You are on page 1of 23

BAB II

Tinjauan Pustaka

2. 1 Definisi Kanker Serviks


Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi
(pertumbuhan) sel- sel baru yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
Sementara kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks.
(Nurwijaya dkk,2010)

2. 2 Anatomi, Fisiologi dan Histologi


Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol ke vagina
bagian atas. Terbagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut bagian
supravaginal dan bagian bawah disebut bagian vaginal (portio). Serviks
merupakan bagian yang terbawah dari badan uterus dan biasanya membentuk
silinder, panjangnya 2,5-3 cm, mengarah ke belakang bawah. Bagian luar dari
serviks pars vaginalis disebut ektoserviks dan berwarna merah muda. Di bagian
tengah portio terdapat satu lubang yang disebut ostium uteri eksternum yang
berbentuk bundar pada wanita yang belum pernah melahirkan dan berbentuk
bulan sabit bagi wanita yang pernah melahirkan. Ostium uteri internum dan
ostium uteri eksternum dihubungkan oleh kanalis servikalis yang dilapisi oleh
epitel endoserviks. Biasanya panjang kanalis servikalis adalah 2,5 cm, berbentuk
lonjong, lebarnya kira-kira 8 mm dan mempunyai lipatan mukosa yang
memanjang. Menurut buku karangan Burke L dalam skripsi (Juandra,2010)
2. 3Epedemiologi Kanker Serviks

2. 4 Faktor Resiko Kanker Serviks


Faktor risiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus
HPV dan faktor yang memudahkan terjadinya kanker serviks atau meningkatkan
risiko menderita kanker serviks. Hasil penelitian para ahli, disamping infeksi
HPV, ditemukan faktor-faktor pendukung lainnya yang dapat menimbulkan
kanker serviks.
Faktor-faktor risiko kanker serviks berhubungan erat dengan perilaku
(terutama gaya hidup seks). Dengan demikian diperlukan banyak penyuluhan
pada masyarakat mengenai faktor-faktor risiko kanker serviks

Faktor Risiko yang Telah Dibuktikan

Hubungan Seksual

Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yangditularkan secara


seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan
seksual dan risiko penyakit ini.

Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang


banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan
meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih
peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan
seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali
lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah partner
seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks.
 Karakteristik Partner
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi
sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus
kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering
menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali.
Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang
istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko
kanker serviks.

 Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko
kanker serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen
persalinan yang tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.

 Dietilstilbesterol (DES)
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES
in utero telah dibuktikan.

 Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui
hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks
Virus Tipe 2 (HSV 2) (Benedet 1998; Nuranna 2005).
 Human Papilloma Virus (HPV)
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma
Virus (HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada
kanker serviks sudah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan
faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan
sel serviks.
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papilloma hewan; hubungan
infeksi HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang
menunjukkan displasia ringan atau sedang; serta deteksi antigen HPV dan
DNA dengan lesi servikal.
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang
sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat yang
jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi
Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia
intraepitel serviks (NIS).
Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-
tinggi dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi
NIS. HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons
antibody terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya
berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang,
kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah
cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang
dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan
berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi
kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau
kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2. Infeksi
HPV risiko-rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau
karsinoma invasif.
Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda,
interval antara NIS 1 dan kanker invasive diperkirakan 12,7 tahun dan kalau
dihitung dari infeksi HPV risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15
tahun. Waktu yang panjang ini, di samping terkait dengan infeksi HPV risiko-
tinggi persisten dan faktor imunologi (respons HPV-specific T-cell, presentasi
antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang
terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam
ketidakstabilan genetic sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas.
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab
terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga
TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan
faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.

 Virus Herpes Simpleks


Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum
didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan
bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan
displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor
dengan menggunakan DNA rekombinan. Diperkirakan, 90% pasien dengan
kanker serviks invasive dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia
intraepithelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus.

 Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan
dengan kanker serviks. Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan
seksual dengan multipel partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor
risiko kanker serviks secara langsung.

 Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab
kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa
pada serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja
bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada
perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik
spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada
wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel
skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi
keganasan.

Faktor Risiko yang Diperkirakan


 Kontrasepsi Oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan
hubungan dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya
tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan
risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal
dalam menunjukkan beberapa hubungan dari salah satu studi, bahkan
melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif. Hubungan yang terakhir
ini mungkin palsu dan menunjukkan deteksi adanya bias karena peningkatan
skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebih lanjut kemudian
memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi
oral.
 Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan
dalam faktor risiko kanker serviks.

 Etnis dan Faktor Sosial


Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor
risiko lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi.
Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke
sistem pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan
wanita Asia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita
ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan pengaruh
sosioekonomi.

 Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya
menderita kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari
suatu pekerjaan (debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi
faktor risiko kanker serviks.
2. 5 Gambaran Klinis Kanker Serviks
Kanker serviks seringkali dideteksi setelah kondisinya cukup parah.
Wanita yang memiliki lesi pra-kanker atau kanker serviks stadium awal pada
umumnya tidak merasakan adanya keluhan. Keluhan biasanya mulai timbul
ketika kanker sudah bersifat invasive dan menyerang organ atau jaringan tubuh
lain disekitarnya (Handayani, 2012)

Berikut beberapa gejala yang sering dikeluhkan penderita kanker serviks


 Perdarahan Abnormal
Perdarahan abnormal dapat terjadi antara lain setalah berhubungan seksual,
perdarahan setelah menopause, perdarahan atau flek-flek (spotting) diantara
waktu menstruasi lebih lama dari biasanya
 Keputihan Abnormal dari Vagina
Keptutihan kadang bercampur darah. Keputihan dapat terjadi diantara
periode mestruasi atau setalah menopause
 Nyeri Saat Berhubungan Seksual
Hubungan seksual yang menyebabkan nyeri di pihak perempuan perlu
dicurigai sebagai gejala kanker serviks.

Ketiga keluhan diatas dapat juga dialami meskipun tidak menderita


kanker serviks. Sebagai pencegahan, segera periksakan diri jika terjadii gejala di
atas. Melakukan pap smear setiap tahun secara rutin akan lebih baik lagi sebagai
tindakan untuk mendeteksi kanker serviks lebih dini (nurwijaya, 2010)

2. 6 Patofisilogi Kanker Serviks


2. 7 Stadium Kanker Serviks
Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000
Stadium 0 Lesi (luka atau jaringan abnormal) pada permukaan serviks ,
belum menenmbus jaringan di bawahnya (karsinoma insitu-
CIS)

Stadium I Lesi tumor masih terbatas di serviks. Stadium I dibagi menjadi


empat kriteria sebagai berikut:
IA Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 5 mm dengan lebar
tidak lebih dari 7 mm
IA1 Lesi menembus membrane basal , 3 mm dengan diameter
permukaan tumor < 7 mm
IA2 Lesi menembus membrane basal 3-5 mm dengan diameter
permukaan < 7 mm
IB Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari IA
IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran primer < 4 cm
IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4 mm

Stadium II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan


sepertiga atas vagina) Stadium II dibagi menjadi dua kriteria
sebagai berikut :
IIA Lesi telah meluas ke sepertiga atas vagina, tetapi belum
mencapai parametrium
IIB Lesi telah mencapai parametrium, tetapi belum mencapai
dinding panggul
Stadium III Lesi telah keluar dari serviks, menyebar ke parametrium dan
atau sepertiga bawah vagina. Stadium III dibagi menjadi dua
kriteria sebagai berikut
IIIA Lesi menyebar ke sepertiga bawah vagina, tetapi belum
mencapai dinding panggul
IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai ke dinding panggul

Stadium IV Lesi menyebar keluar dari organ genitalia, Stadium IV dibagi


menjadi dua kriteria sebagai berikut
IVA Lesi meluas keluar rongga panggul dan atau menyebar ke
mukosa kandung kemih
IVB Lesi meluas ke mukosa rectum dan atau meluas ke organ jauh

2. 8 Pencegahan, Diagnosis dan Penatalaksanaan


Pengobatan
a. Pengobatan lesi prekanker
Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor
berikut :
 Tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi)
 Rencana penderita untuk hamil lagi
 Usia dan keadaan umum penderita

Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut,


terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu
pemeriksaan biopsy. Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap
Smear dan pemeriksaan panggul secara rutin

Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa :


 Kriosurgeri (Pembekuan)
 Kauterisasi (pembakaran, juga disebur diatermi)
 Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal
tanpa melukai jaringan yang sehat disekitarnya
 LEEP (loop electrosurgical excision procedur) atau konisasi
Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram
atau nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina.
Pada beberapa kasus, mungkin perlu dilakukan histerektomi (pengangkatan
Rahim), terutama jika sel-sel abnormal ditemukan di dalam lubang serviks.
Histerektomi dilakukan jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil
lagi.

b. Pengobatan untuk kanker serviks


Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan
ukuran tumor, stasium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan
rencana penderita untuk hamil lagi
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
yang paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan
bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan
tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang
dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan
selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana
untuk menjalani histerektomi
Pada kanker invasive, dilakukan histerektomi dan pengangkatan
struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal)
serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda, ovarium (indung
telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi
digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi
 Radiasi eksternal : sinar berasal dari sebuah mesin besar.
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6
minggu.
 Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah
kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini
dibiarkan selama 1-3 hari dab selama itu penderita dibawa
ke rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali
selama 1-2 minggu
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
 Iritasi rectum dan vagina
 Kerusakan kandung kemih dan rectum
 Ovarium berhenti berfungsi
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan
untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-
obatan umtuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa
diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.
Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode
pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan
pengobatan, diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis
dilakukan pada kanker yang tekah menyebar ke bagian tubuh
lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa
dikombinasikan dengan kemoterapi.

2. 9 Pola Hubungan Variabel Yang Diteliti


Pap Smear
Pengertian Pap smear
Pap Smear adalah sebuah metode pemeriksaan cairan lendir serviks dengan
menggunakan spatula atau semacam sikat dinding sel endoserviks dan ekstoserviks
diambil untuk kemudian dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop (Handayani,
dkk, 2012).
Pap smear juga dikenal dengan nama lain Papanicolaou test. Dimana Pap smear ini
diperkenalkan pertama kali sebagai skrining terhadap kanker serviks pada tahun 1943
oleh seorang dokter asal Yunani yang bernama Dr.Georgios Papanicolao. (Nurwijaya
dkk,2010)

Metode Pemeriksaan Pap Smear


Menurut Handayani, dkk (2012), ada dua metode pemeriksaan Pap Smear
yaitu:
1. Pap Smear konvensional
lendir serviks dioleskan di atas kaca objek , kemudian diperiksa di bawah
mikroskop. Pemeriksaan ini sudah dipakai lebih dari 50 tahun dan biayanya
cukup murah. Kelemahannya kadang-kadang hasil pengolesan lendir kurang
merata sehingga menimbulkan bias pada pemeriksaan mikroskop.
Keterlambatan pemberian pengawet pada kaca objek juga akan menimbulkan
kerusakan pada sel yang akan diperiksa. Beberapa kelemahan ini kadang-
kadang mengakibatkan pengulangan pengambilan sampel lendir.
2. Pap Smear Liquid Base
cara pengambilan sampel lendir menggunakan alat yang menyerupai sikat.
Sikat yang mengandung lender serviks kemudian dimasukkan ke dalam cairan
khusus. Di laboratorium, dengan menggunakan alat khusus, yaitu yang telah
bercampur dengan lendir serviks diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini
meminimalkan kerusakan sel yang diambil, serta dapat menyingkirkan sel
jamur, darah dan unsur lainnya yang ikut terambil ke dalam sampel, biaya
pemeriksaan dengan menggunakan metode ini cukup mahal, sehingga lebih
jarang digunakan dibandingkan dengan yang konvensional

c. Prinsip Dasar Pap Smear


Menurut Nugroho (2012), adapun prinsip dasar Pap Smear antara lain:
1. Epitel permukaan serviks selalu akan mengelupas (eksfoliasi) dan diganti
lapisan epitel di bawahnya
2. Epitel permukaan merupakan gambaran jaringan di bawahnya
3. Sediaan Pap Smear lharus meliputi komponen ektoserviks dan endoserviks

Tujuan pemeriksaan pap smear


Tujuan dari deteksi dini kanker servik atau pemeriksaan pap smear ini adalah untuk
menemukan adanya kelainan pada mulut leher rahim. Meskipun kanker tergolong
penyakit mematikan, namun sebagian besar dokter ahli kanker menyebutkan bahwa
dari seluruh jenis kanker, kanker servik termasuk yang paling Beberapa tujuan dari
pemeriksaan pap smear yang dikemukakan oleh Sukaca, 2009 yaitu :
1. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.

2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks

3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks

4. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan penyakit-


penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

5. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada lapisan
luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.
6. Untuk mengetahui tingkat keganasan kanker serviks.

Pada stadium awal (pra kanker) penyakit kanker serviks tidak menimbulkan keluhan
sehingga tidak mudah untuk diamati. Menurut David M. Eddy (1981, yang dikutip
dari Hoepoedio, 1986) dalam tulisannya yang berjudul ―The Economic of Cancer
Prevention and Detection, Getting More for Less‖ tujuan konkrit dari penemuan dini
kanker, termasuk kanker leher rahim (kanker serviks) sebagai berikut: a). Menaikkan
harapan hidup, b). Mengurangi pengobatan ekstensif, c). Memperbaiki kualitas hidup,
d). Mengurangi penderitaan, e). Mengurangi kecemasan.

2.1.3. Wanita yang dianjurkan pap smear


Wanita yang dianjurkan untuk melakukan test pap smear biasanya mereka yang
tinggi aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita yang
tidak mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri. Wanita yang dianjurkan
pap smear menurut Sukaca (2009) sebagai berikut:
1. Wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum namun aktivitas
seksualnya tinggi.

2. Wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita HPV (


Human Papilloma Virus ) atau kutil kelamin.

1. Wanita yang berusia diatas 35 tahun.

2. Sesering mugkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal

3. Sesering mugkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker


servik.

4. Wanita yang mengunakan pil KB (sukaca, 2009).


II.1.4.5 Cara Pengambilan Sampel untuk Pap smear
II.1.4.5.1 Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sediaan :
Formulir permintaan pemeriksaan sitologi apusan pap smear
Tabung berisikan larutan fiksasi alcohol 95%
Speculum cocor bebek.
Spatula Ayre dan Cytobrush.
Kaca objek yang satu sisinya telah diberikan tanda/label.
Lampu sorot

II.1.4.5.2 Cara Pengambilan sedian :


 Sebelum memulai prosedur, pastikan bahwa label wadah specimen diisi,
pastikan bahwa preparat diberi label yang menulis tanggal dan nama serta
nomor identitas wanita.
 Gunakan sarung tangan.
 Penderita ditidurkan terlentang atau miring dengan kedua lutut ditekuk.
 Pasang speculum kering dan disesuaikan sehingga tampak dengan jelas
vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uteri, dan kanalis servikalis.
 Memeriksa serviks normal atau tidak.
 Spatula ayre dengan ujung yang pendek dimasukan dalam endoserviks,
dimulai dari jam 12 dan di putar 360 0searah jarum jam.
 Sediaan lender serviks dioleskan diatas kaca objek pada sisi yang telah diberi
tanda dengan membentuk sudut 45 0 satu kali usapan.
 Kemudian kaca objek dicelupkan ke dalam larutan alcohol 95% selama 10
menit.
 Sediaan diletakan pada wadah transport kemudian dikirim ke ahli patologi
anatomi

Prosedur pemeriksaan pap smear


Pemeriksaan pap smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi.
Waktu terbaik untuk melakukan skrining adalah antara 10-20 hari setelah hari
pertama masa menstruasi. Selama kira-kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang
wanita sebaiknya menghindari penggunaan pembersih vagina, karena bahan-bahan
tersebut dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal. Pemeriksaan
pap smear dilakukan diatas kursi periksa kandungan oleh dokter atau bidan yang
sudah ahli dengan menggunakan alat untuk mambantu membuka kelamin wanita.
Ujung leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan yang mengandung
sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudian diperiksa jenis sel-selnya dibawah
mikroskop. Hasil pemeriksaan pap smear biasanya keluar setelah dua atau tiga
minggu. Pada akhir pemeriksaan pap smear, setiap wanita hendaknya menanyakan
kapan bisa menerima hasilnya dan apa yang harus dilakukan setelah pemeriksaan.
Pap smear hanyalah sebatas skirining, bukan diagnosis adanya kanker servik. Jadi
apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti terdapat sel-sel abnormal, maka harus
segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan oleh dokter ahli.
Pemeriksaan tersebut berupa kolposkopi yaitu pemeriksaan dengan pembesaran
(seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan
serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi, akan tampak jelas
lesi-lesi pada permukaan serviks. Setelah itu, dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut
(Wijaya, 2010).

Klasifikasi pemeriksaan pap smear

Dengan perkembangan sitologi di bidang diagnostik yang semakin maju, banyak para
ahli sitologi menganjurkan untuk menggantikan klasifikasi Papanicolaou dengan
terminology
diagnostik yang bermakna. (Nurwijaya dkk,2010)
Dengan perkembangan sitologi di bidang diagnostik yang semakin maju, banyak para
ahli sitologi menganjurkan untuk menggantikan klasifikasi Papanicolaou dengan
terminology
diagnostik yang bermakna. (Nurwijaya dkk,2010)
System Bethesda pertama kali dipublikasikan pada tahun 1988 dan keudian direvisi
pada tahun 19992. Klasifikasi ini membagi kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan
sitologi apusan Pap sebagai berikut :
Normal.
Perubahan seluler jinak.
Perubahan seluler abnormal.

Klasifikasi ini belum diterima secara universal, tetapi beberapa Negara mulai
mengadopsi dan menggunakannya.

II.1.4.5.3 Hasil Pemeriksaan


Pap smear Dikenal beberapa system pelaporan hasil pemeriksaan pap Smear yaitu,
system
Papanicolau, system Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN), dan system Besthesda.
(Lestadi,2009)

Klasifikasi Papanicolau adalah system yang pertama kali ditemukan oleh


Papanicolau. System ini membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas, klasifikasi
tersebut
adalah :
a. Kelas I: Hanya ditemukan sel-sel normal.
b. Kelas II : Sel abnormal minimal, termasuk jinak.
c. Kelas III : Sel dicurigai ganas, tetapi belum diagnostik kanker.
d. Kelas IV : Sel sangat mencurigai ganas.
e. Kelas V : Sel diagnostik kanker.
Dengan perkembangan sitologi di bidang diagnostik yang semakin maju, banyak para
ahli sitologi menganjurkan untuk menggantikan klasifikasi Papanicolaou dengan
terminology
diagnostik yang bermakna. (Nurwijaya dkk,2010)

System
Cervical Intraepitelial Neoplasia
(CIN) pertama kali dipublikasikan oleh
Richart R.M. pada tahun 1973 di Amerika Serikat. Klasifikasi tersebut terdiri dari
CIN grade
I, CIN grade II, dan CIN grade III. (Nurwijaya dkk,2010)
a. CIN grade I
: Displasia ringan.
b. CIN grade II : Displasia sedang.
c. CIN grade III : Displasia berat, dan karsinoma insitu.
8
Tahun 2013. Sasaran dalam penelitian ini adalah ibu
rumah tangga yang
melakukan kunjungan pemeriksaan atau konsultasi di
poli Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) Puskesmas Basuki Rahmat Palembang Tahun
2013. Penelitian ini
akan dilaksanakan pada bulan Juni8Juli Tahun 2013.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DETEKSI DINI
CA. CERVIX
1. Pap Smear
a.Pengertian Pap Smear
Anjuran untuk melakukan pap smear secara teratur :

 Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun


 Setiap tahun untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HPV atau kutil kelamin
 Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB
 Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3 kali pap
smear berturut-turut menunjukkan hasil negative atau untuk wanita yang telah
menjalani histerektomi bukan karena kanker
 Sesering mungkin jika hasil Pap Smear menunjukkan abnormal
 Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prekanker maupun kanker
serviks

Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya

 Anak perempuan yang berusia dibawah 18 tahun tidak melakukan hubungan


seksual
 Jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita kutil kelamin atau
gunakan kondom untuk mencegah penularab jutul kelamin
 Jangan berganti-ganti pasangan seksual’
 Berhenti merokok
Pemeriksaan panggul setiap tahun (temasuk Pap Smear) harus dimulai ketika
seorang wanita mulai aktif melakukan hubungan seksual atau pada usia 20
tahun. Setiap hasil yang abnormal harus diikuti dengan pemeriksaan
koloskopi dan biopsy. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa vitamin A
berperan dalan menghentikan atau mencegah perubahan keganasan pada sel-
sel, seperti yang terjadi pada permukaan serviks

You might also like