Professional Documents
Culture Documents
NIM : 04011181621020
KELAS : BETA 2016
KELOMPOK : B7
LEARNING ISSUE
1. Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan letak kepala dan pada letak kepala
ini ditemukan ± 58% UUK terletak di depan kiri, ±23% di kanan depan, ±11% di
kanan belakang, dan ±8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan
terisinya ruangan di kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.
2. Pada letak kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk
ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat
dalam keadaan sinklitismus yaitu bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan
bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele yaitu bila
sumbu kepala membentuk sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul.
Asinklitismus posterior menurut Lisman adalah kebalikan dari asinklitis mus
anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanis me
turunnya kepala asinklitismus posterior karena ruangan di daerah pelvis lebih luas
dibandingan dengan ruangan pelvis di daerah anterior.
3. Akibat sumbu kepala jannin yang eksentrik atau tidak simetrik, dengan sumbu
mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala
yang akan turun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul.
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling
kecil, yakni dengan diameter suboksipito-bregmatikus (9,5cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipito-bregmatikus (32cm). Sampai di dasar panggul, kepala
janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun ke bawah
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat
kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his
yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi UUK , yang disebut putar paksi
dalam. Pada umumnya, rotasi tersebut menyebabkan UUK terletak di bawah
sismfisis.
4. Dalam keadaan fisiologis sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan UUK
di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala
mengadakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih terbuka dan
kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebar dan tipis, anus membuka
tampak dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan,
berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir,
kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putar paksi luar.
5. Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul,
bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di
dasar panggul apabila kepala sudah dilahirkan, bahu dalam posisi depan belakang.
Bahu depan dilahirkan terlebih dahulu, kemudian bahu belakang. Kemudian bayi
lahir seluruhnya.
a. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan lab:
o Tes darah lengkap : Hb, Ht, Tc
o Protrombin Time (PT) dan activated partial tromboplastin time (aPTT):
untuk melihat kelainan koagulasi
o Fibrinogen: koagulopati (N= 300-600)
• Pemeriksaan lain:
o USG
o Angiografi
o D-dimer
b. Algoritma Penegakan Diagnosis dan diagnosis banding
PPP bukan merupakan diagnosis, akan tetappi harus dicari kausalnya. PPP yang
dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi
lahir, 68-73% dalam 1 minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam 2 minggu
setelah bayi lahir.
f. Etiologi
3) Gangguan koagulasi
g. Faktor Risiko
Faktor Risiko Antenatal
• Umur.
Meningkatnya usia ibu merupakan faktor independen terjadinya PPH. Jumlah
perdarahan pada usia lebih tua lebih besar pada persalinan sesar dibanding
persalinan vaginal.
• Ras
Beberapa studi menunjukkan bahwa ras Asia memiliki risiko lebih besar untuk
terkena PPH selain ras Hispanik.
• BMI
Perempuan obese akan memiliki komplikasi intrapartum dan post partum lebih
besar. BMI lebih dari 30 dikaitkan dengan perdarhan yang lebih banyak.
• Paritas
Paritas sering dikaitkan dengan risiko perdarahan postpartum. Namun hingga
sekarang, berbagai laporan studi tidak bisa membuktikan bahwa multipar itas
berhubungan dengan PPH. Studi yang melaporkan hubungan tersebut juga gagal
untuk mengendalikan faktor pengganggu lain seperti usia ibu.
• Penyakit medis
Beberapa penyakit yang diderita ibu selama kehamilan berhubungan erat
dengan PPH. Diantaranya adalah DM ttipe II, penyakit jaringan konektif,
penyakit darah seperti von Willebrand dan Hemophilia.
• Kehamilan postterm
Penelitian menunjukkan hubungan antara kehamilan postterm dengan terjadinya
PPH.
• Janin besar
Ibu yang mengandung janin lebih dari 4 kg memiliki kemungkinan besar untuk
mengalami PPH. Hal ini diperkuat oleh beberapa penelitian di mancanegara.
• Kehamilan kembar
Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa ibu yang hamil kembar
memiliki 3-4 kali kemungkinan untuk mengalami PPH.
• Fibroid
Fibroid membuat ibu mempunyai risiko mengalami PPH. Namun demikian
risiko terjadinya PPH lebih tinggi pada persalinan sesar dibandingkan pada
persalinan vaginal.
• Pend arahan antepartum
Perdarahan antepartum yang disebakan oleh plasenta previa, solusio plasenta
meningkatkan kemungkinan terjadinya PPH.
• Riwayat PPH dan sesar sebelumnya juga meningkatkan kemungk ina n
terjadinya PPH.
Faktor Risiko Intrapartum
• Induksi persalinan
Metaanalisis menunjukkan bahwa induksi persalinan berkaitan dengan
perdarahan post partum. Risiko terjadinya perdarahan adalah antara 1,5 hingga
1, 7 kalinya dibanding tanpa induksi. Induksi yang telah diteliti meningkatka n
perdarahan post partum adalah yang menggunakan medikamentosa. Sejauh ini
data yang akurat tentang risiko berbagai jenis metode induksi belum lengkap
sehingga tidak dapat disimpulkan secara definitif.
• Durasi persalinan
Lama kala I lebih dari 20 jam pdaa nulipara atau 14 jam pada multipara memilik i
1-1,6 k ali risiko perdarahan dibanding lama persalinan yang lebih singkat. Kala
II memiliki risiko 2,5 kali lebih besar bila berlangsung lebih dari 3 jam. Dengan
demikian persalinan dengan kala II lama perlu mengantisipasi lebih awal akan
terjadinya perdarahan post partum. Pada umur kehamilan berapapun,
perdarahan semakin meningkat bila durasi kala 3 meningkat dengan puncaknya
40 menit. Risiko relatifnya berkisar antara 2,1 hingga 6,2 dan semakin tinggi
bila kala 3 berlangsung semakin lama. Titik potong perdarahan post partum
terjadi pada lama kala tiga lebih dari 18 menit.
• Analgesia
Studi retrospektif menunjukkaan bahwa penggunaan anestesi epidural berkaitan
dengan perdarahan intrapartum, sedangkan perdarahan post partum meningkat
risikonya menjadi 1,6 kali. Namun demikian bila diperlukan operasi sesar maka
analgesia regional menimbulkan risiko perdarahan lebih kecil dibandingka n
anestesia umum.
• Metode persalinan
Penelitian menunjukkan ada perbedaan risiko perdarahan pada persalinan
vaginal operatif dan juga persalinan sesar. Kesimpulan tentang hal ini belum
definitif mengingat berbagai faktor perlu diperhitungkan untuk menila i
hubungan ini.
• Episiotomi
Episiotomi jelas menimbulkan perdarahan lebih banyak dibanding ruptur
spontan. Namun selain itu ternyata episiotomi juga meningkatkan risiko
perdarahan post partum 2 -4,6 kali. Pada uji klinik terkendali terakhir
ditunjukkan juga bahwa episiotomi yang dilakukan pada saat kepala sudah
crowning tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap terjadinya
perdarahan post partum.
• Korioamionitis
Korioamnionitis meningkatkan risiko perdarahan post partum 1,3 kali bila
persalinan vaginal hingga 2,7 kali bila persalinan sesar.
h. Klasifikasi
1) Perdarahan pascasalin primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
sampai 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan pascasalin lanjut (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam hingga 1-2 mingggu masa nifas.
i. Manifestasi Klinis
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil, derajat
hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan. Gambaran
PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk
mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak.
Kehilangan banyak darah tersebut menimb ulkan tanda-tanda syok yaitu penderita
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan
lain-lain (Wiknjosastro, 2006; Cunningham, 2005).
• Syok
• Koagulasi Intravaskuler Diseminata
• Anemia
• Sindrom sheehan
k. SKDI
Refrensi:
B-Lynch C, Keith LG, Lalonde AB and Karoshi M. 2006. A textbook of Post partum Hemorrhage. Sapiens Publishing. UK.
Karkata, made kornia. 2008. Perdarahan pascapersalianan, Ilmu kebidananan sarwono prawirohardjo, edisi IV. Bina pustaka warwono
prawirohardjo. Jakarta.
ANALISIS MASALAH
• Pada persalinan anak besar, sehingga untuk mencegah robekan perineum yang
dapat terjadi akibat tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang
berlebihan
• Pada Perineum yang akan robek dengan sendiri ( menipis dan pucat ), sehingga
mencegah ruptur perinii yang dapat menyebabkan robekan yang tidak teratur
sehingga menyulitkan penjahitan dan hasil jahitannya pun tidak rapi.
• Pada persalinan prematur, dimana untuk melindungi kepala janin yang prematur
dari perineum yang ketat sehingga tidak terjadi cedera dan pendarahan
intrakranial
• Pada Perineum kaku, sehingga di harapkan dengan melakukan epistomi dapat
mengurangi luka yang lebih luas diperineum atau labia (lipatan disisi kanan
dan kiri alat kelamin) jika tidak dilakukan episiotomi.
• Jika terjadi gawat janin dan persalinan mungkin harus diselesaikan dengan
bantuan alat (ekstraksi cunam atau vakum), dimana episiotomi merupakan
bagian dari persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum.
• Pada kasus letak / presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di
belakang) dengan menyediakan tempat yang luas untuk persalinan yang
aman untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi
• Adanya Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperla mb at
kemajuan persalinan.
He prenatal course was uncomplicated and had no significant medical history. She had no
history of previous contraception.
Obstetric examination
Outer examination : abdomen flat, soft, uterine fundus palpable at the level of umbilic us,
uterine contraction was poor, active vleeding (+)
Inspeculo : portio livide, external uterine ostium was opened, flour (-), fluxus (+), active
bleeding, erosion (+), laceration (+), repaired, polyp (-)