You are on page 1of 27

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI

SMF ILMU PENYAKIT MATA

RSPAD GATOT SOEBROTO

Nama : Ayu Retno Bashirah Tanda Tangan

Nim : 110.2014.053

Dokter Pembimbing : dr. Wahyu Triyanto, Sp.M ------------------

I. IDENTITAS

 Nama : An. D
 Umur : 18 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Bangsa : Indonesia
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Hutan Kayu
 Tanggal anamnesa : Kamis 14 Febuari 2019

II. ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 14 Febuari 2019 di ruang


poliklinik mata.

2.2.1 Keluhan Utama:

Kedua mata merah dan gatal tanpa disertai penurunan penglihatan ± sejak 2 bulan
terakhir.

1
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang untuk melakukan kontrol ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan
awal berupa kedua mata merah dan sangat gatal tanpa disertai penurunan penglihatan ±
sejak 2 bulan terakhir. Menurut pasien, awalnya pasien sedang bermain bola di lapangan
pada siang hari, kemudian pasien mulai merasakan keluhan-keluhan tersebut. Keluhan
ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Keluhan diperberat jika pasien membawa
motor tanpa menggunakan helm yang ada pelindung mata. Keluhan gatal dirasakan
sangat hebat sehingga pasien sering menggosok-gosok matanya. Keluhan disertai dengan
keluarnya kotoran mata yang kental dan mata seperti ada yang mengganjal. Sebelumnya
pasien sudah dua kali berobat ke puskesmas, diberi obat tetes mata dan obat minum
namun pasien dan ibu pasien tidak tahu nama obat yang diberikan dari puskesmas.
Namun, walaupun sudah menggunakan obat-obat tersebut, keluhan tidak hilang. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi atau asma sejak kecil, namun ibu pasien suka
gatal-gatal bila berada diruangan yang terlalu dingin.
Penglihatan kabur disangkal. Adanya penglihatan ganda disangkal, keluhan sakit
kepala disertai rasa sakit pada daerah mata juga disangkal, terasa ada yang mengganjal
(+), kotoran mata yang kental dan sedikit cair (+), bengkak (-), mata berair terus menerus
(-), sulit membuka mata (-), demam (-), riwayat kontak dengan pasien yang sedang sakit
mata (-), riwayat trauma (-), operasi mata (-), riwayat penggunaan lensa kontak (-),
riwayat penggunaan obat-obatan tetes mata atau obat minum sebelum sakit (-).

2.2.3 Riwayat Pengobatan Sebelumnya


Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke puskesmas untuk keluhan mata merah
dan gatal pada kedua matanya. Kemudian oleh dokter puskesmas ia diberi obat tetes mata
dan obat minum, namun pasien dan ibu pasien tidak tahu obat apa yang diberikan oleh
dokter tersebut. Karena sejak 2x berobat ulang ke puskesmas namun keluhan tidak hilang
ibu pasien membawa pasien untuk kembali berobat ke dokter spesialis mata.

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


‐ Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
‐ Riwayat operasi disangkal
‐ Riwayat trauma (-)
‐ Riwayat alergi makanan (-)
‐ Riwayat Asma (-)

2
2.2.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit yang sama.
Riwayat keluarga ibu pasien suka gatal-gatal di ruangan yang dingin (+), asma (-)

2.2.6 Riwayat gizi


BB : 47 kg
TB : 155 cm
IMT : 19, 58 (Normal)

2.2.7 Keadaan Sosial Ekonomi


Ekonomi pasien tergolong dalam ekonomi yang cukup, dimana ibu dan ayah pasien
bekerja sebagai seorang pedagang.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


2.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : Afebris

‐ Kepala : Normocephal
‐ Mata : Status Oftalmologi
‐ THT : Tidak ada keluhan
‐ Mulut : Tidak ada keluhan
‐ Leher : Tidak ada keluhan
‐ Thoraks : Tidak ada keluhan
‐ Abdomen : Tidak ada keluhan
‐ Endokrin : Tidak ada keluhan
‐ Ekstremitas : Tidak ada keluhan

3
KETERANGAN OD OS

Tajam penglihatan 6/6 6/6

Koreksi Tidak ada Tidak ada

Addisi Tidak ada Tidak ada

Distansia Pupil 63 mm / 61 mm

Kacamata lama Tidak ada Tidak ada

Kedudukan bola mata

KETERANGAN OD OS

Eksoftamus Tidak ada Tidak ada

Endoftalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra Superior dan Inferior

KETERANGAN OD OS

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blefarospasme Tidak ada Tidak ada

4
Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Fissura palpebra 10 mm 10 mm

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior dan Inferior

KETERANGAN OD OS

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Ada Ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Anemia Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva bulbi

KETERANGAN OD OS

Injeksi konjungtiva Ada Ada

Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada

Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada

5
Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguekula Tidak ada Tidak ada

Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista dermoid Tidak ada Tidak ada

Kemosis Tidak ada Tidak ada

Sistem lakrimalis

KETERANGAN OD OS

Punctum Lacrimal Terbuka Terbuka

Epifora Tidak ada Tidak ada

Tes anel Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Sklera

KETERANGAN OD OS

Warna Kemerahan Kemerahan

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Kornea

KETERANGAN OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Licin Licin

Ukuran 11 mm 11 mm

6
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Infiltrat dan Dendrit Tidak ada Tidak ada

Ulkus Tidak ada Tidak ada

Perforasi Tidak ada Tidak ada

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Tes Placido Lingkaran konsentris Lingkaran konsentris

Bilik Mata Depan

KETERANGAN OD OS

Kedalaman Dalam Dalam

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Tidak ada Tidak ada

Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Iris

KETERANGAN OD OS

Warna Cokelat Cokelat

Kriptae Jelas Jelas

Bentuk Bulat Bulat

Sinekia Tidak ada Tidak ada

7
Koloboma Tidak ada Tidak ada

Pupil

KETERANGAN OD OS

Letak Di tengah Di tengah

Bentuk Bulat Bulat

Ukuran ± 3 mm ± 3 mm

Refleks cahaya langsung Positif Positif

Refleks cahaya tidak langsung Positif Positif

Lensa

KETERANGAN OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Letak Di tengah Di tengah

Shadow Test Negatif Negatif

Badan kaca

KETERANGAN OD OS

Kejernihan Jernih Jernih

Fundus okuli

KETERANGAN OD OS

8
Reflex Fundus Positif Positif

Papil

- Bentuk Bulat Bulat

- Warna Jingga Jingga

- Batas Tegas Tegas

- CD Ratio 0, 3 0, 3

Arteri Vena 2:3 2:3

Retina

- Perdarahan Tidak ada Tidak ada

- Exudat Tidak ada Tidak ada

- Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Makula Lutea

- Reflex Fovea Positif Positif

- Edema Negatif Negatif

Palpasi

KETERANGAN OD OS

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi Okuli Per palpasi normal Per palpasi normal

Tonometri digital Per palpasi normal Per palpasi normal

9
Lapang Pandang

KETERANGAN OD OS

Tes Konfrontasi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

III. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan swab sekret

IV. RESUME

Pasien datang ke poliklinik mata RSPAD Gatot Soebroto untuk mengontrol keluhan
mata merah dan gatal sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Dua bulan sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluhkan mata nya yang tampak merah terasa sangat gatal.
Keluhan awal dirasakan ketika pasien sedang bermain bola dilapangan dan diperberat
jika naik motor tanpa pelindung mata. Riwayat alergi atau asma disangkal, namu ibu
pasien sering gatal-gatal jika diruangan berAC.
Keluhan keluar secret kental serta perasaan mengganjal pada mata dirasakan oleh
pasien. Pasien sebelumnya sudah menggunakan berobat sebanyak 2x kepuskesmas,
namun keluhan tidak berkurang. Pada pemeriksaan visus di dapatkan 6/60 pada oculi
dextra dan sinistra dan terdapat injeksi konjungtiva, tampak papil edem pada
konjungtiva tarsal superior dan inferior oculi dextra dan sinistra.

V. DIAGNOSIS KERJA
Konjungtivitis Vernalis oculi dextra sinistra

VI. DIAGNOSIS BANDING


Konjungtivitis virus
Konjungtivitis bakterialis

VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
i. Penggunaan kacamata saat berada diluar ruangan

10
ii. Kompres mata dengan air dingin
iii. Edukasi pasien untuk menjaga higiene perorangan
iv. Kurangi menggosok-gosok mata walau terasa sangat gatal
v. Tidak menggunakan handuk bersamaan
b. Medikamentosa
i. levokabastin, emestadine (Anti Histamin)
ii. cromolin sodium 4% (mast cell stabilizer)

VIII. PROGNOSIS

OD OS

1. Ad vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

2. Ad fungsionam Dubia ad malam Dubia ad malam

3. Ad sanationam Dubia ad malam Dubia ad malam

11
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,


infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang menutupi belakang
kelopak dan bola mata.1, 3

Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh mikro-
organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2

Gambar 1. Konjungtivitis

1.2 Anatomi

Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran mukosa
tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan bola mata dan
berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi
atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak
areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar
dan limbal. Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus. Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua
lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk

12
epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis
terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat
lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva
palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada
sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.3 Berikut adalah gambaran anatomi dari
konjungtiva 5,6

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva


Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang
banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus
limfatikus yang banyak.1

Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus


trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.1,3Fungsi dari konjungtiva
adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang
terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier
epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa
tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar
yaitu 3,4

13
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior
dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis


Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar
ini terletak dalam dibawah substansi propria. Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari
mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan
suplai darah yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu,
air mata bukan merupakan medium yang baik. 1

1.3 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
 Infeksi olah virus atau bakteri
 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik
atau sinar matahari. 3

1.4 Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari:

1. Konjungtivitis bakterial Akut


2. Konjungtivitis virus Akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Konjungtivitis iritasi atau kimia 1 3

14
1.4.1 Konjungtivitis Bakterial Akut

Definisi

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus, Corynebacterium


diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

Gambar 3. Injeksi Konjungtiva

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti
Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai. 3

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat
menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4

Diagnosis

 Hiperemi Konjungtiva
 Edema kelopak dengan kornea yang jernih
 Kemosis : pembengkakan konjungtiva
 Mukopurulen atau Purulen4

15
Pemeriksaan
 Pemeriksaan tajam penglihatan
 Pemeriksaan segmen anterior bola mata
 Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk mengindentifikasi
bakteri, jamur dan sitologinya. 5

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei,
kain, dll.1,5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organism dapat diketahui dengan


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram
atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan
konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan
diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empirik. Bila hasil
sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6

Terapi

Prinsip terapi dengan obat topikal spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat diteteskan
tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Pada malam
harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat
penyembuhan1, 3

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi
topikal antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok
untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topikal dan sistemik harus
segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah

16
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan. 1,4

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung
selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus
(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke
dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septikemia dan
meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.

Pencegahan

 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih.
 Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang
sakit.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.8

1.4.2 Konjungtivitis Gonore

Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen. Gonokok
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif, sehingga reaksi radang
terhadap kuman ini sangat berat. 3

Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi
penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.

Gejala

 Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan

17
 Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
 Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan konjungtiva
bulbi merah.
 Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.

Pemeriksan dan diagnosis

 Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blue dimana dapat terlihat diplokok di
dalam sel leukosit.

Pengobatan

 Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama & hari. 1, 3

1.4.3 konjungtivitis Angular

Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra.


Disebabkan oleh Basil Moraxella Axenfeld. 3

Gejala

 Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang


 Sekret mukopurulen
 Pasien sering mengedip5,6

Pengobatan

Tetrasiklin dan basitrasin

1.4.4 Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum


konjungtivitis kataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau basil Koch Weeks.3

Gejala

 Hiperemi konjungtiva

18
 Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama saat
bangun pagi.

1.5 Konjungtivitis Virus

1.5.1 Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

a) Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak
nyeri tekan).1

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang


– kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes
netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologik
dengan meningkatnya titer antibodi penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas
lebih praktis.1,3,6

19
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuklear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak dari pada orang dewasa dan
sukar menular di kolam renang berchlorin. 1,3,6

Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10
hari.1

b) Keratokonjungtivitis Epidemika

Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata


saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan
nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel,
dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan
adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel
dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran
dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama


terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh
tanpa meninggalkan parut. 1

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.
Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit
tenggorokan, otitis media, dan diare. 1, 3

Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37


(subgroup D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan
diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang
mononuklear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1

20
Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari
tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topikal, mungkin terkontaminasi saat ujung
penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan
dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes
steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur
di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata
khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan
alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6

Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan
kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi
bacterial. 1

c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah
keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi
mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri
yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang
banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus
preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3

21
Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya
terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak
dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi
tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostik.3Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator
berujung kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya
sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus lokal maupun sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan
debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering,
meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri
harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine
lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2
jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali
sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan
kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan
mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat
panjang dan berat. 1,3

1.6 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

22
1.7 Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla
raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di
tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat
di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit
setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul keratitis perifer superfisial yang
diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopik sejak bayi. Parut pada
lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti
dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopik berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif
bila pasien telah berusia 50 tahun. 3,4

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat sebanyak
pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat


kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata
bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan
iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat,
mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3

1.8 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

23
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti
pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine,
neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahan pengawet atau vehikel toksik atau
yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir
sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat
iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran
terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae. 2,3

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil


polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan
agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan.
Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya
setelah penyebabnya dihilangkan. 5,6

1.7.2 Konjungtivitis Vernalis


Suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap sebagai suatu
alergi.7 Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel) yang
melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai rangsangan (seperti
serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang mungkin
sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat mata merah alergi.7
Diagnosis
 Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
 Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
 Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
 Kadang disertai shield ulcer
 Bersifat kumat-kumatan1, 3
Gejal danTanda :
 Mata merah (biasanya rekuren)
 Kadang disertai rasa gatal yang hebat
 Adanya riwayat alergi
 Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior
 Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
 Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder4,7

24
Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan sejuk,
lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin, emestadine),
vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer (cromolin sodium 4%
alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide), antiinflamasi
steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen modulator siklosporin. Pada
pasien dengan sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang agresif (atropine 1%, homatropin
5%, atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8

1.7.3 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hampir setiap substansi iritan yang masuk ke saccus
conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun,
deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di
daerah tertentu, asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia
ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya
non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali
merah dan terasa mengganggu secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung.
Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan
menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-
jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar
kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala
utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. 5,6

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam
sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai
antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap
jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu.
Konjungtivitis bakterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea

25
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah
plastik terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk
meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk
akan minim dan prognosisnya lebih baik. 4,6

26
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1998
3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.
4. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983

27

You might also like