You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Bergejolaknya harga minyak mentah dunia yang terus meningkat, yang dipicu
oleh memanasnya konflik politik di negara - negara penghasil minyak bumi, diperparah
dengan krisis ekonomi global yang menimpa negara adikuasa seperti Amerika dan
beberapa negara di Eropa yang notabene sebagai operator produsen migas, sehingga
perlu dicarikan sumber energi alternatif lain selain migas untuk menunjang ketahanan
energi nasional.

Batubara adalah bagian dari sumber energi nasional yang potensial untuk
memenuhi kebutuhan energi saat ini dan masa depan.Sebagai komplemen BBM
sebagian besar batubara di dalam negeri digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembangkit tenaga listrik, sedangkan untuk industri umumnya dipakai untuk pabrik
semen dan sebagian kecil bahan bakar boiler pada pabrik tekstil.

Kalimantan Tengah termasuk salah satu daerah di Indonesia yang memiliki


potensi sumber daya alam yang melimpah. Beberapa sumber daya pembangunan,
seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, industri dan
pariwisata, termasuk sektor pertambangan, telah dimanfaatkan dan akan terus
dikembangkan seiring dengan program pembangunan yang berkesinambungan.

Menurut laporan penyelidikan terdahulu bahwa di daerah Barito Selatan sudah


diketahui adanya keterdapatan kandungan bahan galian batubara dengan batuan
penyusunnya terdiri dari Formasi Berai, Formasi Warukin dan Formasi Montalat yang
merupakan formasi pembawa batubara (coal bearing formation).

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Barito Selatan Nomor : 156 Tahun 2010
tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT. Bina Insan
Makmur Sentosa, tertanggal 26 Maret 2010. Atas dasar hal tersebut di atas maka telah
dilakukan kegiatan eksplorasi pengamatan geologi batubara di daerah Kecamatan Gunung
Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah.

I.2. Maksud dan Tujuan

Kegiatan eksplorasi pengamatan geologi batubara ini dimaksudkan untuk


mengetahui pola sebaran lapisan batubara di permukaan dengan cara pengumpulan data
semaksimal mungkin meliputi; ketebalan lapisan batubara dan batuan lain sebagai
pengapitnya, sifat fisik, arah jurus dan kemiringan perlapisan serta ketepatan lokasi
singkapan yang diukur dengan alat Global Positioning System (GPS). Data-data tersebut
akan ditafsirkan guna mengetahui pola sebaran lapisan batubara secara lateral yang
kemudian akan dideterminasi dengan melakukan pemboran di beberapa titik.

Adapun tujuan yang akan dicapai antara lain : agar dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan lebih lanjut dalam rangka
usaha pertambangan batubara di wilayah IUP Eksplorasi. PT. Bina Insan Makmur Sentosa
(BIMS).

Secara administratif lokasi wilayah Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi PT. Bina Insan
Makmur Sentosan (BIMS) termasuk Kecamatan Dusun Utara dan Kecamatan Gunung
Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan luas
sekitar 5.000 hektar.

Sedangkan secara geografis lokasinya dibatasi oleh koordinat-koordinat sebagai berikut :

(lihat Tabel 1. 1)

Tabel 1.1. Daftar Koordinat IUP Eksplorasi PT. Bina Insan Makmur Sentosa

BUJUR
TITIK TIMUR LINTANG SELATAN

° ‘ “ ° ‘ “

1 115 09 00 01 23 00
2 115 14 27 01 23 00

3 115 14 27 01 20 19.68

4 115 15 00 01 20 19.68

5 115 15 00 01 26 18

6 115 12 00 01 26 18

7 115 12 00 01 24 9.5

8 115 10 52 01 24 9.5

9 115 10 52 01 24 00

10 115 09 00 01 24 00

Gambar 1.1. Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Peninjauan

I.4.Keadaan Lingkungan
I.4.1.Morfologi

Daerah eksplorasi pengamatan geologi batubara adalah bagian dari Provinsi


Kalimantan Tengah, secara geografi merupakan perbukitan bergelombang dengan
ketinggian antara 55 m sampai dengan 100 m di atas permukaan air laut dengan
kemiringan lereng antara 15o sampai dengan 400, seperti yang terlihat dalam Gambar
1.2. di bawah ini.

Gambar 1.2 : Morfologi Daerah Peninjauan PT. Bina Insan Makmur Sentosa
Morfologi daerah eksplorasi terdiri dari dua satuan yaitu satuan perbukitan sedimen
denudasional dan satuan pedataran karst.
Morfologi satuan perbukitan sedimen denudasional menempati bagian

barat dari daerah eksplorasi dihuni oleh batuan sedimen seperti batulanau dengan
sisipan batubara, batupasir kuarsa berbutir halus, membentuk perbukitan
bergelombang (Foto 1.1.)

Foto 1.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Sedimen Denudasional. Foto


diambil dari arah Selatan Belingo kearah Utara.
Morfologi satuan pedataran karst menempati bagian timur dan selatan daerah
eksplorasi dihuni oleh satuan batugamping yang membentuk gua-gua kars dan aliran

sungai bawah tanah.

Pola aliran sungai yang berkembang berupa pola anastomatik dengan sungai utama
adalah Sungai Balingo dan Sungai Ngurit, kedua sungai tersebut bermuara di sungai Ayuh
di sebelah selatan Blok IUP PT. Bina Insan makmur sentosa

Foto 1.4. Satuan Geomorfologi Pedataran Karst. Foto diambil dari daerah
Belingo kearah tenggara.

I.4.2. Tata Guna Lahan


Daerah eksplorasi pemetaan geologi batubara sebagian besar merupakan bekas hutan
produksi dari PT Sindo Lumber dan sebagiuan kecil hutan sekunder, sering dimanfaatkan
sebagai lahan kebun karet, coklat dan hutan kayu jati meskipun ada sebagian daerah yang
dimanfaatkan sebagai lahan perladangan padi darat dan lahan pemukiman tempat tinggal
penduduk.

Foto 1.5. Hutan kayu jati dan kebun karet di wilayah IUP Eksplorasi
PT.BIMS
I.4.3. Iklim dan Curah Hujan

Iklim daerah penyelidikan adalah tropis dicirikan dengan terdapatnya hutan kayu
yang berukuran cukup besar dan tinggi. Curah hujan berpatokan kepada dua musim yaitu
musim kemarau dan musim penghujan. Musim penghujan biasanya terjadi antara bulan
September sampai dengan bulan Pebruari sedangkan musim kemarau biasanya terjadi
mulai bulan Maret sampai dengan Agustus meskipun diantara bulan tersebut kadang-
kadang turun hujan tapi tidak merata.

I.4.4. Penduduk, Sosial, Ekonomi dan Budaya


Wilayah IUP. PT. Bina Insan Makmur Sentosa (BIMS) termasuk Kecamatan Gunung
Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah, meliputi Desa Ngurit
dan Desa Malungai Raya.Mata pencaharian penduduk di daerah ini umumnya berkebun
karet, kebun jati, coklat, padi darat dan ada juga yang bekerja sebagai pedagang.
Suku Dayak merupakan suku asli penduduk setempat sedangkan suku Banjar, suku
Jawa adalah sebagai pendatang. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa dayak, banjar, jawa
dan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.Penduduk daerah ini hampir seimbang antara
menganut agama Kristen Protestan, Katolik dengan agama islam.
Sarana keperluan umum seperti pasar tradisional yang ramainya hanya sekali dalam satu
minggu, sarana pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan Sekolah
Menengah Atas, mesjid dan gereja sudah tersedia di Desa Baturaya yang terletak disebelah
timurlaut daerah peninjauan. Di Desa Baturaya telah dibangun sebuah Tower
Telekomunikasi oleh INDOSAT. Daerah peninjauan ini dilalui oleh jalan raya provinsi di
bagian tepi barat yang menghubungkan Muarateweh dengan Ampah.dan jalan logging
perusahan kayu PT. Sindo Lumber mulai dari bagian barat sampai dengan timurluat
daerah peninjauan.
Foto 1.6. Jalan Logging PT. Sindo Lumber melintasi wilayah IUP Eksplorasi PT. Bina Insan
Makmur

I.6.Metoda dan Peralatan


Metode pelaksanaan kegiatan eksplorasi meliputi pemetaan geologi permukaan
dengan mengamati singkapan – singkapan batuan yang dijumpai, deskripsi batuan
meliputi : jenis batuan, kedudukan batuan, struktur batuan, warna, ukuran butir, bentuk
butir, dll. Selain itu juga mengamati struktur geologi yang berkembang pada daerah
tersebut.

Pada beberapa lokasi yang terdapat singkapan batubara dilakukan pengambilan


conto untuk kemudian dibawa kelaboratorium untuk dianalisa.

Setelah semua data diplotkan kedalam peta geologi, barulah kemudian ditentukan
titik – titik pemboran untuk mendeterminasi keakuratan dari penarikan kemenerusan
batuan di permukaan dan membuat model rekonstruksi bawah permukaan khususnya
geometri batubara.

Adapun peralatan yangdigunakan antara lain :

- Alat tulis - Pita Ukur / meteran

- Cangkul - Palu Geologi

- GPS - Printer & Scanner

- Kamera - Plastik sampel

- Kendaraan Operasional - Peta Topografi skala 1 : 50.000

- Kompas geologi - Peralatan logistik lainnya

- Laptop - Ransel

Mesin pemboran (Jacro


- Linggis 175)
-

Peta Geologi Lembar Buntok skala 1:250.000, (Soetrisno, dkk., 1994), P3G Bandung

I.7.Pelaksana

PT. Bina Insan Makmur Sentosa bekerja sama dengan suatu perusahaan jasa survey
PT. Mahameru Jaya untuk melakukan kegiatan eksplorasi tersebut dengan tenaga pelaksana
sebagai berikut :

1. Maruli Tua J.F, ST : Penangung jawab kegiatan


2. Endang Suganda, Dipl.EG. : Geologist

3. Didi Cahyadi, ST : Geologist

4. Allan Munggar, ST : Geologist

5. Thomson Tumanggor : Logistik

6. Gindo : Mekanik

7. Bambang Widianto : Pengemudi

BAB II
GEOLOGI
A. GEOLOGI
II.1. Geologi Umum
Secara geologi regional endapan batubara ditemukan dalam suatu cekungan
sedimen melalui proses pembatubaraan (coalification). Endapan batubara biasanya hanya
ditemukan dalam cekungan – cekungan yang pada saat pengendapan material sedimen
muncul di permukaan danau, delta, rawa dan bisa juga laut pada suatu sistem geologi
tertentu. Sistem geologi tertentu tersebut meliputi daerah yang sangat luas (regional)
dengan beberapa unsurnya seperti gunung, lautan, sungai, jalur sesar, gempa, dimana
semua unsur tersebut dapat saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, Pulau Kalimantan memiliki sejarah


geologi yang cukup panjang (sekitar 65 juta tahun yang lalu) dan proses pembentukan
batubara dimulai pada awal Zaman Tersier tepatnya pada Kala Eosen Tengah (sekitar 45
juta tahun yang lalu).

Pemahaman geologi regional dimaksudkan untuk dapat menguraikan proses-


proses geologi yang berpengaruh terhadap keterdapatan batubara di daerah penelitian
sehingga dapat membantu analisis-analisis dalam eksplorasi awal sampai eksplorasi rinci,
antara lain :

1. Mendapatkan gambaran variasi dan susunan umur batuan


2. Mendapatkan gambaran pola geometri (struktur geologi) tubuh lapisan
batubara
3. Dasar pemikiran untuk korelasi lapisan batubara, baik lateral maupun
vertikal, kemana arah menipis atau menebal lapisan batubara.

II.2. Geotektonik Kalimantan


Faktor letak geotektonik sangat memegang peran penting dalam hubungannya dengan
pembentukan cekungan pengendapan batubara. Dengan memahami latak geotektonik
suatu cekungan maka akan terlihat topografi purba dimana batubara terbentuk sehingga
bisa diketahui atau diperkirakan adanya daerah tepi daratan, arah pengendapan dan
sumber material sedimen di suatu cekungan.

Elemen tektonik di Kalimantan terdiri dari tinggian – tinggian seperti terlihat pada gambar
3, yaitu :

1. Pegunungan Schwaner di sebelah barat


2. Pegunungan Meratus, Tinggian Paternoster dan Patahan Adang di sebelah timur
3. Punggungan Mangkalihat, Kuching dan Samporna di sebelah utara.
Selain tinggian – tinggian tersebut di atas terdapat pula beberapa cekungan – cekungan
Tersier diantara elemen struktur mayor (tinggian-tinggian), yaitu:
- Cekungan Melawi dan Ketungau di sebelah barat

- Cekungan Barito, Kutai dan Tarakan di sebelah timur

Daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Barito, cekungan ini meliputi


daerah seluas 70.000 km2, terletak di antara dua elemen Pra-Tersier (Mesozoikum),
(Gambar 2.1.) berumur sekitar 65 juta tahun yang lalu yaitu :

Pegunungan Schwaner yang merupakan bagian Paparan Sunda di sebelah barat


terdiri dari batu granit (batuan kerak benua) dan batuan metamorf. Pegunungan Schwaner
telah stabil menjadi daratan sepanjang Zaman Tersier hingga saat ini, dan terbentuk sejak
akhir Zaman Kapur. Pegunungan ini juga berperan sebagai sumber utama material sedimen
klastik di Cekungan Barito pada Zaman Tersier. (R. Haryanto dan Baharuddin, 1995).

Gambar 2.1. : Simplifikasi peta geologi Kalimantan

Pegunungan Meratus yang merupakan suatu jalur mélange dan ofiolit (batuan
metamorf), di sebelah timur, muncul menjadi daratan sejak akhir Kala Miosen dan
menjadi sumber material sedimen pada Kala Pliosen di Cekungan Barito. (R. Haryanto
dan Baharuddin, 1995).

Tinggian melintang paternoster atau Patahan Mendatar Adang merupakan elemen


struktur besar yang memiliki sifat gerak mengiri (sinistral) yang memisahkan Cekungan

Barito dan Cekungan Kutai. Patahan ini juga mendeformasi batuan sepanjang batas
antara Cekungan Barito dan Kutai. (A.W. Satyana, 1997).
Simplifikasi peta geologi Kalimantan, menunjukkan elemen-elemen struktur mayor
cekungan-cekungan, ketebalan sedimentasi Masa Koneozoikum, endapan gambut-batubara
dan akumulasi minyak bumi. Modifikasi dari Wilson dan Moss, 1998. (diambil dari Steve J.
Moss dan John L.C. Chambers dalam Prosiding Indonesian Petroleum Association 1999,
halaman 188).

Gambar 2.2. Penampang Cekungan Barito (Sumber : Schlumberger – Formation Evaluation


Conference Indonesia, 1986)

Suatu penampang melintang melalui Cekungan Barito menunjuk-kan gambaran


asimetrik (Gambar 3.2) disebabkan adanya gerak naik dan gerak ke arah barat dari
Pegunungan Meratus. Sedimen-sedimen Neogen ditemukan paling tebal sepanjang
bagian timur Cekungan Barito lalu menipis ke arah barat terhadap batuan dasar dari
Paparan Sunda/ Pegunungan Schwaner.

II.3. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam peta geologi.Lembar Buntok skala
1:250.000, (S. Supriatna, dkk. 1994).Urutan stratigrafi regional dari tua ke muda adalah :

1. Formasi Berai
Formasi ini terdiri dari batugamping dengan sisipan batulempung, napal dan
batubara, sebagian tersilikakan dan mengandung limonit. Batugamping berfosil foram
besar. Formasi ini diendapkan di laut dangkal menempati perbukitan Kars yang terjal.

2. Formasi Montalat
Formasi Montalat terdiri dari batupasir kuarsa putih berstruktur silang siur, bersisipan
batulanau/serpih dan batubara. Formasi ini merupakan formasi pembawa batubara,
diendapkan di laut dangkal terbuka dan mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi
Berai yang berumur Oligosen sampai Miosen Awal.

3. Formasi Warukin
Formasi ini terdiri dari batupasir kasar-sedang, sebagian konglome-ratan, batulanau dan
serpih sebagai sisipan, setengah padat,berlapis dan berstuktur silang siur. Struktur lipatan
terbuka dengan kemiringan lapisan sekitar 100. Formasi ini berumur Miosen Tengah –
Miosen Atas, dengan tebal bisa mencapai 500 m, dan diendapkan di daerah transisi. Formasi
Warukin berada selaras di atas Formasi Berai dan Montalat. Formasi ini menempati daerah
dataran menggelombang landai, di luar blok wilayah PT. Bina Insan Makmur Sentosan
(BIMS).

II.4. Struktur Geologi Regional

Pemahaman struktur geologi secara regional di daerah pengamatan akan sangat


membantu dalam memperkirakan pola sebaran batubara di bawah permukaan.
Berdasarkan peta geologi regional lembar Buntok skala 1:250.000 yang disusun oleh
S. Supriatna, dkk, 1994, (PPPG Bandung), diketahui bahwa di atas batuan dasar
(basemant), batuan sedimen Pra-Tersier telah mengalami struktur deformasi dan
membentuk lipatan antiklin, sinklin dan sesar.
Kemiringan sayap lipatan sangat bervariasi mulai dari 100 sampai 450. Sumbu lipatan
umumnya berarah utara selatan ada pula yang utaratimurlaut – selatanbaratdaya. Antiklin
umumnya tidak simetris, sayap antiklin di bagian timur lebih tajam dari pada sayap di
sebelah barat. Sesar yang ada umumnya sesar normal dan sesar normal geser.
Pada akhir Miosen Tengah kegiatan blok Meratus mengakibatkan Cekungan Barito
menjadi terisolir dari laut terbuka ke arah timur.

B. LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN BATUBARA
Batubara adalah suatu jenis bahan bakar yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan purba dan
terbentuk dalam suasana basa selama jutaan tahun. Adapun fungsi dan kegunaan batubara adalah
sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan bahan bakar untuk industri.
Terdapat 3 macam bahan bakar yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan purba adalah antara lain seperti
gambut, batubara muda dan batubara.

Teori terbentuknya batubara dialam


Terdapat 2 kemungkinan terbentuknya batubara dialam yakni antara lain kemungkinan teori
insitu dan teori drift, berikut penjelasan lebih lengkapnya :

1. Teori insitu
Kemungkinan dengan teori insitu adalah jika batubara terbentuk di lokasi pengendapan
tumbuh-tumbuhan tanpa transportasi ketempat lain. Sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati tidak
mengalami proses pemindahan dan langsung tertutup oleh lapisan sedimen serta mengalami
proses pembentukan lapisan batubara.
2. Teori drift
Adapun kemungkinan dengan teori drift adalah jika bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
berada ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan asal hidup dan berkembang. Sisa-sisa
tumbuhan dapat terangkut oleh air dan terkumpul disuatu tempat, tumbuhan ini kemudian tertutup
oleh batuan sedimen dan mengalami proses pembentukan batubara.

B. EKSPLORASI

Tahapan eksplorasi batubara sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional


Indonesia, Amandemen 1 – SNI – 13-50141998, tentang Klasifikasi Sumberdaya dan
Cadangan Indonesia, umumnya dilaksanakan dalam beberapa tahap:

1. Survey Tinjau
Survey tinjau merupakan tahap eksplorasi batubara yang paling awal dengan tujuan
untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mengandung endapan batubara yang prospek
untuk diselidiki lebih lanjut. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi studi geologi
regional, interpretasi potret udara, geofisika, dan peninjauan lapangan pendahuluan. Sebelum
dilakukan kegiatan survey tinjau, perlu dilakukan:
- Studi Literatur, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi
terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan
lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan
lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi
metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi,
karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses
geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
- Survey dan Pemetaan, jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi
sudah tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya
sudah dapat dimulai (peta skala 1 : 200.000 sampai 1 : 50.000). Tetapi jika belum ada, maka
perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta
geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan untuk
mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi dan
mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting

2. Prospeksi
Pada tahap ini, dilakukan pemilihan lokasi daerah yang mengandung endapan batubara
yang potensial untuk dikembangkan dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebaran dan
potensi endapan batubara yang akan menjadi target eksplorasi selanjutnya. Pemboran uji
pada tahap ini bertujuan untuk mempelajari stratigrafi regional atau litologi, khususnya di
daerah yang mempunyai indikasi adanya endapan batubara. Jarak antar titik bor berkisar dari
1000 sampai 3000 meter. Pada tahap ini peta yang dipakai mulai dari 1:50.000 sampai
1:25.000

3. Eksplorasi Pendahuluan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh gambaran awal tentang endapan
batubara yang meliputi jarak titik pengamatan, ketebalan, kemiringan lapisan, bentuk,
korelasi lapisan, sebaran, struktur geologi dan sedimen, kuantitas dan kualitasnya. Jarak
antar titik bor berkisar 500 – 1000 meter, skala peta yang digunakan mulai dari 1: 25.000
sampai 1:10.000. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No.
661.K/201/DDJP/1996 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan, Laporan Kuasa
Pertambangan Penyelidikan Umum perlu dilampiri dengan beberapa peta:
- Peta lokasi/situasi
- Peta geologi lintasan dan singkapan (skala 1:25.000)
- Peta kegiatan penyelidikan umum, termasuk lokasi sumur uji, parit uji,
pengambilan contoh batubara (skala 1:10.000)
- Peta anomali geofisika, bila dilakukan (skala 1:10.000)
- Peta penyebaran endapan batubara dan daerah prospek (skala 1:10.000)
- Peta wilayah rencana peningkatan Kuasa Pertambangan
- Penampang sumur uji
- Penampang parit uji
- Penampang lubang bor
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan,
gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah
daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau
daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap
eksplorasi selanjutnya.

4. Eksplorasi Rinci
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail (White,
1997). Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (jarak
antar titik bor 200 meter), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk
mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume
cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang
rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan
yang kecil (<20%). Sebelum dilakukan kegiatan ini, dilakukan terlebih dahulu studi
kelayakan dan amdal, geoteknik, sertageohidrologi. Skala peta yang digunakan adalah
1:2.000 sampai 1:500. Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman,
ketebalan, kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal)
serta data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur
(kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa
bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk merencanakan produksi
bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya. Sesuai
dengan Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 661.K/201/DDJP/1996
tentang Pemberian Kuasa Pertambangan, Laporan Kuasa Pertambangan Eksplorasi perlu
dilampiri dengan ebberapa peta:
- Peta lokasi/situasi
- Peta topografi (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta kegiatan eksplorasi, meliputi lokasi singkapan batubara, sumur uji, parit uji,
pemboran, dan pengambilan contoh batubara (skala 1:2.000 sampai 1:10.000)
- Peta geologi daerah (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta penyebaran endapan batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta perhitungan 2 dimensi batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta penyebaran kualitas, antara lain nilai kalori, kandungan abu, dan kandungan
sulphur (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta isopach tanah penutup (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta isopach ketebalan lapisan batubara (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Peta kontur struktur (skala 1:500 sampai 1:2.000)
- Penampang geologi
- Penampang bor
- Penampang/sketsa singkapan batubara
- Penampang perhitungan cadangan batubara
- Fotokopi hasil analisis contoh batubara dari laboratorium
- Peta wilayah rencana peningkatan dan atau penciutan Kuasa Pertambangan
Dari uraian tentang tahapan kegiatan eksplorasi diatas, dapat disimpulkan bahwa
kegiatan penyelidikan lapangan bertujuan untuk mendapatkan data tentang sifat fisik-
mekanik batuan, struktur geologi dan kondisi air tanah sampai dengan kedalaman rencana
penambangan. Secara spesifik harus dibuat laporan struktur geologi meliputi litologi,
geometri dan kemiringan dari formasi lapisan batubara, geometri dan komposisi struktur
major seperti patahan, serta domain dan orientasi dari bidang-bidang diskontinuitas.
Demikian juga dengan data geoteknik terutama sifat fisik dan mekanik dari over burden,
interburden, lapisan batubara dan batuan alas. Gambaran tentang data level air tanah,
permeabelitas dan aliran air tanah artesis yang diperoleh pada waktu kegiatan pengeboran
dan pemasangan piezometer perlu juga dibuat dalam laporan tertulis.

1.1. Kegitan Eksplorasi Awal


Pada tahapan eksplorasi awal, ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Pemetaan Geologi dan Topografi
Untuk kegiatan eksplorasi awal, digunakan peta yang memiliki skala 1: 25000 untuk
peta geologi lintasan dan singkapan serta peta dengan skala 1:10000 untuk kegiatan
penyelidikan umum.

b. Membuat penampang sumur uji


Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau
pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini dilakukan jika
dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya suatu deretan (series) sumur uji
dibuat searah jurus, sehingga pola endapan dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan
horisontal.

Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan
dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
• Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan
kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan
lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai
lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus
keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat
(vein).
• Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual),
pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah,
zona residual, zona lateritik), ketebalan masing- masing zona, variasi vertikal masing-masing
zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
Apabila sumur uji telah dibuat, maka kita harus mencatat data litologi dari satu sumur
uji dengan yang lain, kemudian dikorelasikan dengan menggunakan software.

c. Membuat penampang parit uji


Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam
observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
• Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara
menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada
endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan
lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (adasplit atau sisipan), serta dapat sebagai
lokasi sampling.
• Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series
dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona
bijih tersebut dapat diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain; adanya zona
alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai
lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona
bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.

d. Membuat penampang lubang bor dengan metode logging


Metode logging pada dasarnya adalah suatu operasi yang bertujuan untuk
mendapatkan sifat-sifat fisik batuan reservoir sebagai fungsi kedalaman lubang bor yang
dinyatakan dalam bentuk grafik. Operasi ini menggunakan suatu instrument khusus (sonde)
yang diturunkan kedalam lubang bor menggunakan kabel (wire line) pada saat lubang bor
terisi fluida pemboran.
Tujuan logging adalah menentukan besaran-besaran fisik dari batuan reservoir yang
didasarkan pada sifat fisik batuan reservoir itu sendiri. Di dalam pemilihan kombinasi
logging, log dibagi menjadi Lithologi tool, resistivity tool, dan porosity tool.

1.2. Kegiatan Eksplorasi Rinci


Untuk kegiatan eksplorasi rinci, beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
a) Untuk kegiatan pada eksplorasi rinci, digunakan peta dengan skala 1:500
hingga 1:2000.
b) Pemboran, merupakan kegiatan lanjutan. Membuat lubang bor untuk
mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan (volume
cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang
rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan
yang kecil (<20%). Sebelum dilakukan kegiatan ini, dilakukan terlebih dahulu studi
kelayakan dan amdal,geoteknik, serta geohidrologi.
c) Percontoan, merupakan kegiatan lanjutan dari ekplorasi terdahulu. Yakni
pembuatan sumur uji/trenching guna mendapatkan data-data yang lebih teliti.
d) Penampangan (logging), merupakan kegiatan perekaman data-data hasil dari
pemboran. Data tersebut merupakan data sifat-sifat batuan di bawah permukaan.

1.3. Metode Eksplorasi


a. Konvensional
Pemetaan (geologi) permukaan dan bawah permukaan: pengamatan secara langsung
terhadap objek penyelidikan.Untuk pemetaan pada eksplorasi pendahuluan skala 1:10.000
dan untuk pemetaan eksplorasi rinci 1:2.000. Metode ini juga biasa disebut dengan metode
geologi (tak langsung).
Metode ini dapat dilakukan dengan survei indrajauh, baik dari ruang angkasa seperti
analisa citra satelit dengan berbagai band dan dari udara yaknik analisa foto udara, citra radar
dan sebagainya. Selain itu, dilakukan dengan melakukan survei geologi permukaan seperti
survei geologi tinjau dan survei geologi singkapan.

b. Geofisika
Di interpretasikan berkaitan dengan pola geologi dan pada umumnya digunakan pada
tahap eksplorasi pendahuluan. Bekerja berdasarkan kondisi atau sifat fisik bawah
permukaan. Metode yang sering digunakan untuk eksplorasi bahan galian : elektromagnetik,
geolistrik, magnetik-gravitasi dan seismik. Berdasarkan kontras dan sifat fisik dari batuan,
mineral dan bijih endapan yang diukur.

c. Geokimia
Metode yang menggunakan pola dispersi mekanis diterapkan pada mineral yang relatif
stabil pada kondisi permukaan bumi, cocok digunakan didaerah yang kondisi iklimnya
membatasi pelapukan kimiawi. Metode yang didasarkan pada pengenalan pola dispersi
kimiawi. Dapat diperoleh baik pada endapan bijih yang tererosi ataupun yang tidak tererosi,
baik yang lapuk ataupun yang tidak lapuk.
BAB III

PEMBAHASAN
IV.1. Geologi

Geologi daerah eksplorasi didominasi oleh satuan batuan yang termasuk Formasi Berai
dan sebagian kecil satuan batuan dari Formasi Montalat.

IV.1.1. Stratigrafi

Secara stratigrafi daerah eksplorasi mempunyai satuan batuan paling tua adalah
Formasi Berai yang terdiri dari batugamping dengan sisipan napal. Batugamping
berwarna putih terang – putih kotor dan berlapis, mengandung fosil foraminifera besar,
sebagian dolomitan, seperti yang tersingkap di daerah Malungai Raya. (Foto 4.1.)
Foto 4.1. Singkapan batugamping di daerah Malungai Raya

Formasi Montalat terdiri dari batupasir kuarsa sebagian bersifat gampingan dengan sisipan
batulempung dan batubara. Formasi ini merupakan formasi pembawa batubara. Formasi ini
mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Selama pengamatan di lapangan singkapan
batubara dijumpai sebanyak 96 lokasi (Lampiran 2). Lapisan yang paling tebal terdapat di
lokasi BM AM 04 yaitu 1,70 m di daerah Balingo, koordinat 297671.17 E, 9846694.95 S.

(Foto 4.2.). Lapisan batubara yang paling tipis antara lain di lokasi BM DC 34 yaitu 0,10 m di
daerah Balingo, koordinat : 298370.36 E, 9845643.50 S.
Foto 4.2. Singkapan batubara tebal 1,70 m, di lokasi BM AM 04,

koordinat 297671.17 E, 9846694.95 S.

Singkapan batubara yang terdiri dari 5 (lima) lapisan adalah di lokasi BM DC 08, koordinat :
297583.27 E, 9846050.19 S di daerah Balingo, ketebalan lapisannya dari atas ke bawah adalah
0,60 m, 0,10 m, 0,55m, 0,70 m, 0,40 m. (Foto 4.3)

Foto 4.3. Singkapan batubara mempunyai 5 lapisan di lokasi

BM DC 08,Koordinat; 297583.27 E, 9846050.19 S


Secara rinci setiap singkapan batubara direkam dalam lembaran Log Outcrop Batubara dan
dalam laporan ini disajikan sebagai lampiran.
IV.1.2. Struktur Geologi

Sepanjang pengamatan geologi dan struktur di lapangan daerah eksplorasi IUP PT.
Bina Insan Makmur Sentosa secara setempat tidak banyak dipengaruhi oleh kegiatan struktur
geologi seperti sesar dan lipatan.

IV.1.3. Singkapan Endapan Batubara

Daerah yang berpotensi batubara terdapat pada batuan dari Formasi Montalat tersebar
di daerah Balingo dengan cakupan luas sekitar 1.000 hektar dari wilayah IUP Eksplorasi PT.
Bina Insan Makmur Sentosa seluas 5.000 ha. Hasil rekontruksi data

singkapan batubara dapat diasumsikan bahwa pada daerah seluas 1.000 ha ada 10 (sepuluh)
seam yaitu mulai dari Seam A sampai dengan Seam J

IV.3. Estimasi Sumber Daya/Cadangan

Metode atau sistim yang digunakan dalam perhitungan sumberdaya batubara di daerah
penyelidikan adalah Sistim USGS (System of United States Geological Survey), kemudian
dikombinasi dengan prakiraan nilai “Coal Ratio” / “Stripping Ratio” yang diinginkan, atau
kedalaman penambangan yang direncanakan untuk tambang terbuka (open-pit minning) skala
menengah.

Kriteria-kriteria umum dalam Perhitungan Sumberdaya Batubara dengan

Sistim USGS, adalah sebagai berikut :

Panjang sebaran batubara ke arah jurus bidang lapisan / seam batubara (on-strike) sejauh
yang masih dapat diidentifikasi, dan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu sebagai
berikut :

1) Kategori Terukur (Measured), sebaran lapisan diasumsikan 2


(0 400) meter.

2) Kategori Terindikasi (Indicated), sebaran lapisan diasumsikan 2


(400 1.200) meter.
3) Kategori Tereka (Inferred), sebaran lapisan diasumsikan 2
(1.200 4.800) meter.
4) Lebar sebaran seam batubara ke arah kemiringan bidang lapisan
(dip), dihitung sampai kedalaman tambang tertentu sesuai dengan “Coal Ratio” / “Stripping
Ratio” yang direncanakan, dengan “slope stability” untuk penambangan terbuka sekitar 45°
atau 100%

(Gambar 4.2.).

- Sebaran seam batubara baik ke arah on-strike maupun ke arah down-dip dianggap menerus,
tanpa terjadi perubahan yang diakibatkan oleh mekanisme sedimentasi, kondisi topografi, atau
gejala alam lainnya (pelapukan dan erosi).

- Penyebaran lapisan / seam batubara ini hanya akan dibatasi oleh ; Batas Daerah Penyelidikan
/ Blok Prospek Batubara, Zona Struktur Geologi, serta Batas Formasi Batuan Pembawa
Batubara yang berada / tersebar di Daerah Penyelidikan.
Klasifikasi tersebut didasarkan pada jarak atau panjang sebaran seam batubara maksimal
dihitung dari titik singkapan ke arah on-strike, dengan tingkat keyakinan yang bersifat
progresif untuk masing-masing kategori (Gambar 4.1).

Ketebalan seam batubara yang dihitung adalah jumlah dari ketebalan setiap lapisan batubara
(ply), apabila terdapat singkapan dengan 2 (dua) buah ply atau lebih.

Berat Jenis Batubara yang dihitung, adalah nilai rata-rata dari beberapa harga berat jenis
batubara yang ada, yaitu sekitar 1,3 gr/cm3.

Selain menggunakan metode / sistim tersebut di atas, perhitungan Jumlah Sumberdaya


Batubara di Daerah Penyelidikan, juga didasarkan pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Perhitungan dilakukan pada setiap Seam Batubara yang telah diidentifikasi secara
menyeluruh, maka untuk harga “ketebalan” dan “dip” untuk setiap Seam Batubara adalah
merupakan “Harga Maksimum” atau “Harga Rata-rata”.

Panjang lateral sebaran lapisan / seam batubara ke arah “on-strike” yang dihitung untuk
setiap kategori adalah berdasarkan keterpengaruhan dari 2 (dua) singkapan / outcrop yang
berada diantaranya, atau antara outcrop batubara dengan “Batas Zona Geologi” tertentu.

Jumlah “Over Burden” untuk masing-masing Seam Batubara belum dapat dihitung dengan
menggunakan “Metode Planimeter Topografi” karena belum ada data pengukuran topografi.

Perhitungan Sumberdaya Batubara dilakukan pada “BLOK PROSPEK BATUBARA” yang


telah dilokalisir berdasarkan hasil Interpretasi data-data lapangan periode Juli – Agustus
2011.
Gambar 5.1 Klasifikasi Perhitungan Sumberdaya Batubara untuk masing-masing
Kategori (USGS Circular – 891,1983).
Jumlah Sumberdaya Batubara dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematika
sederhana, sebagai berikut :

SD = -------------- x p x t x β

sin

Keterangan :

SD= Jumlah sumberdaya batubara.

d= Kedalaman penambangan sesuai dengan “Stripping Ratio”.

sin= Kemiringan bidang lapisan (dip) batubara.

p= Panjang sebaran lapisan batubara ke arah jurus (onstrike).

t = Tebal lapisan batubara.

β = Berat jenis rata-rata batubara atau SG (1,3 gr/cm3).

Secara matematis Perhitungan Sumberdaya Batubara di Daerah Penyelidikan dengan


menggunakan metode / rumus tersebut di atas dapat dilihat secara jelas pada Tabel 4.3 dan
Tabel 4.4
Tabel 4.3. : Perhitungan Sumberdaya Batubara Terukur dengan kedalaman 50 m

Resources Zone
Sin
Thickness DIP (m2) Measured
50/Sin S.G
Seam Dip
Average Average Dip Inferred Resources

(m) (…..o) gr/m3 (m) (ton)

SAEM A
0.34 16 0.28 181.40 1.3 1080 86,592.04

SEAM B
0.31 14 0.24 206.68 1.3 1960 163,251.04

SEAM C 1.3 2077


0.79 16 0.28 181.40 386,935.76

SAEM D 0.28 1.3 1559


1.31 16.5 176.05 467,400.27

SEAM E 0.42 1.3 1900


0.83 25 118.31 242,547.49

SEAM F 0.33 1.3 820


1.3 19.5 149.79 207,575.12

SEAM G 0.29 1.3 1370


1.78 16.7 174.00 551,603.26

SEAM H 0.34 1.3 1370


1.66 19.7 148.33 438,519.96

SAEM I 0.40 1.3 1127


0.72 23.8 123.90 130,700.57

SAEM J 0.33 1.3 1000


0.85 19 153.58 169,703.33

C1 1950
0.32 14 0.24 206.68 1.3 167,657.42

E1 0.36 1.3 1900


0.83 21 139.52 286,032.83

E2 0.65 19 0.33 153.58 1.3 1900 246,568.96


E3 0.33 1900
0.28 19 153.58 1.3 106,214.32

E4 0.34 1.3 1110


1.51 20 146.19 318,538.26

G1 0.33 1370
0.82 19 153.58 1.3 224,287.91

H1 1.3
0.6 13 0.22 222.27 1370 237,518.34

H2
0.3 26 0.44 114.06 1.3 1110 49,375.97

H3
0.23 16 0.28 181.40 1.3 942 51,092.13

TOTAL 4,532,114.97
Tabel 4.4. : Perhitungan Sumberdaya Batubara Terukur dengan kedalaman 100 m

Resources Zone
Sin
Thickness DIP (m2) Measured
100/Sin S.G
Seam Dip
Average Average Dip Inferred Resources

(m) (…..o) gr/m3 (m) (ton)

SAEM A
0.34 16 0.28 362.80 1.3 1080 173,184.07

SEAM B 0.31 14 0.24 413.36 1.3 1960 326,502.07

SEAM C 0.79 16 0.28 362.80 1.3 2077 773,871.52

SAEM D 1.31 16.5 0.28 352.09 1.3 1559 934,800.55

SEAM E 0.83 25 0.42 326.62 1.3 1900 485,094.99

SEAM F 1.3 19.5 0.33 299.57 1.3 820 415,150.25

SEAM G 1.78 16.7 0.29 347.99 1.3 1370 1,103,206.52

SEAM H 1.66 19.7 0.34 296.65 1.3 1370 877,039.92

SAEM I 0.72 23.8 0.40 247.80 1.3 1127 261,401.14

SAEM J 0.85 19 0.33 307.16 1.3 1000 339,406.66

C1 0.32 14 0.24 413.36 1.3 1950 335,314.83

E1 0.83 21 0.36 279.04 1.3 1900 572,065.67

E2 0.65 19 0.33 307.16 1.3 1900 493,137.91

E3 0.28 19 0.33 307.16 1.3 1900 212,428.64

E4 1.51 20 0.34 292.38 1.3 1110 637,076.51

G1 0.82 19 0.33 307.16 1.3 1370 448,575.81

H1 0.6 13 0.22 444.54 1.3 1370 457,036.67

H2 0.3 26 0.44 228.12 1.3 1110 98,751.94

H3 0.23 16 0.28 362.80 1.3 942 102,184.26

TOTAL 9,064,229.94

27
TUGAS
EKPLORASI BATUBARA DI
PT. BINA INSAN MAKMUR SENTOSA
KECAMATAN GUNUNG BINTANG AWAI
KABUPATEN BARITO SELATAN
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Diajukan Oleh:
FAKHRI AFIF RIFA’I
Nim: 16080024

PRODI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018

28
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

DAFTAR TABEL.....................................................................................................

DAFTAR GAMBAR................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................10

I.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................11

I.3 Lokasi Daerah Penyelidika......................................................................14

I.4 Keadaan Lingkungan...............................................................................14

I.4.1 Morfologi.........................................................................................14
I.4.2 Tata Guna Lahan..............................................................................16
I.4.3 Iklim dan Curah Hujan....................................................................16
I.4.4 Penduduk, Sosial, Ekonomi, dan Budaya........................................17

I.5 Waktu......................................................................................................18

I.6 Metode dan Peralatan..............................................................................19

I.7 Pelaksanaan.............................................................................................20

BAB II. GEOLOGI

A. GEOLOGI
Geologi Umum

Geotektonik kalimantan

Stratigrafi Regional

Struktur Geologi Regional

B. Landasan Teori

Pengertian batubara

Proses ekplorasi batubara

BAB III. KEGIATAN PENYELIDIKAN

BAB VI KESIMPULAN

29

You might also like