Professional Documents
Culture Documents
Mata adalah organ indera yang sangat khusus bagi penglihatan dan
fotoresepsi. Setiap bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan yang berbeda. Lapisan luar
adalah sklera, yaitu lapisan opak jaringan ikat padat. Dibagian anterior, sklera
dimodifikasi menjadi kornea transparan yang memungkinkan cahaya masuk ke
mata. Di bagian dalam sklera, terdapat lapisan berpigmen padat yang disebut
dengan choroid. Di dalam choroid terdapat banyak pembuluh darah yang memberi
makan kepada sel-sel fotoreseptor di retina dan struktur lain bola mata. Lapisan
paling dalam mata adalah retina fotosensitif yang melapisi tiga perempat mata
bagian posterior. Sel-sel fotosensitif retina berakhir pada daerah yang disebut ora
serrata. Di bagian anterior ora serrata retina tidak lagi fotosensitif. (Eroschenko,
2003)
Mata juga mengandung 3 bilik, camera oculi anterior (COA), terletak diantara
kornea dan iris; camera oculi posterior, terletak diantara iris dan lensa; corpus
vitreous, ruang besar berisi humor vitreous yang berupa gel, terletak diantara lensa
dan retina. Camera oculi anterior dan posterior terisi suatu cairan yang disebut
dengan humor aqueosus. Cairan ini dihasilkan oleh processus ciliaris yang berada
di belakang iris, berjalan dari camera posterior ke camera anterior lalu akan
didrainase melalui vena. (Eroschenko, 2003)
Retina mengandung selapis sel fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang) yang
peka terhadap berkas cahaya melalui lensa. Saraf yang keluar dari retina adalah
saraf (sensoris) afferen yang menghantarkan impuls cahaya dari fotoreseptor ke
otak melalui N. Opticus untuk interpretasi visual. (Eroschenko, 2003)
Pada bagian posterior mata terdapat sebuah bercak berpigmen kekuningan
yang disebut makula lutea. Di pusat makula lutea terdapat sebuah lekukan kecil
yang disebut dengan fovea centralis. Bagian fovea centralis ini tidak mengandung
sel batang maupun pembuluh darah, yang ada hanya kumpulan dari sel kerucut.
Oleh karena itu bisa dikatakan fungsi dari fovea centralis ini lebih mengarah
kepada interpretasi warna. (Eroschenko, 2003)
Palpebra
Lapisan terluar palpebra adalah kulit tipis. Epidermis terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan papilla. Pada bagian dermis, dibawahnya terdapat folikel-
folikel rambut dengan kelenjar sebasea. Selain itu, kelenjar keringat juga dapat
ditemukan pada bagian dermis. (Eroschenko, 2003)
Follicle bulu
Palpebra halus
Tarsus
Gld. Moll
Glg.
Zeis
Conjunctiva
palpebrae Kelenjar Meibom M. Ciliaris Riolani
Bola Mata
Bola mata dikelilingi oleh 3 lapisan konsentris utama, yaitu jaringan ikat
fibrosa kuat di luar (sklera dan kornea), lapisan tengah atau uvea (choroid
berpigmen yang sangat vaskular; corpus ciliaris, terdiri atas processus ciliaris dan
M. ciliaris; iris), yang terakhir adalah lapisan terdalam (jaringan saraf fotosensitif,
retina). (Eroschenko, 2003)
Sklera adalah lapisan jaringan ikat kuat, opak, putih, terdiri atas anyaman
padat serat kolagen. Sklera membantu mempertahankan kekakuan bola mata dan
tampak sebagai bagian putih mata. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus
kornea, yang terletak di bagian anterior mata. Di bagian posterior mata terdapat N.
opticus yang muncul dari kapsul ocular, tempat peralihan sklera bola mata dan
duramater (jaringan ikat susunan saraf). (Eroschenko, 2003)
Lapisan inti luar mengandung inti sel batang dan sel kerucut serta cabang luar
sel Muller. Di dalam lapisan pleksiform luar, akson sel kerucut dan batang
bersinaps dengan dendrit sel-sel bipolar dan sel horizontal. Lapisan inti dalam
mengandung inti sel-sel bipolar, horizontal dan amakrin, serta sel neuralgia Muller.
Sel-sel horizontal dan amakrin adalah sel asosiasi. Di dalam lapisan pleksiform
dalam, akson-akson sel bipolar bersinaps dengan dendrit sel ganglion dan sel
amakrin. (Eroschenko, 2003)
Lapisan sel ganglion mengandung badan sel-sel ganglion dan sel neuroglia.
Dendrit dan sel ganglion bersinaps pada lapisan pleksiform dalam. (Eroschenko,
2003)
Lapisan serat N. opticus mengandung akson sel ganglion dan anyaman serat
dalam sel Muller. Akson sel ganglion berkumpul pada discus opticus dan
membentuk N. opticus. Ujung dalam serat sel Muller memancar membentuk
membrana limitans interna retina. (Eroschenko, 2003)
Pembuluh darah retina berjalan di dalam lapisan serat N. opticus dan sampai
ke lapisan inti dalam. Terlihat berbagai potongan pembuluh pada lapisan ini.
(Eroschenko, 2003).
1.2 Memahami dan Menjelaskan Visus Turun
I. KERATITIS
a. Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
- Keratitis pungtata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan
vaksinia.
- Keratitis flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk
menyerang kornea.
- Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimal atau sel goblet yang berada di konjungtiva.
- Keratitis Lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga
keratitis neuroparalitik.
- Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan
banyak didapatkan pada petani.
Keratitis Superfisialis
Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai Host, merupakan parasit intraselular
obligat, dapat ditemukan pada mukosa rongga hidung, rongga mulut, dan mata.
Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung,
mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal; pada yang epitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk ulkus
kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus
yang menyerang reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan
merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan
terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan
reaksi radangnya.
Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta
pembengkakan kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis
epitelial dan dapat mengenai troma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat
sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.
Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga bentuk lain.
Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak dikeluhkan oleh
penderita, keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair
yang bila sering diusap menyebabkan lecet kulit palpabra. Secara objektif didapatkan
iritasi yang ringan, sedikit merah, berair, dan unilateral.
Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan keratitis
stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea adalah lesi disiformis
tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik dan lazim disebut keratitis
meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang dengan keluhan silau, mata berair,
penglihatan kabur dan pada pemeriksaan didapatkan injeksi konjungtiva dan silier,
penderita menutup matanya karena silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma
yang dapat disertai uveitis dan hipopion.
Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks antara lain keratitis zoster, vaksinia, dan
keratitis stafilokokus.
Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf kranial V, VII,
dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion Gasseri,
maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V. Biasanya yang terganggu adalah
cabang oftalmik.
Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami
supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks.
Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung dan
kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.
Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema kulit yang
tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas serta sudah disertai dengan
vesikel.
Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik
nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median. Rima palpebra
tampak menyempit apabila kelopak atas mengaami pembengkakan. Bila cabang
nasosiliaris nervs trigemnus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung
dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam
terkena, maka timbul lakrimasi, mata yang silau dan sakit dan penderita tampak
kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih
kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila
infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis
disertai sinekia iris serta menimbulkan glaukoma sekunder. Komplikasi lain adalah
paresis otot penggerak mata serta neuritis optik.
Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas untuk infeksi
oleh herpes zoster.biasanya juga pembengkakan kelenjar pre-aurikler regional yang
sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V yang terkena.
Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai infeksi
sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obat-obatan yang
meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta dapat dibantu
dengan vitamin C dosis tinggi.
Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose, siklopegia.
Vaksinia dapat pula mengenai kelopak mata dan apabila hal ini terjadi maka perlu
dicegah penyebaran infeksi terhadap kornea antara lain dengan pemberian suntikan
gamma globulin intra muskuler.
Upaya-upaya preventif terhadap infeksi bakterial sekunder adalah yang paling penting
untuk ditempuh.
Bila kornea sudah terkena maka pemberian injeksi gamma globulin tidak boleh
dilakukan karena akan meningkatkan bertambahnya infiltratnya sehingga tampak lesi
kornea melebar.
Keratitis Flikten
Flikten adalah benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm pada limbus,
dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi penimbunan sel limfoid, dan
ditemukan sel eosinofil serta mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
Pada kasus yang rekuran, penyakit ini timbul pada anak-anak yang mengalami kurang
gizi dan menderita TBC sistemik, karenanya penyakit ini diduga sebagai alergi terhadap
tuberkulo-protein (kuman TBC tidak pernah dijumpai dalam benjolan flikten).
Sekarang diduga juga merupakan reaksi imunologi terhadap stafilokokus aureus,
koksidiodes imiitis serta bakteri patogen lainnya.
Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan kesan kurangnya air mata. Secara
subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih kemerahan di pinggiran
mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena, maka mata berair, silau, dan dapat
disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.
Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus yang
dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis.
Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis dengan gambaran yang bermacam-
macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi. Gambaran yang khas adalah terbentuknya
papula atau pustula pada kornea atau konjungtiva karena itu penyakit ini biasanya
disebut kerato –konjungtivits flikten.
Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang menjadi tukak
kornea karena infeksi sekunder.
Penyembuhan yang terjadi pada keratitis flikten biasanya akan meninggalkan jaringan
parut yang disertai neovaskularisasi kornea.
Pengobatan dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang memuaskan. Steroid
oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC yang mendasari.
Keratitis Sika
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh kurangnya sekresi
kelenjar lakrimal dan atau sel globet, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
atau keadaan sebagai berikut :
- Defisiensi kelenjar air mata (Sindrom Syogren, Syndrom Riley Day, tumor
kelenjar air mata, obat-obat diuretik, penggunaan atropin lama, usia lanjut).
- Defisiensi komponen lemak dari air mata (blefaritis menahun, pembedahan
kelopak mata)
- Defisiensi komponen musin (Sindrom Stevens Johnson, trauma kimia,
defisiensi vitamin A)
- Penguapan air mata yang berlabihan (Keratitis karena lagoftalmos, hidup di
lingkungan yang panas dan kering)
- Akibat parut pada kornea atau rusaknya mikrovili kornea (trauma kimia)
Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea
hilang, tes schirmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, tear break-up time
berkurang, sukar menggerakan kelopak mata.
Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau pungtata. Pada
kerusakan kornea yang lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea dengan segala
komplikasinya.
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata tiruan;
sedangkan bila komponen lemaknya yang berkurang maka diberikan lensa kontak.
Keratitis Lepra
Morbus Hansen atau penyakit Lepra menyerang dan menimbulkan kerusakan pada
kornea melalui 4 cara :
- Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh
mikobakterium lepra.
- Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea sehingga
menyebabkan keratitis pajanan.
- Pada daerah yang endemik, sering disertai adanya penyakit trakoma yang
menyebabkan entropion dan trikiasis.
- Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom mata
kering.
Perubahan yang terjadi akibat serangan mikobakterium lepra adalah membesar dan
membengkaknya saraf kornea disertai bintil-bintil dalam benang (bead on a string).
Pembengkakan saraf kornea adalah patognomonik untuk infeksi oleh mkobakterium
lepra pada mata ataupun dapat mengindikasikan adanya suatu infeksi sistemik.
Masa inkubasi tidak diketahui secara pasti, begitu pula cara penularannya, diduga
melalui saluran pernapasan.
Secara subjektif, penderita datang karena adanya pembengkakan yang kemerahan pada
palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar mata.
Secara objektif, terdapat keratitis avaskuler berupa lesi pungtata berwarna putih seperti
kapur yang secara perlahan batasnya akan mengabur dan sekelilingnya menjadi seperti
berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di sebelahnya dan menyebabkan kekeruhan
sub-epitelial seperti nebula. Dalam nebula ini terdapat sebaran seperti deposit kalsium
dan sering disertai destruksi membran Bowman. Pada fase lanjut terjadi
neovaskularisasi superfisial yang disebut plannus lepromatosa.
Keratitis Nummularis
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat bundar
berkelompok dan tepinya berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering kali
unilateral dan pada umumnya didapatkan pada petani yang bekerja di sawah.
Infiltrat multipel dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian superfisial biasanya
tidak menyebabkan ulserasi.
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya tanda-
tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam waktu yang lama,
dapat 1-2 tahun.
b. Keratitis Profunda
Bentuk klinis :
- Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
- Keratitis sklerotikans
Keratitis Interstisial Luetik
Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada anak berusia
5-15 tahun. Keratitis Interstisial Luetik adalah suatu reaksi imunologik terhadap
treponema palidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea fase akut.
Peradangan berupa edema, infiltrasi limfosit, dan vasularisasi pada stroma. Proses
peradangan kornea ini sembuh sendiri.
Secara subjektif, pasien mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.
Secara objektif, keratitis interstisial luetik merupakan bagian dari trias Hutchinson,
yaitu Keratitis interstisial, gangguan pendengaran hingga tuli, dan kelainan pada
gigi seri atas (Hutchinson teeth).
Pada fase akut , infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat mengenai seluruh
kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu.
Pembuluh darah dari a. siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh kuadran
dengan arah radial menuju ke bagian sentral kornea yang keruh. Tepi kornea merah,
sedangkan di bagian tengahnya merah keabu-abuan, gambaran ini disebut bercak
Salmon.
Dalam beberapa minggu proses peradangan akan menjadi tenang, kornea
berangsur-angsur menjadi bening kembali, pembuluh darah yang masuk ke dalam
stroma menjadi kecil dan kosong. Gejala iritasi menghilang dan tajam penglihatan
membaik. Walaupun proses ini telah menjadi tenang, pada pemeriksaan selalu
ditemukan kekeruhan yang radial di kornea karena proses beningnya kembali
kornea berlangsung lama.
Pada kasus-kasus yang sangat parah, kornea tetap menebal dan gelatineus. Pada
fase peradangan aktif jaringan uvea bagian anterior selalu terlibat dalam bentuk
uveitis granulomatosa, juga dapat terjadi koroiditis yang disertai kekeruhan badan
kaca.
Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)
Keadaan dimana terjadi peradangan skelra dan kornea, biasanya unilateral, disertai
dengan infiltrasi sel radang menahun pada sebagian sklera dan kornea. Keratitis
sklerotikans akan memberi gejala berupa kekeruhan kornea lokal berbentuk segi
tiga dengan puncak mengarah ke kornea bagian sentral. Apabila proses peradangan
berulang, kekeruhan dapat mengenai seluruh kornea.
Secara Subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada sekret. Secara
objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas, unilateral, kornea
terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis non granulomatosa.
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti randang non
steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis, selain kortikosteroid
dapat diberikan tetes mata atropin.