You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia memiliki kelenjar air liur (kelenjar saliva) yang terbagi
menjadi kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari
sepasang kelenjar parotis, submandibula dan sublingual. Kelenjar saliva
minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut. Kelenjar saliva mayor
berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal
dari jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm
oral serta endoderm nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner
sederhana.1,2
Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva yang bermanfaat untuk
membantu pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan
perlindungan pada gigi terhadap karies serta mempertahankan homeostasis.
Kelenjar ini juga tidak terlepas dari penyakit. Penyakit yang mengenai
kelenjar saliva kadang sulit dideteksi karena strukturnya yang kecil. Saat ini
teknologi semakin maju, dan alat untuk mendiagnosis penyakit ini pun
semakin berkembang. Sialoendoskopi merupakan salah satu alat diagnostik
pilihan yang dapat digunakan pula sebagai sarana terapi.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva dibagi menjadi kelenjar saliva mayor dan minor.
Kelenjar saliva mayor ialah kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan
sublingual. Kelenjar saliva minor terletak tersebar di rongga mulut dan
tenggorokan. Kelenjar saliva mayor berkembang pada minggu ke-6
sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan ektoderm.
Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm
nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana. 1,2

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Saliva

A. Kelenjar Saliva Mayor


1) Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan sepasang kelenjar saliva
terbesar. Letaknya didekat liang telinga dan ramus asendens
mandibula. Nervus fasialis setelah keluar dari foramen
stilomastoid masuk ke dalam kelenjar parotis dan bercabang
disana. Salurannya yaitu duktus Stensen, menembus m.
Bucinator dan bermuara ke dalam rongga mulut kanan dan kiri

2
berhadapan dengan gigi molar kedua rahang atas. Kelenjar
parotis kaya akan saluran getah bening dengan banyak sekali
kelenjar getah bening intraglanduler. Serabut saraf parasimpatis
berjalan bersama n. Glosofaring sampai ke foramen jugularis
dan kemudian terus bersama dengan n. Petrosus superfisial
minor menuju ke ganglion optikum. Serabut saraf tadi mencapai
kelenjar bersama dengan n. Aurikulotemporal. Di sini, saraf ini
mempengaruhi produksi air-liur. 1,2
Bagian yang paling dangkal dari Parotis membentuk
kompartemen saraf, yang mengandung CN VII, saraf
Auriculotemporal, dan saraf Aurikula Besar. Suplai darah ke
kelenjar parotis berasal dari cabang-cabang arteri karotia
eksternal, yang terletak superior dari bifurkasi karotis dan sejajar
dengan mandibula di bawah perut posterior otot digastrik.
Perjalanan arteri dari medial ke kelenjar parotia dan terbagi
menjadi dua cabang terminal. Arteri temporalis superfisial
berjalan superior dari bagian superior kelenjar parotid ke kulit
kepala dalam wilayah pretragal superior. Arteri maksilaris
meninggalkan bagian medial parotis dan memasok fossa
infratemporal dan fossa pterigopalatina. Selama parotidektomi
radikal, pembuluh ini harus dikontrol terutama ketika
mandibulektomi marginal atau segmental diperlukan. Arteri
facial transversal bercabang dari arteri temporalis superfisial dan
berjalan anterior diantara lengkungan zigomatyc dan duktus
Stensen untuk memasok kelenjar parotis, duktus parotis, dan
otot masseter. 2
Kompartemen vena terletak di tengah Parotis, jauh ke
CN VII. Pembuangan vena diberikan oleh vena
Retromandibular, yang terletak jauh di dalam saraf wajah. Vena
ini berjalan lateral arteri karotis, dan muncul di kutub inferior
kelenjar Parotis. Vena retromandibular bergabung dengan 1)

3
Vena Postauricular untuk membentuk Jugularis Eksternal 2)
Vena facialis anterior membentuk Vena Facialis utama, yang
bermuara di Jugular Internal. Drainase limfatik Parotis dengan
nodus Paraparotid dan Intraparotid. Nodus paraparotis lebih
banyak dan mengalirkan ke temporal, kulit kepala, dan daun
telinga. Nodus Intraparotis mengalirkan nasofaring posterior,
palatum lunak, dan telinga. Limfatik parotis mengalir ke
kelenjar getah bening servikal superfisial dan dalam. 1,2

2) Kelenjar Mandibula
Kelenjar submandibula terletak di sebelah medial tepi
bawah rahang, di atas m. Digastrikus dan menempati segitiga
yang dibentuk oleh venter posterior dan anterior m. Digastrici.
Bagian tengah berhubungan dengan m. Styloglossus dan m.
Hyoglossus. M. Mylohyoideus yang membatasi rongga
sublingual dan submandibular, merupakan batas superior
kelenjar submandibularis. Duktusnya keluar dari perluasan
kelenjar submandibularis yang melintasi batas posterior dari m.
Mylohyoideus dan memasuki rongga atau ruang subingual.
Salurannya, yaitu duktus Wharton sepanjang kurang lebih 6 cm,
berjalan di bawah selaput lendir dasar mulut bersama dengan n.
Lingualis dan bermuara di dasar mulut disamping frenulum
lidah dalam karunkula. Persarafan simpatis dari superior
Cervical ganglion melalui arteri Lingual. Persyarafannya berasal
dari serabut saraf parasimpatis yang melalui korda timpani dan
kemudian mengikuti n. Lingualis mencapai kelenjar. 1,2
Pasokan arteri ke kelenjar Submandibular berasal dari
cabang Submental dari arteri facialis (dari arteri Karotia
Eksternal). Arteri fasialis membentuk alur di bagian dalam
kelenjar, kemudian melengkung di sekitar batas inferior rahang
bawah untuk memasok wajah. Arteri dan vena fasialis adalah

4
pembuluh darah pertama yang ditemukan ketika reseksi kelenjar
submandibular. Vena fasialis berada di atas permukaan lateral
kelenjar submandibular 1
Drainase vena diberikan oleh vena Facialis Anterior,
yang terletak jauh ke cabang Marginal Mandibular CN VII.
Drainase limfatik mengalir ke jaringan nodus cervical dan
jugularis yang dalam. Kelenjar getah bening perivaskular dekat
arteri fasialis sering terlibat dengan kanker yang berasal dari
kelenjar submandibular, dan nodus ini harus diangkat dengan
reseksi submandibular. 1

3) Kelenjar Sublingual
Kelenjar Sublingual Ini adalah kelenjar ludah utama
yang terkecil. Kelenjar berbentuk almond terletak hanya di dasar
mulut mukosa antara mandibula dan otot Genioglossus. Ini
dibatasi secara inferior oleh otot Mylohyoid. Duktus Wharton
dan saraf Lingual melewati antara kelenjar Sublingual dan otot
Genioglossus. Tidak seperti kelenjar Parotis dan Submandibular,
kelenjar Sublingual tidak memiliki kapsul fasial sejati. Juga
tidak seperti kelenjar Parotis dan Submandibular, kelenjar
Sublingual tidak memiliki saluran tunggal yang dominan.
Sebaliknya, dialirkan oleh sekitar 10 saluran kecil (Saluran
Rivinus), yang keluar dari aspek superior dari kelenjar dan
terbuka di sepanjang lipatan Sublingual di dasar mulut. Kadang-
kadang, beberapa duktus yang lebih anterior dapat bergabung
untuk membentuk saluran umum (duktus Bartholin), yang
biasanya bermuara ke duktus Wharton. 1
Persarafan ke kelenjar Sublingual berasal dari 2 sumber
penting 1) Persarafan simpatis dari ganglia cervical melalui
arteri Fasialis 2) Persarafan parasimpatis, seperti kelenjar
submandibular, berasal dari Ganglion Submandibular. Pasokan

5
arteri ke kelenjar ini adalah dua kali lipat: 1 ) Cabang Submental
dari arteri fasialis 2) Cabang Sublingual dari arteri Lingual, dan
drainase vena mencerminkan suplai arteri. Drainase limfatik
menuju ke nodus Submandibular. 1,2

B. Kelenjar Saliva Minor


Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar
antara 600 sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang
memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya. Masing-
masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga
mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta
lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil
palatina, pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal
dari arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar
getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut. 1,3

2. Fisiologi Kelenjar Air Liur/Saliva


Jumlah total produksi air liur setiap hari ialah 600 ml. Sebanyak
70% diproduksi oleh kelenjar submandibula dan 25% oleh kelenjar
parotis, yang mengeluarkan air liur pada waktu makan. Menurut Gibson
(2003), air liur mempunyai peranan penting yaitu memungkinkan
makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk ke dalam bolus, mengubah
karbohidrat menjadi maltosa dengan bantuan enzim ptialin, dan
melembabkan lidah dan bagian dalam mulut sehingga memungkinkan
lidah bergerak saat berbicara. 2,3
Fungsi Air liur Setidaknya 8 fungsi utama air liur telah diidentifikasi:
1) Melembabkan mukosa mulut. Faktanya, lapisan musin pada mukosa
mulut dianggap sebagai mekanisme pertahanan nonimmune yang
paling penting dalam rongga mulut.
2) Melembabkan makanan kering dan mendinginkan makanan panas.

6
3) Menyediakan media untuk makanan terlarut untuk merangsang
perasa.
4) Buffer isi rongga mulut. Saliva memiliki konsentrasi ion bikarbonat
yang tinggi.
5) Pencernaan. Alpha-amilase, yang terkandung dalam air liur,
memecah ikatan glikosida 1-4, sementara lipase lingual membantu
memecah lemak.
6) Mengontrol flora bakteri dari rongga mulut.
7) Mineralisasi gigi baru dan perbaikan lesi enamel berbahaya. Saliva
tinggi kalsium dan fosfat.
8) Melindungi gigi dengan membentuk "Pelindung Pelikel". Ini
menandakan lapisan protein saliva pada gigi yang mengandung
senyawa antibakteri. Dengan demikian, masalah dengan kelenjar
ludah umumnya mengakibatkan karies gigi merajalela. 1

3. Produksi Saliva
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari
proksimal oleh asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh
duktus. Kelenjar saliva memiliki unit sekresi yang terdiri dari asinus,
tubulus sekretori, dan duktus kolektivus. Sel-sel asini dan duktus
proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan untuk
memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang akan dialirkan
dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus, kemudian duktus
intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus. 3
Kelenjar submandibula dan parotis mempunyai sistem
tubuloasiner, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sistem sekresi yang
lebih sederhana. Kelenjar parotis hanya memiliki sel-sel asini yang
memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar sublingual memiliki
sel-sel asini mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar
submandibula memiliki kedua jenis sel asini sehingga memproduksi

7
sekret baik serosa maupun mukoid. Kelenjar saliva minor juga memiliki
kedua jenis sel asini yang memproduksi kedua jenis sekret. 2

4. Inervasi autonom dan sekresi saliva


a. Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar
saliva sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis
mendapat persarafan parasimpatis dari nervus glosofaringeus (n.IX).
Kelenjar submandibula dan sublingualis mendapatkan persarafan
parasimpatis dari korda timpani (cabang n. VII). 2,3
b. Sistem saraf simpatis
Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal
dari ganglion servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri
yang mensuplai kelenjar saliva. Serabut saraf simpatis berjalan
bersama dengan arteri karotis eksterna yang memberikan suplai darah
pada kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang memberikan
suplai darah ke kelenjar submandibula, serta bersama dengan arteri
fasialis yang memperdarahi kelenjar sublingualis. Saraf ini
menstimulasi kelenjar saliva untuk menghasilkan sekret kental yang
kaya akan kandungan organik dan anorganik. 2,3

2.2. Definisi Sialadenitis


Sialadenitis adalah peradangan dan pembengkakann pada parotid
submandibula, kelenjar ludah sublingual. Ini adalah penyakit yang relatif
umum. Sialadenitis dapat bersifat akut, subakut, atau kronis Penyebabnya
karena infeksi bakteri atau virus, obstruksi, atau penyebab karena penyakit
autoimun. 4
Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di kelenjar submandibularis
yang dapat diserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Biasanya sistem
duktus mengalami kerusakan, sehingga serangan tunggal sialadenitis
submandibularis jarang terjadi. Sialadenitis merupakan infeksi pada kelenjar

8
parotis dan kelenjar submandibula yang dapat mengakibatkan berkurang atau
berhentinya aliran air liur

1.3.Etiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan sialadenitis adalah :
1. Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik,
antihistamin, antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan
penurunan fungsi dari kelenjar liur sehingga dapat menurunkan produksi
saliva. Keadaan ini bisa menyebabkan penyebaran kolonisasi bakteri dari
parenkim kelenjar liur melalui sistem ductal (saluran) ke kelenjar liur. 5.6
2. Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjar
saliva dapat mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan
seseorang menderita sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik
khas yang sering menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus
dan Haemophilus influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella
berpigmen, Porphyromonas, dan Fusobacterium juga dapat menjadi penyebab
pada sialadenitis. 5,6
3. Penyakit auto imun (Sjogren syndrome) disebut juga dengan
penyakit Mikulicz dan Sindrom Sicca, merupakan penyakit autoimun sistemik
yang menyerang sel imun dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang
memproduksi air mata dan ludah (saliva). 5,6,7
4. Prosedur tindakan pembedahan pada pasien merupakan salah satu faktor
predisposisi yang paling umum yang dapat menyebabkan sialadenitis akut di
rumah sakit.
5. Virus seperti HIV, Mumps, coxsackievirus, parainfluenza types I dan II,
influenza A, juga herpes juga dapat menjadi penyebab terjadinya sialadenitis.
Angka kejadiannya relatif lebih rendah daripada penyebab sialadenitis karena
bakteri 5,6,7
6. Kuttner’s tumor adalah gangguan yang mempengaruhi fibro inflammatory
kelenjar saliva. Tanda yang muncul seperti tumor jinak dan terutama
mempengaruhi kelenjar submandibular

9
7. Populasi yang paling berisiko pada sialadentis adalah orang-orang pada
rentang usia ekstrim, dengan populasi lansia memiliki risiko terbesar Selain
kuantitas saliva yang menurun pada orang tua, penyakit kronis yang
melemahkan dapat berkontribusi lebih lanjut terhadap dehidrasi dan status gizi
yang buruk 5,6,7
8. Pasien dengan kondisi kejiwaan seperti depresi, anorexia nervosa, dan bulimia
meningkatkan risiko infeksi bakteri sialadenitis. 5
9. Radioterapi/radiasi 6

1.4.Klasifikasi
A. Sialadenitis Akut
1. Sialadenitis Akut Supuratif (Sialadenitis Bakteri)
Sebagian besar penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang
juga melibatkan kelenjar submandibula. Seringnya terjadi keterlibatan kelenjar
parotis dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya disebabkan karena aktivitas
bakteriostatis pada kelenjar parotis lebih rendah dibandingkan pada kelenjar saliva
lainnya 4,6
Kemungkinan penyakit ini disebabkan karena adanya stasis saliva, akibat
adanya obstruksi atau berkurangnya produksi saliva. Faktor predisposisi lain
terjadinya penyakit ini adalah striktur duktus atau kalkuli. Berkurangnya produksi
kelenjar saliva bisa disebabkan karena konsumsi beberapa obat. Pasien pasca
operasi juga dapat menderita penyakit ini akibat produksi saliva yang kurang yang
diikuti dengan higiene oral yang buruk. 5,6
Organisme penyebab infeksi dapat berupa Staphylococcus
aureus,Streptococcus pneumonia, Eschericia coli, serta Haemophylus influenzae.
Bakteri anaerob penyebab yang paling sering adalah Bacteroides melaninogenicus
dan Streptocccus micros 4,6.

2. Sialadenitis Virus
a. Mumps

10
Infeksi Viral Mumps adalah penyebab tersering sialadenitis akut non-
suppuratif; 85% kasus terjadi pada anak-anak muda dari 15 tahun. Penyakit ini
sangat menular dan menyebar melalui tetesan udara dari sekresi saliva, hidung,
dan urin. Parotitis ditandai dengan nyeri dan edema lokal, serta otalgia dan
trismus. Sebagian besar kasus bersifat bilateral, meskipun biasanya dimulai di satu
sisi. 7
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling
sering. Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens
parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini
diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar
parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. 7,8

Gambar 2.2 Epidemic parotitis ( Mumps)


b. Human immunodeficiency virus
Infeksi virus dengan tanda-tanda dan gejala yang lebih umum terkait
dengan human immunodeficiency virus (HIV) juga dapat menyebabkan
sialadenitis fokal yang mungkin tidak bisa digolongkan pada fase akut.
Pembesaran bertahap kelenjar parotis yang difus dapat dilihat dan telah disebut
penyakit kelenjar ludah terkait HIV Temuan ini dapat dilihat setiap saat dalam
proses penyakit HIV dan mungkin gejala yang muncul. Sejak diperkenalkannya
terapi antiretroviral yang sangat aktif pada pertengahan tahun 1990-an, ada
penurunan prevalensi manifestasi oral infeksi HIV. Namun, kejadian penyakit
kelenjar ludah terkait HIV, sebagian besar melibatkan kelenjar parotis, tetap sama.

11
Pembesaran kelenjar parotid dilaporkan terjadi pada 1% hingga 10% pasien
terinfeksi HIV. Etiologi pembesaran parotid khusus untuk pasien HIV-seropositif
termasuk limfadenopati hiperplastik, kista benignaepithelial jinak, dan sindrom
infiltratif limfositosis difus. Kista benignoepitelial benigna terjadi pada 3% hingga
6% orang dewasa HIV-positif dan pada 1% hingga 10% anak HIV-positif, dan
sering muncul pada awal infeksi HIV dengan pembesaran kelenjar parotis
progresif namun tanpa gejala. efek buruk protease inhibitor adalah penumpukan
lemak di berbagai bagian tubuh. Protease inhibitor menyebabkan infiltrasi lemak
dari kelenjar parotid atau parotid lipomatosis, mengakibatkan pembengkakan
kelenjar

Gambar 2.3 . Pembesaran kelenjar parotis difus pada pasien HIV

B. Sialadenitis Kronis
Sialadenitis kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa (hanya 10% dari
pasien adalah anak-anak). Keadaan ini merupakan episode berulang sialadenitis
akut yang berjalan dalam waktu yang lama dengan tipe unilateral pada kelenjar
saliva mayor dan bersifat episodik. Seperti sialadenitis akut, sialadenitis kronik
juga lebih sering terjadi pada kelenjar parotis dibandingkan kelenjar saliva
lainnya. Sialadenitis kronik terjadi akibat berkurangnya produksi saliva atau
perubahan pada aliran saliva menyebabkan stasis saliva. Hal ini dapat disertai
obstruksi atau tidak Faktor penghambat awal dianggap obstruksi duktus saliva
oleh batu, striktur, jaringan parut, benda asing, atau kompresi ekstrinsik oleh

12
tumor. Hal ini juga bisa disebabkan oleh infeksi pada periode akut tidak diobati
secara tuntas dan bisa juga karena kelainan bawaan dari duktus kelenjar
saliva. Reaksi rekuren mengakibatkan destruksi asinar progresif. dengan
penggantian berserat dan sialectasis. 3,6,7

1. Parotitis rekuren kronik


Sering terjadi pada anak-anak, namun juga dapat terjadi pada dewasa.
Patogenesis terjadinya infeksi tersebut masih belum jelas. Congenital ductectasia
dipercaya merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi ini.

Gambar 2.4 . Anak dengan pembengkakan kelenjar parotis

2. Sialadenitis sklerosis kronik (sialadenitis kronik rekuren dari kelenjar


submandibula/ tumor Kuttner)
Sialadenitis sklerosis kronik merupakan sialdenitis kronik yang paling
sering terjadi, biasanya terjadi karena adanya obstruksi dan sialolithiasis. Dapat
bersifat permanen, pembengkakan seperti tumor pada kelenjar saliva yang
terkena.

3. Sialadenitis Obstruktif
Salah satu penyakit pada kelenjar saliva adalah terdapatnya batu pada
kelenjar saliva. Angka kejadian terdapatnya batu pada kelenjar submandibula
lebih besar dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya, yaitu sekitar 80%. Juga
20% terjadi pada kelenjar parotis, dan 1% terjadi pada kelenjar
sublingualis. Sialolithiasis, striktur duktus saliva, kompresi duktus ekstenal,

13
penyakit sistemik, atau stasis dapat menjadi penyebab. Infeksi kelenjar berulang
mengakibatkan kerusakan permanen pada kelenjar saliva yang ditandai dengan
sialectasia, dektal ectasia, dan destruksi asinar progresif dikombinasikan dengan
infiltrasi limfositik. Perubahan struktural dengan infeksi berulang kronis
menghasilkan penurunan fungsi. Dengan demikian, xerostomia berkembang
hingga 80%. Salah satu penyakit sistemik yang bisa menyebabkan terbentuknya
batu adalah penyakit gout, dengan batu yang terbentuk mengandung asam urat.
Kebanyakan, batu pada kelenjar saliva mengandung kalsium fosfat, sedikit
mengandung magnesium, amonium dan karbonat. Batu kelenjar saliva juga dapat
berupa matriks organik, yang mengandung campuran antara karbohidrat dan asam
amino.

Gambar 2.5 . Sialolithiasis.

C. Sialadenitis Autoimun
1. Sindrom Sjögren

Beberapa penyakit autoimun mungkin melibatkan kelenjar parotis.


Pembesaran parotis paling sering terlihat pada sindrom Sjogren, hadir pada hingga
55% pasien sindrom Sjogren. Sindrom Sjögren adalah penyakit autoimun yang
secara klasik terdapat pembesaran parotid, xerostomia dan sicca
keratokonjungtivitis. Juga dapat disertai penyakit-penyakit jaringan penyambung
yang lain seperti reumatoid artritis atau lupus eritomatosa sistemik. Sindrom
Sjögren terjadi 90% pada wanita, biasanya sekitar usia 60 tahun. Penyakit ini
adalah penyakit jaringan penyambung kedua paling sering Cuma reumatoid
artritis terjadi paling sering. Pembesaran parotid pada sindrom Sjögren dapat

14
multikistik dan bilateral 75%. Sindrom Sjogren dapat meniru penyebab lain
parotitis berulang karena dapat muncul dengan pembesaran parotid yang
berfluktuasi ukurannya.

D. Sialadenitis akibat radiasi


Sialadenitis terjadi akibat paparan radiasi. Sering permaen jika terkenan >
40- 50 Gy

3.3.Patogenesis
Umum
Terjadi penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau
trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu
ludah paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama,
gangguan sekresi akan menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran)
dengan inspissations (pengentalan atau penumpukan) yang seringkali
menimbulkan infeksi atau peradangan. Glandula saliva utama yang mengalami
gengguan aliran saliva akan mudah mengalami serangan organism melalui duktus
atau pengumpulan organism yang terbawa aliran darah 5,6

1. Sialadenitis Kronis
Aliran yang melambat atau stasis memperburuk fungsi kelenjar saliva
sehingga menimbulkan kondisi yang rentan terhadap infeksi. Sialadenitis kronik
mungkin dapat disebabkan oleh infeksi retrograd dari flora normal oral dan
inflamasi kronik akibat infeksi akut berulang. Kemudian inflamasi kronik
menyebabkan perubahan pada epitel duktus yang biasanya akan menyebabkan
peningkatan musin dalam sekresi, memperlambat aliran dan sumbatan mukosa 6,8

2. Sialadenitis Supuratif Akut


Pada awalnya terjadi stasis dari aliran saliva pada pasien, kemudian
terbentuk obstruksi pada duktus. Stasis mengurangkan kemampuan saliva untuk
membantu dalam oral higiene dan sebagai antimikroba. 4,5

15
3. Sialadenitis Obstruktif
Duktus pada kelenjar submandibula lebih mudah mengalami pembentukan
batu karena saliva yang terbentuk lebih bersifat alkali, memiliki konsentrasi
kalsium dan fosfat yang tinggi, serta kandungan sekret yang mukoid. Disamping
itu, duktus kelenjar submandibula ukurannya lebih panjang, dan aliran sekretnya
tidak tergantung gravitasi. Batu pada kelenjar submandiula biasanya terjadi di
dalam duktus, sedangkan batu pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di
hilum atau di dalam parenkim. 4,10

4. Sialadenitis sklerosis kronik


Perubahan komposisi saliva yang disertai dengan adanya obstruksi duktus
eksretori merupakan mekanisme utama terjadinya proses inflamasi. Pada
sialadenitis sklerosis kronis, terjadi berbagai tingkat peradangan (dimulai dengan
limfositik sialadenitis menyebar menjadi sirosis kelenjar saliva yang mengenai sel
asinus) yang dapat disebabkan oleh obstruksi dari saluran-saluran air liur oleh
microliths, yang menyebabkan infeksi, atau dari reaksi kekebalan melalui
pembentukan folikel getah bening sekunder. 4,10

5. Sialadenitis Autoimun (Sindrom Sjögren)


Sjögren merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sel imun
dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan ludah
(saliva). Pada sialadenitis autoimun, respon terhadap antigen yang tak diketahui
pada parenkim kelenjar saliva menyebabkan terjadinya aktivasi sel limfosit T dan
limfosit B yang dapat menginfiltrasi interstitium, yang kemudian menyebabkan
kerusakan asinus dan pembentukan pulau epimyoepithelial. Hal ini meningkatkan
kemungkinan pengembangan B-sel limfoma. 10,11

6. Sialadenitis Akibat Radiasi


Penyinaran dari luar atau terapi radioiodine (iodine diekresikan dalam
kelenjar saliva) dapat menyebabkan inflamasi kelenjar dengan atrofi sementara

16
atau mulut kering permanen. Pada dosis yang kurang dari 15 Gy, injuri bersifat
reversibel. Radiasi dosis tinggi dapat menyebabkan injuri reversible dengan
tingkat kesembuhan yang bervariasi. Kerusakan paling berat sering terjadi pada
kelenjar acini serous, yang menyebabkan penurunan kuantitatif dan perubahan
kualitatif dalam saliva. Dapat terjadi Sindrom Sicca pada gigi yang caries dan
10,11
inflamasi mukosa.

3.4.Manifestasi Klinis
Beberapa gejala umum dari sialadenitis meliputi :
1. Nyeri pada wajah
2. Rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut rahang
Gejala-gejala dari kondisi ini dapat bervariasi tergantung pada intensitas
infeksi. Kebanyakan orang menderita rasa sakit saat membuka mulut. Gejala
tambahan yang mungkin muncul adlah : 3,9
1. Demam
2. Kemerahan pada leher atas dan sisi samping wajah
3. Kesulitan membuka mulut
4. Penurunan rasa saat makan
5. Mulut kering
6. Wajah bengkak

Gambar 2.6 Sialadenitis submandibular : Pembengkakan pada sudut mandibular dan


leher

17
3.5.Diagnosis
1. Sialadenitis Akut Supuratif
Secara klinis, pada sialadenitis akut akan terlihat adanya pembengkakan
atau pembesaran kelenjar dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa
tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu, eritema pada kulit,
trismus, 5,6
Diagnosis dari adanya sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan
berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena
sialadenitis akut seringkali mengalami pembengkakan yang besar dari kelenjar
yang terkena dan sangat nyeri bila dipalpasi serta sedikit terasa lebih hangat
dibandingkan daerah di dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus
akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terlihat ada aliran saliva, biasanya
keruh dan purulen, indurasi 4,5
Hasil pemeriksaan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang
merupakan tanda proses infeksi akut. Amilase serum dalam batas normal. Studi
pencitraan bukanlah keadaan darurat mutlak tetapi harus dilakukan untuk
menyingkirkan patologi obstruktif seperti kalkulus. Sinar-X polos bisa dilakukan.
Untuk menyingkirkan formasi abses yang dalam, scan USG, CT scan atau MRI
dapat dilakukan. Probing (pelebaran duktus) merupakan kotraindikasi karena
kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau masuknya organisme
lain. Sialografi yaitu pemeriksaan kelenjar secara radiografis mensuplai medium
kontras yang mengandung iodine, juga konraindikasi karena dapat memperburuk
infeksi dan mengarah ke nekrosis kelenjar. Bila terdapat bahan purulen, dilakukan
kultur aerob dan anaerob membantu dalam perencanaan terapi antibiotik 6,9

18
Gambar 2.7 Gambaran intraoral dari purulensi yang berasal dari orifi duktus parotis
pada pasien dengan parotitis supuratif akut

2. Sialadenitis Kronik
Gejalanya adalah pembengkakan kelenjar saliva yang nyeri intermiten dan
kronik terutama apabila makan. Pembengkakan biasanya bilateral dan kadang
disertai infeksi akut. Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut
telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan jaringan parut atau perubahan
fibrotic pada glandula. Palpasi pada glandula saliva mayor yang mengalami
keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan indikasi dan seringkali
menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler.
Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses
infeksi lanjutan. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang benar dapat
menyingkirkan faktor resiko dan langsung mencari penyebab yang dapat ditangani
sebagai contoh batu kelenjar saliva. CT scan dan MRI dapat membantu
menyingkirkan tumor maligna terutama jika disertai massa fibrosa di kelenjar
parotid. Pemeriksaan USG tidak terlalu berguna dalam mengeliminasi infeksi
kronis. Sialografi dan aspirasi jarum halus tidak secara konsisten membantu
diagnosis. Bagaimanapun sialografi dapat membantu mencari obstruksi , atrofi
asinar dan dilatasi ireguler pada duktus. 2,7

3. Sialadenitis Virus
Mumps (epidemi parotitis), biasa pada anak-anak terdapat pembengkakan
yang menyakitkan biasanya pada sisi wajah, kesulitan dalam membuka mulut,
demam, sakit kepala, ketidaknyamanan tubuh. Pada orang dewasa orkitis (radang
salah satu atau kedua testis), pankreatitis (radang pankreas), meningoencephalitis
8
(radang otak, sumsum tulang.
Permulaan keterlibatan kelenjar saliva dimulai dengan sakit telinga, diikuti
oleh nyeri lokal ke kelenjar, trismus dan disfagia. Nyeri diperparah oleh stimulasi

19
saliva saat makan selama mengunyah, Palpasi kelenjar didapatkan pembengkakan
kelenjar, eritem. tegang, kenyal, dan keras dengan edema tipe nonpitting 2

Diagnosis berdasarkan pada gejala klinis yang dapat dilengkapi dengan tes
laboratorium. Berbeda dengan parotitis bakteri akut, Mumps biasanya
menunjukkan leukocytopenia dengan limfositosis relatif. Kadar amilase serum
juga meningkat. Ini memuncak selama minggu pertama dan mulai menurun pada
minggu kedua atau ketiga dan kembali normal selama fase ini. Bila masih
meragukan dapat dilakukan tes serologi. Bila titer antibodi meningkat 4 kali lipat
2,7,8
dalam 2-3 minggu setelah onset dapat lebih menegakkan diagnosis.

4. Parotitis Rekuren Kronik


Gejalanya berupa terjadi pembengkakan unilateral dari kelenjar parotis (jarang
sekali bilateral), sangat nyeri, saliva seperti susu, granular, atau purulen, biasanya
terjadi trismus, serangan dapat muncul dalam berbagai interval, diantara serangan
pasien tidak memiliki keluhan selain kelenjar parotis yang mengeras. Pada anak,
gejala mungkin akan hilang pada masa pubertas. Namun pada dewasa mungkin
dapat berlanjut menjadi lesi parenkim kelenjar saliva yang menyebabkan
produksinya berkurang atau bahkan terhenti, hal ini berkaitan dengan
penyembuhan gejala. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisis.
Sonogram pada saat serangan menunjukkan hasil yang normal. Walaupun jarang,
sialografi dapat menunjukkan gambaran “leafy tree” (duktus ekretori dengan
ektasia acini dan segmen duktus terminal)

5. Sialadenitis Sklerosis Kronik


Gejalanya berupa pembengkakan kelenjar submandibula , semakin
bertambah nyeri dan membesar bila makan. Stadium akhir dari sialadenitis tipe ini
disebut Tumor Kuttner, yang berbatas tegas, konstan, dan bengkak, serta sulit
dibedakan dengan neoplasma bila dengan palpasi. Diagnosis dibuat berdasarkan
adanya gambaran obstruksi dengan USG. Bila sudah ada komplikasi maka perlu
pemeriksaan dengan MRI. Perubahan jaringan inflamasi dapat dilihat dengan
pemeriksaan FNAB. Kelenjar dapat diangkat melalui “excisional biopsy”.

20
6. Sialadenitis Obstruktif
Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang hilang timbul
disertai dengan rasa nyeri. Selama stadium awal, ketika batu masih kecil, pasien
merasakan adanya sejumlah kecil bahan berpasir dari orifisium duktus. Pada saat
dipalpasi dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat. Pemeriksaan fisik
menegaskan asimetris, tegas, dan kadang-kadang tender giands. Pemeriksaan
rongga mulut menilai untuk xerostomia, kualitas dan konsistensi patensi
pembukaan saluran pada papila, dan palpasi bimanual. Ultrasonografi adalah
pemeriksaan tambahan yang bernilai untuk pemeriksaan fisik dan dapat
membantu mendeteksi batu saliva yang tidak teraba secara klinis serta menilai
untuk neo-plasma dan striktur. Computed tomography adalah modalitas
pencitraan diagnostik yang lebih disukai untuk mengevaluasi kalkulus atau
neoplasma di dalam kelenjar. Sialografi mungkin berguna untuk mendeteksi
kelainan duktus seperti ectasia atau striktur. Protokol MRI khusus untuk
mengevaluasi duktus kelenjar saliva, yang diberi nama MR sialografi, adalah
teknik noninvasif untuk mengevaluasi sistem duktus.

Gambar 2.8 Sialolthiasis. Massa yang keras pada orrifisium Duktus Wharton

7. Sialadenitis Autoimun (Sindrom Sjögren)


Pasien biasanya menunjukkan gejala pembesaran kelenjar saliva yang
bilateral dan tidak lunak. Pembengkakan parotid dapat terjadi secara intermiten
atau menetap. Gejala lain termasuk mata dan mulut yang kering, perubahan deria
pengecapan, kulit yang kering, mialgia, vagina kering, vaskulitis dan artritis. Hasil
tes laboratorium menunjukkan adanya SS-A atau SS-B autoantibodi, faktor
reumatoid atau antibodi antinuklear dapat membantu diagnosis. Pemeriksaan

21
mikroskopis pada biopsi kelenjar saliva minor contohnya dari bibir dapat
mengkonfirmasi penyakit Sjögren. Berdasarkan kriteria histologis, skor fokus
yang lebih besar dari 1 fokus/ 4mm2 merupakan diagnostik. Hasil histopatologis
termasuk infiltrat limfositik di unit-unit asinar dan pulau epimioepitelial dengan
stroma limfoid.

8. Sialadenitis akibat radiasi


Gejala utama berupa xerostomia dan lidah terbuka, sering dikombinasikan
dengan hipogeusia atau ageusia. Riwayat terkena paparan radiasi. Pada
pemeriksaan histopatologis didapatkan fibrosis interstisial

Pemeriksaan Penunjang 3,9

TEST HASIL

Kulture dank epekaan dar ieksudat Ditemukan adanya Pertumbuhan


bakteri/viru spada culture yang
diperiksa

CBC Peningkatan Jumlah WBC

Radiografi wajah Mengindentifikasi Sialotiasis

USG kelenjar yang terkena dampak Menunjukan adanya rongga abses


atau adanya cairan, mengidentifikasi
massa padat atau kistik

Test Lain yang dapat dilakukan

CT-Scan Mengevaluasi sistem duktus dan


parenkim pada kelenjar saliva

Sialography Akan menunjukkan adanya batu,


striktur duktus, atau hilangnya

22
integritas parenkim

Sialoendoskopi Menentukan ukuran batu secara 3


dimensi dengan struktur stenosisnya

MRI Mengidentifikasi struktur duktus

Skintigrafi menggunakan radio isotop Mungkin menunjukkan adanya


natrium perteknetat Tc-99m hiposekresi kelenjar saliva atau non
functional
SSA/anti-Ro, SSB/anti-La Positif (patognomonik sindrom
Sjogren)
ANA normal atau meningkat
RF normal atau meningkat
FNA sitologi kelenjar yang terkena ada perubahan neoplastik jika ada
dampak sclerosing sialadenitis kronis
Biopsi Kelenjar Saliva Menunjukan keparahan infiltrate
parenkim dari kelenjar saliva dengan
hilangnya struktur Acinar dan
ketahanan dari saluran liur
disebabkan karena etiologi autoimun,
dan sialadenitis nekrosis kelenjar
tanpa metaplasia skuamosa

Gambar 2.9. Stenosis duktus kelenjar saliva

23
8.8 Diagnosis Banding
Penyakit granulomatosa, sialolitiasis, sarkoidosis, lesi limfoepitel jinak,

peradangan pseudotumor, sindrom Sjögren, sindrom Mikulicz 8

8.9 Penatalaksanaan
1. Sialadenitis Akut Supuratif
Prinsip utama penanganan Sialadenitis supuratif akut termasuk rehidrasi,
kompres hangat, masase, sialogogoues (obat yang membantu melancarkan aliran
saliva), perbaiki kebersihan mulut serta pemberian antibiotik empiris dengan

24
gram positif penisilinase-resisten, Penisilin tambahan seperti amoxicillin dengan
asam klavulanat, ampisilin dengan sulbaktam, dan beta-laktam dengan cakupan
anti-staphylococcal adalah pengobatan utama. Sefalosporin generasi pertama
merupakan alternatif yang baik serta penambahan kuinolon dan sefalosporin
generasi ketiga, terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit yang sakit
parah dengan infeksi dengan batang gram negatif meningkat. Vankomisin harus
dipertimbangkan jika terjadi Multi resisten Staphylococcus aureus (MRSA)
dominan. Literatur mendukung penggunaan antibiotik selama 10 hingga 14 hari.
4,5,6

Jika tidak terdapat perbaikan klinis dalam 48 jam terapi non operatif, maka
abses perlu dicurigakan. Insisi dan drainase menggunakan insisi parotidektomi
dapat dilakukan. Ini mengurangi tekanan internal dan tidak hanya memberikan
bantuan gejala dari rasa sakit tetapi juga membantu untuk mencegah nekrosis
iskemik kelenjar.Sewaktu melakukan teknik ini harus sentiasa hati-hati untuk
mencegah cedera pada nervus fasial. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
bantuan CT scan atau ultrasound untuk menjalankan aspirasi jarum halus pada
abses. 4,7,9

2. Sialadenitis Kronis
Ada dua elemen penting dari terapi. Yang pertama adalah mengurangi atau
menghilangkan peradangan kelenjar dengan menggunakan kortikosteroid jangka
pendek. Kecuali ada eksaserbasi akut, antibiotik tidak memainkan peran. "Tujuan
kedua terapi adalah untuk membersihkan protein serum yang diendapkan dalam
sistem intraductal. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan aliran saliva dengan
menggunakan sialogogues dan kompres hangat." Teknik yang paling efektif untuk
mencapai peningkatan aliran saliva adalah penggunaan sialoendoscope. Bahkan
pasien dengan setidaknya satu episode akut per tahun juga harus dipertimbangkan
untuk sialoendoscopy. 6
Parotidektomi superfisial merupakan terapi operasi yang sering dilakukan
pada kelenjar parotid dengan gejala yang persisten. Terapi alternatif lain termasuk
fibrosis iatrogenik pada kelenjar tersebut dengan metil violet 1% dan terapi radiasi

25
dosis rendah. Prosedur seperti ligasi duktus parotid dan neurektomi timpanik
digunakan untuk meningkatkan sekresi juga dapat digunakan sebagai terapi. 6
Jika penyebab yang dapat ditangani tidak ditemukan, pasien dinasehatkan
supaya memperbaiki kebersihan mulut dengan meningkatkan hidrasi, masase
kelenjar yang terkena, nutrisi yang adekuat dan penggunaan sialogoges (agen
yang melancarkan aliran saliva). Antibiotika diberikan pada pasien dengan
eksaserbasi akut.7,8

3. Sialadenitis Virus
Tatalaksana yang diberikan pada pasien sialadenitis virus akut bersifat
suportif, yang terdiri dari analgetik, meningkatkan masukan cairan, dan
menstimulasi saliva dengan meneteskan lemon Tindakan profilaksis yang paling
baik adalah vaksinasi mumps.

4. Parotitis Rekuren Kronis


Perawatan terdiri dari perawatan pendukung dengan hidrasi yang adekuat,
pemijatan kelenjar, kompres hangat, sialagogues. Sialoendoskopi telah terbukti
mengurangi frekuensi dan keparahan episode. Kondisi ini biasanya sembuh secara
spontan dengan pubertas, dan pembedahan jarang diperlukan

5. Sialadenitis Sklerosis Kronis


Pada saat serangan akut dapat diberikan antibotik, analgetik, dan anti-
inflamasi. Jika perlu dapat dilakukan eksisi kelenjar.

6. Sialadenitis Obstruktif
Perawatan awal untuk sialadenitis kronik meliputi pembedahan
sialogogues, pijatan, dan antibiotik selama eksaserbasi akut. Ketika manajemen
konservatif tidak mencukupi atau dalam kasus sialolithiasis, sialendoscopy dapat
menjadi diagnostik dan terapeutik.
7. Sialadenitis Autoimun (Sindrom Sjogren)

26
Terapinya adalah simptomatik dan suportif. Steroid dan steroid topikal
tetes mata diindikasikan untuk gejalan yang berat. Parotidektomi superfisial
mungkin diperlukan untuk infeksi parotid berulang yang berat.

8. Sialadenitis akibat Radiasi


Penilaian simtomatis dapat dilakukan dengan menstimulasi produksi
saliva (contoh: 3x5 mg/hari pilokarpin), mengatur pengganti saliva, atau hidrasi
(contoh: teh). Pencegahan apat digunakan amifostine yang dikombinasikan
dengan cisplatin dan penyinran eksternal dapat membantu melindungi fungsi
kelenjar saliva.

Gambar . Tindakan Operatif Paroidektomi

2.10 Komplikasi
Komplikasi mungkin terjadi karena penyebaran infeksi lokal ke ruang
jaringan yang berdekatan atau karena penyebarannya melalui rute hematogen. Jika
parotitis bakteri akut tidak di drainase awal selama perjalanan perkembangannya,
tekanan yang memuncak mengarah ke peningkatan kerusakan parenkim, yang
mengalami nekrosis dan pembentukan abses. Komplikasi post parotidektomi
(saraf facial palsy atau deformitas wajah), kerusakan/pembusukan gigi . 6

27
Sebagai proses reaktif terhadap trauma atau penyakit, sialadenitis
nonobstruktif kronik dapat berlanjut ke pembentukan massa fibrosa atau
peradangan pseudotumor. Komplikasi Parotitis kronis berulang pada akhirnya
dapat menyebabkan perkembangan lesi limfoepitelial jinak. "Ini dapat
berkembang menjadi gangguan limfoproliferatif seperti limfoma non-Hodgkins,
karsinoma atau pseudolymphoma. Gangguan obstruktif kelenjar saliva
sialolithiasis, striktur dan mukokel dan kista saliva. Komplikasi lain adalah nyeri
dan kerusakan permanen pada unit asinar dan epitel duktus. Perubahan yang
semakin progresif akhirnya memperburuk fungsi unit-unit asinar dan
bermanifestasi sebagai kelenjar yang menonjol(bulging), ireguler dan nodular.

2.11 Prognosis
Majoriti pasien Sialadenitis supuratif akut sembuh dengan terapi
medikamentosa. Bagaimanapun, kadar mortalitas kemungkinan besar tinggi pada
pasien dengan keadaan umum buruk atau dengan komplikasi medis yang berat.
Pada kasus seperti sialadenitis submandibular, kegagalan terapi mengharuskan
kecurigaan ke arah patologi yang lain seperti obstruksi duktus, abses, batu
kelenjar saliva mayor atau tumor. Abses submandibular bisa tampak seperti
Angina Ludwig, suatu penyakit infeksi berat di dasar mulut dan di ruang
submandibular dan submental. Jika tidak ditangani, Angina Ludwig akan
menyebabkan sumbatan jalan nafas. 6

28
BAB III
KESIMPULAN

Sialadenitis adalah peradanagn dan infeksi kelenjar ludah, ditandai dengan


obstruksi dan penyempitan saluran oleh kalkulus, gangguan autoimun kronis
kelenjar eksokrin, infeksi akut non supuratif dll. Sialadenitis biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri dan virus tetapi gangguan ini kadang-kadang dapat
disebabkan oleh penyebab lain seperti trauma, radiasi dan reaksi alergi. Perawatan
medis untuk menajemen sialadenitis melibatkan berbagai pendekatan, dari
manajemen medis konservatif hingga intervensi bedah yang lebih agresif 8

29
DAFTAR PUSTAKA

1. S. Rosen, Frederick. 2001. Anatomy and Physiology of The Salivar


Glands. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept pf Otolaryngology. Pg
1-2, 5-10
2. Myers, Eugene dkk. 2007. Salivary Gland Disorders. Springer :Anatomy,
Functionm and Evaluation of the Salivary Galnds. Page 1-11
3. Susyana Tamin, et. al. Penyakit kelenjar saliva dan peran sialoendoskopi
untuk diagnostik dan terapi. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana.
http://orli.or.id/. (2011): Vol 41, No 2
4. Schlossberg, David . 2008. Clinical Infectious Disease. Cambridge
University Press. Pg 65-67
5. Snow. 2009. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. P :
1132
6. Agni, Nisheet Anant. 2013. Salivary Gland Pathologies : Non-neoplastic
disease. Jaype Pg; 55-63
7. Wilson, Kevin. 2014. Salivary Gland Disorders. University of Utah School
of Medicine, Salt Lake City, Utah,
8. Kumar, Rajiv dkk. 2012. Sialadenitis – A Salivary Gland Disease. Bikaner
India : Swami Keshvanand Institute of Pharmacy
9. Gramaamans, K. 2011. Diagnosis of Salivary Gland Disorders.
Amsterdam : Kluwer the language of science. Pg 135
10. Rasa Pasha.2018. Otolaryngology-Head and Neck Surgery: Clinical
Reference Guide, Fifth Edition
11. Babak Larian. 2016 Comprehensive Management of Parotid Disorders, An
Issue of Otolaryngologic. Otolaryngologic Clinincs of North America

30

You might also like