Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Permukaan Hepar
12
13
Gambar 2. Permukaan Hepar (A. Tampak Superior, B. Tampak posterior, C. Tampak anterior,
D. Tampak Inferior).8
2. Facies viseralis (fascies inferior)
Facies viseralis adalah permukaan hepar
yang menghadap ke inferior dan berbentuk
cekung, berupa struktur-struktur yang tersusun
membentuk huruf H. Struktur yang ada pada
permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum
minus yang berlanjut hingga fissura ligamen
venosum, impresio ginjal kanan dan glandula
supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura
kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus,
fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak
bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-
organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.8
Lobus Hepar
Secara umum, hepar dibagi menjadi dua lobus, kanan dan kiri, bila dilihat dari
permukaan depan (facies diafragmatika) dan dipisahkan oleh ligamentum
falciformis. Namun, dari permukaan viseral menunjukkan bahwa hepar dibagi
menjadi empat lobus, termasuk lobus kaudatus dan quadratus yang terletak diantara
lobus kanan dan kiri.8
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis, vena
porta dan duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk
14
menjadikan hepatosit salah satu sel yang paling kaya perfusi sekaligus tahan terhadap
iskemia.9
Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal dibawa menuju ke hepar oleh
vena porta hepatis cabang kiri dan kanan. Vena ini mengandung darah yang
berisi produk-produk digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini
berjalan diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan hepar
melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir melalui vena hepatika.
Fileplebitis atau radang pada vena porta dapat menyebabkan abses pada hepar
dikarenakan aliran vena porta ke hepar.
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,
penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon
yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia
oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti
estrogen, kortisol, dan aldosteron.
5. Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi
Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai
darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot
darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
3.3 Etiologi
Abses hepar secara umum diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan etiologiny,
yaitu Abses Hati Amebik (AHA) dan Abses Hati Piogenik (AHP).
3.3.1 Abses Hepar Amebik (AHA)
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-
patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba
histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis
Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati.5
19
3.4 Epidemiologi
Di negara – negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik
dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan
terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi yang kurang. Secara
epidemiologi, didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan
perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi
bervariasi antara 0,29 – 1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 – 0,016%.
21
AHP lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia
berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke – 6.1
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi
E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati
di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan
perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade
keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal.
Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali
lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun
terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat
penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.5,11
3.5 Patogenesis
3.5.1 Abses Hepar Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks
oral ataupun anal. 13,14
Gambar 7. Amebiasis
22
Gambar 8. Amebiasis
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran
darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik
yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus
kanan (70% - 90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika
superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada
lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”anchovy paste” dan
berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang
dicerna.5,14,15,16
Terdapat periode laten yaitu jarak waktu yang lamanya bervariasi kadang-
kadang sampai bertahun-tahun diantara kejadian infeksi pada usus dengan timbulnya
23
abses hati. Jarak waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di
hati berbeda-beda. Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu,
tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun.
Disamping itu hanya lebih kurang 10 % penderita abses hati yang dapat ditemukan
adanya kista E.histolytica dalam tinjanya pada waktu yang bersamaan, bahkan
dilaporkan 2-33 %. Faktor yang berperan dalam keaktivan invasi amoeba ini belum
diketahui dengan pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit
flora bakteri usus dan daya tahan tubuh sesorang baik humoral maupun seluler.1,3
superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik.5,12
3.6 Diagnosis
3.6.1 Abses Hepar Amebik
1. Manifestasi Klinik
Keluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul
secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik).
Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal
sembuh. 1,5
Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam
masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering timbul yaitu:
- Nyeri perut kanan atas. Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan panas, demikian
nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada
kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura
diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda – tanda pleuritis. Rasa
nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika
dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke
punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat
timbul batuk – batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya
perforasi abses hepatis ke paru – paru.
- Sebagian penderita mengeluh diare.
- Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada
abses hepar. Demam internitten ( 38-40 oC)
- Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah,
perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan
yang biasa didapatkan.
Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan
sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan
penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap
saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik. 1
25
dibedakan lesi padat dan kistik dan dapat dievaluasi sifat cairan abses.
Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebik adalah:
- Lesi hipoeekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada
“gain” tinggi jelas tampak echo halus homogen tersebar rata.
- Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak
berdinding, terletak dekat permukaan hati.
- Terdapat peninggian echo pada bagian distal abses.
berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten,
intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%).
Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis
AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati
piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun
terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan
badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil
berwarna gelap.1,5
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas
tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan
hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,splenomegali
didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan
asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-52
% kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai
kolangitis dengan prognosis yang buruk.1,5
3. Pemeriksaan penunjang
Leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri didapatkan pada
60-87 % kasus. Anemia (biasanya normositik normokrom) ditemukan pada
50 %, sedangkan peninggian alkali fosfatase (90%), kadar albumin serum
dibawah 3 gr% (33-74 %) dan waktu protrombin memanjang (34-54 %)
menunjukkan bahwa kegagalan fungsi hati ini disebabkan abses di dalam
hati.
Pada zaman sebelum ada antibiotika bakteri penyebab abses ini adalah
E. Coli, S.aurens dan S.hemolyticus, tetapi semenjak ditemukannya dan
digunakannya antibiotik/kemoterapeutik maka bakteri aerob gram negatif
30
Gambar 11. CT Scan abses hepar piogenik multipel pada segmen IV.
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-scan atau MRI,
ultrasonografi abdominal dan biopsi hati, kesemuanya saling menunjang
sehingga memiliki nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominal CT-scan
memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga
kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen memiliki sensitifitas 80-90 %,
Ultrasound Gided Aspirate for Culture and Special Stain, dengan kultur
hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90 % kasus,
sedangkan gallium dan technectium radionuclide scanning memiliki
sensitivitas 50-90 %.
31
Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke
daerah scapula kanan, demam. Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung
empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+),
ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.
Laboratorium: leukositosis. USG : penebalan dining kandung empedu, sering
ditemukan pula sludge atau batu.
3.8 Tatalaksana
3.8.1 Abses hati amebik (2,5,14,17,18)
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan
bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis
intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering
adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis
yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per
hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat
digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5
hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama
3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg
perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99
mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih
cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak
digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan
34
dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah
10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama
20 hari.
2. Aspirasi jarum perkutan (Percutaneous Needle Aspiration)
Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Indikasi dilakukan aspirasi:
- Terapi medikamentosa tidak berhasil dalam 48-72 jam
- Ancaman ruptur abses (pada abses besar >5 cm)
- Kontraindikasi terhadap metronidazol (seperti kehamilan)
- Abses di lobus kiri dikarenakan tingginya mortalitas dan peningkatan
risiko penyebaran ke peritoneum/ ruptur ke perikardium.
- Abses seronegatif dan sulit dibedakan dengan abses piogenik
3. Drainase Perkutan (Percutaneous Catheter Drainage)
Indikasi dilakukan drainase perkutan pada AHA adalah apabila pus
terlalu kental dan tidak bisa diaspirasi dengan jarum serta pada kasus gagal
aspirasi.
4. Drainase Bedah
Indikasi dilakukan drainase melalui pembedahan:
- Abses besar dan gagal diaspirasi dengan jarum maupun drainase perkutan
- klinis memburuk walaupun sudah dilakukan aspirasi jarum
- komplikasi seperti ruptur abses ke rongga peritoneum dengant tanda-tanda
peritonitis
-komplikasi seperti ruptur abses ke rongga pleura/rongga perikardium/visera
terdekat
2. Terapi definitif/medikamentosa
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan
menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna.
Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu
diikuti pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan
terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga
seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,
aminoglikosida dan siklosporin.
3. Aspirasi jarum perkutan (Percutaneous Needle Aspiration)
Merupakan pilihan yang sangat dianjurkan sebagai kombinasi dengan terapi
medikamentosa dikarenakan tingkat kesuksesan yang tinggi dan waktu
perawatan di RS lebih singkat. Namun, seringkali dibutuhkan 2-3 kali
aspirasi untuk benar-benar berhasil mengeluarkan seluruh pus. Bila aspirasi
jarum perkutan gagal, dilakukan drainase kateter.
4. Drainase kateter perkutan (Percutaneous Catheter Drainage)
Dilakukan pada keadaan:
- Pus terlalu kental untuk diaspirasi dengan jarum
- Abses > 5cm
- Dinding abses tebal dan tidak dapat dihancurkan
- Abses multilokulasi
5. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada keadaan kegagalan pada tindakan non-
bedah, ruptur intraperitoneal, pasien dengan abses multipel yang terletak di
atas sistem yang terobstruksi dan tidak dapat dihilangkan dengan tindakan
non-bedah, komplikasi drainase perkutan seperti perdarahan atau kebocoran
36
Diet Hepar
Secara umum, AHA dan AHP diberikan diet hepar. Tujuan diet hepar pada
pasien ini adalah mencapai dan mempertahankan status gizi optimal tanpa
memberatkan fungsi hati dengan cara meningkatkan regenerasi hati dan mencegah
kerusakan lebih lanjut dan/atau meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa,
mencegah katabolisme protein, mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan
berat badan bila kurang, mencegah atau mengurangi asites, varises esofagus, dan
hipertensi portal, serta mencegah koma hepatik.
Syarat Hindari Saran
Diet 1. Energi 40-45 - Karbo: ketan, ubi, - Sayur dianjurkan:
Hati kkal/kgBB/hari singkong, talas, kue tidak banyak
2. Lemak 20-25% energi gurih, cake serat dan tidak
total - Protein: daging bergas bayam,
3. Protein 1,25-1,5 berlemak, daging asap, labu kuning, labu
g/kgBB. sosis, sarden, siam, wortel,
4. Suplemen vit B ikan/daging kalengan, kacang panjang.
kompleks, vit C, dan susu kental manis, susu - Memakai minyak
vit K bila anemia full cream, keju, es krim. kedelai atau
5. Restriksi garam bila Asupan kacang dibatasi. minyak jagung
edem dan asites - Sayur berserat dan untuk menumis.
6. Bentuk makanan bergas: kol, sawi, lobak, - Masak sayuran
disesuaikan dg daun singkong, nangka dengan matang
kemampuan saluran muda, kembang kol. dan tidak
cerna - Buah tinggi serat, tinggi memakai santan
lemak, dan bergas: kental selama
nangka, nanas, durian, memasak sayur.
kedondong
- Minuman soda, alkohol
- Santan kental, kelapa,
tape, gorengan. Hindari
cabe, cuka, lada, kecap
asin, saus tomat.
37
3.9 Komplikasi
3.9.1 Abses Hepar Amoeba
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur
dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-
kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Infeksi
pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum terjadi. Mekanisme infeksi
termasuk pengembangan efusi serosa simpatik, pecahnya abses hati ke dalam rongga
dada yang dapat menyebabkan empiema, serta penyebaran hematogen sehingga
terjadi infeksi parenkim. Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif
dengan bahan nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang
terjadi. Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri
hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses dapat ke
organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm arteri hepatika
telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. 14,16,17
3.9.2 Abses Hepar Piogenik
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti
septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis
generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,
perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial,
ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering
terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan
terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. 1
3.9 Prognosis
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,
metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit
dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai
sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus
yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis
amuba, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan
keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian
biasanya sepsis atau sindrom hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga
dipengaruhi oleh virulensi penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah
38
abses dan terdapatnya komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan
infeksi ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. 5,16
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat
dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob,
pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase secara bedah.
Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur, jumlah abses, adanya
komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus
atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir mortalitas terjadi pada keadaan
sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke pleura
atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia, dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit
penyerta yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan
sirosis hati. Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang
sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk
apabila: terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya
hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap abses,
adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. 1,5