Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Moh. Ilham Akbar, S.Ked J510170090
Pembimbing
dr. Bambang Sutanto, Sp.An
dr. Ricka Lesmana, Sp.An
dr. Febrian Dwi Cahyo, Sp.An
Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Stase Ilmu Anestesi dan
Reanimasi Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Pembimbing :
dipersentasekan dihadapan
PENDAHULUAN
Anestesia berarti pembiusan, kata ini berasal dari bahasa Yunani an-
"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Istilah
anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).
Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik,
analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga termasuk
mengendalikan pernapasan dengan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh
selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup premedikasi, induksi,
maintenance, dan pemulihan. Ada tiga kategori utama anestesi, yaitu anestesi
umum, anestesi regional dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk
dan kegunaan. Seorang ahli anestesi akan menentukan jenis anestesi yang
menurutnya terbaik dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dari masing-masing tindakan tersebut.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).
Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan
pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya
mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan. Metode anestesi umum
dapat dilakukan dengan 3 cara: antara lain secaara parenteral melalui
intravena dan intramuskular, perrektal (biasanya untuk anak-anak) dan
inhalasi.
TINJAUAN PUSTAKA
A. KISTA OVARIUM
Wanita pada umumnya memiliki dua indung telur kanan dan kiri, dengan
penggantung mesovarium di bagian belakang ligamentum latum, kiri dan kanan.
Ovarium adalah kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-
kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm.1
Secara harfiah, Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam
tubuh akibat pengaruh berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.
Istilah neoplasma pada dasarnya memiliki makna sama dengan tumor. Keganasan
merujuk kepada segala penyakit yang ditandai hiperplasia sel ganas.
Tumor ovarium adalah sebuah proses penumbuhan jaringan baru yang berasal
dari ovarium baik yang bersifat jinak maupun ganas. Beberapa literatur
menggolongkan kista sebagai tumor namun beberapa literatur lain memisahkan
antara tumor dengan kista. Perlu diketahui bahwa definisi kista adalah suatu jenis
tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan. Karena secara definisi tumor
adalah jaringan, oleh karena itu beberapa literatur membedakan antara kista
dengan tumor ovarium.
2.3 Epidemiologi
Kista ovarium fungsional umumnya terjadi pada usia produktif dan relatif
jarang pada wanita postmenopause. Secara umum, tidak ada persebaran umur yang
spesifik mengenai usia terjadinya kista ovarium.5
Sedangkan pada tumor padat, etiologi pasti belum diketahui, diduga akibat
abnormalitas pertumbuhan sel embrional, atau sifat genetis kanker yang tercetus
oleh radikal bebas atau bahan bahan karsinogenik.
2.6 Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm
dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus
luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan.1,6
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-
kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.1,2
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah
kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari
area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan
germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel
yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal,
dan mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium
ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel
dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.1,2
a. Gangguan haid
b. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi
atau sering berkemih.
c. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang
menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.
d. Nyeri saat bersenggama.
Pada stadium lanjut:
a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta organ di dalam rongga
perut
c. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan
d. Gangguan buang air besar dan kecil.
e. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.4
2.8 Diagnosis
Diagnosis kista ovarium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik.
Namun biasanya sangat sulit untuk menemukan kista melalui pemeriksaan fisik.
Maka kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis kista
ovarium. Pemeriksaan yang umum digunakan adalah :
1. Ultrasonografi (USG)
Alat peraba (transducer) digunakan untuk memastikan keberadaan
kista, membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi
kista cairan atau padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista
berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.5,6
Dari gambaran USG dapat terlihat:
a. Akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang
oval) dan terlihat sangat echolucent dengan dinding yang
tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak bayangan
echo yang lebih putih dari dinding depannya.
b. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau
multilokuler (bersepta-septa).
c. Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus
(internal echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-
elemen darah di dalam kista.
Gambar 11 : Gambaran Kista pada USG
2. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan lab dapat berguna sebagai screening maupun diagnosis
apakah tumor tersebut bersifat jinak atau ganas. Berikut pemeriksaan
yang umum dilakukan untuk mendiagnosis kista ovarium.
Pemeriksaan Beta-HCG Pemeriksaan ini digunakan untuk
screening awal apakah wanita tersebut hamil atau tidak.
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan
ektopik.
Pemeriksaan Darah Lengkap Untuk sebuah penyakit
keganasan, dapat diperkirakan melalui LED. Parameter lain
seperti leukosit, HB, HT juga dapat membantu pemeriksa
menilai keadaan pasien.
Urinalisis Urinalisis penting untuk mencari apakah ada
kemungkinan lain, baik batu saluran kemih, atau infeksi dan
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan Tumor Marker Tumor marker spesifik pada
keganasan ovarium adalah CA125. CEA juga dapat diperiksa,
namun CEA kurang spesifik karena marker ini juga mewakili
keganasan kolorektal, uterus dan ovarium.
2.9 Penatalaksanaan
a. Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca
operasi
b. Klien harus mandi shower bila memungkinkan
c. Luka mengaluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan
luka harus di ulang bila tidak kemungkinan luka akan terbuka
d. Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama
masa pasca operasi sampai ibu diperolehkan pulang atau rujuk
e. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang
sesuai dan tidak lengket.
B. GENERAL ANESTESI
General anestesi / anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa
nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih
kembali (reversibel).Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari analgesia,
hipnotik, dan relaksasi otot3.
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian
menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah
jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun
atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang
memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan
stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis3,4.
Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,
pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal.Pemilihan ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat
anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang
tersedia5
1. Stadium Anestesi
Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium
anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah
terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum
(menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter):
Tanda Kriteria
Tanda vital Respirasi, T/N, suhu seperti semula
Reflek laryng dan pharyng Mampu menelan, batuk, dan muntah
Gerakan Mampu bergerak sesuai umur dan tingkat
perkembangan
Muntah Muntah, mual pusing minimal
Pernafasan Tidak ada sesak nafas, stridor, dan
mendengkur
Kesadaran Alert, orientasi tempat, waktu, dan orang
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SR
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Surakarta
Nomer RM : 037XXXX
Tanggal MRS : 29-10-2018
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan perut membuncit di bagian kanan bawah
dan terasa nyeri. Nyeri dirasakan terus-menerus, tidak menjalar, namun
tidak disertai dengan keluar cairan ataupun darah dari jalan lahir.
Pasien mengatakan pertama kali haid pada usia 10 tahun. Pasien mengaku
siklus haidtidak teratur tiap bulan. Nyeri saat haid (+) pasien ganti
pembalut 3x dalam sehari. Lama haid kurang lebih 7 hari.
Riwayat keputihan (+) penurunan nafsu makan (+) penurunan berat badan
drastis 10 kg dalam 3 bulan (+).
Riwayat KB : Pasien mengaku menggunakan KB suntik 3 bulan selama 10
tahun ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat CKD : disangkal
Riwayat hipertiroid : disangkal
Riwayat hipertensi : diakui
Riwayat DM : diakui
Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat Alergi :
Alergi obat : Disangkal
Alergi makanan : Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a) Keadaan Umum : Sedang
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan Darah : 109/67 mmHg
d) Nadi : 60 kali/menit
e) Respirasi :20 kali/menit
f) Suhu :36oC
2. Pemeriksaan Fisik
a) Status Gizi
1) Berat Badan : 48 kg
2) Tinggi Badan : 145 cm
b) Kepala : Konjungtiva anemis (-/-)
c) Leher : JVP meningkat (+)
d) Thorax
Paru : Simetris, SDV (+/+), RBK (+/+), WHZ (-/-)
Jantung :
I :iktus kordis tidak kuat angkat
P : iktus kordos teraba
P : dbn
A : BJ I BJ II reguler
e) Abdomen : Distended (+), peristaltik (-), BU (-), nyeri tekan
(+)
f) Ekstremitas : akral hangat
a. Airway
- Clear, pasien dapat berbicara dengan lancar, tidak ada suara nafas
tambahan, dan hembusan nafas dapat dirasakan.
- Penilaian LEMON
L (Look) : Tidak terdapat kelainan.
E (Evaluation) : Jarak antara gigi seri pasien 3 jari.
Jarak tulang tiroid dengan dagu 3 jari.
Jarak benjolan tiroid dengan dasar mulut 2
jari
M (mallampati Score) : Grade 1
O (Obstruction) : Tidak ada sumbatan jalan napas. Trauma(-
)
N (Neck Mobility) : Tidak ada keterbatasan gerakan leher.
b. B1 (Breath)
- Respiratory Rate (RR) : 26 kali/menit
- Tidak ada suara ronkhi pada kedua basal paru
- Tidak ada retraksi iga
- Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan
c. B2 (Blood)
- Akral hangat, merah, kering
- Nadi 86 x/ menit, kuat angkat dan pengisian penuh
- CRT <2 detik
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
d. B3 (Brain)
- Kesadaran komposmentis
- GCS 15
- Pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm. Refleks cahaya (+/+)
- Kekuatan motorik
5 5
5 5
e. B4 (Bladder)
Terpasang kateter no.16F ±300cc berwarna kuning jernih
f. B5 (Bowel)
Perut tampak cembung simetris, BU (+) 12x/menit
g. B6 (Bone)
- Fraktur dan trauma (-)
- Muskuloskeletal dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Hematologi
29 Oktober 2018
Darah Rutin
Leukosit : 8.3 x 103
Eritrosit : 3,84 x 106
Hemoglobin : 11.0 g/Dl L
Hematokrit : 32,7 % L
Trombosit : 337 x 103
Neutrofil : 66.0 %
Limfosit : 23.0(L) %
Monosit : 7.0 %
Eosinofil : 4.0 %
Basofil : 0.0 %
MCV : 86.0 fL
MCH : 30.0 pg
MCHC : 34.8 g/dL
RDW-CV : 12.6 %
Kimia Klinik
SGOT : 21 U/L
Creatinin : 1.3 mg/dL (H)
Imunoserologi
HbsAg : Non Reaktif
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thoraks
Kesan : Kesan cor dan pulmo dalam batas normal
b. Ct scan abdomen
Kesan : Tumor dengan densitas kistikbersepta-septa, besar pada cavum
pelvis meluas ke abdomen susp. Malignancy.
E. DIAGNOSIS
Kistoma ovarii Susp. Malignancy dengan CHF (Chronic heart Failure)
F. TINDAKAN / TATALAKSANA
Laparotomy
G. ASSESMENT MEDIS ANESTESI DAN SEDASI
Diagnosis Pre-operatif : Kistoma ovarii
Macam Operasi : Laparotomi
Tanggal Operasi : 30 Oktober 2018
1. Keadaan Pra Induksi
a. Berat Badan : 48 kg
b. Tekanan Darah : 133/91 mmHg
c. Respirasi : 18 kali/menit
d. Nadi : 66 kali/menit
e. SpO2 : 98%
f. Alergi :Tidak ada
g. GCS :15, Compos Mentis
h. Hb :16.3 g/dL
i. GDS :166 mg/dL
2. Pemeriksaan Fisik
a. Jalan Nafas :Normal
b. Anamnesis :Autoanamnesis
3. Status Fisik ASA
ASA II
4. Teknik Anestesi
a. Jenis : General Anestesi dengan Endotracheal tube
b. Obat :
1) Inhalasi Awal : Isofluran 1-2 %
2) Intravena : - Petidin 100 mg
- Notrixum 25 mg (atracurium besylate)
- Recofil 160mg (propofol)
5. Monitoring Durante Operasi
a. Obat
- Ondancetron 4 mg
- Ketorolac 30mg
b. Infus
- Ringer Laktat
c. Keterangan
- Induksi : 15.20 WIB
- Pasien siap insisi : 15.25 WIB
- Insisi mulai : 15.28 WIB
- Operasi selesai :17.51WIB
6. Pemantauan Tanda Vital
PEMBAHASAN
A. Pre Operasi
Pasien dikonsulkan dengan dokter spesialis kandungan onkologi lalu
direncanakan operasi laparotomi. Sebelum dilakukan operasi tanda vital
pasien; TD: 109/67 mmHg, N: 60x/menit, S: afebris, SpO2: 98% dan GCS : 15
(E4V5M6). Pasien riwayat hipertensi (-) dan DM (+)
B. Durante Operasi
Sebelum dilakukan tindakan operatif pada pasien ini diputuskan akan
dilakukan general anestesi dan memakai fasilitas intubasi atasindikasi prosedur
yang dikerjakan adalah eksisi jaringan limfadenopati coli, sehingga dengan
teknik ini diharapkan dapat mengendalikan jalan napas dengan baik. Pasien ini
dilakukan tindakan pemasangan Endotrakeal tube (ET).
Induksi anestesi pada pasien ini dimulai dengan pemberian Petidin 100
mg IV yang merupakan obat analgesic narkotik kemudian dimasukkan.
Notrixum 25 mg IV yang isinya atracurium besylate sebagai pelumpuh otot.
Obat hipnotik pada operasi ini menggunakan Recofil 160mg IV yang isinya
merupakan propofol.
Petidin atau meperidin merupakan derivat fenilpiperidin. Petidin atau
meperidin bekerja pada reseptor μ. Pada susunan saraf pusat petidin
menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas, dan efek sentral lain.
Efek analgesia petidin mulai timbul 15 menit setelah pemberian oral dan
mencapai puncak dalam 2 jam. Efek analgetik lebih cepat timbul dengan
pemberian secara subkutan dan IM sekitar 10 menit, mencapai puncak dalam 1
jam dan masa kerjanya 3-5 jam. Efektifitaspetidin 75-100mg parenteral kurang
lebih sama dengan 10mg morfin. Bioavaibilitas peroral 40-60%, maka bila
diberikan per parenteral diberikan setengahnya. Sedasi, euforia dan eksitasi,
pemberian petidin kepada pasien yang nyeri atau cemas akan menimbulkan
euforia. Dosis toksik petidin menimbulkan perangsangan SSP, berupa tremor,
kedutan otot, dan konvulsi. Dosis pemberian petidin atau meperidin HCl
tersedia dalam bentuk tablet 50mg dan 100mg dan ampul 2ml/100mg.
pemberian petidin biasanya peroral atau IM. Pemberian IV menimbulkan
reaksi lebih sering dan lebih berat. Pemberian 50-100mgpetidin secara
parenteral menghilangkan nyeri sedang atau hebat pada sebagian besar pasien.
Efek samping dari pemberian petidin pusing, berkeringat, euforia, mulut
kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi,
disforia, sinkop dan sedasi.
Selanjutnya pada induksi, pasien diberikan obat Notrixum (atracurium
besylate) sebagai obat pelumpuh otot. Obat ini bekerja berikatan dengan
reseptor kolinergik nikotinik tanpa menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat
bekerja.Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi
melalui eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH
dan suhu fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase
non-spesifik.Eliminasi atracurium tidak tergantung pada fungsi ginjal atau hati.
Produk urai yang utama adalah laudanosine dan alcohol monoquartenary yang
tidak memiliki aktivitas blokade neuromuscular. Alcohol monoquartenary
tersebut secara spontan terdegradasi oleh proses eliminasi Hofmann dan
diekskresi melalui ginjal. Laudanosine diekskresi melalui ginjal dan
dimetabolisme di hati. Waktu paruh laudanosine berkisar 3-6 jam pada pasien
dengan fungsi ginjal dan hati normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal
ginjal, sedangkan pada pasien gagal ginjal dan hati sekitar 40 jam. Terminasi
kerja blokade neuromuscular atracurium tidak tergantung pada metabolisme
ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena itu, lama kerjanya tidak
dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati, ataupun peredaran darah.
Selanjutnya pasien diberikan obat Recofol (Propofol) untuk induksi
yang terakhir.Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa
premedikasi.Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat
intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat
diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif,
pasien merasa lebih baik setelah postoperasi karena propofol mengurangi mual
dan muntah postoperasi. Propofol digunakan baik sebagai induksi maupun
mempertahankan anestesi dan merupakan agen pilihan untuk operasi bagi
pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam menghasilkan sedasi
berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan propofol
sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat memicu
timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan dan
kemungkinan adanya skuele neurologik11,12.Pemberian propofol (2mg/kg)
intravena menginduksi anestesi secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi
di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat
dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat,
N2O dan/atau anestetik inhalasi lain10,12.Propofol dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah yang cukup berarti selama induksi anestesi karena
menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi.Propofol menurunkan
tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini disebabkan karena
vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik
kembali normal dengan intubasi trakea. Setelah pemberian propofol secara
intravena, waktu paruh distribusinya adalah 2-8 menit, dan waktu paruh
redistribusinya kira-kira 30-60 menit. Propofol cepat dimetabolisme di hati 10
kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol diekskresikan ke
dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang dari 1%
diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total anestesinya lebih besar
daripada aliran darah hepatik, sehingga eliminasinya melibatkan mekanisme
ekstrahepatik selain metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol dapat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam memetabolisme
obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak fungsi hati dan
ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan
menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan
konvulsi pasca operasi yang minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini
didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai
akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler
sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik. Dibandingkan dengan
tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah.
Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan,
apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf pusat
adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll. Pada daerah
penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat pemberian dapat dicampurkan
lidokain (20-50 mg).
Untuk pemeliharaan anestesi diberikan secara inhalasi. Zat yang
diberikan adalah N2O (Nitrous Oksida), O2(Osigen), dan Isofluran. N2O
merupakan gas yang tidak berwarna, berbau harum manis dan tidak mudah
terbakar. N2O di dalam darah tidak berikatan dengan hemoglobin tetapi larut
dalam plasma dengan kelarutan 15 kali lebih besar dari kelarutan oksigen. N2O
mampu berdifusi di semua rongga tubuh, sehingga dapat menimbulkan
hipoksia apabila tidak diberikan bersamaan dengan oksigen. Oleh karena itu,
oksigen harus diberikan setiap memberikan N2O. Pada pasien ini diberikan
N2O : O2 sebanyak 1 : 3 L/menit (25:75).
Selain itu, sebagai anestesi inhalasi juga diberikan Isofluran. Isofluran
adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak berwarna
dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai dengan
konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah terbakar, tidak
terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya relatif cepat
dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi
masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran.
Dosis untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi
adalah 2-3% bersamasama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola
nafas spontan konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas
kendali berkisar antara 0,5-1%.Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran
kurang dari 1 jam akan sadar kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan.
Sedangkan pada tindakan 5-6jam, kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat
dihentikan
Terhadap SSP Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang
diberikan. Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang
ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi
dan perubahan sirkulasi serebrum serta mekanisme autoregulasi aliran darah
otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran adalah penurunan
konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian isofluran merupakan obat
pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada
tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya
yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali. Terhadap sistem
Kardiovaskuler efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih
ringan dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan
denyut nadi relatif stabil selama anestesi. Dengan demikian isofluran
merupakan obat pilihan untuk obat anestesi pasien yang menderita kelainan
kardiovaskuler. Terhadap sistem respirasiIsofluran juga menimbulkan depresi
pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan. Terhadap
ginjal pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju
fitrasi glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam
batas normal. Toksisitas pada ginjal tidak terjadi. Terhadap otot rangka
menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot
non depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot
untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada
operasai laparatomi.
Obat tambahan yang diberikan selama operasi adalah ketorolac 30mg
IV. Dosis ketorolac jika diberikan IM adalah 30-60mg, jika diberikan IV 15-30
mg. Efek sampingnya berupa nyeri ditempat suntikan, gangguan saluran cerna,
kantuk, pusing , dan sakit kepala terjadi kira-kira 2 kali placebo. Karena
ketorolak sangat selektif menghambat COX-1, maka obat ini tidak dilanjur
dipakai lebih dari 5 hari karena kemungkinan tukak lambung. (1) (4)
Selanjutnya pasien juga diberikan ondansetron 1 ampul (4mg) sebagai
antiemetik. Ondansetron merupakan obat selektif pada reseptor antagonis 5
hidroksi triptamin (5HT3) di otak dan juga aferen saraf vagal saluran cerna.
Obat ini selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan muntah setelah
operasi dan radioterapi. Obat anastesi akan menyebabkan pelepasan serotonin
dari sel-sel mukosa enterochromafin dan dengan melalui lintasan yang
melibatkan 5HT3 dapat merangsang area post trema menimbulkan
muntah.Ondansetron memblok reseptor di gastrointestinal dan area postrema
CNS.Pelepasan serotonin akan diikat reseptor 5HT3 dan memicu aferen vagus
untuk mengaktifkan refleks muntah. Serotonin juga diaktifkan akibat
manipulasi pembedahan atau iriasi usus yang merangsang distensi
gastrointestinal. Kerja obat ini adalah dengan memblokade sentral pada area
post trema dan nukleus traktus solitorius melalui kompetitif selektif di reseptor
5HT3. Ondansetron juga memblokade reseptor perifer pada ujung saraf vagus
yaitu dengan menghambat ikatan serotonin dan reseptor pada ujung saraf
vagus. Dosis ondansetron adalah 0,1mg/kgBB.
Untuk mengganti kehilangan cairan tubuh diberikan cairan
kristaloidringer lactat 20 tetes per menit untuk menjaga keseimbangan cairan
selama operasi. Selama operasi tanda vital pasien juga dipantau setiap 5 menit.
C. Post Operasi
Tanda vital pasien TD: 110/76 mmHg, ND: 65 x/menit, RR: 20
x/menit, SpO2: 100%. Pasien langsung dibawa ke ruang pulih sadar dengan
posisi supine. Diberikan infus RL 20tpm, ketorolac 30mg IV dan ondansentron
4 mg IV. Pasien diperbolehkan makan dan minum pasca operasi jika tidak
mual dan dipantau tensi, nadi, dan suhu tiap 15 menit selama 1 jam dan
dimonitoring kondisinya.
BAB V
KESIMPULAN
FerrerR.Lymphadenopathy:Differentialdiagnosisandevaluation.AmFamPhysician.199
8;58:1315
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician. 2002;66:2103-10
Dewoto HR, et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5, cetak ulang dengan
tambahan, tahun 2012. Analgesik opioid dan antagonisnya. Balai Penerbit
FKUI Jakarta 2012; 210-218.
Muhiman, Muhardi, dr. et al. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta; 65-71
Katzung, B. G., Masters, S. B., dan Trevor, A. J. (2014). Farmakologi Dasar dan
Klinik : Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Latief, Said A, Sp.An; Suryadi, Kartini A, Sp.An; Dachlan, M. Ruswan, Sp.An.
Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2010; 46-47, 81
Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. Singapore :
Mc Graw Hill Lange. 2007. p.401-17.
Soenarjo; Jatmiko, Heru Dwi. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi. 2010. p.121-135.
Hurford - Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital
6th ed
P.G.Barash, B.F.Cullen, R.K.Stoelting - Clinical Anesthesia. 4th edition