You are on page 1of 3

Indikasi Pemasangan Pacu Jantung

Oleh : Prasetyo, Imel, Noviardi

Ini adalah laporan kasus dari salah satu sejawat di group Diskusi Kasus Klinis 002. Kasusnya
menarik, dan mungkin akan sering kamu temukan dalam praktek sehari-hari.
Jadi, pasien ini datang hanya dengan hipertensi dan riwayat dislipidemia kronik. Tidak ada klinis
mengarah sebuah kondisi jantung yang berat. Dilakukan pemeriksaan EKG dan ditemukan
gambaran seperti foto di atas.
Coba kamu lihat, ini adalah gambaran total av blok. Masih ingat kan pembahasan di artikel
sebelumnya? Total av blok ditandai dengan jarak gelombang P ke P teratur, tapi komplesk QRS
tidak mengikuti munculnya gelombang P. Atau sederhananya disebut AV disosiasi. Ibarat suami-
istri, keduanya sudah tidak saling bicara, hehe.
Oke, jadi bagaimana tatalaksana pasien dengan total av blok?
Terapi definitifnya adalah dipasang pacu jantung sementara (temporary pacemaker). Biasanya kamu
akan dapat bradiaritmia, kamu bisa kasih Sulfas Atropin 2 ampul (max 12 ampul/hari). Bila tidak
respons kamu bisa mulai drip dopamin.
Tatalaksana pasien AV Blok yang tepat sangat berkorelasi dengan kemampuan dokter untuk
membaca hasil EKG. Pada beberapa kasus, AV Blok dapat misdiagnosis karena dokter kurang
cermat dalam membaca hasil EKG.

Indikasi Pemasangan Pacu Jantung Sementara


Secara garis besar pacu jantung (pacemaker) dapat dibagi menjadi pacu jantung sementara (TPM,
kurang dari 30 hari) atau menetap (PPM), bergantung pada gangguan yang timbul apakah sementara
atau menetap. Pada keadaan akut yang belum pasti biasanya dipasang dulu TPM, sedang pada
keadaan tertentu yang sudah pasti, langsung dipasang PPM.
Beberapa kondisi paling sering membutuhkan pemasangan PPM adalah
1. Gangguan hantaran
• Blok AV total
• Blok AV derajat 2 dengan bradikardia (simptomatis)
• Bifasicular block (simptomatis)

2. Sick sinus syndrome (SSS)


Penggunaan TPM lebih sering lagi dilakukan. Pasien dengan AV blok derajat 2 tipe 2 dan AV blok
derajat 3 adalah diantara indikasi pemasangan TPM yang banyak dijumpai dalam praktek sehari-
hari. TPM dapat dipasang tidak untuk langsung dipakai, melainkan hanya untuk persiapan kalau-
kalau ternyata diperlukan (profilaksis).
Pemasangan pacu jantung diindikasikan untuk menghilangkan gejala klinis gangguan irama
jantung, seperti pusing-pusing sampai sinkop, berdebar sampai meninggal mendadak atau dekomp
jantung. Pacu jantung sementara dipakai juga untuk mengatasi keadaan-keadaan sementara ketika
pasien menjalani anestesia umum, operasi jantung, tindakan-tindakan jantung (kateterisasi, PTCA
dan lain-lain), penggantian generator pacu jantung, dan kondisi lain.
Beberapa keadaan yang memerlukan pemakaian pacu jantung adalah:

Kondisi I
1. Blok A-V derajat 3 atau derajat 2 permanen atau intermiten diikuti dengan:
• takikardia/bradikardia simtomatis
• gagal jantung
• keadaan-keadaan yang memerlukan pemakaian obat yang menekan automatisitas iantung
• Asistol 3 detik atau lebih
• Atrial flutter parorysmal.

2. Blok A-V derajat 2 yang berat (advanced) atau derajat 3 yang persisten sesudah infark
jantung akut (paling sering infark anterior).
3. Blok bifasikular dengan blok A-V intermiten derajat 3 atau derajat 2 tipe 2, dengan gejala
gejala.
• Dysfungsi A-V node (SSS) dengan bradikardia
simtomatis (tanpa/dengan terapi dan tak ada obat
alternatif lain).
• Sindrom karotis hipersensitif
• Sinkop berulang yang timbul spontan ataupun dengan rangsangan karotis
• Pasien dengan asistol selama 3 detik atau lebih pada rangsangan karotis minimal.

Kondisi II
1. Blok A-V derajat 3 atau 2 tipe ½ asimtomatis, permanen atau intermiten, dengan frekuensi
ventrikel 40 kali/menit atau lebih
2. Blok A-V derajat 1 menetap dengan BBB yang baru atau blok A-V derajat 2 berat
(advanced) meski sementara, disertai BBB
3. Blok bi/tri fasikular dengan sinkop tanpa sebab lain, atau dengan blok A-V derajat 2 yang
berat meski asimtomatis.
4. Dysfungsi sinus node (SSS) spontan atau karena terapi yang diperlukan, dengan frekuensi
nadi kurang dari 40 kali/menit, simtomatis.
5. Pada sindrom karotis hipersensitif dengan sinkop yang berulang walaupun adanya
rangsangan karotis tak jelas.
Kondisi I adalah indikasi kuat pemasangan PPM, sedangkan pada kondisi II biasanya diperlukan
PPM, meskipun beberapa ahli berpendapat hanya diperlukan TPM, selanjutnya bisa dilepas bila
kondisi klinis pasien tetap stabil.
Kondisi III
Ada pula PPM yang dipakai sebagai defibrilator automatis, yaitu suatu alat menyerupai pacu
jantung yang memantau irama jantung dan bila tiba-tiba muncul takiaritmia ventrikel atau fibrilasi
ventrikel maka alat ini akan mengeluarkan arus listrik yang cukup besar dan berlaku sebagai
defibrilator internal untuk mengoreksinya.
Semoga Bermanfaat^^

You might also like