You are on page 1of 27

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar


3.1.1 Anatomi Hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh kita dan menempati hampir seluruh
regio hipokondriak dekstra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai
ke regio hipokondriak sinistra sejauh linea mammilaria. Pada orang dewasa ± 1/50
dari berat badannya atau sekitar 2-3% berat badan normal orang dewasa, sedangkan
pada bayi ± 1/18 dari berat bayi atau sekitar 5% berat bayi. Pada laki – laki dewasa
beratnya 1400 – 1600 gram, perempuan 1200 – 1400 gram.ukuran melintang
(transversal) 20 – 22,5 cm, vertikal 15 – 17,5 cm sedangkan ukuran dorsoventral
yang paling besar adalah 10 - 12,5 cm. Bentuknya seperti suatu pyramid bersisi tiga
dengan basis menunjuk ke kanan sedangkan apeks (puncak) nya ke kiri.5,6,7

Gambar 1. Anatomi Hepar

Permukaan Hepar

1. Facies diaphragmatica (facies superior)


Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan
bawah diaphragma, facies ini berbentuk konveks/cembung. Facies
diaphragmatika dibagi menjadi pars anterior, superior, posterior dan dekstra
yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana margo inferior
yang tajam terbentuk.8

12
13

Gambar 2. Permukaan Hepar (A. Tampak Superior, B. Tampak posterior, C. Tampak anterior,
D. Tampak Inferior).8
2. Facies viseralis (fascies inferior)
Facies viseralis adalah permukaan hepar
yang menghadap ke inferior dan berbentuk
cekung, berupa struktur-struktur yang tersusun
membentuk huruf H. Struktur yang ada pada
permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum
minus yang berlanjut hingga fissura ligamen
venosum, impresio ginjal kanan dan glandula
supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura
kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus,
fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak
bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-
organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.8
Lobus Hepar
Secara umum, hepar dibagi menjadi dua lobus, kanan dan kiri, bila dilihat dari
permukaan depan (facies diafragmatika) dan dipisahkan oleh ligamentum
falciformis. Namun, dari permukaan viseral menunjukkan bahwa hepar dibagi
menjadi empat lobus, termasuk lobus kaudatus dan quadratus yang terletak diantara
lobus kanan dan kiri.8
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena
porta dan duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk
14

keperluan reseksi bagian pada pembedahan. Adapun pembagian segmen berdasarkan


klasifikasi Couinaud dapat dilihat pada gambar 3.8

Gambar 3. Segmen hepar. A. Tampak superior; B. Tampak posterior;C. Tampak anterior; D.


Tampak inferior. I (kaudatus); II (superior lateralis sinistra); III (inferior medialis sinistra); IV
(superior medialis sinistra); V (inferior medialis dextra); VI (inferior
lateralis dextra); VII (superior lateralis dextra); VIII (superior medialis dextra). 8

Struktur Mikroskopis Hepar


Secara anatomis klasik, jaringan hati terbagi menjadi lobulus-lobulus
berbentuk heksagonal berdiameter 1-2 mm yang berpusat pada v.hepatika terminalis.
Pada struktur klasik ini, traktus portalis (trias Glisson) yang berisi a. Hepatika,
v.porta, dan duktus biliaris terletak pada bagian perifer lobulus. Hepatosit yang
berada di sekitar v.hepatika terminalis disebut sebagai hepatosis sentrilobuler,
sedangkan yang berada dekat traktus portalis disebut sebagai hepatosit periportal.9
Secara fisiologis, jaringan hati terbagi menjadi unit-unit fungsional berbentuk
segitiga yang dikenal sebagai asinus hati. Sebuah asinus hati tersusun atas 3 traktus
portalis, masing-masing terletak di sudut “segitiga” asinus, dan sebuah v.sentralis di
pusatnya.9
Hepatosit tersusun radial di sekeliling v.hepatika terminalis. Di antara jalinan
hepatosit, terdapat sinusoid vaskuler. Darah melewati sinusoid kemudian menuju
v.hepatika terminalis. Setiap hepatosit berada di antara sinusoid dengan pendarahan
yang berasal dari v.porta hepatika dan a.hepatika. Sistem pendarahan ganda ini
15

menjadikan hepatosit salah satu sel yang paling kaya perfusi sekaligus tahan terhadap
iskemia.9

Gambar 4. Struktur mikroskopis hepar.8


Sinusoid dilapisi oleh sel-sel endotelial
yang berpori dan inkontinu, yang membatasi
celah ekstrasinusoidal, celah Disse. Ke dalam
celah Disse, mikrovilli hepatosit berprotrusi.
Tersebar dan menempel di permukaan luminal
sel-sel endoteliat adalah sistem fagosit monost
yang dikenal sebagai sel-sel Kupffer.9
Di antara hepatosit terdapat kanalikuli
empedu, dibentuk oleh membran plasma
hepatosit yang saling berhadapan dan
dipisahkan dari ruang sinusoid oleh taut kedap. Mikrofilamen aktin dan myosin
hepatosit di sekeliling kanalikuli membantu mendorong cairan empedu yang
dieksresikan hepatosit di sepanjang kanalikuli. Saluran empedu ini berjalan menuju
kanalis Hering pada regio periporta, dimana sekret empedu kemudian memasuki
duktus biliaris terminal di traktus portalis.9
Vaskularisasi Hepar
 Peredaran darah arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi
kiri dan kanan dalam porta hepatis (berbentuk Y). Cabang kanan melintas di
posterior duktus hepatis dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior.
Cabang kiri menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang dari
truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan memberikan pasokan darah
sebanyak 20 % darah ke hepar.
16

 Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh
vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang
berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini
berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar
melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika.
Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan abses pada hepar
dikarenakan aliran vena porta ke hepar.

Gambar 5. Vaskularisasi Hepar


Persarafan
 nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah
pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
 nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.

3.1.2 Fisiologi Hepar5,6,7


Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya
yaitu:
1. Pembentukan dan ekskresi empedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-
lemak di dalam usus.
2. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan
17

a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,


konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta
pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino.
3. Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
B12 juga disimpan secara normal.
 Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang
dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.
 Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam
jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi
meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan
beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses
metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.
4. Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat
lain
18

Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,
penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon
yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia
oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti
estrogen, kortisol, dan aldosteron.
5. Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi
Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai
darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot
darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

3.2 Pengertian Abses Hepar


Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan
pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam
parenkim hati.1

3.3 Etiologi
Abses hepar secara umum diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan etiologiny,
yaitu Abses Hati Amebik (AHA) dan Abses Hati Piogenik (AHP).
3.3.1 Abses Hepar Amebik (AHA)
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-
patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba
histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis
Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati.5
19

Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang


mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3 bentuk
parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif, mampu memasuki
organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif bergerak dan bentuk prakista yang
merupakan bentuk antara kedua stadium tersebut.

Gambar 6. Tropozoit dan Kista


Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup komensal di dalam usus.
Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri menjadi 2 atau menjadi kista.
Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk
kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini tidak penting untuk penularan karena dapat mati
terpajan hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan
ukuran 10-20 um yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit
besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi
jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering atau asam. Bila tidak
diare/disentri tropozoit akan membentuk kista sebelum keluar ke tinja.5,10
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan berperan dalam
penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam lambung dan
enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4 inti merupakan bentuk yang dapat
ditularkan dari penderita atau karier ke manusia lainnya. Kista berbentuk bulat
dengan diameter 8-20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan
berkurangnya bahan makanan atau perubahan osmolaritas media.5,10
3.3.2 Abses Hepar Piogenik
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,
20

staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,


actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella
melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering ditemukan adalah
E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan
spesies dari bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus
aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki penyakit
granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya
adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik
adalah infeksi sekunder di dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa menyebabkan
fileplebitis porta
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik
3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis, dan
infeksi post operasi
4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau saluran-
saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan kolangitis.
Penyebab lainnya biasanya berhubungan dengan choledocholithiasis, tumor
jinak dan ganas atau pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut
usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker
metastatik.1,11,12,13

3.4 Epidemiologi
Di negara – negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik
dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan
terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara
epidemiologi, didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan
perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi
bervariasi antara 0,29 – 1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 – 0,016%.
21

AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia
berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke – 6.1
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati
di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan
perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade
keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal.
Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali
lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun
terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat
penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.5,11

3.5 Patogenesis
3.5.1 Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks
oral ataupun anal. 13,14

Gambar 7. Amebiasis
22

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan


penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen
usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh
tripsin dalam usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang
kemudian menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen
dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun
eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.

Gambar 8. Amebiasis
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran
darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik
yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus
kanan (70% - 90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada
lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”anchovy paste” dan
berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang
dicerna.5,14,15,16
Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-
kadang sampai bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya
23

abses hati. Jarak waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di
hati berbeda-beda. Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu,
tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun.
Disamping itu hanya lebih kurang 10 % penderita abses hati yang dapat ditemukan
adanya kista E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang bersamaan, bahkan
dilaporkan 2-33 %. Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba ini belum
diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit
flora bakteri usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.1,3

3.5.2 Abses Hepar Piogenik


Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di
Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat
berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen
maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi
dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari
terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.5,12
Bakteri piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung
dari organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika.
Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli
akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan
terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar
secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik.5,12
Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada
parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu
sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan
masuknya bakteri ke hati dan terjadi pembentukan pus.5,12
Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding lobus kiri, kal ini
berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
24

superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik.5,12
3.6 Diagnosis
3.6.1 Abses Hepar Amebik
1. Manifestasi Klinik
Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul
secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik).
Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal
sembuh. 1,5
Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam
masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering timbul yaitu:
- Nyeri perut kanan atas. Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan panas, demikian
nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada
kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura
diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda – tanda pleuritis. Rasa
nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika
dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat
timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya
perforasi abses hepatis ke paru – paru.
- Sebagian penderita mengeluh diare.
- Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada
abses hepar. Demam internitten ( 38-40 oC)
- Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah,
perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan
yang biasa didapatkan.
Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan
sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan
penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap
saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik. 1
25

- Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan


nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan
hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 %
kasus.1
- Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti
bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau
tumor pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan
ditemukan masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis
akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga perikardium, gejala
pleuropulmonal, abdomen akut.1,5
2. Pemeriksaan Fisik
Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati
akan membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah
perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa
nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada
keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang
ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya
abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila
letaknya di interkostal bawah lateral. Ini menunjukkan tanda Ludwig positif
dan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang besar tampak sebagai
massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar
meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering
kali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium. 1,5
Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat
biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta
hepatik. Pada pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin
didapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub” dari pleura yang
disebabkan iritasi pleura.1,5
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Secara umum pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis yang tinggi, anemia ringan sampai sedang, peningkatan laju
26

endapan darah (LED), peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan


bilirubin, SGOT, SGPT, berkurangnya kosentrasi albumin serum dan
waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan
untuk menyingkirkan diagnosa banding. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.
Kelainan hematologik, faal hati dan fraksi protein tidak mempunyai
peran yang besar dalam diagnostik, dan tidak ada satupun pemeriksaan
tersebut yang patognomonik untuk abses hati amebik. Ditemukan
leukositosis, sebagian besar penderita menunjukkan peninggian LED.
Kelainan faal hati jarang ditemukan, bila ada sering tidak mencolok dan
akan kembali normal dengan penyembuhan abses.
b. Serologis
Pemeriksaan serologik sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dengan sensitivitas 91 – 93 % dan spesifitas 94-99%.
Pemeriksaan serologik positif berarti sedang atau pernah terjadi
amebiasis invasif. Didaerah endemik amebiasis, seseorang tanpa sedang
menderita amebiasis invasif sering memberikan reaksi serologik positif
akibat antibodi yang terbentuk pada infeksi sebelumnya. Pemeriksaan
serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-
linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP
merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap
positif jika pengenceran melampaui 1 : 128. Sensitivitasnya mencapai
95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%.
IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif
bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun
dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi
colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak
spesifik untuk abses amuba hepar. Namun demikian, GDP mudah
27

dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah


sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi
ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu
untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.
c. Evaluasi cairan abses
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding
dalam, dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik cairan abses
menyerupai “anchovy paste” , berwarna coklat kemerahan sebagai
akibat jaringan hepar dan sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin
saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan
abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk
penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam
mendiagnosis abses amuba. Dinding dari abses adalah lapisan dari
jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada. Biopsi dari jaringan ini
sering memperkuat diagnosis dari manifestasi abses amuba hepar. Pada
abses lama kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan
fibroblas. Pada abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak
didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.
d. Radiologi
Pada pemeriksaan radiologis dengan foto thoraks tampak diafragma
kanan meninggi dengan gerakan terbatas, dan mungkin ada efusi pleural.
Pada foto toraks bisa didapatkan pula kelainan lain seperti corakan
bronkhovaskuler paru kanan bawah bertambah, infiltrat, atelektasis, garis
adhesi tegak lurus dari diafragma ke paru-paru. Abses paling sering di
bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah dibagian
anteromedial diafragma kanan. Abses di lobus kiri memberikan
gambaran deformitas berbentuk bulan sabit di daerah curvatura minor
pada foto memakai barium. Secara angiografik abses tampak sebagai
daerah avaskuler dengan pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan
hipervaskularisasi.1,2
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) digunakan rutin untuk diagnostik,
penuntun aspirasi dan pemantauan hasil terapi. Dengan USG dapat
28

dibedakan lesi padat dan kistik dan dapat dievaluasi sifat cairan abses.
Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik adalah:
- Lesi hipoeekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada
“gain” tinggi jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.
- Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak
berdinding, terletak dekat permukaan hati.
- Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.

Gambar 9. USG Abses Hepar Amoebik


Pemeriksaan tomografi dengan komputer merupakan cara terbaik untuk
melihat gambaran abses terutama untuk abses yang multipel atau yang
letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98 % dan dapat mendeteksi lesi
berukuran 5 mm. Dibanding USG, pemeriksaan dengan cara ini biayanya
lebih mahal.

Gambar 10. CT Scan Abses Hepar Amoebik


3.6.2 Abses Hati Piogenik (AHP)
1. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati
amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik
29

berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%).
Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis
AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati
piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun
terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.1,5
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas
tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan
hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali
didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan
asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-52
% kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai
kolangitis dengan prognosis yang buruk.1,5
3. Pemeriksaan penunjang
Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada
60-87 % kasus. Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada
50 %, sedangkan peninggian alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum
dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu protrombin memanjang (34-54 %)
menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan abses di dalam
hati.
Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini adalah
E. Coli, S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan
digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif
30

seperti P. vulgaris, A.aerogenes, S. Faecalis dan P.aeroginosa secara


tersendiri atau bersama-sama dapat ditemukan pada kultur dari pus abses
hati. Selain itu kuman anaerob ( Bacteriodes, Fusobacterium, Clostridium,
dan Actinomyces) juga bisa ditemukan pada pus yang berbau busuk.1
Pada foto thoraks/foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan
meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler,empiema atau abses paru.
Kelainan-kelainan ini ditemukan pada 20-82 % kasus. Pada foto thoraks PA
sudut kardio-frenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kosto-frenikus
anterior tertutup. Dibawah diafragma mungkin terlihat bayangan udara atau
“air fluid level”. Abses di lobus kiri akan mendesak kurvatura minor seperti
tampak pada foto dengan kontras barium. Secara angiografik abses
merupakan daerah avaskuler.

Gambar 11. CT Scan abses hepar piogenik multipel pada segmen IV.
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI,
ultrasonografi abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang
sehingga memiliki nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominal CT-scan
memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga
kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %,
Ultrasound Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur
hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus,
sedangkan gallium dan technectium radionuclide scanning memiliki
sensitivitas 50-90 %.
31

Perbandingan USG AHA dan AHP

3.7 Diagnosis Banding


Beberapa Diagnosis Banding dari Abses Hepar :
1. Hepatitis virus
Hepatistis virus merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati. Hampir semua kasus hepatitis virus disebabkan oleh salah satu dari
lima jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV),
virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E
(HEV).
Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, sakit
kepala, dan mialgia. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV
dan HEV pada virus yang lain secara insidious. Demam jarang ditemukan
kecuali pada infeksi HAV. Ikterus didahului dengan kemunculan urin
berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul
ketika ikterus meningkat. Gejala prodromal menghilang pada saat timbul
ikterus, tetapi gejala anoreksia, malaise dan kelemahan dapat menetap.
Pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada
32

hati, splenomegali ringan dan limfadenopati dapat ditemukan pada 15-20 %


pasien.2
2. Karsinoma Hepatoselular (HCC)
Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di
Indonesia HCC dtemukan tersering pada median umur 50-60 tahun dengan
predominasi pad a laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan
sekitar 2-6 : 1. Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya
diketahui. Apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat
terjadi melalui peningkatan (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera
dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif
DNA. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik (seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitripsin alfa1) dapat menyebabkan cedera
kronik,regenerasi dan sirosis pada hepar.2
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang
gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling
sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan
atas abdomen atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai
menderita HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung,
konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor
yang menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru.
Sebagian pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam
stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal
hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan
fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa ‘bruit’
hepatic, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan kadar AFP serum ≥ 400 ng/mL disertai
dengan pemeriksaan USG abdomen yang menunjang adanya karsinoma
hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan daerah hipervaskularisasi
arterial dari nodul.2
3. Kolesistitis akut
Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut
yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.
33

Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke
daerah scapula kanan, demam. Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung
empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+),
ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.
Laboratorium: leukositosis. USG : penebalan dining kandung empedu, sering
ditemukan pula sludge atau batu.

3.8 Tatalaksana
3.8.1 Abses hati amebik (2,5,14,17,18)
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan
bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis
intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering
adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis
yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per
hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat
digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5
hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama
3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg
perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99
mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih
cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak
digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan
34

dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah
10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama
20 hari.
2. Aspirasi jarum perkutan (Percutaneous Needle Aspiration)
Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Indikasi dilakukan aspirasi:
- Terapi medikamentosa tidak berhasil dalam 48-72 jam
- Ancaman ruptur abses (pada abses besar >5 cm)
- Kontraindikasi terhadap metronidazol (seperti kehamilan)
- Abses di lobus kiri dikarenakan tingginya mortalitas dan peningkatan
risiko penyebaran ke peritoneum/ ruptur ke perikardium.
- Abses seronegatif dan sulit dibedakan dengan abses piogenik
3. Drainase Perkutan (Percutaneous Catheter Drainage)
Indikasi dilakukan drainase perkutan pada AHA adalah apabila pus
terlalu kental dan tidak bisa diaspirasi dengan jarum serta pada kasus gagal
aspirasi.
4. Drainase Bedah
Indikasi dilakukan drainase melalui pembedahan:
- Abses besar dan gagal diaspirasi dengan jarum maupun drainase perkutan
- klinis memburuk walaupun sudah dilakukan aspirasi jarum
- komplikasi seperti ruptur abses ke rongga peritoneum dengant tanda-tanda
peritonitis
-komplikasi seperti ruptur abses ke rongga pleura/rongga perikardium/visera
terdekat

3.8.2 Abses Hepar Piogenik (1,2,5,12)


1. Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses hati
piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu ataupun tumor
dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
35

2. Terapi definitif/medikamentosa
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna.
Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu
diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan
terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga
seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,
aminoglikosida dan siklosporin.
3. Aspirasi jarum perkutan (Percutaneous Needle Aspiration)
Merupakan pilihan yang sangat dianjurkan sebagai kombinasi dengan terapi
medikamentosa dikarenakan tingkat kesuksesan yang tinggi dan waktu
perawatan di RS lebih singkat. Namun, seringkali dibutuhkan 2-3 kali
aspirasi untuk benar-benar berhasil mengeluarkan seluruh pus. Bila aspirasi
jarum perkutan gagal, dilakukan drainase kateter.
4. Drainase kateter perkutan (Percutaneous Catheter Drainage)
Dilakukan pada keadaan:
- Pus terlalu kental untuk diaspirasi dengan jarum
- Abses > 5cm
- Dinding abses tebal dan tidak dapat dihancurkan
- Abses multilokulasi
5. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada keadaan kegagalan pada tindakan non-
bedah, ruptur intraperitoneal, pasien dengan abses multipel yang terletak di
atas sistem yang terobstruksi dan tidak dapat dihilangkan dengan tindakan
non-bedah, komplikasi drainase perkutan seperti perdarahan atau kebocoran
36

pus ke intraperitoneal, serta apabila ingin menghilangkan penyakit penyebab


bila diperlukan.

Diet Hepar
Secara umum, AHA dan AHP diberikan diet hepar. Tujuan diet hepar pada
pasien ini adalah mencapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa
memberatkan fungsi hati dengan cara meningkatkan regenerasi hati dan mencegah
kerusakan lebih lanjut dan/atau meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa,
mencegah katabolisme protein, mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan
berat badan bila kurang, mencegah atau mengurangi asites, varises esofagus, dan
hipertensi portal, serta mencegah koma hepatik.
Syarat Hindari Saran
Diet 1. Energi 40-45 - Karbo: ketan, ubi, - Sayur dianjurkan:
Hati kkal/kgBB/hari singkong, talas, kue tidak banyak
2. Lemak 20-25% energi gurih, cake serat dan tidak
total - Protein: daging bergas bayam,
3. Protein 1,25-1,5 berlemak, daging asap, labu kuning, labu
g/kgBB. sosis, sarden, siam, wortel,
4. Suplemen vit B ikan/daging kalengan, kacang panjang.
kompleks, vit C, dan susu kental manis, susu - Memakai minyak
vit K bila anemia full cream, keju, es krim. kedelai atau
5. Restriksi garam bila Asupan kacang dibatasi. minyak jagung
edem dan asites - Sayur berserat dan untuk menumis.
6. Bentuk makanan bergas: kol, sawi, lobak, - Masak sayuran
disesuaikan dg daun singkong, nangka dengan matang
kemampuan saluran muda, kembang kol. dan tidak
cerna - Buah tinggi serat, tinggi memakai santan
lemak, dan bergas: kental selama
nangka, nanas, durian, memasak sayur.
kedondong
- Minuman soda, alkohol
- Santan kental, kelapa,
tape, gorengan. Hindari
cabe, cuka, lada, kecap
asin, saus tomat.
37

3.9 Komplikasi
3.9.1 Abses Hepar Amoeba
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur
dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-
kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Infeksi
pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum terjadi. Mekanisme infeksi
termasuk pengembangan efusi serosa simpatik, pecahnya abses hati ke dalam rongga
dada yang dapat menyebabkan empiema, serta penyebaran hematogen sehingga
terjadi infeksi parenkim. Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif
dengan bahan nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang
terjadi. Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri
hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses dapat ke
organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm arteri hepatika
telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. 14,16,17
3.9.2 Abses Hepar Piogenik
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti
septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,
perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial,
ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering
terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan
terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. 1
3.9 Prognosis
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,
metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit
dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai
sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus
yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis
amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan
keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian
biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga
dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah
38

abses dan terdapatnya komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan
infeksi ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. 5,16
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat
dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob,
pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah.
Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya
komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus
atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir mortalitas terjadi pada keadaan
sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke pleura
atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia, dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit
penyerta yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan
sirosis hati. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang
sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk
apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya
hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses,
adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. 1,5

You might also like