You are on page 1of 28

LAPORAN KASUS

EPIDURAL HEMATOM

Pembimbing

dr.Fritz Sumantri, Sp.S, FINS

Penyusun

Angelia Elisabeth Mambu

030.09.019

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PERIODE 13 JANUARI 2014 – 15 FEBRUARI 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA


BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. RH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun 2 bulan
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : Tamat SMK
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Lebak Bulus

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas 3 jam SMRS

B. Keluhan Tambahan
--

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati rujukan dari RS Husada Cibinong
karena penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas 3 jam yang lalu. Pasien
awalnya rencana pulang dari tempat kerja dengan mengendarai motor tanpa
menggunakan helm. Menurut saksi mata di lokasi kejadian, saat hendak belok kiri,
pasien ditabrak motor yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah kanan. Pasien
terjatuh tanpa ingat posisi terjatuh dan langsung pingsan. Bagian kepala kiri pasien
terluka dan mengeluarkan darah. Darah juga keluar melalui hidung dan mulut
pasien, perdarahan dari telinga disangkal. Kemudian pasien langsung dibawa ke
RS Husada Cibinong. Setelah di CT-Scan dan penanganan awal, pasien dirujuk
menggunakan ambulans RS ke RSUP Fatmawati. Pasien mengaku tidak ingat apa
yang terjadi hingga merasa sadar setelah operasi craniotomi. Mual muntah (-),
kejang (-), sakit kepala (-). Pasien menyangkal adanya kelemahan sesisi, baal,
mulut mencong, cadel, gangguan pendengaran, telinga berdenging, gangguan
lapang pandang, pusing berputar maupun penglihatan double. Namun pasien
mengeluhkan adanya penglihatan yang lebih kabur dari biasanya dan penciuman
yang menghilang. Sebelum kecelakaan, pasien menyangkal meminum alkohol
ataupun menggunakan narkoba.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma sebelumnya disangkal, riw. gangguan lapang pandang (-).

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15

Sikap : Duduk

Koperasi : Kooperatif

Keadaan Gizi : Cukup

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Suhu : 36,7 0C

Pernapasan : 18 x/menit

B. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : Bekas luka operasi pada bagian temporal kiri, Hematom (-)

Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal

Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 2 detik

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

Columna Vertebralis : Lurus ditengah

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)


Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tampak bekas
luka jahitan di regio temporal sinistra

Mata : Konjungtiva anemis -/-, perdarahan subkonjungtiva +/+,


ptosis -/-, lagoftalmus -/-, tampak luka jahitan di palpebra kiri,
pupil bulat isokor, Ø 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga : Normotia +/+, bekuan darah -/-, perdarahan -/-, battle sign -/-.

Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-

Mulut : Pucat (-), sianosis (-)

Lidah : Jejas (-), kotor (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba


pembesaran KGB dan kelenjar tiroid.

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 jari medial linea midclavikula


sinistra

Perkusi : batas kanan kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS
V 2 jari medial linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : pergerakan naik-turun dada simetris kanan kiri

Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : jejas (-), perut datar

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar


Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat +/+, edema -/-, bekas luka lecet di siku kiri

Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, bekas-bekas luka lecet tungkai
kiri.

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

A. Rangsang Selaput Otak


Kaku kuduk : -

Laseque : >700/>700

Laseque menyilang : -/-

Kernig : >1350/ >1350

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : -/-

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial :


Muntah proyektil (-), sakit kepala hebat (-), papil edema tidak diperiksa.

C. Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius) : anosmia/anosmia

N.II (optikus)

Acies visus : kesan baik dextra & sinistra

Visus campus : baik/baik

Lihat warna : baik/baik

Funduskopi : tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukan bola mata : ortoforia +/+


Pergerakan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal superior,
inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)

Exopthalmus : -/-

Nystagmus : -/-

Pupil

Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung : +/+

Reflek cahaya tak langsung : +/+

N.V (Trigeminus)

Cabang Motorik : Baik / baik

Cabang sensorik

Opthalmikus : baik / baik

Maksilaris : baik / baik

Mandibularis : baik / baik

N.VII (Fasialis)

Motorik Orbitofrontal : baik / baik

Motorik Orbikularis : baik / baik

Pengecapan lidah : baik

N.VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular

Vertigo :-

Nistagmus :-/-

Cochlear

Rhinne: +/+

Weber : tidak ada lateralisasi

Swabach: normal, tidak memanjang maupun memendek


N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik : uvula lurus di tengah, arcus faring simetris

Sensorik : refleks muntah (+)

N.XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : baik/baik

Menoleh : baik / baik

N.XII (Hypoglossus)

Pergerakan lidah : tidak ada deviasi

Atrofi :-

Fasikulasi :-

Tremor :-

D. Sistem Motorik
5555 5555
5555 5555

E. Gerakan Involunter
Tremor : -/-

Chorea : -/-

Athetose : -/-

Miokloni : -/-

Tics : -/-

F. Trofik : eutrofik +/+

G. Tonus : Normotonus +/+

H. Sistem sensorik
Propioseptif : baik/baik

Eksteroseptif : baik/baik
I. Fungsi Serebelar
Ataxia : (-)

Tes Romberg : baik

Disdiadokokinesia : -/-

Jari-jari : baik/baik

Jari-hidung : baik/baik

Tumit-lutut : baik/baik

J. Fungsi Luhur
Astereognosia :-

Apraxia :-

Afasia :-

K. Fungsi Otonom
Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekret Keringat : baik

L. Refleks-refleks Fisiologis
Kornea : +/+

Mandibula : +2/+2

Bisep : +2/+2

Trisep : +2/+2

Radius : +2/+2

Dinding perut : +/+

Otot perut : +/+

Lutut : +2/+2

Tumit : +2/+2

M. Refleks Patologis
Hoffman Tromer : -/-
Babinsky : -/-

Chaddok : -/-

Gordon : -/-

Schaefer : -/-

Klonus lutut : -/-

Klonus tumit : -/-

N. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik

Tanda regresi :-

Demensia :-

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI

Hemoglobin : 8.2 g/dl SGOT : 119

Hematokrit : 25% SGPT : 136

Leukosit : 10.6 ribu/ul Ureum : 83

Trombosit : 169 ribu/ul Kreatinin : 1.1

Eritrosit : 2.67 GDS : 124

VER / HER / KHER / RDW Natrium :141

VER : 94.2 gr/dl Kalium : 4.13

HER : 30.6 gr/dl pH : 7.407

KHER : 32.5 gr/dl PCO2 : 26.6

RDW : 13.3 gr/dl PO2 : 83.6

BP : 759.0

HCO3 : 16.4
O2 Saturasi : 96.5%

Base Excess : -6.5

Total CO2 : 17.2

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK


CT scan kepala:

Kesan:

 Epidural hematom di region temporoparietal kiri dengan estimasi volume perdarahan


69.9 cc.
 Edema cerebri
 Hematosinus ethmoidalis bilateral, spenoidalis kanan, dan maksilaris kanan.
 Hematomastoid kiri
 Fraktur multiple di atas sinus maksilaris bilateral, os. Nasal, os. Zygomaticus kiri, os.
Temporal kiri serta os. Mastoid kiri.
 Pneumoencephal di daerah temporal kiri.

VII. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati rujukan dari RS Husada Cibinong karena
penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas 3 jam yang lalu. Pasien awalnya rencana
pulang dari tempat kerja dengan mengendarai motor. Kemudian saat hendak belok kiri,
pasien ditabrak motor yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah kanan. Pasien terjatuh
tanpa ingat posisi terjatuh dan langsung pingsan. Menurut keluarga pasien, pasien baru sadar
setelah 1 jam pasca trauma, setelah beberapa saat sadar sekitar 5 menit pasien kembali
pingsan. Bagian kepala kiri pasien terluka dan mengeluarkan darah. Darah juga keluar
melalui hidung dan mulut pasien, perdarahan dari telinga disangkal. Pasien mengaku tidak
ingat apa yang terjadi hingga merasa sadar setelah operasi craniotomi. Pasien mengeluhkan
adanya penglihatan yang lebih kabur dari biasanya.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15


Tanda Vital : TD: 110/70 mmHg, N: 76x/menit, Suhu: 36,70C, P:18x/menit

Jantung, paru, abdomen dalam batas normal

Ekstremitas terdapat bekas luka lecet di siku dan tungkai kiri.

Pemeriksaan neurologis:

TRM : KK (-), L: -/-, K: >1350/>1350

Pupil isokor 3mm/3mm, RCL: +/+, RCTL: +/+

N. Cranial: Parese N.I bilateral

Motorik:

5555 5555
5555 5555
Refleks Fisiologis : ++/++

Refleks Patologis : -/-

Sensorik : Baik

Otonom : Baik

Intelegensia : Baik

Pemeriksaan Laboratorium:

DPL: 8.2/25/10.6/169/2.67, OT/PT: 119/136, Ur/Cr: 83/1.1, pH: 7.407, PCO2: 26.6,
HCO3: 16.4, BE: -6.5, Total CO2 17.2

Pemeriksaan Radiologi

CT scan kepala:

Kesan:

Epidural hematom di region temporoparietal kiri dengan estimasi volume perdarahan


69.9 cc. Edema cerebri. Hematosinus ethmoidalis bilateral, spenoidalis kanan, dan
maksilaris kanan. Hematomastoid kiri. Fraktur multiple di atas sinus maksilaris
bilateral, os. Nasal, os. Zygomaticus kiri, os. Temporal kiri serta os. Mastoid kiri.
Pneumoencephal di daerah temporal kiri.
VIII. DIAGNOSIS KERJA
 Diagnosis klinis : Riw. penurunan kesadaran, penglihatan kabur, parese N.I

 Diagnosis etiologis : Cedera Kepala Berat + Epidural Hematom

 Diagnosis topis : Temporoparietal kiri

IX. PENATALAKSANAAN

1. Non medika mentosa


- ABC(airway,breathing,circulation)
- elevasi kepala 30˚
- Konsul Bedah saraf
- rawat inap
- perawatan luka

2. Medikamentosa
- IVFD Nacl 0,9 % 500cc + ikaneuron 3 amp+Citicholine 1.5 g+Tramadol 300mg
/24 jam
- Manitol 20% 4x100 cc
- Ceftriaxone 2x2gr
- Asam Tranexamat 3x500mg
- Vit. K 3x 10 mg
- Vit. C 3x200 mg
- Ketorolac 2x30 mg
- Midazolam 30 mg/24 jam

X. PROGNOSA
Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kepala

2.1.1. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri atas lima lapis, tiga lapisan yang pertama saling melekat dan
bergerak sebagai sebuah unit. Untuk membantu mengingat nama kelima kulit kepala tersebut,
gunakan setiap huruf dari SCALP (= kulit kepala) untuk menunjukkan lapisan kulit kepala.

1. Skin (Kulit)

Tebal dan berambut, dan mengandung banyak kelenjar sebasea.

2. Connective tissue

Jaringan ikat di bawah kulit, yang merupakan jaringan lemak fibrosa. Septa fibrosa
menghubungkan kulit dengan aponeurosis m.occipitofrontalis. Pada lapisan ini terdapat
banyak pembuluh darah arteri dan vena. Arteri merupakan cabang-cabang dari a.carotis
externa dan interna, dan terdapat anastomosis yang luas di antara cabang-cabang ini.

3. Aponeurosis (epicranial)

Merupakan lembaran tendo yang tipis, yang menghubungkan venter occipitale dan venter
frontale m.occipitofrontalis. pinggir lateral aponeurosis melekat pada fascia temporalis.

Spatium subaponeuroticum adalah ruang potencial di bawah aponeurosis epicranial. Dibatasi


di depan dan belakang oleh origo m.occipitofrontalis, dan meluas ke lateral sampai ke tempat
perlekatan aponeurosis pada fascia temporalis.

4. Loose areolar tissue (jaringan ikat longgar)

Jaringan ikat longar yang mengisi spatium subaponeuroticum dan secara longgar
menghubungkan aponeurosis epicranialis dengan periosteum cranium (pericranium). Jaringan
areolar ini mengandung beberapa arteri kecil, dan juga beberapa vv.emissaria yang penting.
Vv.emissaria tidak berkatup dan menghubungkan vena-vena superficial kulit kepala dengan
vv. Diploicae tulang tengkorak dan dengan sinus venosus intracranialis.
5. Pericranium

Pericranium merupakan priosteum yang menutupi permukaan luar tulang tengkorak.

2.1.2. Tulang-Tulang Kepala (Cranial Bone)

Tulang-tulang pada kepala dapat dibagi dalam dua bagian besar yaitu :

a. Tulang-tulang tengkorak (cranium bone)

b. Tulang-tulang muka (facial bone)

Tulang-tulang satu sama lain bergabung melalui sutura-sutura yang kuat dan tidak dapat
bergerak. Tulang-tulang pada kepala ini relatif lebih tipis berkisar 5 mm dan terdiri dari tiga
lapis yaitu :

a. Lapisan Luar (Tabula Externa)

b. Lapisan Dalam (Tabula Interna)

c. Lapisan Diantaranya (Diploe/ Spongi)

2.1.3. Anatomi Otak

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di
perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian
masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di
temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang
menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.3

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di
gerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit
dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung
pembuluh-pembuluh besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan
dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit
kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria
dan diploika.

Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam
tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit
kepala yang seksama bila galea terkoyak.3 Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan
keras yang tidak memungkinkan perluasan intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua
dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga.

Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna.
Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot
yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea
anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya
salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun
dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan
diobati dengan segera. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningens.

Ketiga lapisan meningens adalah dura mater, arakhnoid, dan pia mater.3

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

 Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang


membungkus dalam calvaria

 Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang
berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura mater spinalis yang
membungkus medulla spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba

3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh
darah.
Gambar 1. Lapisan meningens otak

2.2. Epidural Hematom

2.2.1. Definisi

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi
karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras.
Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum
tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan
terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah
mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang
tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan sebutan epidural hematom.3,4,5

Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan biasanya
berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga
menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh
vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery
yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila
terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.17
2.2.2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan
sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma
epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko
mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.4,11 60 %
penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur
kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang
berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.11 Tipe - tipe :8 1. Epidural hematoma akut
(58%), subakut hematoma (31%), kronik hematoma (11%) perdarahan dari vena.

2.2.3. Etiologi

Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan
yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada
kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.4,11

Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada kranium. Dura melekat
pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian temporal parietal
yang mana terjadi laserasi pada arteri atau vena meningea media. Pada kasus yang jarang,
pembuluh darah ini dapat robek tanpa adanya fraktur. Keadaan ini mengakibatkan
terpisahnya perlekatan antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural.
Perdarahan yang berlanjut akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan
hematoma menjadi massa yang mengisi ruang.

Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak terkontrol, maka
akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah pada ruang epidural, dengan
peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat, herniasi dari unkus dan kompresi batang
otak.
2.2.4. Patofisiologi

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan durameter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak didaerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.10 Arteri meningea media yang
masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang
di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar.10

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis
otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami
herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.3 Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi
arteria yang mengurus formatio retikularis di medula oblongata menyebabkan hilangnya
kesadaran. Di tempat ini terdapat nuklei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada
saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.

Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.3 Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong ke arah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intrakranial antara lain kekakuan deserebrasi dan
gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.3 Karena perdarahan ini berasal dari arteri,
maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar.
Gambar 2. Gambaran perdarahan pada epidural hematoma

Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar
kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif
memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid
interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada
subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar.10 Sumber perdarahan:
• Artery meningea ( lucid interval : 2–3 jam )

• Sinus duramatis

• Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infratentorial. Karena itu
setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama,
apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.10,12

2.2.5. Gambaran Klinis

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di
observasi dengan teliti.5 Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam
akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera
kepala. Gejala yang sering tampak: 5,10

• Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

• Bingung

• Penglihatan kabur

• Susah bicara

• Nyeri kepala yang hebat

• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

• Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

• Mual

• Pusing

• Berkeringat
• Pucat

• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Gejala dan tanda EDH10 :

 Hilangnya kesadaran posttraumatik / posttraumatic loss of consciousness (LOC)


secara singkat.

 Terjadi “ lucid interval” untuk beberapa jam.

 Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil


ipsilateral.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan
epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua
pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang
otak.13 Jika epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas
tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.10

Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :

1. Lucid interval tidak jelas

2. Fraktir kranii oksipital

3. Kehilangan kesadaran cepat

4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan

5. Pupil isokor
Gambar 3. Perjalanan klinik EDH pada pasien trauma kepala

2.2.6. Gambaran Radiologi

Dengan CT-Scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali.4

Foto Polos Kepala

Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma.
Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada
film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.12

Computed Tomography (CT-Scan)

Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny,
bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak
ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying lesion). Batas dengan corteks licin,
densitas duramater biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras
secara intravena sehingga tampak lebih jelas.11
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, densitas yang
tinggi pada stage yang akut (60 –90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh
darah.8,10,18

Gambar 4.

CT-Scan kepala menunjukkan epidural


hematoma, dimana tampak lesi
hiperdens berbentuk cembung pada
bagian frontal

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater,
berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas
fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.11,12,18

2.2.7. Diagnosis

Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang


seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang menyokong
diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar
garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematoma.3

Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran hiperdens (perdarahan) di
tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal dan tampak bikonveks.
2.2.8. Diagnosis Banding

1. Subdural Hematoma

Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan.
Gejala klinisnya adalah :

- Sakit kepala

- Kesadaran menurun + / -

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara


duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan
sabit.7

2. Subarakhnoid hematoma

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah didalamnya.


Gejala klinisnya yaitu :

- Kaku kuduk

- Nyeri kepala

- Bisa didapati gangguan kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati perdarahan (hiperdens) di ruang subarakhnoid.

2.2.9. Penatalaksanaan

Penanganan darurat :

• Dekompresi dengan trepanasi sederhana

• Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom


Terapi medikamentosa

Elevasi kepala 30° dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan
posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan intracranial dan meningkakan
drainase vena.9 Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol
20% (dosis1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi
akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk
memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk
mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat
dilanjutkan dengan karbamazepin.

Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke


susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini
untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan
inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan
iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan
kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk
mencapai kadar serum 3-4mg%.10

Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat:17

• Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

• Keadaan pasien memburuk

• Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving.
Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergensi. Biasanya
keadaan emergensi ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.10 Indikasi untuk life saving adalah
jika lesi desak ruang bervolume :

• > 25 cc = desak ruang supra tentorial


• > 10 cc = desak ruang infratentorial

• > 5 cc = desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :

• Penurunan klinis

• Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis
yang progresif.

• Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis
yang progresif.

2.2.10. Prognosis

Prognosis tergantung pada :10

• Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

• Besarnya

• Kesadaran saat masuk kamar operasi.

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan
otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan
pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum
operasi.4,16
DAFTAR PUSTAKA

1. National Center for Injury Prevention and Control, 2007. Traumatic Brain Injury.
Center for Disease Control and Prevention. Available from :
http://www.cdc.gov/ncipc/factsheets/tbi.htm.

2. Nicholl, J., and LaFrance, W.C., 2009. Neuropsychiatric Sequelae of Traumatic Brain
Injury. Semin Neurol ,29(3) : 247–255. Available from :
www.medscape.com/viewarticle/706300

3. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, Edisi 4,


Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

4. Anonym, Epidural Hematoma, Available from: www.braininjury.com/epidural-


subdural-hematoma.html.

5. Anonym,Epidural Hematoma, Available from: www.nyp.org

6. Anonym, Intracranial Hemorrhage, Available from: www.ispub.com

7. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L.Thieme


Medical Publisher, New York,1996, 22

8. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, Second Edition.


Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117–178

9. Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua. Balai Penerbit


FKUI,Jakarta, 2006, 359-366

10. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Kedua, Jong W.D. EGC,
Jakarta, 2004, 818-819

11. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, Available from: www.emedicine.com

12. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono,Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314

13. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis
Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259

14. Price D., Epidural Hematoma, Available from: www.emedicine.com


15. Paul, Juhl’s, The Brain And Spinal Cord, Essentials of Roentgen Interpretation,
Fourth Edition, Harper & Row, Cambridge, 1981, 402-404

16. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis,


http://iwansain.wordpress. com/2007

17. Soertidewi L., Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral, Updates In


Neuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002, 80

18. Sutton D., Neuroradiology of The Spine, Textbook of Radiology and Imaging, Fifth
Edition, Churchill Living Stone, London,1993, 1423

You might also like