You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat
dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang
patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak
tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum
perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Keberadaan anak yang ada di
lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya.
Dalam perkembangan kearah dewasa, anak belum stabil. Lingkungan juga mempengaruhi
tumbuh kembangnya. Proses dari restorative justice dapat dilakukan dengan cara mediasi
antara pelaku dan korban, reparasi (pelaku membetulkan kembali segala hal yang dirusak),
konferensi korban-pelaku (yang melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka
dalam masyarakat), dan victim awareness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli
akan dampak dari perbuatannya).Dalam masyarakat, ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut
dengan Hukum Perlindungan Anak. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.1
Berdasarkan uraian di atas, Kami tertarik untuk membuat makalah berjudul ‘Analisis
Yuridis, Bebasnya Abdul Qadir Jaelani Dari Jeratan Hukum’

1
https://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada tanggal 20
September 2018, pukul: 09.00 WIB.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut saya tertarik mengambil rumusan masalah:
1. Bagaimana Kronologis Tabrakan AQJ?
2. Bagaimana Analisis Dari Kasus Tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui lebih jauh Kronologis Kasus Tersebut.
2. Untuk mengetahui lebih jauh tentang alasan hakim membebaskan AQJ dari jeratan Hukum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kasus


Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, kecelakaan lalu
lintas terjadi di Jalan Tol Jagorawi, menjelang pintu keluar Pasar Rebo, Jakarta Timur, tepatnya
di jalur Jakarta-Bogor, Km 8, Minggu (8/9/2013) sekitar pukul 00.45 WIB. terjadi antara mobil
Mitsubishi Lancer bernomor polisi B 80 SAL dan Daihatsu Gran Max B 1349 TFN.
"Kronologinya mobil Lancer B 80 SAL datang dari arah selatan menuju utara. Karena tidak
konsentrasi, mobil menabrak pagar pemisah sehingga masuk jalur berlawanan, nyebrang
menghantam Daihatsu B 1349 TFN yang datang dari arah utara ke selatan dan terdorong
mengenai Avanza B 1882 UZJ," tutur Rikwanto. Akibat kejadian tersebut, enam orang
meninggal dunia, yakni Agus Komara, Agus Wahyudi, Rizki Aditya Santoso, Agus Surahman,
Qomar, dan Nurmansyah. Sementara sembilan orang lainnya mengalami luka-luka, yakni
Wahyudi, Nugro B, Abdul Kodir, Zulhari, Boby, Pardomoan S, Pujo Widodo, Ahmad Abdul
Qadir, dan Noval Samodra.2. Penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah
memeriksa AQJ, anak musisi Ahmad Dhani, pada Senin petang, 21 Oktober 2013. Di dalam
pemeriksaan tersebut, AQJ menjabarkan urutan dari saat dia mulai mengendarai mobil
Mitsubishi Lancer hingga terjadi kecelakaan. Pada Sabtu, 7 September 2013 sekitar pukul
13.00 WIB, AQJ menelepon ayahnya, Ahmad Dhani. Dia menelepon untuk memberi tahu
bahwa dia ingin pergi main ke tempat temannya di Pondok Indah. Namun, Ahmad Dhani tidak
memberi jawaban. "Karena merasa sudah memberi tahu, diam-diam AQJ mengambil kunci
mobil, kemudian pergi ke rumah temannya," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda
Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Mapolda, Selasa, 22 Oktober 2013. AQJ
mengatakan dia mengendarai mobil sendiri karena sopir yang biasanya menyopiri dia tidak
masuk. Awalnya dia pergi menjemput Maharani Diva di Mal Pondok Indah. Kemudian dia
menjemput Nouval di Ragunan. "Selanjutnya, dari sana, mereka menuju Pondok Labu untuk
menjemput Fajrina Khairiza hingga pukul 17.30 WIB," kata Rikwanto. Kemudian, mereka
berempat menuju Grand Indonesia untuk makan hingga pukul 21.30 WIB. Setelah selesai

2
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/anak-ahmad-dhani-terlibat-kecelakaan-maut-di-tol-jagorawi-t52987/ diakses pada tanggal 16

September 2018, pukul: 20.00 WIB.

3
makan, ke-4 nya merasa lelah dan ingin kembali pulang. AQJ, menurut Rikwanto, mengatakan
Maharani dijemput oleh keluarganya, sedangkan Fajrina menunggu taksi untuk pulang.
"Setelah setengah jam tidak mendapat taksi, akhirnya Fajrina diantarkan AQJ ke tempat ibunya
di Cibubur," kata Rikwanto. Mereka bertiga: AQJ, Nouval, dan Fajrina, sampai di Cibubur
sekitar pukul 24.00 WIB. "Lalu kembali ke Pondok Indah," kata Rikwanto.Saat membayar tol
di perjalanan pulang, AQJ merasa capek dan blank. Namun, AQJ tidak mengatakannya kepada
Nouval. "Uang kembalian membayar tol tidak diambil oleh AQJ," kata Rikwanto. Kemudian,
AQJ merasa hilang kendali. AQJ menyetir, namun tidak berkonsentrasi. "Hingga Nouval
menegurnya untuk mengatakan bahwa ada mobil di depan. Lalu AQJ banting setir ke kanan,
menabrak pembatas jalan dan Gran Max," kata Rikwanto.3

3
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/22/064523740/Ini-Kronologi-Kecelakaan-Maut-Jagorawi-Versi-AQJ diakses tanggal 16
September 2018, pukul: 20.30 WIB.

4
2.2 Penyelesaian Kasus Dan Putusan Hakim
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur memerintahkan mengembalikan
putra musisi Ahmad Dhani, AQJ (13) kepada orang tuanya meski divonis bersalah dalam
sidang kasus kecelakaan lalulintas di ruas Jalan Tol Jagorawi. Namun Hakim Ketua Fetrianti
dalam sidang putusan di PN Jakarta Timur membebaskan dari segala tuntutan pidana. Dalam
amar putusannya, Fetrianti menyatakan AQJ bersalah lantaran melanggar Pasal 310 ayat (1),
(3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berdasarkan perintah hakim itu, AQJ terbebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang
menuntut penjara setahun dengan masa percobaan dua tahun. Selain itu, hakim juga menolak
hukuman bersyarat dari jaksa agar AQJ menjalani kerja sosial dan denda Rp5 juta.
Hakim menyatakan AQJ menunjukan sikap sopan dan bertindak baik selama menjalani
persidangan, serta dianggap bukan anak yang nakal. Majelis hakim menganggap AQJ kurang
perhatian orang tua sehingga masih bisa diberikan pembinaan. Hakim mempertimbangkan hal
lain yang meringankan hukuman AQJ karena adanya perdamaian antara keluarga terdakwa
dengan para korban. Keluarga terdakwa dianggap bertanggung jawab menanggung biaya
pengobatan dan pemakaman para korban yang luka maupun meninggal dunia. Bahkan keluarga
AQJ bersedia menanggung biaya pendidikan hingga perguruan tinggi bagi anak korban yang
meninggal dunia. Fetrianti mengungkapkan kasus AQJ tergolong "restoratif justice" dengan
mempertimbangkan pergantian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang peradilan anak
yang diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.Terkait putusan itu, Jaksa
Penuntut Umum meminta waktu untuk mengajukan banding atau tidak terhadap vonis hakim
tersebut. Ayah AQJ, Ahmad Dhani menuturkan putusan hakim sesuai undang-undang yang
berlaku. Dhani juga menyampaikan hal terpenting memikirkan nasib para keluarga korban agar
tetap menjadi tanggung jawab musisi asal Surabaya, Jawa Timur tersebut. Sekadar
mengingatkan, AQJ yang mengendarai mobil sedan bernomor polisi B-80-SAL terlibat
kecelakaan maut dengan menewaskan sejumlah penumpang dan terluka di Tol Jagorawi dari
arah Jakarta menuju Bogor pada 8 September 2013. Sebelumnya Ketua Satuan Tugas
Perlindungan Anak, M Ihsan menyatakan kasus kecelakaan yang melibatkan anak musisi
Ahmad Dhani, AQJ, menjadi pintu masuk penerapan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak "Kasus AQJ ini seyogyanya dijadikan aparat penegak hukum untuk
menjelaskan pada masyarakat bahwa untuk anak dalam sistem hukum Indonesia diperlakukan
khusus," kata Ihsan, beberapa waku lalu.Aparat penegak hukum, menurut Ihsan, tidak perlu
terjebak oleh keinginan publik yang belum memahami tentang sistem dan mekanisme

5
perlindungan anak. Selain penerapan UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, juga bagi UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak. Ihsan mengatakan, paradigma hukum Indonesia masih kental dengan
hukum feodal yang bertumpu pada KUHP dan pemidanaan. UU terkait perlindungan anak
sudah melangkah maju untuk melindungi anak dari pemidanaan dan dampak yang
membahayakan perkembangan anak4.

hakim mempertimbangkan tujuh poin dalam menjatuhkan putusan.


1. Pengamatan selama proses persidangan terdakwa selalu menunjukkan sikap sopan.
Terdakwa bukan anak nakal, namun hanya kurang perhatian. Terdakwa masih bisa dibina. Bila
harus dijatuhi pidana, bisa memberikan stigma negatif. Sanksi pidana bisa merusak kejiwaan
anak. Stigmatisasi anak (merupakan) faktor kriminogen.
2. Telah terjadi perdamaian para korban dan terdakwa, dan keluarga para korban tidak ingin
kasus ini dibawa ke ranah hukum. Agar terdakwa kembali menjalani hidupnya.
3. Fakta yang terungkap, keluarga terdakwa sungguh-sungguh menunjukkan tanggung jawab.
Keluarga korban telah membantu biaya rumah sakit. Ayah terdakwa sudah menyanggupi
membiayai keluarga korban.
4. Orang tua terdakwa masih sanggup. Ibu kandung terdakwa memberi janji untuk
memperhatikan anak.
5. Terdakwa menyampaikan penyesalan dan akan menjadi anak soleh dan menuruti nasihat
orangtua, serta akan menjalin silaturahmi dengan keluarga korban.
6. Sebagai seorang anak, perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan
potensi.
7. Masih (sesuai) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak untuk
menyongsong sistem pemberlakukan undang-undang yang baru, UU Nomor 11 Tahun 2014,
hakim mengacu pada restorative justice. Dimana konsep restorative justice ditujukan untuk
mengembalikan keadaan seperti sebelum peristiwa pidana.

4
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53c67b5ae6a6e/hakim-perintahkan-aqj-dikembalikan-kepada-
orang-tua diakses tanggal 21 September 2018, pukul: 08:00 WIB.

6
2.3 Argumentasi Masyarakat
Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah Musni Umar menyesalkan hakim memberikan vonis
bebas untuk AQJ alias Dul. Putra Ahmad Dhani ini menewaskan tujuh orang saat mengendarai
mobil di jalan tol. Kasus ini membuat rakyat sakit hati."Nanti ABG makin banyak ugal-ugalan.
Jika kecelakaan di jalan mereka tak takut dihukum karena Dul saja bebas," kata Musni. Musni
menilai hukuman pidana bukan hanya hukuman bagi pelaku. Hal itu juga sebagai efek jera agar
peristiwa serupa tak terulang lagi. Karena itu dia menilai Dul seharusnya dihukum. "Kalau mau
dihukum semua. Atau dibebaskan semua. Jangan ada seorang anak di bawah umur dibebaskan,
sementara ada anak di bawah umur yang lainnya dihukum," kritik Musni. Musni menilai
masyarakat akan melihat kasus ini sebagai ketidakadilan hukum. Mereka akan melihat Dul bisa
bebas karena anak orang kaya. "Sudah jadi perbincangan di masyarakat, kalau yang tak punya
melakukan pelanggaran hukum akan ditindak sesuai ketentuan, Sederhana saja masyarakat
menilainya. Jika yang mengalami kecelakaan anak orang tak punya, bukan anak Pak Ahmad
Dhani, akankah bebas juga?" kata Musni. Musni menilai vonis ini menciderai rasa keadilan
bagi rakyat. Jika alasannya di bawah umur, banyak juga anak yang divonis. "Kan ada lembaga
pemasyarakatan anak. Alasan masih di bawah umur itu tidak masuk akal. Membuat rakyat
bertanya-tanya. Saya tidak ingin menduga macam-macam. Tapi rakyat melihatnya akan ada
yang bebas dan ada yang dihukum. Ini kenapa?" sesalnya. Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah
Musni Umar menilai seharusnya untuk orang yang menewaskan tujuh orang dalam kecelakaan,
Dul tetap harus dihukum.5

5
https://www.merdeka.com/peristiwa/vonis-bebas-untuk-anak-ahmad-dhani-bikin-sakit-hati-rakyat.html
diakses pada tanggal 20 September 2018, pukul: 10.00 WIB.

7
2.4 Analisis Kasus
Dul anaknya Ahmad Dhani karena kelalaiannya dalam menyetir mobil dan
menewaskan sebanyak 7 ( tujuh ) orang dan menyebabkan 8 orang luka berat, sudah banyak
melanggar peraturan-peraturan dan pasal-pasal dalam peraturan lalu lintas. Didalam analisa
hukum secara umum dul dapat dikenakan/ telah melanggar pasal-pasal sebagai berikut:
- Pasal 310 ayat 4 UU No. 22/ 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, “karena
kelalaiannya (dengan mengemudikan kendaraan) mengakibatkan orang lain meninggal dunia,
dipidana dengan penjara paling lama enam tahun dan/ atau denda paling banyak Rp-
12.000.000.”
- Pasal 311 ayat 4 Mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang
membahayakan bagi nyawa atau barang dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan
korban luka berat dan kerusakan kendaraan dan/atau barang dikenakan Kurungan paling lama
10 tahun atau denda Rp. 20.000.000
-Pasal 311 ayat 5 Mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau keadaan yang
membahayakan bagi nyawa atau barang dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan
korban meninggal dunia dikenakan Kurungan paling lama 12 tahun atau denda Rp. 24.000.000
-UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Umum Pasal 281 yang berisi "Setiap
pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta".
Dari pasal pasal tersebut diatas, bahwa Dul anaknya Ahmad Dhani telah melanggar ketentuan
ketentuan lalu lintas tapi setelah dianalisa bahwa anak Ahmad Dhani yang bernama Dul masih
berusia dibawah 18 tahun. Dan adapun ketentuan ketentuan dari pasal-pasal di atas masih
belum bisa diberikan atau dijatuhkan kepada anaknya Ahmad dhani dan dari unsur tersebut dia
termasuk dalam tindak pidana diluar KUHP atau tindak pidana Khsus, karena dull terbilang
masih anak anak dibawah usia 18 Tahun dan dia juga belum cakap dalam hukum. Dan juga
sudah tertera di dalam peraturan undang undang tindak pidana khusus yang mana terdapat pasal
yang melindungi anak dibawah 18 tahun yaitu di dalam UUD RI. NO. 23 Thn 2002 ttg
PERLINDUNGAN ANAK yang mana terdapat dalam Pasal 64
(1)”Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana,
merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat”. Jadi anak tersebut
masih dalam lindungan hukum meskipun ia telah melakukan tindak kelalaian karena menyetir
mobil sendiri yang menyebabkan kehilangan nyawa seseorang dan juga telah melukai banyak

8
korban. Maka dari itu dari pihak sendiri hanya perlu pembinaan dari orang tua dan mendapat
teguran lisan kepada yang bersangkutan dan orang tua dari si anak tersebut. Dan keterangan
dari pengadilan sendiri yang menyatakan bahwa anak dul dibebaskan demi hukum karena dia
masih dibawah umur.

A. Konsep Diversi
Sebelum membahas jauh tentang konsep diversi dan Restorative Justice, ada baiknya dipahami
sistem peradilan pidana anak dalam perspektif HAM internasional sebagai komparasi. Sistem
Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala unsure sistem peradilan pidana
yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Pertama, polisi sebagai institusi
formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan
menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Kedua, jaksa dan lembaga
pembebasan bersyarat yang juga akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses
ke pengadilan anak. Ketiga, Pengadilan Anak, tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam
pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman.
Sehubungan dengan hal ini, Muladi yang menyatakan bahwa criminal justice system memiliki
tujuan untuk : (i) resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana; (ii) pemberantasan
kejahatan; (iii) dan untuk mencapai kesejahteraan sosial. Berangkat dari pemikiran ini, maka
tujuan sistem peradilan pidana anak terpadu lebih ditekankan kepada upaya pertama
(resosialiasi dan rehabilitasi) dan ketiga (kesejahteraan sosial). Namun upaya lain diluar
mekanisme pidana atau peradilan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
metode Diversi dan Restorative Justice. Diversi adalah pengalihan penanganan kasus kasus
anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat.
Pendekatan diversi dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang berkonflik
dengan hukum. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah :
• untuk menghindari anak dari penahanan;
• untuk menghindari cap/label anak sebagai penjahat;
• untuk mencegah pengulangan tindak pidana yang yang dilakukan oleh anak;
• agar anak bertanggung jawab atas perbuatannya;
• untuk melakukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi korban dan anak tanpa harus
melalui proses formal;
•menghindari anak mengikuti proses sistem peradilan;
• menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan.Program diversi
dapat menjadi bentuk restoratif justice jika :

9
• mendorong anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya;• memberikan kesempatan bagi
anak untuk mengganti kesalahan yang dilakukan dengan berbuat kebaikan bagi si korban;
•memberikan kesempatan bagi si korban untuk ikut serta dalam proses;
• memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mempertahankan hubungan dengan keluarga;
• memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan dalam masyarakat yang
dirugikan oleh tindak pidana.
Pelaksanaan metode sebagaimana telah dipaparkan diatas ditegakkannya demi mencapai
kesejahteraan anak dengan berdasar prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Dengan kata lain,
diversi tersebut berdasarkan pada perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak anak (protection
child and fullfilment child rights based approuch). Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1959 dapat
dirujuk untuk memaknai prinsip kepentingan terbaik untuk anak. Prinsip kedua menyatakan
bahwa anak-anak seharusnya menikmati perlindungan khusus dan diberikan kesempatan dan
fasilitas melalui upaya hukum maupun upaya lain sehingga memungkinkan anak terbangun
fisik, mental, moral, spiritual dan sosialnya dalam mewujudkan kebebasan dan kehormatan
anak. Dalan kerangka hak sipil dan politik, prinsip ini dapat dijumpai dalam 2 (dua) Komentar
Umum Komisi Hak Asasi Manusia (General Comments Human Rights Committee)
khsususnya Komentar Umum Nomor 17 dan 19) sebagai upaya Komisi melakukan interpretasi
hukum atas prinsip kepentingan terbaik anak dalam kasus terpisahnya anak dari lingkungan
orang tua (parental separation or divorce).Dalam kerangka ini, pendekatan kesejahteraan dapat
dijadikan sebagai dasar filosofi penanganan terhadap pelanggaran hukum usia anak. Pada
prinsipnya pendekatan ini didasari 2 (dua) faktor sebagai berikut :
• Anak-anak dianggap belum mengerti benar kesalahan yang telah diperbuat,
sehingga sudah sepantasnya diberikan pengurangan hukuman, serta
pembedaan pemberian hukuman bagi anak-anak dengan orang dewasa
• Bila dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak diyakini lebih mudah
dibina dan disadarkan Terkait permasalahan tersebut , di negara-negara Eropa terdapat 5 (lima)
macam pendekatan yang biasanya digunakan untuk menangani pelaku pelanggaran hukum usia
anak, yaitu :
• Pendekatan yang murni mengedepankan kesejahteraan anak
• Pendekatan kesejahteraan dengan intervensi hukum
•Pendekatan dengan menggunakan/berpatokan pada sistem peradilan
pidana semata
• Pendekatan edukatif dalam pemberian hukuman
• Pendekatan hukuman yang murni bersifat retributive

10
Berdasarkan pemikiran di atas, maka tindakan hukum yang dilakukan terhadap mereka yang
berusia di bawah 18 tahun harus mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Hal ini didasari
asumsi bahwa anak tidak dapat melakukan kejahatan atau doli incapax dan tidak dapat secara
penuh bertanggung jawab atas tindakannya. Dengan demikian, pendekatan yang dapat
digunakan untuk penanganan anak yang berkonflik dengan hukum berdasarkan praktek-
praktek negara Eropa yang sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan norma KHA adalah
pendekatan yang murni mengedepankan kesejahteraan anak (Pasal 3 ayat (1),(2),(3)) dan
pendekatan kesejahteraan dengan intervnesi hukum (Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 40).
Berangkat dari konsep ini, pendekatan dengan model penghukuman yang bersifat restoratif
atau disebut restorative justice saat ini lebih layak diterapkan dalam menangani pelanggar
hukum usia anak. Prinsip ini merupakan hasil eksplorasi dan perbandingan antara pendekatan
kesejahteraan dan pendekatan keadilan. Restorative justice berlandaskan pada prinsip-prinsip
due process yang sangat menghormati hak-hak hukum tersangka, seperti hak untuk
diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah hingga vonis pengadilan menetapkan
demikian, hak untuk membela diri, dan mendapatkan hukuman yang proposional dengan
kejahatan yang dilakukannya6.
B. Tabrakan AQJ dalam Pandangan UU No. 22 Thn. 2009
Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, menerjemahkan istilah
perbuatan pidana adalah:7 “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut. Unsur-unsur tindak pidana, menurut Leden Marpaung dalam bukunya Hukum
Pidana Bagian Khusus, membedakan 2 macam unsur yaitu:8 Unsur subjektif; Unsur objektif.
Selanjutnya Leden Marpaung menjelaskan beberapa unsur-unsur tindak pidana diantaranya
adalah: Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada si pelaku tindak pidana dalam
hal ini termasuk juga sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur Subjektif dari
suatu tindak pidana adalah :

a. Kesengajaan atau ketidak sangajaan (dolus atau culpa)


b. Maksud pada suatu percobaan

6
https://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada tanggal 20
September 2018, pukul: 09.00 WIB.

7
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Hal. 54.
8
Leden Marpuang, Hukum Pidana Bagian Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, Hal. 9

11
c. Macam-macam maksud seperti yang terdapat di dalam kejahatan–kejahatan Pembunuhan,
Pencurian, Penipuan.
d. Merencanakan terlebih dahulu, Pasal 340 KUHP.
Kemudian yang dimaksud dengan Unsur Objektif adalah unsur yang ada hubungan
dengan keadaan tertentu di mana keadaan-keadaan tersebut sesuatu perbuatan telah dilakukan.
Unsur-unsur Objektif dari suatu tindak pidana adalah :
a. Sifat melawan hukum. Misalnya Pasal 338 KUHP.
b. Kausalitas (sebab-akibat) dari pelaku.
c. Kausalitas yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu
kenyataan akibat.
Kecelakaan lalu lintas menurut Pasal 1 ke 24 UU No. 22 th 2009 adalah suatu peristiwa
dijalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalin yakni :

1. Kelalaian pengguna jalan, misalnya : menggunakan handphone ketika mengemudi, kondisi


tubuh letih dan mengantuk, mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk,kurangnya
pemahaman terhadap rambu-rambu lalu lintas dsb.

2. Ketidaklayakan kendaraan, misalnya : kendaraan dengan modifikasi yang tidak standard,


rem blong,kondisi ban yang sudah tidak layak pakai,batas muatan yang melebihi batas angkut
kendaraan dsb.

3. Ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan. : kondisi jalan yang berlubang, kurangnya


pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan dsb.

Menurut jenisnya kecelakaan lalu lintas digolongkan atas beberapa penggolongan


sebagaimana diatur dalam Pasal 229 UU No. 22 Thn. 2009 yakni :

1. kecelakaan lalin ringan, yakni merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan


kendaraan dan/atau barang.

2. kecelakaan lalin sedang, yakni kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan
kendaraan dan/atau barang. luka ringan dimaksud adalah luka yang mengakibatkan korban
menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap dirumah sakit atau selain yang
diklasifikasikan dalam luka berat.

12
3. kecelakaan lalin berat, yakni kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dan/atau
luka berat. luka berat dimaksud adalah yang mengakibatkan korban :

 jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut.
 tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan.
 kehilangan salah satu panca indera.
 menderita cacat berat atau lumpuh.
 terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih.
 gugur atau matinya kandungan seseorang.
 luka yang membutuhkan perawatan rumah sakit lebih dari tiga puluh hari.

Menurut UU No. 22 Thn. 2009 Pasal 310: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan
bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalin dengan :

1. Kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam ) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00- (satu juta rupiah).

2. Korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00- (dua juta
rupiah).

3. Korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp.10.000.000,00- (sepuluh juta rupiah), dalam hal kecelakaan tersebut
mengakibatkan orang lain meninggal dunia dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam ) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00- (dua belas juta rupiah).”

Menurut Pasal 360 KUHP:

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-
luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.

(2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima
ratus rupiah.

Bagi pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana berupa pidana penjara,
kurungan, atau denda dan selain itu dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat

13
Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.Betapapun
kealpaan merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan namun hendaknya anda selalu waspada
ketika anda mengemudikan kendaraan anda dengan membatasi hal-hal yang dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalin,karena nyawa anda tidaklah sebanyak ketika anda
bermain play station ataupun game racing lainnya. Ingat, keluarga ataupun orang-orang
terdekat yang anda sayangi menunggu anda dirumah.

Apalagi anak-anak belum cukup umur dan tidak mempunyai SIM (Surat Izin
Mengemudi). Dalam Pasal 77 UU No. 22 Thn. 2009 dijelaskan:

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat
Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.
(2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis:
a. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.
(3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki
kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar
sendiri.
(4) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon
Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.
(5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh
orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.
Fungsi Surat Izin Mengemudi berdasarkan Pasal 86:
(1) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi.
(2) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi Pengemudi Kendaraan Bermotor yang
memuat keterangan identitas lengkap Pengemudi.
(3) Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan,
penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian.
Pemberian Tanda Pelanggaran pada Surat Izin Mengemudi Pasal 89 dijelaskan:
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang memberikan tanda atau data pelanggaran
terhadap Surat Izin Mengemudi milik Pengemudi yang melakukan pelanggaran tindak pidana
Lalu Lintas.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk menahan sementara atau
mencabut Surat Izin Mengemudi sementara sebelum diputus oleh pengadilan.

14
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda atau data pelanggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

C. Tabrakan AQJ dalam Pandangan UU No. 11 Thn. 2012


Soedarto mengatakan bahwa peradilan anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan
pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak.9 Undang-Undang Pengadilan Anak
pada Pasal 40 menyatakan bahwa hukum acara yang berlaku dalam acara pengadilan anak ialah
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini. Dengan demikian, hukum acara yang berlaku bagi anak adalah KUHAP dan
Undang-undang Pengadilan Anak.
Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan
hukum,yaitu
1) Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur
dari rumah.
2) Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. Undang-undang Pengadilan Anak
menyatakan bahwa “Hukum acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara pengadilan anak,
kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”, ini berarti hukum acara yang berlaku (Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana) diterapkan juga dalam acara pengadilan anak, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang anak tersebut.10
Menurut Pasal 5:www.
(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.11
(2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

9
Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, Hal. 14
10
Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen and Cliffforde. Simomonsen, dalam Correction in
America: An Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia, UNICEF, Undonesia,
2003, Hal 2
11
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain
yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan
pembalasan.

15
b. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses
pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
(3) Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan
huruf b wajib diupayakan Diversi.
Dalam Pasal 6 dijelaskan Diversi bertujuan:
a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Dalam Pasal 7 dijelaskan:
(1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri
wajib diupayakan Diversi.
(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang
dilakukan:
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Dalam Pasal 8 dijelaskan:
(1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang
tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja
Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan
Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
(3) Proses Diversi wajib memperhatikan:
a. kepentingan korban;
b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;www.hukumonline.com
c. penghindaran stigma negatif;
d. penghindaran pembalasan;
e. keharmonisan masyarakat; dan
f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

16
Dalam Pasal 9 dijelaskan:
(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus
mempertimbangkan:
a. kategori tindak pidana;
b. umur Anak;
c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
(2) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak
Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b. tindak pidana ringan;
c. tindak pidana tanpa korban; atau
d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.
Pasal 10 dijelaskan:
(1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak
pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah
minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan
oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat
melibatkan tokoh masyarakat.
(2) Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas
rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:
a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
b. rehabilitasi medis dan psikososial;
c. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
d. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling
lama 3 (tiga) bulan; atau
e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 11 dijelaskan:
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling
lama 3 (tiga) bulan; atau
d. pelayanan masyarakat.

17
Pasal 12 dijelaskan:
(1) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk
kesepakatan Diversi.
(2) Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh atasan
langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri
sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan
dicapai untuk memperoleh penetapan.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
(4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembimbing
Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
sejak ditetapkan.
(5) Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik menerbitkan
penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian
penuntutan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam permasalahan AQJ alias Dul hukuman pidana adalah pilihan terakhir. Sebab, usia
Dul yang masih anak-anak. agar unsur keadilan restoratif bisa diterapkan dengan cara diversi,
yaitu berupa penggantian kerugian dan biaya perawatan para korban. “Dalam UU Perlindungan
Anak Nomor 3 Tahun 1997 disebutkan kalau pidana menjadi pilihan terakhir, diutamakan bisa
diversi,” Proses diversi bakal menghindarkan Dul dari proses persidangan.Proses pidana bagi
anak-anak belum tentu bisa berdampak lebih baik. “Ada proses rehabilitasi yang dilakukan,”
Rehabilitasi yang dimaksud meliputi pembinaan oleh psikolog dan tenaga sosial. “Prinsip
keadilan restoratif ini berangkat dari anggapan kalau penjara justru tak membuat keadaan anak
lebih baik. Proses pengusutan kasus Dul tetap menggunakan UU Nomor 3 tahun 1997. “Karena
UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang perlindungan anak baru berlaku pada 2014 mendatang. Dul
bisa saja dikenai pasal pidana mengingat umurnya termasuk dalam kelompok umur 12-18
tahun yang tidak luput sebagai objek hukum pidana. Soal jumlah korban tewas yang tergolong
besar, bisa saja memberatkan jika keluarga korban tidak memaafkan, apabila keluarga korban
memaafkan maka akan meringankan Dul. Dul selain bertindak pidana, menghilangkan nyawa
korban secara tidak sengaja, dia juga sudah melanggar peraturan perlalu-lintasan, dimana dia
masih tergolong anak-anak mengingat umurnya Dul saat ini baru 13 tahun. dan pastinya belum
mempunya SIM (Surat Izin Mengemudi

3.2 Saran
Agar tidak terjadi lebih banyak lagi kecelakaan lalu lintas yang pengemudinya adalah
anak-anak. Maka sebagai orang tua haruslah menjaga anaknya dan memberikan pemahaman
bahwa dalam mengemudi kendaraan bermotor berbeda dengan saat bermain playstation.
Dalam hal ini orang tua berperan besar selain sebagai pelindung anaknya, orang tua juga
memberikan pengetahuan untuk anaknya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu. 1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak Di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Leden Marpaung. 1991. Hukum Pidana Bagian Khusus. Jakarta: Sinar Grafika.
Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal :
Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen and
ClifffordE. Simmonsen, dalam Correction in America : An Introduction, Analisa
Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice System ) di Indonesia,
UNICEF, Indonesia, 2003.
Internet :
https://anjarnawanyep.wordpress.com/konsep-diversi-dan-restorative-justice/ diakses pada
tanggal 20 September 2018, pukul: 09.00 WIB.
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/anak-ahmad-dhani-terlibat-kecelakaan-maut-di-tol-
jagorawi-t52987/ diakses tanggal 16 September 2018, pukul: 20:00 WIB.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53c67b5ae6a6e/hakim-perintahkan-aqj-
dikembalikan-kepada-orang-tua diakses tanggal 21 September 2018, pukul: 08:00 WIB
https://www.merdeka.com/peristiwa/vonis-bebas-untuk-anak-ahmad-dhani-bikin-sakit-hati-
rakyat.html diakses pada tanggal 20 September 2018, pukul: 10.00 WIB.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/22/064523740/ini-kronologi-kecelakaan-maut-
jagorawi-versi-aqj diakses tanggal 16 September2018, pukul: 20:30 WIB.
Undang-Undang:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.

20

You might also like