You are on page 1of 20

ADSORPSI SISTEM KOLOID

Pendahuluan
Ketika mempelajari sifat difusi beberapa larutan yang berdifusi melalui membran
kertas perkamen, Thomas Graham menemukan bahwa larutan seperti natrium klorida mudah
berdifusi, sedangkan zat-zat seperti kanji, gelatin dan putih telur sangat lambat atau sama
sekali tidak berdifusi. Ia menemukan waktu difusi relatif untuk berbagai zat yaitu HCl, 1;
NaCl, 2,3; sukrosa, 7; putih telur 49. Oleh karena zat yang mudah berdifusi biasanya
berbentuk kristal dalam keadaan padatan, Graham menyebutnya kristaloid. Sedangkan zat-zat
yang sukar berdifusi disebutnya, koloid (bahasa Yunani: kolla = perekat atau lem) (Achmad,
1996).
Koloid (dispersi koloidal/suspensi koloidal) merupakan campuran dari dua atau lebih
zat yang salah satu fasanya tersuspensi sebagai sejumlah besar partikel yang sangat kecil
dalam fasa kedua. Dengan kata lain, sistem koloid adalah sistem dispersi dimana sistem ini
terdiri dari campuran zat yang tidak dapat bercampur. Sistem koloid terdiri dari dua fasa
yaitu, fasa terdispersi dan medium pendispersi. Zat yang terdispersi dan medium penyangga
dapat berupa kombinasi gas, cairan, atau padatan (Tabel 1). Contoh koloid antara lain
semprotan aerosol (cairan tersuspensi dalam gas), asap (partikel padatan dalam udara), susu
(tetesan kecil minyak dan padatan dalam air), mayones (tetesan kecil air dalam minyak), dan
cat (partikel pigmen padat dalam minyak, untuk cat berdasar-minyak; atau pigmen minyak
yang terdispersi dalam air untuk cat lateks) (Oxtoby, 1998).

Tabel 1. Sistem Dispersi Koloid


Medium
Fasa Terdispersi Nama Contoh
Pendispersi
Gas Cair Buih Buih, busa sabun
Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa
Cair Gas Aerosol cair Kabut
Cair Cair Emulsi Susu, mayonaise
Cair Padat Emulsi padat Mentega
Padat Gas Aerosol padat Asap
Padat Cair Sol Cat, belerang dalam air
Padat Padat Sol padat Kaca berwarna paduan logam

1
Sumber: Achmad, 1996
Partikel koloid memiliki ukuran yang antara 10-9 sampai 10-7 m. Ukuran partikel
koloid tersebut berada pada rentangan antara ukuran partikel koloid dan larutan sejati (Tabel
2). Biasanya, partikel koloid tersebut terdiri dari kumpulan banyak molekul atau ion, dalam
sel hidup seperti protein masih termasuk dalam rentangan ukuran tersebut (Brady, 1999).
Keberadaan partikel koloid dapat dilihat dari caranya membaurkan cahaya, contohnya ialah
lewatnya cahaya dari proyektor bioskop melalui suspensi partikel debu kecil di udara. Batu
mulia opal menunjukkan sifat optis yang muncul dari air koloid yang tersuspensi dalam
silikon dioksida padat (Gambar 1) (Oxtoby, 1998).

Tabel 2. Ukuran Partikel


Campuran Contoh Ukuran Partikel
Suspensi kasar Pasir dalam air Lebih besar dari 10-7 m
Dispersi koloid Tepung dalam air 10-9-10-7 m
Larutan sejati Gula dalam air Lebih kecil dari 10-9 m
Sumber: Achmad, 1996

Gambar 1. Suatu Oval Alami


Sumber: Oxtoby, 2001

Koloid memiliki beberapa sifat yang dapat membedakannya dengan larutan sejati
maupun suspensi. Beberapa sifat yang dimiliki oleh koloid diantaranya dapat membaurkan
cahaya (Efek Tyndal); melakukan gerak zigzag akibat tumbukan dengan partikel-partikel
koloid (gerak Brown); koagulasi, yakni pengendapan atau penggumpalan koloid; dan
adsorpsi (proses melekatnya suatu zat pada permukaan padatan atau cairan). Sifat dari dari
koloid tersebut akan dibahas secara detail dalam makalah ini, khususnya sifat adsorpsi sistem
koloid.

2
A. Adsorpsi
Penyerapan suatu zat oleh zat lain disebut sorpsi. Ada dua jenis sorpsi, yaitu absorpsi
dan adsorpsi. Pada adsorpsi, zat yang diserap hanya terdapat pada bagian permukaan zat
penyerap, sedangkan pada absorpsi, zat atau ion yang diserap masuk ke bagian dalam zat
penyerap. Adsorpsi semata-mata hanya suatu efek permukaan, sedangkan dalam absorpsi,
zat cair dan gas yang diabsorpsi menembus kedalam ruang - ruang kapiler dari zat
pengabsorpsi. Sebagai contoh, peresapan air oleh busa (sponge) adalah absorpsi; memekatkan
molekul-moleku alkaloid pada permukaan tanah liat (clay) adalah adsorpsi.
Ada dua jenis komponen yang terlibat dalam adsorpsi, yaitu zat terserap (adsorbat)
dan zat penyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap (adsorben)
dilepaskan pada adsorpsi kimia yang merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang
terserap (adsorbat) sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Adsorbat dapat
berupa gas, zat cair atau zat padat yang terlarut, sedangkan adsorben dapat berupa zat padat
yang dapat menyerap molekul, atom atau ion. Partikel-partikel molekul adsorbat diserap pada
permukaan adsorben. Molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan adsorben terjadi melalui
dua cara, yaitu secara fisik (fisiosorpsi) dan adsorpsi secara kimia (kimiasorpsi).
Fisiosorpsi disebut juga adsorpsi fisika. Pada fisiosorpsi, gaya-gaya yang bekerja
antara adsorbat dan adsorben adalah gaya Van der Waals. Suatu zat yang diadsorpsi secara
fisika (fisiosorpsi) bisa didesorpsi dari zat padat dengan menaikkan temperatur dan
mengurangi tekanan. Molekul terikat dengan ikatan yang lemah dan energi yang dilepaskan
pada fisiosorpsi relatif rendah sekitar 20 kj/mol. Pada tekanan rendah serapan gas oleh zat
padat secara fisika adalah serapan monolayer (membentuk satu lapisan permukaan). Bila
tekanan permukaan dinaikkan sampai mendekati tekanan uap kesetimbangan, molekul-
molekul zat yang terserap dipermukaan akan membentuk multilapisan (multilayer). Adsorpsi
molekul zat terlarut dari larutan oleh zat padat biasanya hanya membentuk monolayer,
sedangkan pembentukan multilayer sangat jarang ditemukan.
Pada kemisorpsi, partikel-partikel yang teradsorpsi melekat pada permukaan adsorben
(adsorbat menempel dengan adsorben) melalui ikatan kimia yang bersifat ireversible,
biasanya ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen koordinasi sehingga ikatan yang dimiliki
sangat kuat. Panas adsorpsi tinggi, yaitu sekitar 20.000-100.000 kal/mol. Kemisorpsi
berlangsung melalui satu lapisan molekul (monolayer) dan terjadi pada tekanan rendah dan
tinggi. Pada kemisorpsi partikel-partikel yang diserap mempunyai sifat-sifat (baik sifat fisik
maupun sifat kimia) yang berbeda dengan zat-zat semula. Kemisorpsi terjadi diawali dengan
adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekati permukaan adsorben melalui gaya

3
Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Contohnya adalah adsorpsi CO pada W, O2 pada
Ag, Au,Pt, C, H2 pada Ni.
Jika suatu adsorben diletakkan pada suatu larutan atau cairan murni, maka terdapat
kecenderungan molekul-molekul pelarut atau zat terlarut berinteraksi dengan adsorben
tersebut. Jika adsorben itu permukaannya sangat luas atau berpori-pori maka akan terjadi
peristiwa adsorpsi yang lebih besar. Beberapa interaksi yang dapat terjadi dalam peristiwa
adsorpsi yang dikemukakan Gibbs yaitu:
1. gaya Van der Waals atau adsorpsi fisik
2. pembentukan ikatan hidrogen
3. pembentukan ikatan kovalen/kompleks koordinasi
4. pertukaran ion atau gaya elektrostatik.
Syarat-syarat adsorben yang baik adalah tersedia dalam jumlah besar, selektivitasnya
tinggi, dapat didaur ulang dan murah. Dwiyanti dalam Sudibawa, dalam Rumiati (1996)
menyatakan bahwa dalam penelitian adsorben harus diperhatikan sifat, tingkat keaktifan,
serta ukuran partikelnya.

B. Mekanisme Adsorpsi
Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses suatu molekul yang meninggalkan
larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia dan fisika (Reynolds,1982).
Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat atom atau molekul
yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Pada proses adsorpsi terbagi menjadi 4
tahap yaitu:
1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan film yang
mengelilingi adsorben.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsopsi melalui kapiler/pori dalam adsorben (pore diffusion
process).
4. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan adsorben (proses
adsorpsi sebenarnya), (Reynolds, 1982).

4
Operasi dari proses adsorpsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Proses adsorpsi dilakukan dalam suatu bak dengan sistem pengadukan
Dimana penyerap yang biasanya berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan diaduk
dengan air dalam suatu bangunan sehingga terjadi penolakan anatara partikel penyerap
dengan fluida.
2. Proses adsorpsi yang dijalankan dalam suatu bejana dengan sistem filtrasi
Dimana bejana yang berisi media penjerap di alirikan air dengan model pengaliran
gravitasi. Jenis media penyerap sering digunakan dalam bentuk bongkahan atau butiran
atau granular dan proses adsorpsi biasanya terjadi selama air berada di dalam media
penyerap (Reynold, 1982).

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi, yaitu:
1. Agitation (Pengadukan)
Tingkat adsorbsi dikontrol baik oleh difusi film maupun difusi pori, tergantung pada
tingkat pengadukan pada sistem.
2. Karakteristik Adsorban (Karbon Aktif)
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik penting karbon aktif sesuai
dengan fungsinya sebagai adsorban. Ukuran partikel karbon mempengaruhi tingkat
adsorbsi; tingkat adsorbsi naik dengan adanya penurunan ukuran partikel. Oleh karena itu
adsorbsi menggunakan karbon PAC (Powdered Acivated Carbon) lebih cepat
dibandingkan dengan menggunakan karbon GAC (Granular Acivated Carbon). Kapasitas
total adsorbsi karbon tergantung pada luas permukaannya. Ukuran partikel karbon tidak
mempengaruhi luas permukaanya. Oleh sebab itu GAC atau PAC dengan berat yang
sama memiliki kapasitas adsorbsi yang sama.
3. Kelarutan Adsorbat
Senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga
lebih sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa tidak larut.
4. Ukuran Molekul Adsorbat
Tingkat adsorbsi pada aliphatic, aldehyde, atau alkohol biasanya naik diikuti dengan
kenaikan ukuran molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa gaya tarik
antara karbon dan molekul akan semakin besar ketika ukuran molekul semakin mendekati
ukuran pori karbon. Tingkat adsorbsi tertinggi terjadi jika pori karbon cukup besar untuk
dilewati oleh molekul.

5
5. pH
Asam organik lebih mudah teradsorbsi pada pH rendah, sedangkan adsorbsi basa organik
efektif pada pH tinggi.
6. Temperatur
Tingkat adsorbsi naik diikuti dengan kenaikan temperatur dan turun diikuti dengan
penurunan temperatur (Benefield, 1982).

Proses penjerapan dalam adsorpsi dipengaruhi :


1. Bahan penjerap
Bahan yang digunakan untuk menjerap mempunyai kemampuan berbeda-beda, tergantung
dari bahan asal dan juga metode aktivasi yang digunakan.
2. Ukuran butir
Semakin kecil ukuran butir, maka semakin besar permukaan sehingga dapat menjerap
kontaminan makin banyak. Secara umum kecepatan adsorpsi ditujukan oleh kecepatan
difusi zat terlarut ke dalam pori-pori partikel adsorben. Ukuran partikel yang baik untuk
proses penjerapan antara -100 / +200 mesh.
3. Derajad keasaman (pH larutan)
Pada pH rendah, ion H akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan dijerap, +
sehingga efisiensi penjerapan turun. Proses penjerapan akan berjalan baik bila pH larutan
tinggi. Derajad keasaman mempengaruhi adsorpsi karena pH menentukan tingkat ionisasi
larutan, pH yang baik berkisar antara 8-9. Senyawa asam organik dapat diadsorpsi pada
pH rendah dan sebaliknya basa organik dapat diadsorpsi pada pH tinggi.
4. Waktu jerap
Waktu jerap yang lama akan memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat
terlarut yang terjerap berlangsung dengan baik.
5. Konsentrasi
Pada konsentrasi larutan rendah, jumlah bahan dijerap sedikit, sedang pada konsentrasi
tinggi jumlah bahan yang dijerap semakin banyak. Hal ini disebabkan karena
kemungkinan frekuensi tumbukan antara partikel semakin besar.

Beberapa adsorben pada proses adsorpsi sangat mempengaruhi sorbsi. Beberapa


adsorben yang sering digunakan pada proses adsorpsi misalnya benzonit, tuff, pumice, zeolit,
dan silika gel. Pemilihan adsorben juga mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi yaitu:

6
1. Luas pemukaan adsorben
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang dapat diserap, sehingga
proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter partikel maka
semakin luas permukaan adsorben.
2. Ukuran partikel
Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan
adsorpsinya.Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0,1mm, sedangkan
ukuran dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh.
3. Waktu kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses
adsorpsi.Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan
molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun apabila
waktu kontaknya cukup dan waktu kontak berkisar 10-15 menit (Reynolds, 1982).
4. Distribusi ukuran pori
Distribusi pori akan mempengaruhi disterbusi ukuran molekul adsorbat yang masuk
kedalam partikel adsorben

D. Fenomena Adsorpsi (Adsorpsi Pada Antarmuka Cairan)


Energi bebas permukaan didefinisikan sebagai kerja yang harus dilakukan untuk
memperbesar permukaan dengan satu satuan luas. Sebagai akibat pengembangan seperti itu,
lebih banyak molekul-molekul harus dibawa dari bulk ke antarmuka. Semakin besar kerja
yang harus diberikan untuk mencapai ini, semakin besar energi bebas permukaan. Molekul-
molekul dan ion-ion tertentu apabila terdispersi dalam cairan akan bergerak sesuai dengan
keinginannya sendiri ke antarmuka. Konsentrasinya pada antarmuka jadi melebihi
konsentrasinya dalam bulk cairan tersebut. Jadi energi bebas permukaan dan tegangan
permukaan dari sistem tersebut secara otomatis dikurangi. Gejala seperti itu dimana
molekul-molekul membagi diri ke arah antarmuka dikatakan adsorpsi, atau secara lebih tepat,
adsorpsi positif. Bahan-bahan lain (misalnya, elektrolit-elektrolit anorganik) yang lebih suka
membagi diri ke arah bulk menghasilkan adsorpsi negatif dan kenaikan energi bebas
permukaan dan tegangan permukaan. Adsorpsi, seperti ini akan terlihat nanti, dapat juga
terjadi pada antarmuka padatan. Adsorpsi jangan dikacaukan dengan adsorpsi. Adsorpsi
semata-mata hanya suatu efek permukaan, sedangkan dalam adsorpsi, zat cair dan gas yang
diadsorpsi menembus kedalam ruang-ruang kapiler dari zat pengadsorpsi. Peresapan air oleh

7
busa (sponge) adalah adsorpsi dan memekatkan molekul-molekul alkaloid pada permukaan
tanah liat (clay) adalah adsorpsi.

E. Sifat-Sifat Permukaan
1. Adsorpsi Gas oleh Zat Padat
Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik ke
arah dalam, karena tidak ada gaya lain yang dapat mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini
menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan
absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam adsorbens sedangkan pada adsorpsi,
zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya.
Daya serap zat padat terhadap gas tergantung dari jenis adsorbens, jenis gas, luas
permukaan adsorbens, temperatur gas, dan tekanan gas. Untuk suatu adsorbens tertentu,
banyaknya gas yang dapat diserap makin besar bila temperatur kritis semakin tinggi atau gas
semakin mudah dicairkan. Makin luas permukaan adsorbens, makin banyak gas yang dapat
diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, sehingga biasanya daya serap dihitung tiap satuan
massa adsorbens.
Pada adsorpsi gas di permukaan zat padat, terjadi kesetimbangan antara gas yang
diserap dengan gas sisa. Karena itu, daya serap dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur.
Makin besar tekanan, makin besar daya serap gas. Sebaliknya semakin tinggi temperatur
makin kecil daya serap gas.

Tabel 3. Adsorpsi Gas Oleh 1 Gram Charcoal Pada 15 C


GAS VOLUME (CC) TC ( C )
H2 4,7 33
N2 8,0 126
CO 9,3 134
CH4 16,2 190
CO2 48 304
HCl 72 324
H2S 99 373
NH3 181 406
Cl2 235 417
SO2 380 430

8
Adsorben yang paling efisien adalah padatan yang sangat porous seperti arang dan
butiran padat yang sangat halus. Terdapat tiga jenis adsorpsi, yaitu isoterm adsorpsi, isobar
adsorpsi, dan isostere adsorpsi. Masing-masing berlangsung pada temperatur, tekanan, dan
jumlah zat yang diadsorpsi konstan. Berikut akan dijelaskan tentang isoterm adsorpsi.

2. Isoterm Adsorpsi
Gas atau cairan dapat diadsorpsi oleh adsorben yang permukaannya porous. Jumlah
zat yang diadsorpsi pada kesetimbangan merupakan fungsi temperatur dan tekanan (untuk
gas) atau konsentrasi (untuk larutan). Tekanan dan temperatur (atau konsentrasi) juga penting
dalam penentuan kesetimbangan. Secara umum pada temperatur yang lebih tinggi suatu zat
kurang diadsorpsi, sedangkan pada tekanan (konsentrasi) yang lebih tinggi suatu zat lebih
banyak untuk diserap.
Pada keadaan setimbang, hubungan antara jumlah gas yang teradsorpsi dan tekanan
gas pada suhu tertentu dinamakan sebagai isoterm adsorpsi. Contoh isoterm adsorpsi dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Isoterm Gas Amonia pada Arang

Kebanyakan adsorpsi larutan diselidiki pada temperatur konstan (isoterm adsorpsi)


dan pada kondisi kesetimbangan. Isobar adsorpsi sulit dilakukan pada adsorpsi dari larutan
karena perubahan tekanan hampir tidak mempengaruhi jumlah zat yang diadsorpsi, demikian
halnya dengan isoterm adsorpsi.

9
Secara umum jumlah cairan yang diadsorpsi merupakan fungsi dari konsentrasi
kesetimbangan dan temperatur, persamaannya seperti di bawah ini:

x/m = f (c,T) …………………………………………………(2.1)


x/m = f (p,T) …………………………………………………(2.2)
dalam hal ini x/m adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per satuan massa adsorben
(dinyatakan dalam gram), c adalah konsentrasi kesetimbangan (dinyatakan dalam ppm), p
adalah tekanan kesetimbangan (dinyatakan dalam atm) dan T adalah temperatur absolut
(dinyatakan dalam Kelvin).
Jika tekanan gas (konsentrasi zat) divariasikan dan temperatur dipertahankan konstan,
plot x/m sebagai fungsi tekanan atau konsentrasi kesetimbangan akan berkurang dengan
bertambahnya temperatur. Hal ini sesuai dengan prinsip Le Chatelier. Ini merupakan bukti
bahwa proses adsorpsi merupakan proses eksoterm.
Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang berlangsung pada temperatur konstan. Untuk
isoterm adsorpsi, persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) menjadi:
x/m = f (c) ……………………………………………………(2.3)
x/m = f (p) ……………………………………………………(2.4)
Banyaknya zat yang diserap per satuan massa adsorben merupakan fungsi dari
konsentrasi kesetimbangan (untuk larutan) atau tekanan kesetimbangan (untuk gas). Adsorpsi
molekul gas pada permukaan padatan melibatkan perubahan gerakan molekul gas tersebut
dari tiga dimensi menjadi dua dimensi. Jadi dalam hal ini akan terjadi penurunan entropi.
Adsorpsi juga disertai dengan penurunan energi bebas. Jadi dari persamaan :
∆G = ∆H - T∆S
dapat dilihat bahwa ∆H adsorpsi harus selalu negatif, dengan kata lain adsorpsi gas pada
permukaan padatan harus selalu bersifat eksotermik. ∆H adsorpsi untuk adsorpsi fisik sama
dengan nilai ∆H untuk kondensasi yaitu -10 kJ/mol dan nilainya lebih rendah dari ∆H
adsorpsi untuk adsorpsi kimia yang berkisar pada nilai 100 kJ mol-1.
Banyak usaha dilakukan oleh para ahli untuk merumuskan sebuah persamaan yang
menyatakan adsorpsi gas pada permukaan padatan. Tiga persamaan yang sering digunakan
adalah persamaan isoterm adsorpsi Langmuir, Freundlich, dan BET. Berikut penjelasan
ketiga persamaan isoterm adsorpsi tersebut.

10
a. Persamaan Isoterm Adsorpsi Langmuir
Pada Tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan menggunakan
model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Pendekatan
Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu:
1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap.
2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer.
3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk
molekul gas sama.
4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat.
5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada
permukaan.
Persamaan Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya
kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi (adsorbat) dengan molekul-
molekul zat yang masih bebas (fase ruah). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat
dituliskan sebagai berikut:
P P 1
 
V Vm aVm
Vm = volume gas yang dibutuhkan untuk menutupi satu satuan masa adsorben (berupa satu
lapisan monolayer yang menutupi permukaan)
V = volume gas yang sebenarnya menutupi satu satuan massa adsorben pada tekanan gas
yang tertentu
a = konstanta yang bergantung pada suhu
Penurunan dari persamaan isoterm adsorpsi Langmuir adalah selisih antara laju adsorpsi dan
laju desorpsi
dθ P P 1
   N(1 - θ)pk a - N k d
dt V Vm aVm
N (1-θ) pka adalah laju asdorpsi, Nθkd adalah laju desorpsi, dan N adalah angka yang
mungkin di tempat adsorpsi pada substrat. Fraksi dari material yang diadsorpsi adalah θ.
Akibatnya, fraksi tempat yang kosong adalah (1- θ). Angka dari tempat yang terisi adalah Nθ
dan angka dari tempat yang kosong menjadi N (1- θ). Fraksi θ selalu konstan pada
kesetimbangan, jadi laju perubahan dari θ akan menjadi nol (0).
N(1 - θ)pk a - N k d  0

N(1 - θ)pk a  N k d

11
(1 - θ)pk a   k d
ka
(1 - θ)p  0 ------------------------> ka/kd = a (konstanta dari adsorpsi)
kd
pa – paθ = 0
p a = θ(p a + 1)
pa
θ
pa  1

θ dapat diganti dengan pembagian volume gas yang diadsorpsi (V) dengan volume gas yang
diadsoprsi yang terjadi pada monolayer lengkap (Vm).
V pa P P 1
 sehingga  
Vm pa  1 V Vm aVm

b. Persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich


Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat
digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini
berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul
mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini diturunkan secara empirik
dan berlaku untuk gas yang bertekanan rendah. Bentuk persamaan ini adalah :
V = k P1/n
V = gas yang teradsorpsi pada tiap satu satuan massa adsorban pada tekanan gas P.
Sedangkan k dan n = adalah konstanta , n biasanya > 1. Apabila kedua ruas persamaan itu
dilogaritmakan, maka akan diperoleh persamaan berikut:
1
log V = log k + log P
n
Jadi plot log V sebagai fungsi dari log P akan berupa garis lurus dengan gradien 1/n dan akan
memotong sumbu log V pada log k. Perbedaan utama antara isoterm Langmuir dan
Freundlich, nilai batas Vm tidak akan dicapai walaupun tekanan gas terus dinaikkan.
Jika persamaan tersebut diaplikasikan untuk gas, maka y adalah jumlah gas yang
teradsorpsi dan c digantikan dengan P yang merupakan tekanan gas. Plot log y terhadap log c
atau log P menghasilkan kurva linier. Dengan menggunakan kurva tersebut, maka nilai k dan
n dapat ditentukan.

12
Gambar 3. Grafik Log y Terhadap Log P
Plot isoterm Freundlich untuk adsorpsi H2 pada tungsten (suhu 400oC)

c. Persamaan Isoterm Adsorpsi BET


Brunauer, Emmet dan Teller membuat suatu rumusan isoterm adsorpsi didasarkan
atas pembentukan multilayer. Asumsi dasar dari teori BET adalah dengan menggunakan
persamaan Langmuir untuk setiap lapisan adsorpsi pada permukaan padat ((Gordon dalam
Rosmadewi) dalam Rumiati, 2007). Persamaan isoterm adsorpsi Brunauer, Emmet dan Teller
adalah sebagai berikut:
P 1 (c  1) P
 
V ( Po  P) VmC VmC Po
Po = tekanan uap jenuh
Vm = kapasitas volume nonlayer
C = konstanta
Pada tekanan rendah, persamaan ini dapat disederhanakan menjadi persamaan Langmuir.
P P
Menurut persamaan di atas, plot sebagai fungsi akan menghasilkan garis lurus
P(Vo  P) Po
(c  1) P 1
dengan slop dan memotong sumbu pada .
VmC ( Po  P)V VmC
Keseluruhan proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan
monolayer
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer

13
lapisan adsorbat multilayer

adsorben

Gambar 4. Pendekatan isoterm adsorpsi BET

Bentuk-Bentuk Campuran
Hubungan antara jumlah zat yang diadsorpsi dan tekanan yang berkesetimbangan atau
konsentrasi kesetimbangan pada temperatur tertentu, disebut adsorpsi isoterm. Ada 5 bentuk
adsorpsi isoterm

Gambar 5. Jenis Adsorpsi Isotherm

a. Adsorpsi jenis 1
Daya adsorpsi disini naik dengan cepat dengan bertambahnya tekanan. Menurut
Freundlich, jumlah zat yang diserap per satuan luas/berat adsorbens, dinyatakan sebagai
berikut:
1
n
y = k. P
y = berat atau volume gas diserap per satuan luas atau berat adsorbens
P = tekanan kesetimbangan
K, n = tetapan, tergantung jenis absorbens atau jenis gas atau temperatur
Rumus di atas dapat ditulis sebagai berikut:

14
1
Log y = log k + log P
n
Grafik log y terhadap log P berupa garis lurus. Persamaan yang lebih baik, didapatkan oleh
Living Langmuir. Dia mendasarkan kepada dua anggapan:
a. Lapisan molekul gas pada zat padat hanya 1 molekul
b. Proses adsorpsi terdiri dari dua proses, yaitu kondensasi dan desorpsi
Kecepatan kondensasi :: (1-  )(P)
= k1 (1-  ) (P)
Kecepatan desorpsi :: 
= k2 . 
 = bagian ditutupi molekul
(1-  ) = bagian yang khusus
Bagian permukaan yang dilapisi molekul gas
Pada kesetimbangan:
Kecepatan adsorpsi = kecepatan desorpsi
k1 (1-  ) P = k2 . 
k1 .P
 =
k 2  k1 P

b.P k1
= b=
1  bP k2
y :: 
k .b.P
y = k.  = y = jumlah gas yang diserap/ unit area/ unit massa
1  bP
a.P
= a = k.b
1  bP
Persamaan dapat ditulis:
P 1 b
   P
y a a
P
Grafik terhadap P, merupakan garis lurus. Ini telah dibuktikan untuk adsorpsi N2 di atas,
y

maka pada 90 C . Demikian pula untuk persamaan Freundlich.

15
b. Adsorpsi jenis II s.d V
Pada lapisan II dan III dianggap terjadi lapisan multi molekuler. Bruneuer, Emmett,
dan Teller memberikan persamaan berikut ini:
P 1 C 1 P
 
V ( P  P) Vm.C VmC P
V = volume gas diserap
P = tekanan
T = temperatur
P = tekanan uap jenuh gas diserap pada temperatur T.
Vm= volume gas diserap (0 C , 76 cm Hg), bila lapisan 1 molekul
C = tetapan
C = e E f  E L  / RT

Ef = panas adsorpsi untuk lapisan pertama


EL = panas pencairan gas
Bila Ef > EL diperoleh jenis II, bila Ef <EL diperoleh jenis III.
Pada jenis IV dan V, kecuali terdapat lapisan multi molekuler, juga terjadi kondensasi
gas pada pori-pori absorbens. Bila Ef > EL diperoleh jenis IV, bila Ef <EL diperoleh jenis V.
Luas absorbens tiap satuan massa, ditentukan dengan rumus Brunuer, Emmett, dan Teller :
 P .V 
    B  N.S
 RT 
 = luas dalam A  2
P  = 1 atm
To = 273,2 oC
N = bilangan Avogadro
R = tetapan gas
S = luas permukaan yang ditutup 1 molekul
VB = volume gas diserap untuk membentuk 1 lapisan molekul
Untuk N2 pada titik didih (- 195,8o) atau pada udara cair (-183oC), S = 16,2 Ao2.

3. Adsorpsi Zat Terlarut oleh Zat Padat


Adsorpsi molekul zat terlarut dari larutan oleh permukaan padatan biasanya hanya
membentuk monolayer. Baik isotherm Langmuir maupun isotherm Freundlich dapat
diterapkan pada jenis absorpsi ini, bentuk kedua persamaan ini adalah:

16
x 1
 kc n
m
x
x 
m maks
ac

m 1  ac
Dimana x adalah jumlah terlarut yang diabsorpsi padatan bermassa m
c adalah konsentrasi larutan pada kesetimbangan
a, n, k = konstanta

x m  maks
= kapasitas monolayer

Zat-zat yang terlarut dapat diadsorpsi oleh zat padat misalnya :


 CH3COOH oleh karbon aktif
 NH3 oleh karbon aktif
 Fenolftalein dari larutan asam atau basa oleh karbon aktif
 Ag+ atau Cl- oleh AgCl
 S2- oleh As2S3
C lebih baik menyerap non elektrolit dan makin besar BM makin baik. Zat anorganik
lebih baik menyerap elektrolit. Adanya pemilihan zat yang dapat diserap menyebabkan
timbulnya adsorpsi negatif. Dalam larutan KCl dan H2O diserap oleh arang darah, hingga
konsentrasi naik.
Menurut Freundlich :
1
n
y=k.C
y = massa zat yang diadsorpsi per massa adsorbens
k = tetapan
C = konsentrasi pada saat kesetimbangan
n = tetapan
1
log y = log k + log C
n
Grafik log y terhadap log C, berupa garis lurus.

4. Adsorpsi pada Permukaan Larutan


Sabun mempunyai daya menurunkan tegangan muka air. Tegangan muka air = 72
dyne/cm, adanya 0,0035 molar Na oleat, menyebabkan tegangan muka air  dyne/cm pada
25oC. Zat-zat seperti sabun , asam sulfonat tertentu , yang dapat menurunkan tegangan muka,
disebut surface active agents.

17
Beberapa elektrolit menyebabkan kenaikan tegangan muka. Zat ini disebut negative
surface activity. Menurut Gibbs (1878) adanya surface area agent, karena distribusi molekul
di permukaan larutan dan di dalam larutan tidak sama. Menurut Gibbs, besarnya beda jumlah
molekul zat terlarut/unit area dipermukaan dan di dalam larutan q, ditunjukkan oleh rumus :
C d
q= 
RT d c
C = konsentrasi larutan
R = konstanta gas
T = temperatur absolut
d
= kerapatan perubahan terhadap C
dc

d d
Bila =  , maka q positif (perukaan berisi zat terlarut) dan bila =  , maka q negatif
dc dc
(permukaan berisi lebih sedikit zat terlarut). Karena bila q positif, di permukaan larutan
terdapat lebih banyak zat terlarut, maka dapat dikatakan, bahwa disini terjadi adsorpsi
permukaan. Sebaliknya negatif surface activity, merupakan pengurangan zat terlarut dari
permukaan.

5. Tegangan Mukaan Antara dan Penyebaran Cairan

Gambar 6. Tegangan permukaan antara

Bila cairan A dan B yang tidak bercampur atau bercampur sebagian ditempatkan pada
satu bejana, pada batas antara keduanya terjadi tegangan permukaan antara yaitu,  AB yang

18
- mempunyai harga antara  A dan g B kadang-kadang

- mempunyai harga yang lebih kecil daripada  A dan  B

 AB sangat sensitif terhadap impurities, dapat diturunkan dengan surface activity agent, tetapi
tidak dapat dinaikkan oleh elektrolit.
Bila cairan murni dengan penampang 1 cm 2 dipisahkan, maka kerja yang harus
dilakukan :
Wc = 2  wc = kerja kohesi
Untuk dua cairan yang tidak bercampur atau bercampur sebagian
Wa =  A +  B   AB Wb = kerja adesi
Spreading koefisien
SBA = Wa – WCB
=  A +  B   AB -2  B

=  A   B   AB
SBA = koefisien untuk penyebaran cairan B pada permukaan A, WCB kerja kohesi C
SBA = positif, maka B menyebar pada seluruh permukaan
SBA = negatif, maka B tetap sebagai titik di permukaan A

6. Penggunaan Adsorpsi
Sifat-sifat permukaan dipakai di laboratorium dan industri, seperti :
Penyebaran gas oleh zat padat
a. C aktif dalam tabung Dewar
b. katalisator pada reaksi gas
c. gas masker
Penyerapan zat terlarut dari larutan
a. menghilangkan zat warna dalam larutan gula dengan c
b. konsentrasi vitamin-vitamin
c. analisis kromatografi
d. analisis
Surface area Agent dan sebagainya
a. detergent
b. water prooting
c. lubrication

19
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Hiskia. 2001. Kimia Larutan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Brady, James E.. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Terjemahan Dra. Sukmariah
Maun, Dra. Kamianti Anas, Dra. Tilda S. Sally. General Chemistry Prinsiples and
Structure. 1990. Jakarta: Binarupa Aksara
Keenan, Charles W., Donald C. Kleinfelter, Jesse H. Wood. 1984. Kimia Untuk Universitas.
Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D. General College
Chemistry.1980. Jakarta: Erlangga
Monk, Paul. 2004. Physic al Chemistry. England : John Wiley and Sons, Ltd.
Oxtoby, David W., H. P. Gillis, Norman H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern.
Terjemahan Suminar Setiati Achmadi, Ph.D. Principle of Modern Chemistry.
1990. Jakarta: Erlangga.
Rumiati.2001.Adsorpsi Ion Cr3+ oleh Abu Sekam Padi Varietas IR 64. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Kimia. Fakultas FMIPA. IKIP Negeri Singaraja.
Sukardjo.1997. Kimia Fisika.Jakarta: Rineka Cipta

20

You might also like