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan

asma adalah:
1) Edukasi

13
2) Obat asma pengontrol (antiinflamasi) dan pelega

(bronkodilator)
3) Menjaga kebugaran

Obat asma terdiri dari pelega yang diberikan saat serangan asma

datang dan pengontrol untuk mencegah serangan asma diberikan

dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus. Obat asma

yang digunakan untuk pengontrol yaitu seperti inhalasi

kortikosteroid, β2 agonis kerja panjang, antileukotrien, dan teofilin

lepas lambat.

c. Penatalaksanaan Non Farmakologi

Menurut Mumpuni (2013), dalam pengobatan asma, selain

pengobatan medis dengan obat-obatan, terdapat pengobatan dengan

terapi non farmakologi yang mampu meringankan gejala asma,

diantaranya:
1) Latihan pernapasan, dianjurkan mengikuti latihan pernapasan

seperti yoga yang dapat memberikan efek relaksasi. Latihan

pernapasan dapat membantu penderita asma bernapas lebih

tenang dan terkendali ketika serangan asma terjadi.


2) Olahraga dan latihan fisik teratur, dapat membantu

mengoptimalkan kinerja jantung dan paru-paru. Hal ini

berpengaruh pada peningkatan penyerapan oksigen dalam

sejumlah udara saat bernapas. Bentuk olahraga dan latihan fisik

teratur yaitu senam, joging, maraton, dan lainnya.

14
3) Menghindari pemicu alergi, sebaiknya tidak melakukan kontak

dengan benda-benda yang dapat memicu terjadinya

kekambuhan asma, seperti bulu binatang, debu, serbuk sari

bunga, asap, atau makanan yang memicu alergi.


4) Diet, kelebihan berat badan juga dapat memperparah kondisi

asma penderita. BMI di bawah 30 dapat mengontrol asma lebih

baik dibandingkan lebih dari 30.


5) Pengobatan komplementer, dapat meringankan asma, seperti

homeopati, terapi herba, terapi nutrisi, tissue salt therapy,

aromaterapi, akupuntur, akupresur, refleksologi, metode

buteyko, meditasi, dan chikung. (Vitahealth, 2006).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Identitas

Pengkajian diperoleh dari data identitas mengenai pasien,

yaitu : nama, No. RM, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,

agama, alamat, diagnosa medis, tanggal pengakajian/tanggal masuk

dan pukul masuk.

2. Pengkajian Primer

15
Airway : ada/tidak adanya sumbatan (secret ataupun darah), lidah

jatuh/tidak ke belakang, pasien kesulitan bernapas, batuk-batuk, pasien

kesulitan bersuara, terdengar wheezing.

Breathing : terlihat pengembangan dada kanan dan kiri simetris,

pasien kesulitan saat bernapas, RR melebihi normal, irama napas tidak

teratur, napas cuping hidung, terlihat adanya penggunaan otot bantu

pernapasan (sternokleidomastoid), napas cepat dan pendek.

Circulasi : TD : normal/tidak, N : normal/tidak, nadi teraba lemah,

terdengar suara jantung, cappilary refille kembali <3 detik, tidak terdapat

sianosis, akral hangat.

Disability : kesadaran compos mentis dengan GCS (E4,M6,V5).

Exposure : rambut dan kulit kepala tampak bersih tidak terdapat

hematoma, tidak terdapat luka pada tubuh pasien dan keluar keringat

banyak.

3. Pengkajian sekunder

Riwayat penyakit pasien yaitu : dimulai dari alasan masuk, riwayat

penyakit sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga,

dan riwayat kesehatan lingkungan. Selanjutnya lakukan pemeriksaan fisik

head to toe.

Riwayat Alergi : pasien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan dan

debu, tetapi pasien memiliki alergi terhadap cuaca tepatnya saat cuaca

dingin.

16
Riwayat Medikasi : pasien biasa membeli dan mengkonsumsi obat asma

yang dibeli di apotek saat asma terlihat mulai kambuh.

Riwayat Pastilness : pasien sebelumnya ± 1 bulan yang lalu asmanya

kambuh, tidak terlalu parah dan sembuh dengan obat yang di beli dari

apotek.

Riwayat Lastmeal : pasien makan tadi malam ± 12 jam sebelum dibawa ke

rumah sakit, terakhir pasien mengkonsumsi nasi dengan sayur dan lauk

pauk.

Riwayat Environment : pasien tinggal dengan suami dan kedua anaknya,

pasien tinggal di desa dekat dengan sawah, rumah bersih dan lingkungan

pasien cukup padat penduduk, keluarga mengatakan sirkulasi dirumah

cukup baik.

4. Analisa Data

Data Subyektif : Pasien mengatakan sesak napas.

Data Obyektif : TTV : TD:110/70 mmHg, N: 96 x/menit, RR : 36x

/menit), S: 37,5 ° C.

Pasien kesulitan bernapas, batuk-batuk, pasien kesulitan bersuara,

terdengar suara napas wheezing.

Dari data tersebut dapat ditarik masalah keperawatan yaitu jalan

napas tidak efektif, dengan etiologi yaitu bronkospasme.

17
Data Subyektif : Pasien mengatakan sesak napas.

Data Obyektif : RR : 36x/menit, napas pendek dan cepat, irama napas

tidak teratur, napas cuping hidung, tampak adanya penggunaan otot

bantu pernapasan (sternokleidomastoid).

Dari data tersebut dapat ditarik masalah keperawatan yaitu pola napas

tidak efektif, dengan etiologi yaitu hiperventilasi.

Data Subyektif : Pasien mengatakan cemas tentang kondisinya saat ini.

Data Obyektif : N= 96 x/menit, pasien gelisah, pasien keluar keringat

banyak, pasien mengulang kata-kata, pasien terlihat tidak tenang.

Dari data tersebut dapat ditarik masalah keperawatan yaitu

ansietas, dengan etiologi yaitu perubahan pada status kesehatan.

5. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan kasus

asma bronchiale antara lain : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan

spasme jalan nafas.

6. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Noc Nic

1 Bersihan jalan nafas Status Penafasan : Manajemen jalan nafas

18
tidak efektif b.d spasme kepatenan jalan nafas
jalan nafas
Kriteria hasil: Aktivitas:

- RR dalam batas - Bukan jalan nafas


normal dengan tekhnik head
- Bebas dari suara
tile chin lift
nafas tambahan - Posisikan pasien
- Tidak ada cemas
agar ventilasi normal
- Tidak ada demam
- Identifikasi masukan
jalan nafas
- Auskultasi bunyi
nafas
- Berikan
bronkodilator
- Ajarkan pasien saat
menggunakan
bronkodilator
- Monitor respirasi
pasien
- Dokumentasi hasil
tindakan
Monitor respirasi

Aktivitas:

- Monitor kedalaman
irama
- Catat pergerakan
dinding dada,
monitor pola nafas

7. Implementasi Keperawatan

19
Bukan jalan nafas dengan tekhnik head tile chin lift. Posisikan

pasien agar ventilasi normal. Identifikasi masukan jalan nafas. Auskultasi

bunyi nafas. Berikan bronkodilator. Ajarkan pasien saat menggunakan

bronkodilator. Monitor respirasi pasien. Dokumentasi hasil tindakan.

Monitor status respirasi. Monitor kedalamn irama. Catat pergerakan

dinding dada, monitor pola nafas.

20
C. WOC

Pencetus serangan (alergen,


emosi/stres, obat-obatan, dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkan substansi vasoaktif


(histamin, bradikinin, dan anafilatoksin)

↑ Permeabilitas kapiler

Kontraksi otot Sekresi mukus


polos meningkat
Kontraksi otot polos, edema
mukosa, hipersekresi

Bronkospasme Produksi mukus


bertambah
Obstruksi saluran napas

Hipoventilasi, distribusi ventilasi tidak merata dengan


sirkulasi darah paru-paru , gangguan difusi alveoli

Hipoksemia, hiperkapnea

Bersihan jalan napas


tidak efektif Kerusakan
pertukaran gas

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian identitas

Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 februari 2018 pukul 15.10

WIB, diperoleh data tentang identitas pasien :

1. Identitas Pasien

a. nama : Tn. Z,

b. umur : 48 tahun,

c. jenis kelamin: laki-laki,

d. pekerjaan : swasta,

e. pendidikan : SD,

f. agama : Islam,

g. no RM : 14.17934,

h. alamat : Sragen,

i. diagnosa medis : asma bronchiale,

j. tanggal masuk : 6 februari 2018,

k. pukul 15.10 WIB.

a. Pengkajian Primer
1) Airway : batuk tapi tidak berdahak, terdengar bunyi

wheezing
Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d hambatan jalan nafas

(spasme jalan nafas)

22
2) Brithting : takipnea (pernafasan cepat) RR: 35x/i, ekspirasi

lebih panjang dari inspirasi, menggunakan otot bantu nafas dan

cuping hidung.
Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi perfusi tidak seimbang
3) Circulation : TD: 135/80 mmHg, Nadi : 85 x/i, Suhu : 37 o C,

CRT <2 detik, turgor kulit baik, akral dingin (-)


4) Disability : GCS: 15 (E4V5M6), kesadaran composmentis,

reaksi pupil +/+


5) Exposure : tidak ada luka, jejas dan frakture lainya
Pemeriksaan fisik : TD: 135/80 mmHg, Nadi: 85 x/i, Suhu : 37o C,
RR : 35 x/i
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat Kesehatan
a) Alasan Masuk :
klien datang ke IGD jam 14.20 wib dengan keluhan sesak nafas

sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, dan batuk sudah

seminggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.


b) Riwayat Kesehatan Sekarang :
saat dilakukan pengkajian klien terlihat sesak dengan RR :

35x/i ], ekspirasi lebih panjang dari inpirasi, terdengar suara

nafas tambahan (wheezing)


c) Riwayat Kesehatan Dahulu :
klien mengatakan sudah menderita asma sejak 15 tahun yang

lalu
d) Riwatat Kesehatan Keluarga :
klien mengatakan ibu klien juga mengalami asma.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : bersih, tidak ada jejas, edema (-)
b) Mata : pupil isokor, sclera ikterik (-), tidak ada

nyeri tekan palpebra, conjungtiva anemis (-), simetris


c) Hidung : simetris, tidak ada masa, bengkak (-), jejas

(-) dan fraktur(-)

23
d) Telinga : simetris, bersih, tidak ada masa dan

pembengkakan
e) Leher : tidak ada pembengkakkan kelenjar tyroid
f) Thorax : terdapat suara nafas tambahan wheezing,

pergerakan dinding dada siteris antara kanan dan kiri, ekspirasi

lebih panjang dari inspirasi


g) Abdomen : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

jejas, tidak ada pembengkakan


h) Ekstremitas : simetris antara kanan dan kiri, tidak ada

jejas, tidak edema, CRT < 2 detik, tidak ada fraktur

3) Pemeriksaan Penunjang

(-)

Analisa Data

DS: Etiologi (zat-zat alergi, infeksi


saluran nafas, lingkungan,
- klien mengatakan batuk
faktor psikis
sejak 1 minggu yang lalu
- klien mengatakan sesak 3
jam sebelum masuk RS
DO: Bronkospasme

- klien terlihat sesak


- RR: 35 x/i
- Ekspirasi lebih dalam dari Asma bronkial
inspirasi
- Mengguakan otot bantu
nafas dan cuping hidung
- Terdengar suara nafas Suara nafas tambahan: rongki,
tambahan wheezing wheezing

24
Masalah: ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

No Diagnosa Noc Nic

1 Bersihan jalan nafas tidak Status Penafasan : Manajemen jalan nafas


efektif b.d spasme jalan nafas kepatenan jalan nafas
Aktivitas:
Kriteria hasil:
- Bukan jalan nafas
Do: - RR dalam batas dengan tekhnik head
normal tile chin lift
- suara nafas abnormal - Bebas dari suara - Posisikan pasien
(wheezing) nafas tambahan agar ventilasi normal
- Batuk - Tidak ada cemas - Identifikasi masukan
- Sesak/ takipnea - Tidak ada
jalan nafas

25
- RR : 35 x/i demam - Auskultasi bunyi
nafas
Ds: - Berikan
bronkodilator
- Klien mengatakan - Ajarkan pasien saat
sesak 3 jam sebelum menggunakan
masuk RS bronkodilator
- Klien mengatakan - Monitor respirasi
batuk sejak 1 minggu pasien
sebelum masuk Rs - Dokumentasi hasil
tindakan
Monitor respirasi

Aktivitas:

- Monitor kedalaman
irama
- Catat pergerakan
dinding dada,
monitor pola nafas

Asuhan Keperawatan

No Implementasi Evaluasi

1 Bersihan jalan nafas b.d spasme S : klien mengatakan masih


jalan nafas sesak namun sudah
berkurang
- Atur posisi klien
senyaman mungkin O : klien masih tampak
- Berikan terapi O2 3L,
sesak RR: 28x/i
pantau TTV klien RR: 35
x/i A: masalah belum teratasi
- Memberikan terapi
P: intervensi dilanjutkan
bronkodilator combivent
dirumah dengan pemberian
lewat inhalasi

26
- Pantau status respirasi obat oral
Setelah 15 menit RR: 28 x/i

27

You might also like