You are on page 1of 7

1.

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya


salah satu di antara tanda berikut:
- kemerahan pada gendang telinga
- nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga
pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual
dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak
spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga
dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan
di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan


telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara
kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan
gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan
ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan
dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA
pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak
dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian
antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk
membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi


Nyeri telinga, demam, rewel + -
Efusi telinga tengah + +
Gendang telinga suram + +/-
Gendang yang menggembung +/- -
Gerakan gendang berkurang + +
Berkurangnya pendengaran + +
Gambar 15. Tabel perbandingan OMA dengan Efusi
Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:
I. Tes bisik
II. Tes garpu tala (biasa disingkat TGT)
III. Tes Audiometri

I. Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal
penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih
belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita
dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana
penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara
kualitatif (jenis ketulian)

KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w
Gambar 16. Tabel Hasil Tes Bisik
II. TES GARPU TALA (TGT)
Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach

1. TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran udara
bila dibunyikan pada intensitas normal.
Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai dari
frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya, dibunyikan
satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya
dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh
pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intrensitas bunyi yang terendah
bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada penderita
dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak
dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
- Interpretasi:
o Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
o Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
o Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
o Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak
dapat mendeteksi pada frekuensi mana
penderita tidak mendengar

1. TES RINNE

Gambar 17. Pemeriksaan Rinne


Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian
cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu
tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
Interpretasi:
 Normal : Rinne positif
 Tuli konduksi : Rinne negatif
 Tuli sendori neural : Rinne positif

3. TES WEBER
Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
- Cara:
o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu,
atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau
mendengar lebih keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut.
Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada
lateralisasi.

Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

4. TES SCHWABACH
Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus
pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala
dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat dua kemungkinan yaitu
Scwabach memendek atau normal. Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka
tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz
dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita
sudah tidak mendengar maka seceptnya garpu tala dipindahkan pada mastoid
pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa
masih mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek
IV. TEST AUDIOMETRI
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-
nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas
ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang
paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang.
Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa
memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang
memerlukan ketajaman pendngaran.

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
- Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi
nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur
intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan
vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk
menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat
intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara.
Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Gambar 18. Tabel Klasifikasi Kehilangan Pendengaran
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.

- Audiometri tutur

Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih
yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa
melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui
telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu
pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui
audiometer tutur.

Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-
kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar
diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan
benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang
absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah
presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :

o Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang


dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi
tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
o Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi
tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang
ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian,
berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran
pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.

Kriteria orang tuli :


o Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
o Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
o Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
o Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang
ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar
intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri
tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga),
apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan
penyabab kurang pendengaran.

Tujuan
- Mediagnostik penyakit telinga
- Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan
kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat
pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang
kedokteran kehkiman dan asuransi).
- Skrinig anak balita dan SD
- Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

V . Tes Otoskopia
Tujuan:
Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya
memakai cahaya lampu.
Alat:
1. Lampu kepala Van Hasselt
(dengan listrik)Otoskop (dengan
baterai)
2.. Speculum telinga
4.Alat penghisap
5.Hak tajam
6.Pemilin kapas
7.Forsep telinga
8.Balon politzer
9. Semprit telinga
Gambar 19. Alat Otoskopia

You might also like