You are on page 1of 69

LAPORAN TUTORIAL

MODUL LUKA PADA ALAT KELAMIN


SISTEM UROGENITAL

Tutor : dr. Yusnam Syarief, PAK


Kelompok 4
Ketua : Yudha Daud Pratama (2011730168)
Anggota : M. Hafidz Ramadhan (2011730150)
Mahardika (2011730153)
Lia Dafia (2011730148)
Arafani Putri Yaman (2011730123)
Gustiayu Putri Pitoyo (2011730138)
Havara Kausar Akbar (2011730139)
Intan Azzahra (2011730141)
Kusuma Intan (2011730145)
Nindya Adeline (2011730156)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
I. Skenario
Seorang laki-laki 21 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan luka pada kepala
kemaluannya. Lesi tersebut mulai kira-kira 10 atau 15 hari lalu dengan papul yang
kemudian pelan-pelan berubah menjadi borok. Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
temperatur 37 C , nadi 80/menit, pernafasan 16/menit

II. Kata Sulit


Papul : Tonjolan lesi pada kulit yang lebih kecil, berbatas tegas dan padat biasanya
kurang dari 1 cm.
Borok : Luka yang sudah memburuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang
mati berwarna kehitaman dan berbau karena disertai dengan pembusukan oleh
bakteri.

III. Kata Kunci


Laki-laki 21 tahun
Luka di gland penis
Lesi menjadi borok

IV. Pertanyaan
1. Jelaskan Anatomi Penis!
2. Jelaskan Histologi Penis!
3. A. Jenis lesi!
B. Etiologi lesi!
C. Sifat nyeri lesi!
D. Faktor resiko terkena lesi pada organ genitalia!
4. Patomekanisme Lesi papul menjadi borok?
5. Mengapa lesi hanya terjadi di glandpenis dan flora normal apa saja yang terdapat
pada penis ?
6. Mengapa tidak terjadi demam pada scenario?
7. Angka kejadian penyakit pada scenario dilihat dari jenis kelamin
8. Apakah hubungan riwayat seksual dan status perkawinan pada kasus di scenario?
9. Contoh penyakit akibat jamur, bakteri, virus, parasite yang dapat menyebabkan lesi pada organ
genitalia!

DIAGNOSIS BANDING
1. Sifilis
2. Ulkus mole
3. Herpes simplex genitalia
4. Limfogranuloma Venerum
5. Gonore

PEMBAHASAN
1. ANATOMI PENIS
Penis dibentuk oleh jaringan erektil, yang dapat mengeras dan dipakai untuk
melakukan kopulasi. Ereksi terjadi oleh karena rongga-rongga di dalam jaringan erektil
terisi darah. Terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian yang difiksasi, disebut radix
penis dan bagian yang bergerak dan dinamakan corpus penis.

Radix penis terletak pada trigonum urogenitale. Terdiri atas tiga buah batang jeringan
eréctil. Bagian yang berada pada pada linea mediana disebut corpus spongiosum penis,
meluas ke dorsal menjadi bulbos penis. Corpus cavernosum penis ada dua buah, masing-
masing dibagian dorsal membentuk crus penis.

Corpus penis terletak bebas dan mudah bergerak, dibungkus oleh kulit. Dorsum penis
adalah bagian dari penis yang menghadap kea rah ventral pada saat penis berada dalam
keadaan lemas, dan menghadap ke arah cranial pada penis yang ereksi. Corpora
cavernosa penis merupakan bagian utama dari corpus penis, membentuk dorsum penis
dan bagian lateral penis.

Kulit penis licin, halus, elastis, berwarna gelap. Dekat pada radix penis kulit ditumbuhi
rambut. Pada corpus penis kulit melekat longgar pada jaringan subkutaneus, kecuali pada
glans penis.
2. HISTOLOGI PENIS

Pada potongan melintang tampak 3 bangunan jaringan erektil spongiosa, yaitu:

- 2 buah dorsolateral : corpora cavernosa penis


- 1 midventral : corpus cavernosum urethrae

Kedua corpora cavernosa diliputi oleh tunika albuginea yang merupakan jaringan pengikat
fibromuskuler yang tebal yang akan menjorok kedalam sebagai trabekula disebut Septum
mediale/septum pectiniformis penis. Septum berkembang lebih baik dibagian basal dari pada
puncak.

Corpus cavernosum urethrae/corpus spongiosum diliputi tunika albuginea hanya jaringan


pengikatnya lebih tipis. Didalamnya terdapat urethra pars spongiosa/cavernosa. Ketiga bangunan
cavernosa ini disatukan oleh jaringan pengikat longgar. Facia ini dibungkus lagi oleh jaringan
ikat dermis yang terletak dibawah epidermis. Pada dermis ditemukan banyak pembuluh darah.

Glandula sebacea dapat ditemuakan pada bagian ventral penis.

Corpus cavernosum penis:

Dibagian dalam terdapat sejumlah trabekula yang terdiri dari serat kolagen, serat elastis dan otot
polos yang melingkari rongga (lacuna) yang tidak sama besarnya. Makin ketepi makin sempit.
Dalam trabekula juga terdapat sarraf dan pembuluh darah. Rongga pars cavernosum penis
dilapisi oleh endothelium pembuluh darah arteri profunda (deep artery) – arteri helicinae, lanjut
arteri dorsalis penis. Cabang arteri yang terakhir ini membuka langsung kedalam rongga.
Urethra:

Dilapisi epitel silindris bertingkat/epitel silindris berlapis gepeng tidak bertanduk. Ditengah-
tengah urethra pars cavernosa, caverne-caverne hampir sama besarnya, dapat ditemukan glandula
littre. Arteri urethralis terdapat dikiri kanan urethra.

3. LESI PADA ORGAN GENITALIA

LESI PRIMER
1. Makula
 Ukuran:
 Titik sampai bercak
 Diameter beberapa mm hingga cm
 Warna:
Merah, coklat keputihan, dsb → Tergantung penyebabnya:
a. Berasal dari vaskularisasi
 Warna: merah kecoklatan
 Bila ditekan berwarna pucat
 Misal: hyperemia
b. Berasal dari pigmen darah
 Warna: merah kebiruan
 Misal: petechiae, purpura, ecchymoses (hematom)
c. Berasal dari pigmen melanin
 Warna: biru kecoklatan
 Misal: hiperpigmentasi
Hal ini merupakan perubahan dalam warna kulit. Mereka bervariasi
dalam ukuran dan bentuk, dan tampak sebagai pewarnaan pada kulit.

Makula dibentuk dari:


 Deposit pigmen dalam kulit, misalnya frekles.
 Keluarnya darah kedalam kulit, misalnya petekie.
 Dilatasi permanen dari pembuluh kapiler, misalnya nevi.
 Dilatasi sementara dari pembuluh darah kapiler, misalnya eritema.

2. Papula
Terdapat elevasi yang dapat diraba dari kulit yang bervariasi diameternya dari sekitar 1-5
mm. Permukaan dapat tajam, bulat atau datar. Mereka terletak superficial dan dibentuk
dari proliferasi sel atau eksudasi cairan ke dalam kulit. Suatu lesi padat menimbul
superfisial, diameter >1cm.
 Makula dan papula Terasa gatal, rasa terbakar, dan nyeri
 Permukaan papula:Erosi atau deskuamasi
 Contoh:
 Lichen planus (pada mukosa) adalah papula keputihan.
 Fordyce’s spot adalah anomali pertumbuhan dmana kelenjar lemak
tumbuh ektopik.

3. Plak
 Contoh: Leukoplakia→ lesi praganas (ada kecenderungan menjadi ganas)

4. Nodula (dungkul)
Ini serupa dengan papula tetapi terletak lebih dalam. Mereka bervariasi dalam ukuran dan
biasanya lebih besar dibandingkan papula. Contoh daro nodul subkutan adalah nodul
rematisme akut.
 Contoh: Iritasi fibroma
 Tumor jinak dari jaringan ikat yang terjadi karena iritasi kronis
(iritasi ringan yang terus menerus).
 Dapat hilang sendiri atau tidak, setelah iritasi kronis dihilangkan (misal
eksisi).

5. Vesikula
Vesikel merupakan lepuh kecil yang dibentuk dengan akumulasi cairan dalam epidermis ;
mereka biasanya diisi dengan cairan serosa dan ditemukan pada anak-anak yang
menderita eksema.

6. Bula (blister)
Vesikel yg berisi cairan, meninggi, seringkali tembus pandang dan diameternya >1cm.

7. Pustula
Merupakan vesikel besar yang mengandung serum, pus atau darah. Mereka ditemukan
misalnya pada pemfigus neonatorum.

8. Keratosis
 Adalah penebalan yang tidak normal dari lapisan terluar epitel (stratum korneum).
 Warna: putih sampai keabuan.
 Contoh: linea alba bukalis, leukoplakia, lichen planus.

9. Tumor
 Dapat berwarna apapun.
 Lokasi: pada jaringan lunak RM manapun.
 Klinis: Lesi bulat menimbul dan tumor menetap bertangkai/ulseri ditengahnya.

10. Gelegata
Gelegata merupakan elevasi sementara kulit yang disebabkan oleh edema dermis dan
dilatasi kapiler sekitarnya. Biasanya berkaitan dengan respon alergi terhadap bahan asing.

LESI SEKUNDER
1. Skuama
Skuama merupakan lapisan tanduk dari epidermis mati yang menumpuk pada kulit yang
dapat berkembang sebagai akibat perubahan inflamasi. Keadaan ini ditemukan pada
psoariasis.

2. Krusta
Ini terbentuk dari serum, darah atau nanah yang mengering pada kulit. Masing-masing
dapat dikenal dengan warna berikut: merah kehitaman (krusta darah), kuning kehitaman
(krusta nanah), berwarna madu (krusta serum).

3. Fisura
Ini merupakan retakan kecil yang meluas melalui epidermis dan memaparkan dermis.
Mereka dapat terjadi pada kulit kering dan pada inflamasi kronik.

4. Ulkus
Ulkus merupakan lesi yang terbentuk oleh kerusakan lokal dari seluruh epidermis dan
sebagian atau seluruh korium di bawahnya.
• Rasa nyeri bertambah dan bila ditekan menimbulkan perdarahan karena kerusakan
sampai lamina propia.
• Contoh: ulkus traumatikus; stomatitis aftosa rekuren.
5. Erosi
• Dapat sembuh tanpa jaringan parut.
• Contoh: Lichen Planus tipe erosif.

6. Sikatriks
Terdiri atas jaringan yang tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin, dan
tak terdapat adneksa. Dapat atrofik atau hipertrofik. Bila hipertrofik patologis, maka ia
disebut keloid.

Etiologi Lesi
 Trauma (fisik, kimiawi dan elektris)
Dapat terjadi akibat luka tembak, luka tusuk, kecelakaan mesin, serangan hewan, dan
mutilasi.
 Kerusakan jaringan ikat
 Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
 Gigitan binatang atau serangga
 Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
 Immunodefisiensi
 Defisiensi nutrisi
 Efek obat-obatan
 Invasi mikroorganisme
Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki host
untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan host. Patogen
mengganggu fungsi normal host dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene,
kehilangan organ tubuh dan bahkan kematian. Respons host terhadap infeksi disebut
peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme
mikroskopik,walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit,
fungi, virus.
Sifat Lesi

 Nyeri
Karena kulit banyak mengandung syaraf, lesi kulit yang nyeri umumnya sering
ditemukan. Inflamasi dan edema pada kulit menyebabkan nyeri. Rasa gatau atau pruritus
adalah suatu bentuk rasa nyeri yang hanya dirasa oleh kulit. Meskipun umum terjadi,
gatal disebabkan oleh banyak sekali kelainan sehingga spesifisitasnya dalam diagnosis
tidak besar. Pruritus terjadi pada kelainan setempat seperti dermatitis kontak, seperti
terkena tanaman poison ivy. Pruritus dapat pula berasal dari tempat yang jauh. Gatal yang
tersebar mungkin merupakan gejala limfoma viseralis atau pengendapan garam empedu
pada penyakit hepatobilier obstruktif. Gatal musim dingin sering menyebabkan pruritus
difus, yang sering terjadi tanpa ruam yang nyata, kecuali ekskoriasi. Pruritus hebat
disebabakan oleh karena pengeringan kulit selama cuaca dingin.
 Tidak nyeri
Tidak adanya rasa nyeri ini biasanya dirasakan oleh pasien dengan penyakit kulit
yang menyerang berkas neurovascular atau nervus dapat menyebabkan anastesia. Oleh
karena itu, plak lepra dan chancre sifilis tidak nyeri.

Sebaiknya diberikan perhatian khusus pada perkembangan rasa nyeri dan lesi kulit.
Misalnya, suatu dermatom mungkin terasa sangat nyeri beberapa hari sebelum timbulnya
vesikel berupa zoster. Keluhan awal eritema nodosum seringkali berupa rasa gatal ketika
lesi mulai berkembang. Ketika perubahan kulit yang khas berkembang secara perlahan-
lahan, nyeri dan nyeri tekan lokal mendominasi gambaran klinisnya.

Faktor Resiko Penderita dengan Penyakit Kelamin


1. Berganti-ganti pasangan
2. Seks tanpa pelindung
Meski kondom tidak seratus persen melindungi, ia tetap merupakan cara terbaik untuk
menghindarkan infeksi. Penggunaan kondom dapat memproteksi anda dan menurunkan
laju penularan PMS.
3. Wanita dan homoseksual yang menderita PMS (penyakit menular seksual) umumnya
tidak mengalami gejala asimptomatis sehingga mereka tidak sadar kalau mereka menulari
pasangannya yang sehat. Gejala biasanya akan timbul pada stadium lanjut/akhir.
4. Faktor ketidaktahuan
Pendidikan yang rendah juga dapat memicu terjadinya penyakit kelamin.
5. Pemakaian rokok dan alkohol yang berlebihan serta obat-obat terlarang
Seperti yang kita ketahui, alkohol dan rokok dapat membuat pikiran jadi tenang namun
sekaligus pula menghilangkan kesadaran. Hal ini dapat membuat seseorang jadi merasa
bingung dan pikiran tidak jernih saat mengambil tindakan/keputusan. Sama halnya
dengan obat-obatan terlarang, dimana pikiran seseorang menjadi tidak terkontrol dan ia
jadi dapat melakukan hal-hal yang mungkin jika sedang berada dalam keadaan sadar,
tidak akan ia lakukan.
6. Hidup di lingkungan yang prevalensi PMS-nya tinggi
Ketika seseorang tinggal di tengah komunitas dengan prevalensi yang tinggi, ketika
berhubungan seksual dengan orang di komunitas itu maka ia akan lebih rentan terinfeksi
PMS.

4. PATOMEKANISME LESI PAPUL MENJADI BOROK


Adanya mikroorganisme masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir
biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan
membentuk infiltrat yang terdiri atas sel- sel limfosit dan sel plasma terutama di
perivaskular. Kemudian pembuluh- pembuluh darah kecil berproliferasi . Enarteritis
pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang
menimbulkan obliterasi lumen(Enarteritis obliterans). Akibat penyempitan lumen
pembuluh darah ini, suplai darah ke jaringan sekitar berkurang sehingga terjadi nekrosis.
Lama kelamaan timbul erosi yang bisa menjadi ulkus.

5. FLORA NORMAL PADA PENIS DAN MENGAPA HANYA TERJADI DI GLAND


PENIS?

Flora Normal Sistema Urinaria

Sistema urinaria dari ginjal hingga uretra bagian posterior steril, sedangkan uretrabagian
anterior pada kedua jenis kelamin relatif sedikit dikolonisasi oleh Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus faecalis, beberapa streptokokus alfa-hemolitikus, dan difteroid.Beberapa bakteri
enterik (seperti E. coli, Proteus, spesies Neisseria nonpatogenik) dan corynebacteria, yang
mungkin merupakan kontaminan dari kulit, vulva atau rektum, kadang-kadang juga dapat
ditemukan di uretra bagian anterior.

Kultur urin sendiri seharusnya steril karena tiap beberapa jam urin melewati (mengguyur)
traktus urinarius, sehingga mikroorganisme tidak dapat bertahan untuk mengkolonisasi. Namun,
interpretasi secara klinis hasil kultur urin harus dilakukan dengan hati-hati karena sampel urin
yang tidak berasal dari urin pancar tengah dapat mengandung organisme-organisme flora normal
tersebut sebanyak 10⁴/ml.

Table 1. Bacteria commonly found on the surfaces of the human body.


Con-
Lower Ant.
BACTERIUM Skin junc- Nose Pharynx Mouth Vagina
GI urethra
tiva
Staphylococcus epidermidis (1) ++ + ++ ++ ++ + ++ ++
Staphylococcus aureus* (2) + +/- + + + ++ +/- +
Streptococcus mitis + ++ +/- + +

Streptococcus salivarius ++ ++

Streptococcus mutans* (3) + ++

Enterococcus faecalis* (4) +/- + ++ + +

Streptococcus pneumoniae* (5) +/- +/- + + +/-


Streptococcus pyogenes* (6) +/- +/- + + +/- +/-
Neisseria sp. (7) + + ++ + + +
Neisseria meningitidis* (8) + ++ + +
Enterobacteriaceae
+/- +/- +/- + ++ + +
(Escherichia coli) (9)
Proteus sp. +/- + + + + + +
Pseudomonas aeruginosa* (10) +/- +/- + +/-

Haemophilus influenzae* (11) +/- + + +

Bacteroides sp.* ++ + +/-

Bifidobacterium bifidum (12) ++

Lactobacillus sp. (13) + ++ ++ ++

Clostridium sp.* (14) +/- ++

Clostridium tetani (15) +/-


Corynebacteria (16) ++ + ++ + + + + +
Mycobacteria + +/- +/- + +
Actinomycetes + +

Spirochetes + ++ ++

Mycoplasmas + + + +/- +

++ = nearly 100 percent

+ = common (about 25 percent)


+/- = rare (less than 5%)

* = potential pathogen

Kenapa hanya di gland penis ?

Karena glans penis merupakan salah satu port d’entry kuman dan juga tempat predileksi
tersering pada kasus penyakit kelamin terutama melalui senggama. Hal ini juga disebabkan pada
tempat tersebut terdapat mukosa lendir.

6. MENGAPA TIDAK TERJADI DEMAM PADA KASUS DI SKENARIO?

Karena kemungkinan pasien sudah mengobati demamnya sebelum pergi ke dokter.

Karena pada 1- minggu setelah infeksi, pada waktu timbul lesi primer, antibodi
IgManti treponemal yang pertama-tama terbentuk. Jadi, belum muncul keluhan
demam.Setelah kira-kira minggu, disusul oleh timbulnya antibodi IgG. Maka, pada
stadiumlanjut timbul gejala klinis seperti demam.

7. ANGKA KEJADIAN PADA SKENARIO DILIHAT DARI JENIS KELAMIN

Wanita lebih rentan tertular penyakit menular seksual dibanding pria karena saat
berhubungan seksual, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan
sperma. Jika sperma terinfeksi dengan PMS, maka wanita tersebut akan terinfeksi. Dan
kebanyakan pada usia produktif antara 20—30 tahun. Biasanya banyak mengenai para
PSK dan bahkan homoseksual. Tetapi tidak semua paling banyak mengenai hampir tinggi
pada wanita, seperti pada sifilis dan ulkus mole, banyak mengenai pada laki-laki.

8. RIWAYAT HUBUNGAN SEKSUAL DAN STATUS PERKAWINAN PADA KASUS


DI SKENARIO!

Pada kasus di scenario, laki-laki 21 tahun dengan keluhan luka pada kepala kemaluannya.
Dari semua diagnosis banding yang diambil dari kelompok kami, rata-rata factor resiko
yang terjadi bisa dikarenakan dari hubungan seksual dan status pernikahan pasien itu
sendiri. Pada riwayat hubungan seksual dan dalam status belum pernah menikah,
biasanya dikarenakan penderita berhubungan seks dengan bergonta-ganti pasangan yang
biasanya tidak disertai dengan perlindungan, yaitu kondom. Meski kondom tidak seratus
persen melindungi, tetapi itu merupakan cara terbaik untuk menghindari penularan
penyakit menular seksual. Dan kemungkinan lainnya penderita bergonta-ganti pasangan
yang suka bergonta-ganti pasangan pula yang tidak lepas dari pasangan-pasangannya
pasangan penderita. Jadi bisa juga tertular dari orang-orang yang sebelumnya.

Dan riwayat hubungan seksual dalam status sudah pernah menikah, bisa saja si penderita
sudah menikah tapi masih juga melakukan hubungan seks dengan wanita-wanita lain
diluar penikahannya yang biasanya dikarenakan ketidakpuasan pada pasangan. Dan ada
juga kasus yang disebut Monogami Serial, yaitu menikahi satu orang saja pada satu masa,
tetapi jika diakumulasikan jumlah orang yang dinikahinya juga banyak. Dengan seperti
itu walaupun hanya berhubungan dengan pasangannya dalam pernikahan, tetapi
dikarenakan sering berpisah (kawin-cerai) dan mendapatkan pasangan baru untuk
dinikahi lagi, itu sama saja dengan bergonta-ganti pasangan. Sebab biasanya orang yang
melakukan monogamy serial ini berpikir bahwa mereka saat itu memiliki hubungan yang
eksklusif (pernikahan) sehingga akan tergoda untuk berhenti menggunakan pelindung
(kondom) ketika berhubungan seksual. Monogami sebenarnya efektif mencegah PMS,
tetapi hhanya pada monogami jangka panjang yang kedua pasagan sudah dites kesehatan
reproduksi. Hubungan seksual bisa menjadi factor pencetus tertularnya penyakit menular
seksual.

9. CONTOH PENYAKIT AKIBAT JAMUR, PARASIT, BAKTERI, VIRUS YANG


DAPAT MENYEBABKAN LESI PADA ORGAN GENITAL

LESI KULIT TER-INFEKSI OLEH PARASIT

CONTOH : SCABIES
Gambaran klinis skabies pada umumnya adalah ditemukan lesi papul, pustul,lesi-lesi
kronik akibat garukan di tempat predileksi infestasi tungau serta lesi-lesi akibat infeksi
sekunder.Berbeda dengan manifestasi klasiknya, pada penderita yangmengalami defek
respon imunitas seluler atau kelemahan mental (mental debilitation),lesi skabies memiliki
bentuk khusus yang dikenal sebagai skabies Norwegian(krustosa).Gambaran klinis ini
sering dikelirukan dengan dermatosis berkrusta sepertipsoriasis, dermatitis seboroik,
dermatitis kontak dan berbagi penyebab eritrodermalainnya.Diagnosis sering tertunda
hingga berbulan-bulan dan tidak jarang diketahuisetelah adanya orang di sekitar penderita
yang terinfeksi.

LESI KULIT TERINFEKSI OLEH VIRUS

CONTOH: HERPES

Gejala herpes yang umumnya dikaitkan dengan penyakit kelamin herpes adalah luka-
luka, vesikel atau ulkus – semuanya yang disebut sebagai ‘lesi’. Lesi klasik penyakit
herpes ini sering mirip dengan benjolan atau lepuh kecil yang akhirnya ditutup dengan
lapisan keras dan terlihat seperti luka terpotong. Lesi ini mungkin membutuhkan dua
sampai empat minggu untuk sembuh.

Selama masa ini, beberapa orang mengalami sekumpulan lesi kedua, dan beberapa
mengalami gejala mirip flu, termasuk demam dan kelenjar yang bengkak, terutama dekat
kunci paha. Gejala Herpes yang berat ini pada peristiwa pertama sering disertai sakit
kepala dan sakit waktu kencing.

Sekali lagi, walau peristiwa pertama dapat menimbulkan penyakit cukup berat, gejala
herpes beraneka ragam dan pada beberapa orang infeksi awal hanya menghasilkan gejala
ringan.
LESI KULIT TERINFEKSI OLEH JAMUR

CONTOH : TINEA CRURIS

Biasanya lokasi pada daerah selangkangan atau sisi paha atas bagian dalam, dapat terjadi
dikedua paha atau di salah satu paha saja. Keluhan utama adalah rasa gatal yang dapat
hebat.Lesi berbatas tegas, tepi meninggi yang dapat berupa bintil-bintil kemerahan atau
lenting-lenting kemerahan, atau kadang terlihat lenting-lenting yang berisi nanah. Bagian
tengah menyembuh berupa daerah coklat kehitaman bersisik. Garukan terus-menerus
dapat menimbulkan gambaran penebalan kulit. Buah zakar sangat jarang menunjukkan
keluhan, meskipun pemeriksaan jamur dapat positif, hal yang berbeda dengan kandidiasis
yang sering menunjukkan keterlibatan pada buah zakar dan penis.

LESI KULIT TERINFEKSI OLEH BAKTERI

CONTOH : PIODERMA

Biasanya

Streptococcus 3 hemolyticus grup A

(Streptococcus pyogenes).

Manifestasi Kiinis Penyakit dimulai dengan makula eritematosa yang berkembang


menjadi vesikel/bula dalam waktu singkat, kemudian pecah mengeluarkan sekret
seropurulen dan menjadi krusta kuningkeemasan, menebal, dan mudah lepas. Krusta
dapat dilepaskan dengan cepat, meninggalkan permukaan yang halus, merah, dan lembab.
Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.

DIAGNOSIS BANDING

1. Sifilis
2. Ulkus mole
3. Herpes simplex genitalia
4. Limfogranuloma Venerum
5. Gonore

SIFILIS

Definisi

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema
pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir
semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin)
maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya
selama masa kehamilan. Jadi Anda tidak dapat tertular oleh sifilis dari handuk, pegangan pintu
atau tempat duduk WC. Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tidak lazim
dipakai. Sinonim yang umum ialah lues venerea atau biasanya disebut lues saja. Dalam istilah
Indonesia di sebut raja singa.

Epidemiologi

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-0,52%.
Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia
insidensnya 0,61%.

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes serologikal,
diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut “Peniru Besar” karena sering dikira
penyakit lainnya. Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis
mencapai 5.000 – 10.000 kasus per tahun. Sementara di Cina, laporan menunjukkan jumlah
kasus yang dilaporkan naik dari 0,2 per 100.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per
100.000 jiwa pada tahun 2005. Di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap
tahunnya, dan angka sebenarnya diperkiran lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi
kepada lelaki.

Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum yang termasuk dlam ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus
Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6,15um, lebar 0,15um, terdiri
atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan
maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif
terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar
badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut WHO berdasarkan faktor epidemiologi :

 Sifilis dini

 Sifilis lanjut

 Sifilis dini

 Perjalanan penyakit < 2 tahun

 Bersifat menular

 Masih ditemukan kuman Treponema pallidum di lesi kulit

 Sifilis lanjut

 Perjalanan penyakit > 2 tahun

 Bersifat tidak menular

 Tidak ditemukan kuman di lesi kulit, kecuali ibu hamil yang menderita stadium
lanjut,  Treponema pallidum dapat melalui plasenta masuk ke tubuh janin.

Klasifikasi Secara klinis, Sifilis terbagi :

 Sifilis kongenital (bawaan) terdiri atas :


1. Dini (sebelum dua tahun)
2. Lanjut (sesudah dua tahun)
3. Stigmata

 Sifilis akuisita (didapat) terdiri dari :

1. Stadium I

2. Stadium II

3. Stadium laten : - Dini : bersifat menular

- Lanjut : bersifat tidak menular

4. Stadium III

5. Stadium kardiovaskular dan neurosifilis

Patogenesis

A. Stadium dini

Pada sifilis yang didapat T.pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput
lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan
membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.pallidum
dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak diantara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskuler di sekitarnya. Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai SI.
Sebelum SI terlihat, kuman telah mencapi kelenjar getah bening regional secara limfogen
dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua
jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multifikasi ini diikuti
oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu sesudah SI.
SI akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang,
kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks, SII juga
mangalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih
terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan
sifillis kongenita.
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T,pallidum membiak
lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren SII, yang terakhir ini lebih
sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat berulang-ulang, tetapi
pada umumnya tidak melebihi dua tahun. Sifilis tersebut terdapat pada penderita dengan
daya tahan tubuh yang rendah.

B. Sifilis Lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan


dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan
antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas,
mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah SIII
berbentuk gumma. Meskipun pada gumma tersebut tidak dapat ditemukan T.pallidum,
reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah
mengalami masa laten yang bervariasi gumma tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Treponema mencapai sistem kardiovaskulerdan sistem syaraf pada waktu dini, tetapi
kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk
menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan gumma biasanya tidak mendapat gangguan
syaraf dan kardiovaskuler, demikian pula sebaiknya. Kira-kira 2/3 kasus dengan stadium
laten tidak memberi gejala.

Gejala Klinis

II.7.1 Sifilis Akuisita (Didapat)

A. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer (SI)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu (2-4 minggu). T.pallidum masuk
ke dalam selaput lendir atau kulit yang telah mengalami lesi/mikrolesi secara
langsung, biasanya melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak
kemudian terjadi penyebaran secara limfogen dan hematogen.
Kelainan kulit di mulai sebagai papul lentikuler yang permukaannya segera
menjadi erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat,
soliter, dasarnya ialah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih , diatasnya
hanya tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit di sekitarnya tidak
menunjukkan tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan
teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. Kelainan tersebut dinamakan afek
primer dan umumnya berlokasi pada genitalia eksterna. Pada pria tempat yang
sering dikenai ialah sulkus koronius, sedangkan pada wanita di labia minor dan
mayor. Selain juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu.
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.
Kelenjar tersebut soliter, indolen tidak lunak, besarnya biasanya lentikuler, tidak
supuratif. Kulit diatasnya tidak menandakan tanda-tanda radang akut.
Istilah sifilis d’emblee dipakai, jika tidak terdapat efek primer. Kuman masuk ke
jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transffusi darah atau suntikan.
2. Sifilis sekunder (SII)
Biasanya SII timbul setelah 6-8 minggu sejak SI dan sejumlah 1/3 kasus masih
disertai SI. Lama SII dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan SI yang tanpa
disertai gejala konstitusi, pada SII dapat disertai gejala tersebut yang terjadi
sebelum atau selama SII. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia,
turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan
atralgia.
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the
great imitator. Selain pada kulit SII juga dapat menyebabkan kelainan pada
mukosa, kelenjar getah bening, mata , hepar, tulang, dan syaraf.
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada SII sangat menular, kelainan yang
kering kurang menular. Kondiloma lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang
sangat menular.
Gejala yang penting untuk membedakan dengan penyakit kulit yang lain ialah
Kelainan kulit pada SII umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis
generalisata, pada SII dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan
kaki.
Antara SII dini dan SII lanjut terdapat perbedaan. Pada SII dini kelainan kulit
generalisata, simetrik, dan lebih cepat hilang (beberapa hari hinggga beberapa
minggu ). Pada SII lanjut tidak generalisata lagi, melainkan setempat-setempat,
tidak simetris dan lebih lama bertahan (beberapa minggu hingga beberapa bulan).

SII pada mukosa


Biasanya timbul bersama-sama dengan eksantema pada kulit, kelainan pada
mukosa disebut enantem, terutama terdapat pada mulut dan tenggorok. Umumnya
berupa makula eritematosa, yang cepat berkonfluensi sehingga membentuk eritem
yang difus, berbatas tegas dan disebut angina sifilitika eritematosa.
Keluhannya nyeri pada tenggorok, terutama pada waktu menelan. Sering faring
juga diserang, sehingga memberi keluhan suara parau. Pada eritema tersebut
kadang-kadang terbentuk bercak putih keabu-abuan, dapat erosif dan nyeri.
Kelainan lain ialah yang disebut plaque muqueuses (mucous patch), berupa papul
eritematosa, permukaannya datar, biasanya miliar atau lentikuler, timbulnya
bersama-sama dengan SII bentuk papul pada kulit. Plaque muqueuses tersebut
dapat juga terletak di selaput lendir alat genital dan biasanya erosif. Umumnya
kelainan pada selaput lendir tidak nyeri, lamanya beberapa minggu.
Kelainan selaput lendir
 Mucous patch - banyak mengandung T pallidum,
 Bentuk bulat, kemerahan  ulkus
 Kelainan  mukosa bibir, pipi, laring, tonsil dan genital

3. Sifilis Laten dini


Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam, tetapi
infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor
cerebrospinalis negatif.

4. Sifilis stadium rekuren


Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip SII, maupun
serologikyang telah negatif menjadi positif. Hal ini terjadi terutama pada sifilis
yang tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Umumnya bentuk
relaps ialah SII, kadang-kadang SI. Relaps dapat memberi kelainan pada mata,
tulang, alat dalam, dan susunan saraf.

B. Sifilis Lanjut
1. Sifilis laten lanjut
Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik.
Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur
hidup.
2. Sifilis Tersier (S III)
Lesi pertama umumnya terlihat antara 3-10 tahun setelah S I. Kelainan yang khas
adalah gumma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak dan
destruktif.
Besar gumma bervariasi dari lentikuler sampai sebesar telur ayam. Kulit di
atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat
digerakkan.setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah,
tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta
melekat terhadap gumma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah
cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen, pada beberapa kasus disertai
jaringan nekrotik.
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat,
dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus
berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi
ulkus, maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan
menjadi datar.
Tanpa pengobatan gumma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga
beberapa tahun. Biasanya gumma soliter, tetapi dapat pula multiple, umumnya
asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika gumma multiple dan
perlunakannya cepat, dapat disertai demam.
Selain gumma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula-muladi kutan
kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan
dan umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi.
Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip gumma., mengalami nekrosis di
tengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik.
Perbedaannya dengan gumma, nodus lebih superficial dan lebih kecil (miliar
hingga lentikuler), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk bergerombol
atau berkonfluensi, selain itu tersebar. Warnanya merah kecoklatan.
Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terus. Bagian yang belum sembuh
dapat tertutup skuama seperti llin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah
bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut
nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak
melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.
S III pada mukosa
Gumma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang
setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. seperti biasanya
akan melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapt merusak tulang
rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang
tersering ialah gumma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta
leukoplakia.

S III pada tulang


Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, dan humerus. Gejala nyeri
biasanya pada malam hari. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan
osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosa dengan sinar-x.
S III pada alat dalam
Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Gumma
bersifat multiple, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi,
membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.
Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Gumma dapat
menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, gumma soliter dapat terjadi di
dalam atau di luar bronkus, jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan
bronkiektasis. Gumma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat,
meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa
gumma atau fibrosis interstitial, tidak nyeri, permukaanya rata dan unilateral,
kadang-kadang memecah ke bagian anterior scrotum.

Sifilis Kongenital

Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini sebab
banyak T.palidum beredar dalam darah. Treponema masuk secra hematogen ke janin
melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu. Sifilis
yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi yang tidak
diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini,
kemungkinan bayi sakit 80 % , bila sifilis lanjut 30%.
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian menjadi
berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan ke lima,
berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital
yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang
hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat.
Keadaan ini disebut hukum kossowitz.

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis kongenital
lanjut (tarda), dan stigmata. Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang dini
bersifat menular, jadi menyerupai S II, sedangkan yang lanjut berbentuk gumma dan
tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan kedua
stadium tersebut.

1. Sifilis kongenital dini


Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol,
simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan.
Cairan bula mngandung banyak T.pallidum. Bayi tampak sakit, bentuk ini adakalanya
disebut pemfigus sifilitika.
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan mirip
erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papula-skuamosa yang simetris
dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada tempat yang lembab
papul dapat mengalami erosi seperti kondiloma lata. Ragades merupakan kelainan
umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan anus, bentuknya
memancar (radiating).
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit
keriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku
dapat terlepas akibat papul di bawahny, disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku
yang baru akan kabur dan bentuknya berubah.
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti
pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam
kavum nasi yang menyebabkan rinitis dan disebut syphilitic snuffles. Kelainan
tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat menular dan
menyebabkan sumbatan. Pernafasan dengan hidung suka. Jika plaques muqueuses
terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat membesar,
generalisata, tetapi tidak sejelas pada S II.
Hepar dan lien membesar akibat invavasi T.pallidum sehingga terjadi fibrosis yang
difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu). Ginjal dapat
diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast. Pada umumnya
kalainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat infiltrasi yang disebut
“pneumonia putih”.

Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu. Osteokondrosis
pada tulang panjang umumnya terjadi sebelum berumur enam bulan dan memberi
gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-x. Ujung tulang terasa nyeri
dan bengkak sehingga tidak dapat digerakan, seolah-olah terjadi paralisis dan disebut
psuedo paralisis parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi berupa terlepasnya
epifisis, fraktur patologik, dan arthritis supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-x
terjadi gambaran yanng khas. Tanda osteokondritis menghilang setelah 12 bulan,
tetapi periostitis menetap. Umunya tedapat anemia berat sehingga rentan terhadap
infeksi.

Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T.pallidum pada otak waktu
intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Menyebabkan pada bayi terjadi
konvulsi dan defisiensi mental.

2. Sifilis Kongenital Lanjut


Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahu. Gumma dapat
menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan alat dalam. Yang khas ialah gumma pada
hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila
meluas menjadi dekstruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan
deformitas. Gumma pada palatum mole dan durum juga sering terjadi sehingga
menyebabkan perforasi pada palatum.
Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai 1/3tengah tulang dan
menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiotiitis setempat pada
tengkorak berupa tumor bulat yang disebut parrots nodus, umumnya terjadi pada
daerah frontal dan parietal.
Keratitis merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur tiga
sampai tiga puluh tahun, insidensinya 25% dari penderita dengan sifiis kongenital dan
dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang
biasanya bilateral.
3. Stigmata

1. Stigmata pada lesi dini


Fasies
Akibat rinitis yang parah dan terus-menerus pada bayi, akan menyababkan
gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang lain pada kavum nasi. Kemudian
terjadi depresi pada jembatan hidung dan disebut saddle nose. Maksilla tumbuh
secara abnormal yakni lebih kecil daripada mandibula yang tumbuh normal dan
disebut buldogjaw.
Gigi
Gigi hutchinson merupakan kelainan yang khas, hanya terdapat pada gigi insisiv
permanen. Gigi tersebut lebih kecil daripada normal, sisi gigi konveks, sedangkan
daerah untuk menggigit konkaf.
Kelainan lain yang khas ialah pada gigi molar pertama, biasanya yang di bawah.
Pertama kali dilukiskan oleh moon dan disebut moon:s molar.
Permokaannya berbintil-bintil (tuberkula) sehingga mirip murbai, karena itu
dinamai pula mulbery molar. Kelainan ini lebih sering terdapat daripada gigi
hutchinson. Enamel di tempat itu tipis, hingga mudah teradi karies dan cepat
tanggal.
Ragades
Ragades terdapat terutama pada sudut mulut, jarang pada lubang hidung dan anus.
Terbentuknya dari papul-papul yang berkonfluensi, akibat pergerakan mulut
terjadi fisur yang kemudian mengalami infeksi sekunder, jika sembuh
meninggalkan jaringan parut linear yang memancar dari sudut mulut.
2. Stigmata pada lesi lanjut
Kornea
Keratitis interstitsial dapat meninggalkan keruhan pada lapisan dalam kornea.
Sikatriks gumatosa
Gumma pada kulit meninggalkan sikatriks yang hipotrofi seperti kertas perkamen.
Pada palatum dan septum nasi meninggalkan perforasi.
Tulang
Osteoporosis gumatosa meninggalkan deformitas sebagai sabre tibia. Nodus
periosteal yang menyembuh sering memberi prominen yang abnormal dan
pelebaran regio frontalis yang disebut frontal bossing. Kalianan ini bersama
dengan saddle nose dan bulldog jaw disebut buldog facies.
Trias hutchinson
Trias hutchinson ialah sindrom yang terdiri dari keratitis intertisisal, gigi
hutchinson, dan ketulian nervus VIII.

Pemeriksaan untuk Diagnosa

1. Pemeriksaan Treponema pallidum

• Pemeriksaan - mikroskop lapangan gelap melihat pergerakkan


Treponema
• Pewarnaan Burri (tinta hitam)  tidak adanya pergerakan Treponema,
- T. pallidum telah mati  kuman berwarna jernih dikelilingi oleh
lapangan yang berwarna hitam.

2. Serologi Tes sifilis (STS)


• STS penting u diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan.
Prinsip pemeriksaan STS - mendeteksi bermacam antibodi yang
berlainan akibat infeksi T. pallidum
Klasifikasi STS
• Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol
• Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati / fraksi
Treponema pallidum
• Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan :
– Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yang memberi
hasil positif
– Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang
memberikan hasil negatif

Tes Non Treponema

• Hasil STS non Treponema menjadi negatif (-) dalam 3 – 8 bln setelah pengobatan
adekuat.
• Penilaian -`kualitatif & kuantitatif
• Hasilnya menjadi positif (+) dalam 2 minggu I setelah ulkus durum positif (+)

Titer pada berbagai stadium :

• SI : Negatif / positif rendah sampai tinggi


• S II : Positif tinggi
• S III : Positif tinggi
• S kardiovaskular : Dapat non reaktif
• Neurosifilis : Dapat non reaktif

Pengaruh pengobatan terhadap kuantitas STS antara lain :

SI : Bila Therapi sudah mulai pd saat hasil STS non reaktif,

 tetap non reaktif

: Bila Therapi mulai pd saat hasil STS reaktif  non

reaktif setelah 1½ tahun

S II : Hasil STS akan (-) dalam waktu 2 tahun

Laten dini : Hasil STS akan (-) dalam waktu 2 tahun

Laten lanjut : 20 – 30 % kasus akan (-) dalam 5 tahun

Sifilis lanjut : < 20 – 30 % kasus akan (-) dalam 5 tahun

False : Bs (+) – 1 – 2 % S II, disebut Prozone reaction


negative

False positive : (+) akibat salah teknik, ps penyakit Treponema lain

Tes Treponema

Tes Treponema digolong 4 kelompok, yaitu :

1. Tes Imobilisasi
• Treponema Pallidum Immobilization (TPI)
Tes Treponema yang paling spesifik
• Hasil positif pada Treponematosis
• Kekurangannya
– Rx lambat, baru (+) pd akhir stadium I,
– Tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan,
– Teknik sulit dan
– Biayanya mahal
2. Tes imunofluoresensi
a. Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test (FTA-Abs)
• Tes ini paling sensitif (90 %), bisa untuk mendeteksi Ig G
• False (+) pada :

Keganasan
Anemia hemolitik
Lupus eritematosus
Sirosis hepatik
Rheumatoid arthritis
Kehamilan
Skleroderma
Infeksi virus, vaksinia
Drug induced LE
Orang normal

Pengobatan

Obat pilihan untuk Therapi sifilis adalah Penisilin

• Tidak dianjurkan pemberian penisilin oral


• Prinsip Therapi sifilis adalah kadar obat harus dapat bertahan dalam serum selama 10 –
14 hari u sifilis dini & lanjut, 21 hari u neurosifilis dan sifilis kardiovaskular.
• Kadar penisilin yg diperlukan cukup 0,03 unit/ml selama 10 – 14 hari
• Cara & dosis pemberian penisilin dalam kepustakaan masih berbeda.

Dosis total yang dianjurkan :

• SI : 4,8 juta unit


• S II : 6 juta unit
• S III : 9 juta unit

Dosis yang dianjurkan oleh WHO (1982 yaitu :

Stadium dini (menular) : dosis total 30 gram/15 hari

Stadium lanjut (tidak menular) : dosis total 60 gram/30 hari

 Sebelum Therapi diberikan, harus pemeriksaan STS


 Pemeriksaan STS ini diulang kembali setelah Therapi selesai
 Pemeriksaan STS pasca Therapi dilakukan secara cermat 1, 3, 6, & 12 bulan sampai 2
tahun setelah Therapi selesai
 Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai hasil Therapi & kemungkinan
adanya Therapi tidak adekuat atau adanya relaps penyakit.

ULKUS MOLE (CHANCROID)

Definisi :

Ulkus mole ialah penyakit infeksi genital akut, setempat dan dapat inokulasi sendiri (auto-
inokulasi), dengan gejala kllinis khas berupa ulkus yang multiple, nyeri pada tempat inokulasi
dan seringkali disertai surpurasi kelenjar getah bening regional. Bisa disebut juga soft sore atau
soft chancre.

Etiologi :
Disebabkan oleh bakteri gram negative anaerobic fakultatif Streptobacillus ducrey (Haemofillus
ducreyi). Bakteri ini berbentuk batang pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membutuhkan
spora dan hemin untuk pertumbuhannya.

gambar H. ducreyi

Faktor Risiko :
Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini. Banyak terdapat di daerah tropis maupun
subtropis. Kebersihan dan higyene sangat berperan dalam penyebaran penyakit ini.

Patofisiologi :
Dapat ditularkan secara langsung melalui hubungan seksual. Ketika terdapat iritasi pada alat
genitalia pada saat berhubungan seksual yang tidak bersih, maka bakteri tersebut akan masuk
melalui daerah yang mudah mengalami abrasi, erosi, atau ekskoriasi dan secara perlahan bakteri
tersebut akan membuat lesi pada alat genitalia tersebut.Predileksi pada genital, jari, mulut, dan
dada. Pada lesi juga dapat ditemukan organism tersebut dalam mikrofag dan netrofil atau bisa
juga berkeliaran bebas dalam jaringan interstitial.

Gambaran klinis:

Lesi mula – mula berbentuk macula atau papule yang segera berubah menjadi pustule dan pecah
menjadi ulkus yang khas, cirri khasnya berupa :

 Multiple
 Lunak
 Terdapat nyeri tekan
 Dasarnya kotor dan mudah berdarah
 Tepi ulkus menggaung
 Kulit sekitar ulkus bewarna merah

Lokasi ulkus pria :

 preputium, glans penis, batang penis, frenulum dan anus

Lokasi ulkus wanita:

 vulva, klitoris, serviks, dan anus. Lokasi ekstragenital pada lidah, bibir, jari tangan,
payudara, umbilicus, dan konjungtiva.

Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus yang disertai radang
akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah dengan membentuk sinus yang saangat neri disertai
badan panas.

Ulkus pada penis.

Variasi bentuk klinis :


1. Giant chancroid: ulkus hanya satu dan meluas dengan cepat serta bersifat destruktif.
2. Transient chancroid: ulkus kecil sembuh sendiri setelah 4-6 hari, disusul perlunakan
kelenjar limfe inguinal 10-20 hari kemudian.
3. Ulkus mole serpiginosum: terjadi inokulasi dan penyebaran dari lesi yang konfluen pada
preputium, skrotum, dan paha. Ulkus dapat berlangsung bertahun-tahun.
4. Ulkus mole gangrenosum: suatu varian yang disebabkan superinfeksi dengan bakteri
fusosprikhetosis, sehingga menimbulkan ulkus fagedenik. Dapat menyebabkan destruksi
jaringan yang cepat dan dalam.
5. Ulkus mole folikularis (follicularis chancroid): timbul pada folikel rambut, terdiri atas
ulkus kecil multiple. Lesi ini dapat terjadi di vulva atau pada daerah genitalia yang
berambut. Lesi ini sangat superficial.
6. Ulkus mole popular (ulcus molle elevatum): terdiri atas papul yang berulserasi dan
granulomatosa, dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata sifilis stadium II.

PP :
 Ulkus swab dengan pewarnaan gram. Pada hasil positif di temukan kelompok basil yang
tersusun seperti barisan ikan.
 Kultur pada media agar coklat, agar muller hinton atau serum yang mengandung
vancomysin. Positif bila di temukan kuman antara 2 – 7 hari

 Tes serologi ito-Reenstierna, caranya 0,1 ml antigen disuntikkan intradermal pada kulit
lengan bawah. Positif bila setelah 24 jam atau lebih timbul indurasi yang berdiameter 5
mm. Hasil positif setelah infeksi berlangsung 2 minggu akan terus positif seumur hidup.
 Tes ELISA dengan menggunakan whole lysed H. ducreyi
 Tes fiksasi komplemen, presipitin, agglutinin

TERAPI
1. Obat sistemik
a. Azitromycin 1 gr, oral, single dose.
b. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
c. Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
d. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
e. Amoksisilin + asam klavunat 3x125 mg selama 7 hari.
f. Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
g. Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.
2. Obat local
Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit.
Aspirasi abses transkutaneus dianjurkan untuk bubo yang berukuran 5 cm atau lebih dengan
fluktuasi ditengahnya.

HERPES SIMPLEKS GENITALIA

Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-
dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV- sering ditularkan melalui
hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1
biasanya mengenai mulut dan tipe mengenai daerah genital.

I. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-faktor
seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral pada
masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang.
Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-. HSV- prevalensinya lebih rendah
dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual. Prevalensi HSV- pada usia dewasa meningkat dan secara signifikan lebih tinggi Amerika
Serikat dari pada Eropa dan kelompok etnik kulit hitam dibanding kulit putih. Seroprevalensi
HSV- adalah 5 % pada populasi wanita secara umum di inggris, tetapi mencapai 80% pada
wanita Afro-Amerika yang berusia antara 60-69 tahun di USA.

Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-an. Di inggris
laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS meningkat enam kali lipat antara tahun
197-1994. Kunjungan awal pada dokter yang dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk
episode pertama dari herpes genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari 16.986 pasien di
tahun 1970 menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000 pasien yang berkunjung

Disamping itu lebih banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan oleh
anatomi alat genital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya rekurensi pada pria
dan lebih ringannya gejala pada pria. Walaupun demikian, dari jumlah tersebut di atas hanya 9%
yang menyadari akan penyakitnya.
Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan kelainan
oral dan HSV- berhubungan dengan kelainan genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan
kelainan di atas pinggang dan VHS- menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi
didapatkan juga jumlah signifikan genital herpes 0-40% disebabkan HSV-1.
HSV- juga kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya kasus
hubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS- tanpa infeksi genital. Di
Indonesia, sampai saat ini belum ada angka yang pasti, akan tetapi dari 1 RS pendidikan Herpes
genitalis merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) dengan gejala ulkus genital yang paling
sering dijumpai.

II. ETIOLOGI
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang merupakan
anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :

1. Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2. Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha).

Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga termasuk dalam
golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang menyebabkan herpes zoster
dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV-, namun tidak
menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan yang sama.

Pada umumnya disebabkan oleh HSV- yang penularannya secara utama melalui vaginal atau anal
seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1
genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa
kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks

III. PATOGENESIS
HSV-1 dan HSV- adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup virus DNA
rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi manusia. Kedua serotipe
HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-
herpesviridae.
Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien
menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi
epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf
dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik.
Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat
menularkan virus lewat permukaan mukosa.(5,7)
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet pernapasan, atau
melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV- biasanya ditularkan secara seksual.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan
mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.

Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan
timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar
melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten.
Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal, sedangkan infeksi
genital HSV- menimbulkan infeksi laten di ganglion sakral.

Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan
multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah
ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada
waktu infeksi primer.
Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik atau emosi,
sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak
diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik
genito genital, ano genital maupun oro genital.

IV. GEJALA KLINIK


Infeksi awal dari 6% HSV- dan 7% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom dari infeksi
awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal) simptom khas muncul antara
hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun
pertama setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-. Inisial episode yang juga
merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV- agak
susah dibedakan.

Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus.
Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka dapat
muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang terinfeksi dan
dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai berikut :

 Nyeri dan disuria


 Uretral dan vaginal discharge

 Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)

 Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal

 Nyeri pada rektum, tenesmus

Tanda (sign) :
 Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada tingkat
infeksi.
 Limfadenopati inguinal

 Faringitis

 Cervisitis

a. Herpes genitalia primer

Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual (termasuk hubungan oral
atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval yang lama dan biasanya setengah dari
kasus tidak menampakkan gejala.
Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis sebagai
influenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan
cepat membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis,
preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat.(1)

b. Herpes genitalia rekuren

Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila ada faktor
pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi
rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul
dan gejala tidak seberat infeksi primer.

Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan,
kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui
penyebabnya. Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks
beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu
untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat
timbul luka di tempat terjadinya outbreaks

Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes progenital dapat ringan
sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan imunitas dari pejamu. Stadium penyakit
meliputi :
Infeksi primer —- stadium laten —- replikasi virus —- stadium rekuren

Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host.
Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya
terhadap HSV-1 atau HSV -, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda
sistemik dan sering menyebabkan komplikasi.
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM HERPES GENITALIS

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan
giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas
pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai
berikut.

A.Histopatologi

Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang terpengaruh dan inflamasi
pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan
sel yang terakumulasi di dalam stratum korneum membentuk vesikel.(1)

B. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )

Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:

1. ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-.2


Tes POCK untuk HSV- yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.

C .Kultur virus

Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih merupakan prosedur
pilihan yang merupakan gold standard pada stadium awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil
dari lesi mukokutaneus pada stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada
bila diambil dari lesi ulkus atau krusta.

Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya hari keempat
timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus, perubahan imun virus yang
cepat, teknik yang kurang tepat atau keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam
spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 4-48 jam.

VI. DIAGNOSIS

Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar
eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-. diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilan
contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV- dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu
memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium yaitu
kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.(1,11,1)
Pada stadium dini erupsi vesikel sangat khas, akan tetapi pada stadium yang lanjut tidak khas
lagi, penderita harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain, termasuk chancroid dan
kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur jaringan.

Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain neuralgia, retensi urine,
meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat
menyebabkan abortus pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin
terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit, ensefalitis,
makrosefali dan keratokonjungtivitis.

Herpes genital primer HSV dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik
prolong. Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari kaum pria
dan 70% dari wanita dengan penyakit HSV- primer. Berbeda dengan infeksi genital episode
pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital

VII. PENATALAKSANAAN

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun
pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :

 menjaga kebersihan lokal


 menghindari trauma atau faktor pencetus.

Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai 40%
dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek
samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.

Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan
obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini
akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani
herpes genital adalah

 Asiklovir (Zovirus)
 Famsiklovir

 Valasiklovir (Valtres)

Asiklovir
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari),
asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf
propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat
penyembuhan.
Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah
menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh
karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama
dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 00 mg 5 kali
sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.

Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1 dan
HSV-. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase
menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel
pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki potensi pemberian
dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat menjadi
pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik.

VIII. PENCEGAHAN

Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom dapat
menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah yang tidak
tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9
menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan
melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.

Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu

1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan PMS
lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.

3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan
tepat.

4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.

5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam
pencegahan.

IX. PROGNOSIS

Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi
kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di
sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi
ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan
meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi
klinis herpes genitalis

LIMFOGRANULOMA VENERUM
Definisi
Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, L3, afek primer biasanya cepat hilang, bersifat sistemik,
mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital,
inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut, sub-akut, atau kronis tergantung pada
imunitas penderita dan biasanya berbentuk sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa
limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan kelima
tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakkan yang tak
serentak.
Sinonim
Limfogranuloma venereum (LGV) disebut juga Limfopatia venereum yang dilukiskan pertama
kali oleh Nicolas, Durand dan Favre pada tahun 1913, karena itu juga disebut penyakit Durand-
Nicolas-Favre disease. Selain itu dikenal juga sebagai Limfogranuloma Inguinal,
Limfogranuloma tropikum, Tropical bubo, Climatic bubo, Strumous bubo, dan Paradenitis
inguinal
Epidemiologi
LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada negara-negara yang beriklim
tropis dan subtropics, seperti I daerah Amerika Utara, Eropa, Australia dan prevalensi tinggi yang
terdapat di Asia dan Amerika Selatan, LGV merupakan penyakit endemis di timur dan barat
Afrika, India, sebagian Asia Tenggara, Amerika Utara dan Kepulauan Karibia. Pada daerah
nonendemis ditemukan padapelaut, tentara, dan wisatawan yang 6 mendapat infeksi pada saat
berkunjung atau pernah tinggal di daerah endemis. Seperti pada penyakit IMS lainnya,
limfogranuloma venereum merupakan penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah-daerah
rural dan orang-orang berperilaku promiskus serta golongan social ekonomi rendah.
Penyakit ini dijumpai pada usia antara 20-40 tahun, lebih sering pada laki-laki dibanding dengan
perempuan dengan rasio 5:1 atau lebih, hal ini disebakan karena adanya perbedaan patogenesis.
Kejadian akut LGV berhubungan erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah
dilaporkan kasus LGV pada remaja. Kini penyakit ini jarang ditemukan.

Etiologi
Penyebab Limfogranuloma venereum (LGV) adalah Chlamydia trachomatis, yang merupakan
salah satu organisme dari 4 spesies dari genus Chlamydia, yang memiliki siklus pertumbuhan
yang unik . Chlamydia trachomatis memiliki sifat sebagian seperti bakteri dalam hal pembelahan
sel, metabolisme, struktur, maupun kepekaan terhadap antibiotika dan kemoterapi, dan sebagian
bersifat seperti virus yaitu memerlukan sel hidup untuk berkembang biaknya (parasit obligat
intrasel).
Spesies Chlamydia trachomatis terdiri dari dua biovars yaitu trachoma atau organisme TRIC dan
organisme LGV. Organisme LGV sendiri terdiri atas 3 serovars yaitu L1, L2, L3.
Chlamydia berukuran lebih kecil dari bakteri, berdiameter 250-550 mm, namun lebih besar dari
ukuran virus pada ummunya. Di dalam jaringan pejamu , membentuk sitoplasma inklusi yang
merupakan patognomoni infeksi Chlamydia.
Penyakit yang segolongan dengan Limfogranuloma venereum ialah psitakosis, trakoma, dan
Inclusion conjunctivitis. 7
Manifestasi klinis
LGV adalah penyakit sistematik primer menyerang system limfatik, dengan manisfestasi klinis
dapat akut, subakut atau kronik,dengan komplikasi pada stadium lanjut. Masa tunas penyakit ini
adalah 1-4 minggu. Gejal konstitusi timbul sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap
selam sindrom inguinal. Gejal tersebut berupa malese, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea
dan demam. Terdapat perbedaan gambaran klinis pada pria dan dan wanita. Pada wanita jarang
didapatkan lesi primer genital dan bubo inguinal. Gambaran klinis LGV secara umum dapat
dibagi dalam 2 stadium, yaitu :
1. Stadium dini, yang terdiri atas :
a. Lesi primer genital
b. Sindrom inguinal
2. Stadium lanjut, dapat berupa :
a. Sindrom ano-rektal
b. Elefantiasis/Sindrom genital (esthiomene)

Waktu terjadinya lesi primer hingga sindrom inguinal 3-6 minggu, sedangkan dari bentuk dini
hingga bentuk lanjut yaitu selam satu tahun hingga beberapa tahun.
Stadium Dini
a. Lesi primer genital
Setelah masa inkubasi antara 3-20 hari, akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak
sakit, ummumnya bersifat solitar, tidak khas, dan cepat menghilang (sembuh) tanpa
pembentukan jaringan parut (scar) , lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papula-
papula gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagai uretritis 8 nonspesifik. Masa
inkubasi dapat bersifat lebih lama apabila lesi primer genital tidak muncul, sebagai manifestasi
adalah sindrom inguinal.
Pada pria sering berlokasi di genitalia, eksterna terutama disulkus koronarius, frenulum,
preputium, penis, uretra, dan skrotum. Lesi primer pada pria sering disertai oleh limfangitis pada
bagian dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses-abses kecil
(bubonuli). Bubonuli dapat pecah dan membentuk drainse sinus, fistel, dan fibrosisuretra
sehingga terbentuk sikatrik pada dasar penis. Pada wanita lebih sering terjadi pada dinding
posterior vagina, portio, bagian posterior serviks dan vulva. Limfangitis sangat sering
berhubungan dengan edema local dan regional yang menyebabkan phimosis pada pria dan
pembengkakan pada wanita dengan derajat yang bervariasi.

b. Sindrom inguinal
Sindrom inguinal merupakan sindrom yang sering dijumpai karena itu akan diuraikan secara
luas. Sindrom tersebut terjadi pada pria, jika afek primernya di genitalia eksterna, umumnya
unilateral, kira-kira 80%. Pada wanita terjadi jika afek primernya pada genitelia eksterna dan
vagina 1/3 bawah. Itulah sebabnya sindrom tersebut lebih sering terdapat pada pria daripada
wanita, karena umumnya lesi primer pada wanita terletak di tempat yang lebih dalam, yakni di
vagina 2/3 atas dan serviks. Jika lesi primer terletak pada tempat tersebut, maka yang mengalami
peradangan bukan kelenjar inguinal medial, tetapi kelenjar Gerota. Pada sindrom ini yang
terserang ialah kelenjar getah bening inguinal medial, karena kelenjar tersebut merupakan kelnjar
regional bagi genitalia eksterna. Kelenjar yang dikenal ialah beberapa dan dapat mdiketahui
karena permukaannya berbenjol-benjol, kemudian akan berkonfluensi. Karena LGV merupakn
penyakit subakut, maka kelima tanda radang akut terdapat pada dolor, rubor, tumor, kalor dan
fungsio lea. Selain limfadenitis terjadi pula periadenitis yang menyebabkan perlekatan dengan
jaringan sekitarnya. Kemudian terjadi perlunakan yang tidak serentak, yang mengakibatkan
konsistensinya menjadi bermacam-macam, yakni keras, kenyal dan lunak (abses). Perlunakan
biasanya di tengah, dapat terjadi abses dan fistel yang multiple.
Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan memanjang seperti sosis di
bagian proksimal dan distal ligamentum Pouparti dan dipisahkan oleh lekuk (sulkus). Gejala
tersebut oleh Greenblatt disebut stigma of groove. Pada stadium lanjut terjadi penjalaran ke
kelenjar getah bening di fosa iliaka dan danamai bubo bertingkat (etage bubonen), kadang-
kadang dapat pula ke kelenjar di fosa femoralis. Ada kalanya terdapat limfangitis yang tampak
sebagai tali yang keras dan bubonuli.
Biasanya terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lesi primer menghilang. Pada 2/3
kasus terjadi limfadenitis inguinal yang unilateral. Dimulai sebagai suatu masa, agak sakit
menetap 1-2 minggu. Bubo inguinal pertama kali ditemukan oleh William Allace tahun 1833
yang terdiri atas: kulit menjadi merah, dan kemudian ditemukannya tumor yang melekat pada
permukaan kulit tersebut, mulanya dapat digerakkan , bubo kemudian mengalami kemajuan
cepat, sehingga menyebabkan rasa sakit yang berdenyut-denyut, demam tinggi diikuti dengan
takikardi, hilangnya nafsu makan, dan gangguan tidur. Kelainan ini lebih sering pada pria
daripada wanita, karena pada wanita lokasi primer terletak di bagian dalam dan aliran limfe
kearah kelenjar limfe daerah pelvis.
Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari, tapi mungkin lebih lambat 4-6 bulan setelah
infeksi. Gejala sistemik seperti demam, menggigil, nausea, anoreksia, sakit kepala sering
menyertai sindrom ini. Gejala konstitusi ini kemungkinan berhubungan dengan penyebaran
sistemik dari Chlamydia. Selama stadium ini, organisme LGV dapat diisolasi dari darah dan
cairan serebrospinal pasien baik dengan gejala meningoencephalitis maupun tidak dan pada
cairan serebrospinalyang abnormal.
Manifestasi dari penyebaran sistemik yang lain yaitu: hepatitis, pneumonitis, kemungkinan
arthritis, eritema multiforme dan pernah dilaporkan edema papil sedangkan pada wanita gejala
nyeri pinggang bawah lebih sering terjadi karena terkena kelenjar limfe Gerotha yang diikuti
dengan gejala proktitis dan periproktitis seperti nyeri abdomen, nyeri saat defekasi dan diare.
Pada pemeriksaan klinis sindrom inguinal didapatkan keadaan sebagai berikut :
 Kelenjar inguinal membesar, nyeri dan teraba padat, kemudian berkembang menjadi
peradangan sekitar kelenjar atau perilimfadenitis.
 Terjadi perlekatan antar kelenjar sehingga terbentuk paket, juga perlekatan kelenjar dengan
kulit di atasnya, kulit tampak merah kebiruan (blue balls) yang menandakan akan terjadi tumor
bubo, juga panas dan nyeri.ini biasanya terjadi pada 1-2 minggu setelah bubo mengalami
fluktuasi.
 Perlunakan kelenjar yang tak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus, dan
terbentuk abses multiple.
 Abses pecah menjadi sinus atau fistel multiple pada 1/3 kasus, sedangkan yang lain
mengalami involusi secara perlahan dan membentuk massa padat kenyal di daerah inguinal.

Beberapa bentuk spesifik dapat terjadi dapat terjadi seperti : pembesaran kelenjar di atas dan di
bawah ligamentum inguinal Pouparti sehingga terbentuk celah disebut sign of groove
(Greenblatt’s sign). Pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superficial dan profundus
menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebut ettage bubo. Pada penyembuhan fistel akan
terjadi akan terjadi jaringan parut yang khas di daerah inguinal. Beberapa laporan kasus LGV
mirip limfoma leher pada pria homoseksual yang mempraktekkan felasio dan laki-laki
heteroseks yang melakukan kunilungus.
Banyak penelitian mengenai LGV pada wanita hanya 20-30 % terlihat sebagai sindroma
inguinal. Pada wanita kira-kira 1/3 kasus tanpa proktitis, tetapi keluhan sakit pada perut bagian
bawah dan pinggang terutama waktu membungkuk, keluhan ini menandakan terkenanya
limfenod bagian dalam pelvis dan limfenod bagian lumbal, dan mungkin dapat disalahartikan
sebagi apendisitis akut atau abses tuba.

Stadium Lanjut
a. Sindrom ano-rektal
Sindrom anorektal merupakan manifestasi lanjut LGV terutama pada wanita, karena penyebaran
lansung dari lesi primer di vagina ke kelenjar limfe perirektal. Gejala awal adalah perdarahan
anus yang diikuti duh anal yang purulen disertai febris, nyeri pada waktu defekasi, sakit perut
bawah, konstipasi dan diare. Selanjutnya bila tidak diberi pengobatan akan terjadi proktokolitis
berat yang gejalanya mirip colitis ulserosa, dengan tanda-tanda fistel anal, abses perirektal dan
rektovaginal/rektovesikel. Gejala striktura rekti yang progresif sering ditandai dengan secret dan
perdarahan rektum, kolik dan obstipasi oleh karena obstruksi total.
Pada pria :
Sindrom anorektal dapt terjad pada pria yang homoseksual, yang melakukan sanggama secara
genitoanal, mukosa rektal dapat diinokulasi lansung oleh Chlamydia selama hubungan seks
secara anal atau melalui penyebaran limfatik dari uretra posterior.
Gejala awal dari infeksi rektal adalah pruritus anal diikuti duh anal yang purulen yang
disebabkan karena edema local atau difus mukosa anorektal. Mukosa menjadi hiperemis dan
mudah berdarah karena trauma, juga sering terdapat ulserasi superficial, multiple dan diskrit,
dengan batas yang ireguler yang akhirnya diganti dengan jaringan parut. Proses peradangan
kronis menyerbu masuk ke dalam dinding usus dan membentuk granuloma nonkaseosa dan
abses, jika terjadi infeksi sekunder secret menjadi mukopurulen. Selanjutnya bila tidak diberi
pengobatan proses granulomatus akan mengenai seluruh lapisan dinding usus, lapisan otot akan
diganti dengan jaringan fibrosis.
Pada wanita :
Pada wanita terjadi karena penyebaran lansung dari lesi primer di posterior dinding vagina dan
serviks ke kelenjar limfe perirektal.
Pada wanita septum rektovagina mungkin akan terkikis, dan terbentuk fistula rektovagina.
Konstraksi yang berlebihan pada jaringan fibrosis selam berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
akan menyebabkan hambatan pasial (striktur) atau komplit (stenosis) dari rektum.
Sindrom anorektal pada wanita dapat terjadi dengan dua cara. Pertama, jika sanggama dilakukan
dengan cara genito-anal. Kedua, jika lesi primer terdapat pada vagina 2/3 atas atau serviks,
sehingga terjadi penjalaran ke kelenjar perirektal (kelenjar Gerota) yang terletak antara uterus
dan rektum. Pembesaran kelenjar tersebut hanya dapat diketahui dengan palpasi secara bimanual.
Proses berikutnya hampir sama dengan sindrom inguinal, yakni terjadi di limfadenitis dan
periadenitis, lalu mengalami perlunakan hingga terbentuk abses. Kemudian abses memecah
sehingga menyebabkan gejala keluarnya darah dan pus pada waktu defekasi, kemudian terbentuk
fistel. Abses-abses dan fistel-fistel dapat berlokasi di perianal dan perirektal.
Selanjutnya muara fistelmeluas menjadi ulkus, yang kemudian menyembuh dan menjadi
sikatriks, terjadilah retraksi hingga mengakibatkan striktura rekti. Kelainan tersebut umumnya
mengenai seluruh lingkaran rektum sepanjang 4-10 cm dan berlokasi 3-8 cm atau lebih di atas
anus. Keluhannya ialah obstipasi, tinja kecil-kecil disertai perdarahan waktu defekasi. Akibat lain
ialah terjadinya proktitis yang menyebabkan gejala tenesmus dan keluarnya darah dan pus dari
rektum. Kecuali kelenjar Gerota, dapat pula terjadi penjalaran ke kelenjar iliaka dan
hipogastrika.
Manifestasi klinis :
Manifestasi klinis akut sindrom anorektal adalah proktokolitis dan hyperplasia intestinal dan
jaringan limfe perirektal (lymphorrhoid).
Manifestasi kronis sindrom tersebut adalah abses perirektal, ischiorektal, fistula rektovaginal,
fistula anal dan striktura rektal atau stenosis.
Gejala proktokolitis :
1. Panas
2. Rasa sakit pada rektum
3. Tenesmus
4. Perut bagian bawah kiri terasa sakit jika disentuh
5. Pada palpasi kolon bagian pelvis terasa tegang
6. Mukosa rektal granuler pada pemeriksaan digital dan dapat bergerak, kelenjar limfoid teraba
pembesaran pada palpasi.
7. Pemeriksaan sigmoidoskopi tidak menunjukkan tanda yang patognomonik.

Gejala konstipasi dari striktura rektal derajatnya sangat bervariasi mulai dari “pencil stool”,
distensi abdomen, kolik dan penurunan berat badan. Mayoritas tebanyak pasien dengan sindroma
anorektal adalah wanita atau pria homoseksual.
b. Sindrom genital (esthiomene)

Kata esthiomene berasal dari bahasa Yunani yang artinya “Eating away”. Infeksi primer
mengenai kelenjar limfe dari skrotum, penis atau vulva yang mungkin menyebabkan limfangitis
kronis dandan progresif, edema kronis dan akhirnya terjadi pembentukan fibrosklerosis jaringan
subkutan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya indurasi dan pembesaran bagian yang terkena
dan pembesaran bagian yang terkena dan akhirnya terjadi ulserasi. Pada awalnya ulserasi hanya
superfisial namun kemudian menjadi lebih invasive dan destruktif.
Pasien dengan esthiomene kebanyakan adalah wanita. Ulsearasi kronis ini sangat sakit. Pada
wanita kebanyakan terjadi bagian permukaan labia mayora, pda lipatan genitokruris, dan pada
bagian lateral dari perineum. Anus dan klitoris bisa terjadi edema tapi masih dapat berfungsi
normal. Pada wanita cenderung untuk gterjadi pembentuka papiler pada mukosa meatus uretra,
yang berupa tumor poliploid pada permukaan elefantiasis yang disebabkan akibat tekanan paha
yang disebut buchblatt condiloma, pertumbuhan ini menyebabkan disuria, polakisuria dan
inkontinensiauri. Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke vagina atau
vesika urinaria. Bial derajat kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi
elefantiasissatu atau kedua tungkai.
Peniscrotal elephanthiasis dapat terlihat 1-20 tahun setelah infeksi, dapat mengenai hanya
preputium, preputium dan penis, skrotum saja atau keseluruhan dari genitalia eksterna.
Konjungtivitis folikuler, selalu disertai oleh limfadenitis maksila dan aurikularis posterior, dapat
terjadi pada setiap stadium dari LGV. Infeksi konjungtivitis disebabkan akibat infeksi secara
inokulasi dari discharge genital yang infeksius. Kondisi ini sejalan dengan Parinaud’s
oculoglandular syndrome.
Lesi primer LGV pada mulut dan faring dapat terjadi akibat felasio dan cunnilingus, sehingga
mengakibatkan limfadenitis maksilaris atau servikalis.
Sindrom genital berupa edema vulva yang terjadi sepanjang klitoris samapi anus (elephantiasis
labia) akibat peradangan kronis, sehingga terjadi kerusakan saluran dan kelenjar limfe dan
timbulnya edema limfe di daerah vulva. Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang destruktif
dan pecah ke vagina atau vesika urinaria.
Pada pria dapat terjadi proses yang sama, namun jarang dijumpai. Manifestasi klinis berupa
elefantiasis skrotum. Bila derajat kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat
terjadi elephantiasis satu atau kedua tungkai.
Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada kelenjar inguinal medial, sehingga
aliran getah bening terbendung serta terjadi edema dan elephantiasis. Elefantiasis tersebut dapat
bersifat vegetative, dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus.
Pada pria, elephantiasis terdapat di penis dan skrotum , sedangkan pada wanita di labia dan
klitoris, disebut estiomen. jika meluas terbentuk elefantiasis genito-anorektalis dan disebut
sindrom Jersild.

Patofisiologi
LGV adalah penyakit menular seksual yang sering ditemukan di Asia Tenggara, Afrika, dan
Amerika Tengah serta Selatan. LGV jarang terjadi di Amerika Serikat, kecuali pada laki-laki
homoseksual. LGV disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotype L-1, L-2 dan L-3.

Patogenesis
Chlamydia trachomatis tidak dapat menembus membran atau kulit yang utuh, tetapi masuk
melalui aberasi atau lesi kecil di kulit, kemudian mengadakan penyebaran secara limfogen untuk
bermultiplikasi ke dalam fagositosis mononuklear pada kelenjar limfe regional kemudian akan
menimbulkan peradangan di sepanjang saluran limfe (limfangitis dan perilimfangitis), seterusnya
mencapai kelenjar limfe terdekat sehingga terjadi peradangan kelenjar limfe dan jaringan di
sekitarnya (limfadenitis dan perilimfadenitis). Jadi LGV adalah penyakit yang terutama
mengenai jaringan limfatik. Proses patologis yang penting adalah trombolimfangitis dan
perilimfangitis, dengan penyebaran proses inflamasi dari limfenod ke jaringan sekitarnya.
Limfangitis ditandai dengan ploriferasi sel endotel sepanjang pembuluh limfe saluran
penghubung dalam limfenod. Pada tempat infeksi limfenod cepat membesar, dan pada area
tersebut dikelilingi oleh daerah yang nekrosis yang terdiri atas kumpulan sel endotel yang padat.
Area yang nekrosis diserbu oleh sel lekosit polimorfonuklear dan mengalami pembesaran yang
khas berbentuk segitiga atau segiempat disebut sebagai “stelata abses”. Pada peradangan lanjut
abses-abses bersatu dan pecah membentuk lokulasi abses, fistel atau sinus. Proses inflamasi
dapat berlansung beberapa minggu atau beberapa bulan. Penyembuhan disertai dengan
pembentukan jaringan fibrosis, yang merusak struktur limfenod dan dapat menyumbat saluran
limfe. Edema kronis dan fibrous sklerosis menyebabkan indurasi dan pembengkakan daerah
yang terkena. Fibrosis juga mempengaruhi pembuluh darah kulit dan membrane mukosa
sehingga menyebabkan ulserasi. Dapat terjadi kerusakan rektum akibat ulserasi mukosa,
peradangan transmural dinding usus, obstruksi aliran limfe, pembentukan jaringan fibrotic, dan
striktur. Juga dapat terjadi perlekatan diantara kolon sigmoid dan dinding rektum dengan dinding
rektum dengan dinding pelvis. Limfopatia pada laki-laki terjadi pada daerah inguinal, sedangkan
pada perempuan dan laki-laki homoseksual biasanya terjadi di daerah genital, anal dan rektal.
Perbedaan lokasi lesi penyakit ini tergantung dari letak lesi primer. Pada laki-laki penis
merupakan tempat pertama kali masuknya (lesi primer) Chlamydia trachomatis kemudian
menyebar ke kelenjar limfe inguinal sedangkan perempuan melalui intravagina atau servikal
menuju kelenjar limfe intrapelvik, anus dan rektal.
LGV akut lebih sering pada laki-laki karena pada perempuan biasanya asimtomatik dan baru
didiagnosis setelah berkembang menjadi proktokolitis akut atau bubo inguinal. LGV
kemungkinan bukanlah suatu penyakit menular seperti gonore. Lesi primer herpes, urethritis,
servisitis, proktokolitis, dan ulserasi kronis kemungkinan adalah bentuk infeksi yang terbanyak
dari LGV. Walaupun bukti yang menyokong sangat minimal, endoservik kelihatanya adalah
tempat infeksi yang paling sering pada wanita, dan infeksinya masih berlangsung sampai
beberapa minggu atau bebrapa bulan. Penularan secara kongenital
tidak terjadi, tetapi infeksi mungkin terjadi melalui jalan lahir selama proses kelahiran.
Meskipun proses patologi primer pdea limfagranuloma venereum biasanya hanya terlokalisir
pada satu atau dua bagian kelenjar limfe, organism ini juga dapat menyebar secara sistemik
melalui aliran darah dan dapat memasuki system saraf pusat. Penyebaran lokal penyakit ini
dibatasi oleh imunitas hospes yang akan membatasi multiplikasi, Chlamydia Delayed
hypersensitivity (dapat dibukktikan melalui skin tes) dan LGV-spesifik Chlamydia antibody
dapat terlihat 1-2 minggu setelah infeksi. Imun hospes ini mungkin juga tidak dikeluarkan dari
tubuh sehingga terjadi laten. Chlamydia yang hidup dapat diisolasi dari lesi lama selama 20
tahun setelah infeksi awal. Kebanyakan kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh
limfogranuloma venereum mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel
antigen terhadap Chlamydia. Persisten limfogranuloma venereum di jaringan atau infeksi ulang
oleh serovarians yang berhubungan dengan Chlamydia trachomatis mungkin berperan dalam
perkembangan penyakit sistematik.
Sistem Pembuluh Limfe dan Kelenjar Getah Bening Alat kelamin
Kelenjar getah bening alat-alat kelamin dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar.
1. Traktus horizontalis kelenjar-kelenjar inguinal superficial dan kelenjar-kelenjar inguinal dalam
(profundus).
2. Kelenjar-kelenjar getah bening dalam panggul dan sepanjang aorta abdominalis yang terutam
merupakan kelenjar-kelenjar regional bagi alat reproduksi. Nama kelenjar-kelenjar tersebut
disesuaikan dengan nama pembuluh darah yang diiringinya atau sesuai dengan nama alat yang
terdapat berdekatan dengan kelenjar-kelenjar yang bersangkutan.

Pada pria :
1. Penis
Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superficial
medial, kadang-kadang ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. Anyaman pembuluh
getah bening dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal medial.
2. Skrotum
Dari skrotum ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial.
3. Uretra
Dari uretra pars spongiosa getah bening ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial
medial, kelenjar – kelenjar inguinal dalam iliaka eksterna. Dari uretra pars prostatika dan
membranasea getah bening disalurkan ke kelenjar-kelenjar iliaka interna.
4. Prostat dan vesikula seminalis
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sakral, iliaka eksterna, iliaka interna dan anorektal.
5. Testis dan epididimis
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
Pada wanita :
1. Labium mayor Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kadang-kadang
oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
2. Labium minor Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, inguinal dalam
dan iliaka ekster.
3. Kelenjar bartholin Ditampung oleh kelenjar-kelenjar vesikel anterior.
4. Klitoris Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal
superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam medial. Anyamn pembuluh getah bening
dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
5. Uretra Getah bening uretra ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial,
kelenjar-kelenjar inguinal dalam, interiliaka dan gluteal inferior.
6. Ovarium Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sepanjang aorta abdominalis.
7. Uterus Fundus uteri : sama seperti ovarium Korpus uteri : ke kelenjar-kelenjar sepanjang
aorta, kelenjar-kelenjar inguinal superfisial, dan interiliakal.
Servik uteri : ke kelenjar-kelenjar iliaka dan kelenjar sepanjang aorta.
8. Vagina Bagian kranial : beranastomosis dengan servik uteri lalu ke kelenjar iliaka eksterna dan
interiliaka.
Bagian kaudal : ke kelenjar-kelenjar interiliakal gluteal inferior dan beberapa kelenjar inguinal
superfisial.
Bagian dorsal : ke kelenjar anorektal.

Pemeriksaan Penunjang
Tes Frei
 Merupakan metode diagnosis pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis LGV (1930-1970)
 Tes ini berdasarkan pada imunitas seluler terhadap virus LGV. Bahan diambil dari aspirasi
bubo yang belum pecah atau antigen yang dibuat dari hasil pembiakan dalam selaput kuning
telur embrio ayam, nama dagang lygnanum.
 Cara kerja
1. Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan bawah dengan kontrol
pada lengan lainnya.
2. Reaksi dibaca setelah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul eritematosa dikelilingi daerah
infaltrat dengan diameter >6 mm dan daerah control negative.
3. Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa minggu (bahkan sampai 6 bulan) setelah infeksi
dan akan tetap positif untuk jangka waktu lama bahkan seumur hidup. Reaksi ini merupakan
delayed intradermal yang spesifik terhadap golongan Chlamydia sehingga dapat member hasil
positif semu pada penderita dengan infeksi Chlamydia yang lain.

Tes Serologi
Tes serologi yang digunakan dalam pemeriksaan ini meliputi:
1. complement fixation tes (CFT)
2. radio isotop presipitation (RIP)
3. micro imunofluorescence (micro-IF) typing
CFT lebih sensitive dan dapat mendiagnosis lebih awal (positif), dan antibodi bisa menetap
selama bertahun-tahun. Pada pemeriksaan CFT menggunakan antigen yang spesifik, yang
merupakan tes yang lebih sensitive. Terdapat reaksi silang dengan infeksi Chlamydia yang lain
dan antibodi dapat tetap positif dengan titer tinggi atau rendah sampai beberapa tahun. Titer lebih
atau sama dengan 1:64 menunjukkan adanya infeksilimfogranuloma venereum yang aktif.
Penurunan titer dapat dipakai untuk menunjukkan keberhasilan terapi. Titer yang rendah
biasanya pada kasus-kasus in-aktif atau infeksi Chlamydia lainnya.
Pemeriksaan micro-IF dianggap lebih sensitive dibandingkan tes fiksasi komplemen. Tes ini
dapat memperlihatkan tipe strain antigen yang menyebabkan infeksi melalui pola reaktivitasnya.
Pada LGV, serumfase akut biasanya mengandung antibody micro-IF yang sangat tinggi. Pada
LGV dapat ditemukan titer antibody IgG yang sangat tinggi (>1 : 2000) jauh melebihi titer
urethritis non gonokokus yang disebabkan oleh Chlamydia.
Pemeriksaan RIP digunakan oleh Philip et al untuk mendeteksi antibody limfogranuloma
venereum yang menggunakan antiglobulin untuk persipitasi antibody Chlamydia dan kompleks
Chlamydia meningopneumonitis radiolabeled yang tidak dapat dilihat dari proporsi radioaktif
yang dilepaska. Antigen spesifik trachoma limfogranuloma venereum diekstrasi dari
pertumbuhan Chlamydia dalam kultur jaringa. Pemeriksaan ini lebih sensitive dari pemeriksaan
micro-IF.
Kultur Jaringan
Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan pemeriksaan dari
aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat member konfirmasi diagnosis
Sitologi Dipaki untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas dari koloni virus, baik
intraseluler maupun ekstraseluler. Specimen diambil dari jaringan yang terinfeksi kemudian
diwarnai dengan menggunakan metode giemsa, iodine, dan antibodi fluoresen. Ssitologi tidak
terlalu baik sebagai metode untuk diagnosis pasti LGV karena spesimen sering kali
terkontaminasi dengan bakteri dan artefak lain.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Digunakan untuk melihat asam nukleat spesifik Chlamydia trachomatis pada kasus-kasus yang
disebabkan organisme ini. Primer DNA yang digunakan untuk mengetahui adanay sekuens DNA
di dalam plasmid atau membrane protein bagian luar Chlamydia trachomatis.
Biopsi-Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menyingkirkan diagnose banding yang tersering yaitu infeksi atipik dan
neoplasia. Gambaran histopatologi berupa hyperplasia folikuler dan abses dari kelenjar limfe
yang tidak spesifik.
Tes GPR
Tes GPR ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah. Dilakukan dengan memberiakn
beberapa tetes (1-2 tetes) formalin 40% pada 2 cc serum penderita dan dibiarkan 24 jam. Hasil
positif bila terjadi penggumpalan (serum jadi beku). Tes ini tidak spesifik oleh karena dapat
positif pada penyakit lain.

Diagnosis
Diagnosis LGV umumnya berdasarkan atas anamnesis adanya koitus suspektus disertai
gambaran klinis yang khas, dan hasil pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Tes Frei positif
2. Tes fiksasi komplemen atau tes serologi lain untuk LGV positif
3. Isolasi Chlamydia dari jaringan yan terinfeksi pada kultur jaringan
4. Pemeriksaan PCR untuk Chlamydia
5. Pemeriksaan histology ditemukan Chlamydia dalam jaringan yang terinfeksi

Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit LGV dilakukan berdasarkan stadium penyakit yaitu:
A. Stadium Primer Genital
1. Herpes genital: Penyakit ini bersifat residif dapat disertai gatal atau nyeri, lesi berupa vesikel
di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Bila pecah tampak kelompok erosi dan tidak
terdapat indurasi.
2. Sifilis: lesi primer yang berlanjut pada limfogranuloma venereum dapat dikelirukan dengan
lesi primer pada sifilis. Didiagnosis dengan menemukan Treponema pallidum pada pemeriksaan
mikroskopis lapangan gelap. Adenitis inguinal akibat sifilis nampak kecil, keras dan tidak nyeri.
Fase lanjut dari LGV berupa estiomene yang disertai ulserasi dan sikatrik dapat dibedakan dari
sifilis dapat dibedakan dari sifilis dengan tes serologis sifilis, CFT dan adanya spirochaeta.
3. ulkus mole: ulkus pada ulkus mole dapat bervariasi dari satu sampai multipel yang disertai
ulserasi. Bila menyebabkan limfadenitis maka lesi primer masih tampak, kelima tanda radang
juga terdapat namun perlunakannya serentak. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan H.
Ducreyi.
B. Sindrom Inguinal
1. Granuloma Inguinalis: lesi pada kulit lebih khas, lebih besar dan lebih persisten daripada LGV,
ditemukan Donovan bodies. Limfadenitis inguinal pada granuloma inguinale tidak khas. Dapat
dijumpai esthiomene.
2. Limfadenopati inguinal: dapat merupakan kelanjutan dari suatu trauma pada kaki, keganasan
pada daerah genital, rektum dan abdominal, lifoma maligna, tuberculosis dan herpes genital.
3. TBC kulit: bila mengenai daerah inguinal terdapat persamaan dengan LGV. Keduanya terdapat
limfadenitis pada beberapa kelenjar, periadenitis sera pembentukan abses dan fistel yang
multipel. Pada TBC kulit tidak terdapat kelima tanda radang akut kecuali tumor, dan biasanya
pada inguinal lateral dan femoral sedangkan pada LGV terdapat pada inguinal medial.

Penatalaksanaan
Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberikan terapi untuk gejala sistemik
yang timbul yaitu meliputi terapi berikut.
Pengobatan
 Rejimen yang direkomendasikan oleh National Guideline for the management of
Lymphogranuloma Venereum dan U.S Departement of health and Human Services, Public
Health Service Center for disease control and Prevention adalah doksiklin yang merupakan
pilihan pertama pengobatan LGV dosis 2 X 100 mg/hari selama 14-21 hari atau tetrasiklin 2 gr/
hari atau minosiklin 300 mg diikuti 200 mg 2X/hari.
 Sulfonamid: dosis 3-5 gr/hari selama 7 hari.
 Eritromisin: pilihan kedua, dosis 4 X 500 mg/hari selama 21 hari, terutama pada kasus-kasus
alergi obat golongan tetrasiklin pada wanita hamil dan menyusui.
 Eritrhomycin ethylsuccinate 800 mg 4 X / hari selama 7 hari.
 Kotrimoksasol (Trimetropin 400 mg dan sulfametoksasol 80 mg) 3 X 2 tablet selama 7 hari.
 Ofloxacin 400 mg 2 X / hari selama 7 hari.
 Levof loxacin 500 mg 4 X / hari selama 7 hari
 Azithromycin 1 gr dosis tunggal
Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada stadium lanjut di samping pemberian antibiotika. Pada
abses multipel yang berfluktuasi dilakukan aspirasi berulang karena insisi dapat memperlambat
penyembuhan. Tindakan bedah antara lain vulvektomi lokal atau labiektomi pada elefantiasis
labia. Dilatasi dengan bougie pada struktur rekti atau kolostomi bila terjadi obstruksi total, abses
perianal dan perirektal. Proses ini mempunyai risiko untuk terjadinya perforasi usus, harus
dibatasi pada yang lunak, struktur yang pendek tidak berada di bawah peritoneum, dan jangan
dilakukan striktur muda terlepas (licin) atau jika terjadi perdarahan.
Operasi plastik dilakukan untuk elefantiasis penis, skrotum dan esthiomene.
Tidak ada satu prosedurpun yan diberikan tanpa didahului dengan pemberian antibiotik, bahkan
antibiotika harus diberikan beberapa bulan sebelum diputuskan untuk dilakukan tindakan bedah.
Resolusi spontan dari fibrosis LGV belum pernah tejadi, tetapi proses inflamasi dan diameter
striktur mungkin mengalami kemajuan yang dramatis dengan pengobatan antibiotika.

Komplikasi
 Dapat terjadi ruptur bubonuli sehingga terbentuk sinus dan fistel
 Pada komplikasi jangka panjang dapat terjadi fibrosis dan jaringan parut pada penis
 Pada wanita dapat terjadi servitis, perimetritis, dan salpingitis
 Pada komplikasi sistemik dapat menyebabkan infeksi pulmo, perikarditis, arthritis,
konjungtivitis dan meningitis

Prognosis
Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi komplikasi lanjut dapat
menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi, terutam pada pasien human
immunodeficiency virus (HIV), pada pasien ini dapat berkembang dengan multipel abses,
sehingga memerlukan terai yang lebih lama karena resolusinya terlambat

GONORE

Definisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorroheae. Penyakit menular seksual Gonore adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman Neisseria gonorrhoeae yang di tularkan melalui genital. penyakit menular
seksual akut pada lapisan mucocutaneus traktus genitourinarius dengan klinis adanya
sekret uretra yang purulent yang disebabkan oleh neisseria gonorrhoeae.

Epidemiologi

Penyakit menular seksual yang di akibatkan oleh kuman Neisseria gonorrohea


bervariasi di antara komunitas ataupun pada populasi. Lebih dari 700.000 orang
dilaporkan menderita gonore setiap tahun di Amerika. Lebih banyak menyerang pria
daripada wanita. Dibutuhkan Screening untuk mencari mendeteksi resiko infeksi pada
golongan yang memiliki resiko tinggi infeksi. Pada wanita screening mungkin tidak di
rekomendasikan karena infeksi tidak menimbulkan gejala, di Amerika Serikat screening
dilakukan pada wanita seksual aktif, dan pada wanita hamil yang memiliki resiko tinggi
infeksi ( seperti memiliki riwayat infeksi Gonore sebelumnya atau infeksi menular
seksual lain, berganti-ganti pasangan, penggunaan kondom yang tidak konsisten adalah
mereka yang menikah dengan pekerja seks komersil dan pengguna obat, tinggal di
wilayah kelompok demografik dengan prevalensi penyakit yang tinggi). Penyakit
menular seksual Gonore ini lebih sering pada laki-laki.

Di amerika Penderita gonore tertinggi ditemukan pada orang muda yang belum
menikah berusia antara 15-30 tahun, berpendidikan rendah dan status sosioekonomi
rendah.

Etiologi

Penyebab Gonore adalah kuman Gonokokus yang termasuk dalam grup Neisseria
dan dikenal terdapat 4 spesies, yaitu N.gonorrhoeae dan N.meningitidis yang bersifat
patogen serta N.cattarrhalis dan N.pharyngis sicca yang bersifat komensal. Keempat
spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.

Gonokokus termasuk golongan diplokokus berbentuk biji kopi berukuran 0,8 µ


dan panjang 1,6 μ bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram
bersifat gram negatif, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara
bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39oC, dan tidak tahan
zat desinfektan, Gonokok membutuhkan suhu 35-37oC dan pH (7,2 -7,6) untuk tumbuh.1,4

Gambar 1. Pewarnaan Gram Neisseria


gonorrhoeae
Patogenesis
Secara
morfologik
gonokokus ini
terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe
3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili inilah yang akan melekat
pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.

Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid
atau lapis gepeng yang belum berkembang (immature), yakni pada vagina wanita
sebelum pubertas.

Gejala Klinis

Masa tunas sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-5 hari, kadang-
kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri,
tetapi dengan dosis tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh
penderita. Pada wanita masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.

Gambaran klinik dan komplikasi Gonore sangat erat hubungannya dengan


susunan anatomi dan faal genital. Oleh karena itu perlu pengetahuan susunan anatomi
genitalia pria dan wanita. Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara
genito-genital, pada pria dan wanita dapat berupa orofaringitis, proktitis, dan
konjungtivitis.
Gambar 2. Anatomi Reproduksi Laki-laki11 Gambar 3. Anatomi Reproduksi Perempuan12

 Infeksi Awal dan Komplikasi pada Pria


1. Uretritis
gejala klinis yang paling sering terjadi adalah uretritis anterior akuta dan
dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal,
asendens, dan disseminata. Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian
distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria,
polakisuria, keluar duh dari tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai
darah, dan disertai perasaan nyeri saat ereksi.
Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa,
edematosa, dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen, dan pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral
atau bilateral. 2

Gambar 4. Uretritis Gonore13


2. Tysonitis
Kelenjar tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi
biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan
kebersihan yang kurang baik. Diagnosis di buat berdasarkan di temukannya butir
pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus
tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.
3. Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau
hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.
4. Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau
butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular.
Diagnosis dengan uretroskopi.
5. Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi
terjadi pada kelenjar Cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan
adanya benjolan pada daerah perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada
waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit
perineum, uretra, atau rektum dan mengakibatkan proktitis.
6. Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum
dan suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot
uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan
obstipasi.
Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal,
nyeri tekan, dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati,
abses akan pecah, masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan
proktitis.
Bila prostatitis menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermitten, tetapi
kadang-kadang menetap. Merasa tidak enak pada perinemum bagian dalam dan
rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal,
berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan
pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman diplokokus atau gonokokus.
7. Vesikulitis
Adalah radang akut yang mengenai vesika seminalis dan duktus
ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut dan epididimitis akut. Gejala
subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria,
hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme
mengandung darah.
Pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang
membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit
menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
8. Vas deferenitis atau funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada
sisi yang sama.
9. Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya
disertai deferentinitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini
adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau
kelalaian penderita sendiri. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini antara lain
irigasi yang terlalu sering dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau terlalu
pekat, instrumentasi yang kasar, pengurutan prostat yang berlebihan, atau
aktivitas seksual dan jasmani yang berlebihan.
Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis
sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila
mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
10.Trigonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria.

Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seks melalui anus (anal
sex) dapat menderita gonore pada rektumnya. Penderita akan merasakan tidak nyaman
nyeri, pruritus, discharge, atau tenesmus dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di
sekitar anus tampak merah dan kasar, serta tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.
 Infeksi Awal dan Komplikasi pada Wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologis alat kelamin pria dan wanita. Pada
wanita, baik penyakitnya akut maupun kronik, gejala subyektif jarang ditemukan dan
hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif. Pada umumnya wanita datang jika telah
terjadi komplikasi. Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan
antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana.
Disamping itu wanita mengalami tiga masa perkembangan :
 Masa prapubertas
Epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis), sehingga dapat terjadi
vaginitis gonore.
 Masa reproduktif
Lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, dan tebal dengan banyak glikogen dan
basil Doderlein. Basil Doderlein akan memecahkan glikogen sehingga suasana
menjadi asam dan suasana ini tidak menguntungkan untuk tumbuhnya kuman
gonokokus.
 Masa menopause
Selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun, dan basil Doderlein
juga berkurang, sehingga suasana asam berkurang dan suasana ini menguntungkan
untuk kuman gonokokus, jadi menjadi mudah terjadi vaginitis gonore.

Pada mulanya hanya serviks uteri yang terkena infeksi. Duh tubuh yang mukopurulen
dan mengandung banyak gonokokus mengalir ke luar dan menyerang uretra, duktus parauretra,
kelenjar Bartholin, rektum, dan dapat juga naik sampai pada daerah kandung telur.

1. Uretritis
Gejala utama ialah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan, orifisium
uretra eksternum tampak merah, edematosa dan terdapat sekret mukopurulen.
2. Parauretritis / Skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
3. Servisitis
Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah
pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Duh
tubuh akan terlihat lebih banyak bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang
disebabkan Trichomonas Vaginalis.
4. Bartolinitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar
Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan penderita
sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat pecah
melalui mukosa atau kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren atau menjadi
kista.
5. Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut, atau kronis. Faktor predisposisi nya yaitu
:
 Masa puerperium (nifas)
 Dilatasi setelah kuretase
 Pemakaian IUD, tindakan AKDR ( alat kontrasepsi dalam rahim )
Cara infeksi langsung dari serviks melalui tuba Fallopi sampai pada
daerah salping dan ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul
(PRP). Infeksi PRP ini dapat menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira-
kira 10% wanita dengan gonore akan berakhir dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri
pada daerah abdomen bawah, duh tubuh vagina, disuria, dan menstruasi yang tidak
teratur atau abnormal.
Harus dibuat diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang
menimbulkan gejala hampir sama, misalnya : kehamilan di luar kandungan,
apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan divertikulitis.
Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pungsi kavum Dauglas dan
dilanjutkan kultur atau dengan laparoskopi mikroorganisme.

Selain mengenai alat-alat genital, gonore juga dapat menyebabkan infeksi


nongenital , seperti :

1. Proktitis
Proktitis pada pria dan wanita pada umumnya asimptomatik. Pada wanita
dapat terjadi karena kontaminasi dari vagina dan kadang-kadang karena hubungan
genitoanal seperti pada pria. Keluhan pada wanita biasanya lebih ringan daripada
pria, terasa seperti terbakar pada daerah anus dan pada pemeriksaan tampak
mukosa eritematosa, edematosa, dan tertutup pus mukopurulen.
2. Orofaringitis
Cara infeksi melalui kontak secara orogenital. Faringitis dan tonsilitis
Gonore lebih sering daripada ginggivitis, stomatitis, atau laringitis. Keluhan
sering bersifat asimtomatik. Bila ada keluhan sukar dibedakan dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan kuman lain. Pada pemeriksaan daerah orofaring
tampak eksudat mukopurulen yang ringan atau sedang.
3. Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menderita servisitis Gonore. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena penularan
pada konjungtiva melalui tangan atau alat-alat. Keluhannya berupa fotofobia,
konjungtiva bengkak dan merah dan keluar eksudat mukopurulen. Bila tidak
diobati dapat berakibat terjadinya ulkus kornea, panoftalmitis sampai timbul
kebutaan.
4. Gonore disseminata
Penyakit ini banyak didapat pada penderita dengan Gonore asimtomatik
sebelumnya, terutama wanita. Gejala yang timbul dapat berupa artritis (terutama
monoartritis), miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis, dan dermatitis.
2.6 Diagnosis

Diagnosis penyakit gonore didasarkan pada hasil pemeriksaan mikroskopik


terhadap nanah untuk menemukan bakteri penyebab gonore. Jika pada pemeriksaan
mikroskopik tidak ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
penunjang yang terdiri dari 5 tahapan.

A. Sediaan langsung
Dengan menggunakan pewarnaan gram akan ditemukan kuman Gonokokus gram
negatif, intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada pria di ambil dari daerah
fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar
Bartholin, serviks, dan rektum.
B. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang
dapat digunakan adalah :
1. Media transpor
2. Media pertumbuhan

Contoh media transpor adalah :


 Media Stuart
Hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media
pertumbuhan.
 Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis, dalam
perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan media transpor
dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada media pertumbuhan.
Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan menambahkan
trimetoprim untuk mematikan Proteus spp.
Contoh media pertumbuhan adalah :
 Mc Leod’s chocolate agar
Berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman Gonokokus,
kuman-kuman yang lain juga dapat tumbuh.
 Media Thayer Martin
Media ini selektif mengisolasi Gonokokus. Mengandung vankomisin untuk
menekan pertumbuhan kuman gram posisif, kolestimetat untuk menekan
pertumbuhan bakteri gram negatif, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan
jamur.
 Modified Thayer Martin agar
Isinya ditambah dengan trimetoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman
Proteus spp.
C. Tes definitif
1. Tes oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tertrametil-p-fenilendiamin
hidroklorida 1% ditambahkan pada koloni Gonokokus tersangka. Semua
Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula
bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltosa,
dan sukrosa. Kuman Gonokokus hanya meragikan glukosa.
D. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961192
yang mengandung chromogenic cephalosporine, akan menyebabkan perubahan
warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase.
E. Tes Thomson
Tes Thomson berguna untuk mengetahui sampai sejauh mana infeksi sudah
berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu
itu ialah pengobatan setempat.
Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan :
 Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
 Urin dibagi dalam dua gelas
 Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II.

Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80-
100 ml, jika air seni kurang dari 80 ml, maka gelas II sukar di nilai karena baru
menguras uretra anterior.
Hasil pembacaan:

Gelas I Gelas II Arti


Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungkin

Pengobatan
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sedikit
mungkin efek toksiknya. Pilihan utama ialah penisilin + probenesid, kecuali di daerah
yang tinggi insidensi Neisseria gonorrhoeae panghasil Penisilinase (N.G.P.P). secara
epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal. Macam-
macam obat yang dapat digunakan antara lain :
 Penisilin
Yang efektif adalah penisilin G prokain akua. Dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenesid.
Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah alergi penisilin. 2
 Ampisilin dan amoksisilin
Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amoksisilin 3 gram + 1
gram probenesid. Suntikan penisilin tidak dianjurkan. Kontraindikasinya ialah alergi
penisilin. Untuk daerah dengan Neisseria gonorrhoeae penghasil Penisilinase
(N.G.P.P) yang tinggi, penisilin, ampisilin, dan amoksisislin tidak dianjurkan.
 Sefalosporin
Seftriaksone (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m, sefoperazon
dengan dosis 0,05 sampai 1,00 g secara intramuskular. Sefiksim 400 mg per oral dosis
tunggal memberi angka kesembuhan > 95%.
 Spektinomisin
Dosisnya ialah 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi penisilin, yang mengalami
kegagalan pengobatan dengan penisilin, dan terhadap penderita yang juga tersangka
menderita sifilis karena obat ini tidak menutupi gejala sifilis.
 Kanamisin
Dosisnya 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi penisilin, gagal dengan
pengobatan penisilin dan tersangka sifilis.
 Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram per oral. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.
 Kuinolon
Obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg, siprofloksasin 250-500 mg, dan
norfloksasin 800 mg secara oral. Mengingat pada beberapa tahun terakhir ini resistensi
terhadap siprofloksasin dan ofloksasin semakin tinggi, maka golongan kuinolon yang
dianjurkan adalah Levofloksasin 250 mg per oral dosis tunggal. Obat dengan dosis
tunggal yang tidak efektif lagi adalah tetrasiklin, streptomisin, dan spiramisin.
Terapi Ganda untuk Infeksi Gonokokal dan Chlamydial
Infeksi Gonore sering kali di ikuti oleh infeksi non Gonore, yaitu Chlamydia trachomatis.
Hal ini menyebabkan pengobatan yang dilakukan pada pasien yang menderita infeksi Gonore
juga diberikan terapi infeksi Chlamydia trachomatis, di Amerika Serikat kebanyakan Gonokokus
telah resisten terhadap Azitromisin dan Doksisiklin, terapi pendamping mungkin dibutuhkan
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya N.Gonorhoeae yang resisten terhadap antibiotik.
Terdapat suatu data yang terbatas bahwa kombinasi Azitromisin dan Sefalosporin oral efektif
dalam pengobatan faringitis.

Follow Up

Pasien yang didiagnosis dengan infeksi Gonore tanpa komplikasi yang telah
diterapi dengan atau tanpa regimen alternatif tidak membutuhkan pemeriksaan untuk
lebih memastikan ( periksa ulang 3-4 minggu setelah terapi selesai ). Pasien yang
memiliki gejala menetap setelah terapi harus di evaluasi dengan kultur N.gonorrhoeae,
dan dilakukan tes resistensi antimikroba. Uretriris menetap, servisitis, atau proktitis dapat
disebabkan oleh C.trachomatis atau organisme lain.

Infeksi N.gonorrhoeae kebanyakan mereka yang telah terdiagnosis dan di terapi


dalam beberapa bulan. Paling banyak infeksi merupakan hasil dari reinfeksi daripada
kegagalan terapi, hal ini adalah indikasi untuk dibutuhkannya peningkatan edukasi pasien
dan juga ke pasangan seks nya. Dokter harusnya akan menasihati pasien untuk
melakukan pemeriksaan ulang seletah 3 bulan terapi.

Managemen Mitra Seksual

Pengobatan efektif pada pasien yang menderita penyakit menular seksual adalah
dengan turut mengobati mitra seksual untuk mencegah infeksi berulang dan penularan
yang lebih lanjut. Pasien harus dianjurkan untuk membawa pasangan seks agar di lakukan
evaluasi dan pengobatan. Mitra seksual yang menderita infeksi N.gonorrhoeae yang
melakukan kontak seksual terakhir dalam waktu 60 hari sebelum timbul gejala atau
terdiagnosis infeksi harus dievaluasi dan diterapi infeksi untuk N.gonorrhoeae dan
C.trachomatis. Jika pasien melakukan kontak seksual > 60 hari sebelum timbul gejala
atau didiagnosis, pasangan seks terakhir harus di obati. Pasien harus di instruksikan untuk
tidak melakukan hubungan seksual sampai terapi sempurna dan sampai mereka serta
pasangan seks mereka tidak menunjukkan gejala lagi. Jika mitra seksual tidak
memungkinkan untuk secara langsung di evaluasi pertimbangan untuk memberikan
terapai infeksi N.gonorrhoeae dan C.trachomatis dapat diberikan
Daftar Pustaka

1. Djuanda, Adhi, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed.5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 369-380
2. Fitzpatrick, Thomas, dkk. Dermatology In General Medicine fourth edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.1993; 2760-2764
3. Fitzpatrick, Thomas, dkk. Dermatology In General Medicine seventh edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc.2008; 1994-1996

4. Harahap, Mawarli. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. .Hipokrates. Jakarta

5. Ronald L. Moolenaar, MD, MPH,dkk. Morbidity and Mortality Weekly Report . Sexually
Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2010, Vol 59. 2010 ; 49-53
6. Brian Wong, MD. Gonococcal Infections. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article

7. Nicholas John Bennett, MB, BCh, PhD. Gonorrhea. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article

8. http://www.mayoclinic.com/

9. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kencing_nanah&oldid=4058401
10. http://www.google.co.id/search?q=PMS+Gonore&um
11. http://www.google.co.id/search?q=anatomi+alat+reproduksi+pria&um
12. http://www.google.co.id/search?q=anatomi+alat+reproduksi+wanita&um
13. http://www.google.co.id/search?q=uretritis+gonor&um
14. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413
15. Handoko,Ronny.Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010.
h:381-384
16. Judanarso, Jubianto. 2002. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi
ketiga hal. 396-400. FK UI, Jakarta
17. A.Price Silvia dan m.Wilson Lorraine, 2006. Patofisiologi.edisi 6.EGC: Jakarta
18. Sudoyo aru W, 2006.Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

You might also like