You are on page 1of 18

PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR

STRUKTUR HADITS DAN ISTILAH HADITS


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ulumul hadits
Dosen Ulumul Hadits: DEDEN SUPARMAN, M.A

Disusun Oleh:
ALIYYA SHAFIRA NIM :1167040005
AMELIA NIM :1167040006
CUT NENTI IMANIAR NIM :1167040010
DERI MISBAHUDIN NIM :1167040012
ELISNAWATI MARIAM NIM :1167040016
KINTAN MUTIARA A. S NIM :1167040035
KELOMPOK : 1
KELAS : KIMIA 2 A

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas kelimpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk
memenuhi salah satu mata kuliah yatu Ulumul Hadist.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi akhir
zaman, manusia terbaik yang di turunkan Allah ke muka bumi, satu-satunya nabi dan
rosul yang berhak member safa’at, sang permata di antara batu karang, yakni nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Semoga kita termasuk umat
beliau dan berhak memperoleh safaatnya nanti di hari akhir amin..
Ulumul hadist adalah salah satu bidang study atau mata kuliah yang sangat
penting bagi para pelajar dan mahasiswa yang ingin mempelajari hadist dan keislaman
secara mendalam. Ulumul hadist merupakan ilmu yang mengantar umat islam untuk
memahami kajian hadist dengan mudah dan benar. Dengan demikian memahami Ulumul
Hadist sangat penting, karena hadits merupakan sumber ke dua setelah Al-qur’an.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun selalu kami nantikan, untuk perbaikan pembuat makalah selanjutnya.
Wassalamualaikum wr.wb

Bandung, 20 Februari 2017

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... I


DAFTAR ISI....................................................................................................................... II
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................... 1
BAB II................................................................................................................................. 2
ISI.................................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Hadits ............................................................................................ 2
2.2 Pengertian Sunnah........................................................................................... 3
2.3 Pengertian Khabar ........................................................................................... 4
2.4 Pengertian Atsar .............................................................................................. 5
2.5 Struktur Hadits ................................................................................................ 5
2.6 Isilah Dalam Hadits......................................................................................... 9
BAB III ............................................................................................................................. 14
PENUTUP .................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Seiring dengan datangnya era zaman yang disebut zaman modern. Dimana
menyebarkan ilmu yang mehidupkan islam tidak kalah nilainya dengan jihad fi
sabilillah, di saat ilmu pendekatan pada agama ini tidak mendapat respon karena
situasi dan kondisi, seperti ilmu mustalah hadits. Padahal ilmu ini tumbuh di
zamanya atau atas dasar Mahabbatun Nabi yang kuat dan menunjukan nilai
keimanan yang tinggi, tumbuh dari tanda kecintaan pada nabi yang beragam dan
berbeda-beda sampai menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri dari sekian disiplin
ilmu islam yang lain. Tetapi ilmu Mustalah Hadits akhirnya hanya menjadi sebuah
kenangan bukan renungan, karena tidak bias lagi di operasionalkan seperti di
zamanya yang menyimpulkan di jaganya hadits-hadits rosululloh SAW pleh Allah
seperti dijaganya Al-qur’an sebagai sumber kebenaran yang mutlak. Oleh karena
itu untuk menjaga hadits-hadits di perlukannya sebuah ilmu untuk memahami
hadits secara mendalam yaitu dengan adanya Ulumul Hadits.

1.2 Rumusan masalah


Adapun hal yang dibahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa pengertian hadits?
b. Apa pengertian sunnah?
c. Apa pengertian khabard?
d. Apa pengertian atsar?
e. Apa saja struktur hadits?

1
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Hadits


Secara etimologis hadits adalah berita yang datang dari nabi , sedang makna
pertama dalam konteks teologis bukan kontek hadits. Dari segi terminology, banyak
para ahli hadits memberikan definisi yang berbeda redaksi tetapi maknanya sama,
di antaranya Mahmud Ath-Thahan ( guru besar hadits di fakultas Syari’ah dan
dirasah islamiah di Universitas Kuwait) mendefinisikan sesuatu yang datang dari
nabi saw baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan.

Adapun menurut hadits yang komprehensif menurut istilah yaitu:

‫كل ما صدرعن النبى ص م غيرالقران الكريم من قول اوفعل اوتقريرممايصلح ان يكون دليال لحكم شرعى‬
Hadis yaitu segala sesuatu yang dikeluarkan dari Nabi SAW selain Al
Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang
bersangkut paut dengan hukum syara”
Kata hadits – dalam tinjauan Abul Baqo’ – adalah isim dari kata tahdits yang
berarti ikhbar (pemberitaan), kemudian didefinisikan sebagai sabda, perbuatan atau
penetapanyang di nisbatkankepada Nabi SAW. Bentuk jamak dari kata hadits
adalah ahadits dengan tidak mengikuti prosedur qiyasi. Hal senada di ungkapkan
oleh Al-Farro’, yang menilai bahwa : “mufrod (bentuk tunggal) dari kata ahadits
adalah utdutsah (bahan pembicaraan) kemudian orang-orang menjadikannya
sebagai jamak dari kata hadits. Mereka tidak mengatakan uhdutsatun Nabi SAW
(tetapi ahadisun Nabi SAW)
Devinisi hadis versi jumhur muhaddisin (para ahli hadits) ialah sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, ketetapan, atau yang
lain, misalnya berkenaan demngan sifat fisik budi pekerti dan sebagainya
Hadits dalam terminology mahaddisin berbeda debgab pengertian hadits
menurut ahli hokum (fuqoha’ atau ushuliyyin). Ini karena tinjauan serta objek

2
kajian mereka berbeda dangandisiplin ilmu masing-masing. Ulama ushul fiqh
misalnya tidak memasukan sifat-sifat nabi SAW atau hal-hal yang tidak berkaitan
dengan hokum kedalam definisi hadits.
Hadits memiliki beberapa makna misalnya:
1. Al-jiddah = baru, dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada. Lawan dari
kata al-qadim = terdahulu
2. Ath-thari = lunak, lembut dan baru.
3. Al-khabar = berita pembicaraan dan perkataan, oleh karena itu ungkapan
pemberitaan hadits yang di ungkapkan oleh para perowi yang menyampaikan
periwayatanya jika bersambung sanadnya selalu menggunakan
ungkapan = memberitakan kepada kami atau sesamanya seperti
mengkhabarkan kepada kami yang menceritakan kepada kami. Hadits disini
diartikan sama dengan al-khabar dan an-naba’.

2.2 Pengertian Sunnah


Di samping istilah hadis terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh
para ulama’ yaitu sunnah. Pengertian istilah tersebut hampir sama, walaupun
terdapat beberapa perbedaan. Maka dari itu kami kemukakan pengertiannya agar
lebih jelas.
Sunnah dalam kitab Ushul Al hadis adalah sebagai berikut :
‫مااثرعن النبى ص م من قول اوفعل اوتقرير اوصفة خلقية اوسيرة سواء كان قبل البعثة اوبعدها‬
Segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi
diangkat jadi Rasul atau sesudahnya”
Dalam pengertian tersebut tentu ada kesamaan antara hadis dan sunnah, yang
sama–sama bersandar pada Nabi saw, tetapi terdapat kekhususan bahwa sunnah
sudah jelas segala yang bersandar pada pribadi Muhammad baik sebelum atau
sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya mengembala kambing, menikah minimal
umur 25 tahun dan sebagainya.

3
Walaupun demikian terdapat perbedaan yang sebaiknya kita tidak berlebihan
dalam menyikapinya. Sebab keduanya sama–sama bersumber pada Nabi
Muhammad saw.
Definisi Sunnah menurut para Ulama’:
a. Ulama Hadits
Ulama Hadits memberikan pengertian Sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-
sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai tubuhnya, rambutnya dan
sebagainya, maupun yang mengenai physic dan akhlak Nabi dalam keadaan sehari-
harinya, baik sebelum atau sesudah bi’stah atau di angkat sebagai nabi.
b. Ulama Ushul Fiqh
Ulama Ushul Fiqh memberikan pengertian sebagai berikut;
“Segalayang di nuklikan dari Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan,
perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pahutnya dengan Hukum”.
c. Ulama Fiqh
Menurut Ulama Fiqh, sunnah ialah “perbuatan yang di lakukan dalam agama,
tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Jadi suatu pekerjaan yang utama
di kerjakan”.
Atau dengan kata lain: sunnah ialah suatu amalan yang di beri pahala apabila
di kerjakan, dan tidak dituntut apabila di tinggalkan.

2.3 Pengertian Khabar


Menurut bahasa berarti an-Naba’ (berita-berita), sedang jama’nya adalah
Akhbar Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para
sahabat, jadi setiap hadits termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.
Menurut istilah ada tiga pendapat yaitu:
1. Merupakan sinonim bagi hadits, yakni keduanya berarti satu.
2. Berbeda dengan hadits, di mana hadits adalah segala sesuatu yang datang dan
Nabi SAW. sedang khabar adalah suatu yang datang dari selain Nabi SAW.
3. Lebih umum dari hadits, yakni bahwa hadits itu hanya yang datang dari Nabi
saja, sedang khabar itu segala yang datang baik dari Nabi SAW. maupun yang
lainnya.

4
2.4 Pengertian Atsar
Atsar menurut lughat/etimologi ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu,
atau berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya. dan berarti nukilan (yang
dinukilkan). Sesuatu do’a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai: do’a
ma’tsur.
Atsar menurut Istilah/terminologi
Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi atsar ini.
Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah perkataan, tindakan,
dan ketetapan Shahabat.
Menurut istilah Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan
khabar juga hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat,
dan tabi’in. Dari pengertian menurut istilah ini, terjadi perbedaan pendapat di antara
ulama.
Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf
(yang disandarkan kepada sahabat) dan khabar untuk yang marfu. (yang
disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam .
Jadi, atsar merupakan istilah bagi segala yang disandarkan kepada para
sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan
kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berkait misal dikatakan atsar dari
Nabi shollallahu‘alaihi wa sallam. Contoh Atsar:
Perkataan Hasan Al-Bashri rahimahullaahu tentang hukum shalat di belakang ahlul
bid’ah:

ُ‫علَ ْي ِّه ِّبدَ َعتُه‬ َ ‫َوقَا َل ْال َح‬


َ :‫س ُن‬
َ ‫ص ِّل َو‬
Shalatlah (di belakangnya), dan tanggungan dia bid’ah yang dia kerjakan.

2.5 Struktur Hadits


1. Sanad

Kata “Sanad” menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang akan
dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena hadist bersandar kepadanya.
Sedangkan menurut istilah, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru bin

5
Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa : “Berita tentang jalan matan” Mudasir
(2005:61).

Ada juga yang menyebutkan :“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist
dari sumbernya yang pertama” Munzier Suparta (1993:45-46).

Sedangkan menurut Ahli Hadist: “Jalan yang menyampaikan kepada


matan hadits”

Muhammad Ahmad- Mudzakir (1998:51)

Yang berkaitan dengan istilah sanad,terdapat kata-kata seperti, al-isnad, al-


musnid dan al-musnad. Kata-kata ini secara terminologis mempunyai arti yang
cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.

Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal)


dan mengangkat. Yang dimaksud disini ialah menyandarkan hadits kepada orang
yang mengatakannya (raf’u hadits ila qa ‘ilih atau ‘azwu hadits ila qa’ilih).
Menurut At-thiby, “Kata al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli dengan
pengertian yang sama”. Mudsir (2005:62).

Kata al-musnad mempunyai beberapa arti, bisa berarti hadits yang


disandarkan atau diisnadkan oleh seseorang, bisa berarti nama suatu kitab yang
menghimpun hadits-hadits dengan system penyusunan berdasarkan nama-nama
para sahabat, perawi hadits, seperti kitab Musnad Ahmad, bisa juga berarti nama
bagi hadits yang marfu’ dan muttashil.

2. Matan
Kata matan menurut bahasa berarti ‫ما ارتفع وصلب من االرض‬yang berarti tanah
yang tinggi dan keras,namun ada pula yang mengartikan kata matan dengan arti
kekerasan, kekuatan, kesangatan. sedangkan arti matan menurut istilah ada banyak
pendapat yang dikemukakan para ahli dibidangnya, diantaranya:
a. Menurut Muhammad At Tahhan

6
‫ما ينتهى اليه السند من الكالم‬
“suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”
b. Menurut Ath Thibbi
c. ‫الفاظالحديثالتىتتقومبهامعاني‬
“lafadz hadis yang dengan lafadz itu terbentuk makna”
Jadi pada dasarnya matan itu ialah berupa isi pokok dari sebuah hadis, baik
itu berupa perkataan Nabi atau perkataan seorang sahabat tentang Nabi. Posisi
matan dalam sebuah hadis amatlah penting karna dari matan hadis tersebutlah
adanya berita dari Nabi atau berita dari sahabat tentang Nabi baik itu tentang syariat
atau pun yang lainnya,
Contoh matan
“warta dari Ummu Al Mukminin, ‘Aisyah ra., ujarnya: ‘Rasulullah SAW
telah bersabda: barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan termasuk
dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak’. ” (Hr. Bukhori dan Muslim)
Dari contoh hadist diatas yang dimaksud dengan matan hadis ialah lafadz
yang dimulai dengan ‫من أحدث‬hingga lafadz ‫فهو رد‬atau dengan kata lain yang
dimaksud dengan bagian matan dari contoh hadis di atas ialah lafadz ‫من أحدث فى‬
‫“أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang bukan
termasuk dalam urusan (agamaku), maka ia tertolak”.
3. Rawi
Kata Al-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberitahukan hadits.
Sebenarnya antara sanad dan rawi merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sanad-sanad hadits pada setiap generasi atau thabaqah juga terdiri dari
para rawi. Mereka adalah orang-orang yang menerima dan memindahkan hadits
dari seorang guru kepada murid-muridnya atau kepada teman-temannya. Kemudian
bagi perawi yang terakhir yang menghimpun hadits ke dalam satu kitab tadwin
disebut dengan perawi atau disebut juga dengan mukharrij demikian juga mereka
disebut dengan mudawwin, karena ia menerangkan para perawi dalam sanad dan
derajat hadits tersebut dalam bukunya
Tidak semua perawi yang meriwayatkan hadits dapat diterima
periwyatannya. Para ulama telah membuat beberapa persyaratan agar periwayatan

7
seorang perawi dapat diterima. Ada dua hal yang harus diteliti pada diri periwayat
hadits untuk dapat diketahui apakah riwayat yang dikemukakannya dapat diterima
sebagai sebuah hadits yang dapat dijadikan hujjah atau ditolak, yaitu:
a. Adil, keadilan memiliki empat kriteria atau empat unsur yakni beragama
Islam, mukalaf, melaksanakan ketentuan agama dan menjaga muru’ah. Kriteria
tersebut berbeda di saat menerima dan menyampaikan hadits. Keempat kriteria
tersebut harus terpenuhi disaat periwayat menyampaikan periwayatan hadits.
Sedangkan tatkala menerima riwayat, kriteria beragama islam dan mukalaf tidak
mesti terpenuhi. Periwayat tatkala menerima hadits riwayat hadits tidak harus
beragama Islam dan mukalaf, asalkan dia telah mumayyiz atau dapat memahami
maksud pembicaraan dan dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya.
Akan tetapi tatkala menyampaikan riwayat hadits, dia telah memeluk Islam.
b. Dhabith, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat
dipertnggungjawabkan.
Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang dhabith ialah orang yang
mendengarkan pembicaraan sebagai mana seharusnya, dia memahami arti
pembicaraan tersebut secara benar, kemudian dia menghafalnya dengan sungguh-
sungguh dan sempurna, sehingga dia mampu menyampaikan hafalannya itu kepada
orang lain dengan baik. Dhabith ada dua:
a. Dhabith Shadar, yakni menghafal dengan baik.
b. Dhabith Kitab, yakni memelihara kitabnya dengan baik dari kemasukan
sisipan atau yang lain.

Contoh hadits yang mengandung sanad, matan, dan rawi.

‫س ِّم َع‬ َ ُ‫ِّيم أَنَّه‬


َ ‫س ِّعي ٍد يَقُو ُل أ َ ْخبَ َرنِّي ُم َح َّمد ُ ْبنُ إِّب َْراه‬ َ ‫ب قَا َل‬
َ َ‫س ِّم ْعتُ يَحْ يَى بْن‬ ِّ ‫س ِّعي ٍد َحدَّثَنَا َع ْبد ُ ْال َو َّها‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا قُت َ ْيبَةُ ْبن‬
َّ ‫صلَّى‬
‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه‬ َّ ‫سو َل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫س ِّم ْعتُ َر‬ َ ‫َّللاُ َع ْنهُ يَقُو ُل‬ َّ ‫ي‬َ ‫ض‬ ِّ ‫ب َر‬ َّ ‫ع َم َر بْنَ ْال َخ‬
ِّ ‫طا‬ ُ ُ‫س ِّم ْعت‬ َ ‫ي يَقُو ُل‬ ٍ َّ‫َع ْلقَ َمةَ بْنَ َوق‬
َّ ِّ‫اص اللَّ ْيث‬
‫سو ِّل ِّه‬ َّ ‫سو ِّل ِّه فَ ِّهجْ َرتُه ُ إِّلَى‬
ُ ‫َّللاِّ َو َر‬ َّ ‫َت هِّجْ َرتُهُ إِّلَى‬
ُ ‫َّللاِّ َو َر‬ ٍ ‫سلَّ َم يَقُو ُل إِّنَّ َما ْاْل َ ْع َما ُل بِّالنِّيَّ ِّة َوإِّنَّ َما ِّال ْم ِّر‬
ْ ‫ئ َما ن ََوى فَ َم ْن كَان‬ َ ‫َو‬
)‫ُصيبُ َها أ َ ْو ا ْم َرأَةٍ يَتَزَ َّو ُج َها فَ ِّهجْ َرتُهُ ِّإلَى َما هَا َج َر ِّإلَ ْي ِّه (رواه البخارى‬ ِّ ‫َت هِّجْ َرتُهُ ِّإلَى د ُ ْنيَا ي‬ ْ ‫َو َم ْن كَان‬

8
“Qutaibah bin Sa’id telah menyampaikan hadits pada kami. Abd al-Wahab
memberitakan pada kami. Dia berkata: Saya mendengar yahya bin Sa’id yang
mengatakan: Muhammad bin ibrahim telah memberitahu bahwa ia mendengar
Alqamah bin Waqas al-Laytsi berkata: Aku mendengar Umar bin al-Khathab
berkata: Saya dengar rasul SAW bersabda: Sesungguhnya amal itu dengan niyat.
Sesungguhnya bagi setiap orang tergantung pada yang ia niatkan. Barangsiapa
yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya pada Allah dan rasul-
Nya. Barangsiapa yang hijrahnya untuk kepentingan dunia, atau yang hijrahnya
karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang
harapkannya.”(HR. Bukhari)

2.6 Isilah Dalam Hadits


1. Hadits Marfu’

ُ ‫ ) ا َ ْلـ َم ْرفُ ْو‬menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata


Al-Marfu’ ( ُ‫ع‬
rafa’a ( ُ‫ ) َرفَ َع‬yang berarti “yang diangkat”. Dinamakan marfu’ karena
disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan Hadits Marfu’ menurut istilah adalah:

ُ‫ُم ْنُقَ ْو ٍلُا َ ْوُفِ ْع ٍلُا َ ْوت َ ْق ِري ٍْرأ َ ْو ِصفَــ ٍُة‬
ِ ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ُْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬
َ ُ‫ْفُاِلَىُالنَّ ِب ِِّي‬
َ ‫َماا ُ ِضي‬

“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan ,


perbuatan, taqrir (ketetapan) atau sifat”.

Dari definisi di atas dapat difahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan
kepada Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat beliau
disebut dengan hadis Marfu'. Orang yang menyandarkan itu boleh jadi Sahabat,
atau selain sahabat. Dengan demikian, sanad dari hadis Marfu' ini bisa Muthasil,
bisa pula Munqathi, Mursal, atau Mu'dhal dan Mu'allaq. Defenisi ini

9
mengecualikan berita yang tidak disandarkan kepada Nabi Misalnya yang
disandarkan kepada Sahabat yang nantinya disebut hadis Mauquf atau yang
disandarkan kepada Tabi’in disebut dengan hadis Maqthu.

Contoh hadits:

ُ‫ُ(اَللَّ ُه َّم ُ ِإ ِِّنى‬:ُ‫ُو َي ُقُ ْول‬, َّ ‫سلَّ َم ُكَانَ ُ َي ْدع ُْواُ ِفىُال‬
َ ‫صالَ ِة‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُ ُ‫صلَّىُهللا‬
َ ُ ِ‫س ْولَُهلل‬ َ َّ‫ع ْنهَاُا َن‬
ُ ‫ُر‬ َ َ‫ـن ُعَا ِئشَة‬
َ ُ ُ‫ُر ِض َى ُهللا‬ ْ ‫ع‬
ِ َ‫أَع ُْوذُبِك‬
َ ‫ُمنَ ُاْل َمأُث َ ِم‬
ُ)‫ُوُاْل َم ْغ َر ِم)ُ(رواهُالبخارى‬

“Warta dari ‘Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw mendo’a di waktu sembahyang,
ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu dari dosa dan hutang” (HR
Bukhari)

2. Hadits Mauquf
Hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan
itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.

Mauquf menurut bahasa berasal dari kata waqf yang berarti berhenti.
Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadis pada sahabat. Mauquf menurut
pengertian istilah ulama hadis adalah:

ِّ َّ‫ص َحابِّ ْي ِّم ْن قَ ْو ٍل أ َ ْو فِّ ْع ٍل أ َ ْو نَحْ ٍو ُمت‬


‫ص اال َكانَ ُم ْنقَ ِّطعاا‬ َ ‫ْف إِّلَي ال‬ ِّ ُ ‫َما ا‬
َ ‫ضي‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari perkataan, perbuatan, atau
taqrir, baik bersambung sanadnya maupun terputus.”

Sebagian ulama mendefinisikan hadis mauquf adalah:

‫الحديث الذي اسند إلى الصحابي دون النبي صل هللا عليه وسلم‬

“Hadis yang disandarkan seseorang kepada sahabat, tidak sampai kepada


Rasulullah SAW”

10
Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang
disandarkan kepada seorang sahabat atau segolongan sahabat, baik perkataan,
perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya maupun terputus disebut
dengan hadis mauquf. Sandaran hadis ini hanya sampai kepada sahabat, tidak
sampai kepada Rasulullah saw.

Contoh:

Perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a kepada Ummul Walad:

)‫الُتلبسواُعلينُسنِّةُنبيِّناُ(رواهُابوُداود‬

“Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.” (HR. Abu Dawud)

3. Hadits Maqthu’

ْ َ‫ط َع يُقَ ِّط ُع ق‬


ِّ َ‫طعاا ق‬
Menurut bahasa kata maqthu‟ berasal dari akar kata ‫اط ٌع‬ َّ َ‫ق‬
‫ع‬ ُ ‫و َم ْق‬yang
ٌ ‫ط ْو‬ َ berarti terpotong atau teputus, lawan dari maushul yang berarti
bersambung. Kata terputus di sini dimaksudkan tidak sampai kepada Rasulullah
saw, hanya sampai kepada tabi’in saja.

Menurut istilah hadis maqthu‟ adalah

‫ْف إِّلَيالتابعي أو من دونه من قول أو فعل‬ ِّ ُ ‫َما ا‬


َ ‫ضي‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi‟in dan orang setelahnya


daripada Tabi’in kemudian orang-orang setelah mereka, baik berupa perkataan
atau perbuatan dan sesamanya.”

Perbedaan antara hadis maqthu’ dengan munqathi’ adalah bahwasannya al-


maqthu’ adalah bagian dari sifat matan, sedangkan al-munqathi’ bagian dari sifat
sanad. Hadis yang maqthu’ itu merupakan perkataan tabi’in atau orang yang di
bawahnya, dan bisa jadi sanadnya bersambung sampai kepadanya. Sedangkan
munqathi’ sanadnya tidak bersambung dan tidak ada kaitannya dengan matan.

11
Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang
disandarkan kepada tabi‟in atau orang setelahnya, baik perkataan, perbuatan, atau
persetujuannya, bersambung sanadnya maupun terputus disebut dengan hadis
maqthu’.

Contoh Hadis Maqthu’

a) Hadis maqthu’ qauli (yang berupa perkataan) seperti perkataan Hasan al


Bashri tentang sholat di belakang ahli bid’ah:

‫صل وعليه بدعته‬

“Shalatlah dan dialah yang menanggung bid’ahnya”

4. Hadits Maudhu’

Hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka
katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
Contoh:

‫من صام صبيحة يوم الفطر فكأنما صام الدهر كله‬

“Barangsiapa berpuasa di waktu pagi pada hari ‘Idul Fithri, dia bagaikan puasa
sepanjang waktu”

Ini adalah hadits palsu yang dibuat oleh Ibnu al-Bailami. Ibnu Hibban
rahimahullah berkata : “Dia meriwayatkan hadits dari ayahnya sebanyak kurang
lebih 200 hadits, semuanya palsu dan tidak boleh berhujjah dengan dia dan juga
tidak boleh disebut namanya kecuali hanya untuk menjelaskan keheranan
terhadapnya ”

12
Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah :

‫رجب شهر هللا وشعبان شهري و رمضان شهر أمتي‬

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan bulan umatku”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Jahdzom, dia adalah seorang pemalsu hadits.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hadits (Sunnah) merupakan dasar bagi ajaran islam, merupakan salah satu
syari’at, yakni sebagai sumber syariat islam yang ke-2 setelah Al-Qur’an yang
harus dijadikan pedoman. Dampak Ummat Islam terhadap hadits sangat menonjol
terutama dikalangan sufi, yang lebih mendalami sunnah-sunnah rasul. hal ini
terbukti banyaknya Muhadditsin dikalangan masyarakat.
Menta’ati Rasul artinya mengikuti Rasul tentang segala perintahnya dan
segala larangannya, dengan kata lain mengikuti Sunnahnya. Karena itu, segala
Hadits yang diakui shahih, wajib diikuti dan diamalkan oleh ummat islam, sama
halnya dengan keharusan mengikuti Al-Qur’an sebab Hadits merupakan
interpretasi (bayan) dari Al-Qur’an. Melihat kedudukannya yang sangat penting ini,
maka jika kita mengetahui dan memahami Hadits secara benar, kita bisa
mengamalkannya dalam menjalankan syariat islam, melakukan istinbath hukum
dan agar mengetahui problematikanya lalu dapat meletakkan Hadits pada proporsi
yang sebenarnya.
Berpedoman kepada al-Hadits untuk di’amalkan dan menganjurkan orang
lain untuk maksud yang sama, adalah suatu kewajiban. Agar kewajiban tersebut
dapat dipenuhi tentulah harus mempelajari ilmu tentang hal tersebut dengan kata
lain mempelajari ilmu hadits itu wajib.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ibn Manzhur, M. (1992). Lisan Al-Arab. Mesir

Nata, Abuddin. (1998).Metodologi Studi Islam. Jakarta: Logos

Suparta, Munzier. (2002). Ilmu Hadis. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suryadilaga, M Alfatih,dkk. Ulumul Hadis. Yogyakarta: Teras

Soetari,Endang. (2008). Ilmu Hadits. Bandung: Mimbar Pustaka

15

You might also like