You are on page 1of 9

Adukan Beton direncanakan sedemikian rupa sehingga beton yang dihasilkan dapat dengan

mudah dikerjakan dengan biaya yang serendah mungkin tentu saja.


Beton harus mempunyai workabilitas yang tinggi, memiliki sifat kohesi yang tinggi saat
dalam kondisi plastis (belum mengeras), sehingga beton yang dihasilkan cukup kuat dan
tahan lama.
Adukan (campuran) beton harus mempertimbangkan lingkungan di mana beton tersebut akan
berdiri, misalnya di lingkungan tepi laut, atau beban-beban yang berat, atau kondisi cuaca
yang ekstrim.

PROPORSIONAL
Reminder: Beton adalah campuran antara semen, agregat kasar dan halus, air, dan zat aditif.

Komposisi yang berbeda-beda di antara bahan baku beton mempengaruhi sifat beton yang
dihasilkan pada akhirnya. Pembagian ini biasanya diukur dalam satuan berat. Pengukuran
berdasarkan volume juga sebenarnya bisa, dan lebih banyak dilakukan pada konstruksi skala
kecil, misalnya rumah tinggal.

SEMEN
Jika kadar semen dinaikkan, maka kekuatan dan durabilitas beton juga akan meningkat.
Semen (bersama dengan air) akan membentuk pasta yang akan mengikat agregat mulai dari
yang paling besar (kasar) sampai yang paling halus.

AIR
Sebaliknya, penambahan air justru akan mengurangi kekuatan beton. Air cukup digunakan
untuk melarutkan semen. Air juga yang membuat adukan menjadi kohesif, dan mudah
dikerjakan (workable).

RASIO AIR-SEMEN
Biasa disebut dengan w/c ratio alias water to cement ratio. Jika w/c ratio semakin besar,
kekuatan dan daya tahan beton menjadi berkurang. Pada lingkungan tertentu, rasio air-semen
ini dibatasi maksimal 0.40-0.50 tergantung sifat korosif atau kadar sulfat yang ada di
lingkungan tersebut.

AGREGAT

Jika agregat halus terlalu banyak, maka adukannya akan terlihat "sticky", encer, "lunak",

1
seperti tidak punya kekuatan. Dan setelah pemadatan, bagian atas adukan akan cenderung
"kosong" alias tidak ada agregat.

Sebaliknya, jika agregat kasar terlalu banyak, adukannya akan terlihat kasar, berbatu,
kelihatan getas (rapuh). Agregat ini akan muncul di permukaan setelah dipadatkan.

PENCAMPURAN
Beton harus dicampur dan diaduk dengan baik sehingga sement, air, agregat, dan zat
tambahan bisa tersebar merata di dalam adukan.

Beton biasanya dicampur dengan menggunakan mesin. Ada yang dicampur di lapangan (site)
ada juga yang sudah dicampur sebelum dibawa ke lapangan, atau istilahnya ready-mix.

Untuk beton ready-mix, takarannya sudah diukur di batch plant, kemudian dicampur dan
dimasukkan ke dalam truk. Selama perjalanan drum beton tersebut terus diputar agar beton
tidak mengalami setting di dalam drum. Kan aneh kalau misalnya kena macet trus betonnya
sudah mengeras di dalam drum. Kadang, di dalam perjalanan, bisa jadi karena lama di jalan,
cuaca panas, atau kelamaan diputar, temperatur di dalam drum meningkat sehingga air
menguap. Kondisi ini kadang "diakali" dengan memasukkan bongkahan es balok yang besar
ke dalam drum, sehingga kadar air bisa tetap dipertahankan. Hmm.. kalo ditambah sedotan,
drum truk itu bisa kita beri label "Jus Beton Segar"..

Sementara beton yang dicampur dilapangan biasanya menggunakan mesin yang dinamakan
MOLEN (mirip-mirip nama sejenis gorengan pisang). Sewaktu mencampur di lapangan,
agregat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tong (molen), kemudian diikuti oleh pasir dan
terakhir semen. Semuanya dalam takaran tertentu sesuai dengan mutu beton yang diinginkan.

Ada kata pepatah: Jangan menggunakan sekop untuk menakar adukan beton untuk molen!
(Padahal ini yang sering dilakukan)
Ukuran takaran biasanya dinyatakan dalam satuan berat, sementara sekop tidak bisa

2
mengukur berat. Jangan sampai rasio adukan 1:2:3 diartikan sebagai 1 sekop semen, 2 sekop
pasir dan 3 sekop kerikil (agregat). Tentu saja hasil (mutu) yang diperoleh akan berbeda.
Kecuali kalau ada sekop canggih yang bisa sekaligus mengukur berat muatannya. (hmm..)

Ketika semua bahan (kecuali air) sudah masuk, moleh diputar sehingga semua bahan
tercampur. Katanya sih, kalau sudah tidak ada pasir yang terlihat secara kasat mata, berarti
adukannya itu sudah merata. Saat itulah dilakukan penambahan air sedikit demi sedikit.

Molen punya kapasitas (volume). Mencampur terlalu penuh juga tidak efektif karena proses
pencampurannya akan memakan waktu yang lebih lama. Sebaiknya molen diisi secukupnya
dulu, kemudian jika sudah jadi, seluruh isi molen dituang ke wadah sementara sebelum
diangkut atau dicor ke bekisting. Sewaktu adukan beton diangkut (dicor), molen bisa bekerja
lagi untuk membuat adukan berikutnya. Begitu adukan pertama sudah dituang semua, molen
pun sudah selesai membuat adukan kedua, jadi tidak ada delay ketika molen bekerja.

Nah, untuk skala yang sangat kecil, beton boleh dicampur dengan menggunakan sekop.
Harus dilakukan di tempat yang datar dan bersih (maksudnya bebas dari ranting, daun,
sampah, dan material pengganggu lainnya). Kerikil, pasir, dan semen diaduk/dicampur dulu,
kemudian dibuat seperti gundukan, dan di puncaknya digali dibuat seperti danau untuk
menampung air. Jika adukan dicampur di wadah yang sisi-sisinya tertutup sehingga air bisa
dibendung, nggak usah repot-repot bikin gundukan, langsung saja tuang air ke wadah
tersebut.

3
Sebagai penutup, kami akan berikan tabel komposisi berat semen, pasir, dan kerikil, serta
volume air yang dibutuhkan untuk membuat 1 m3 beton dengan mutu tertentu.

Mutu Beton Semen (kg) Pasir (kg) Kerikil (kg) Air (liter) w/c ratio
7.4 MPa (K 100) 247 869 999 215 0.87
9.8 MPa (K 125) 276 828 1012 215 0.78
12.2 MPa (K 150) 299 799 1017 215 0.72
14.5 MPa (K 175) 326 760 1029 215 0.66
16.9 MPa (K 200) 352 731 1031 215 0.61
19.3 MPa (K 225) 371 698 1047 215 0.58
21.7 MPa (K 250) 384 692 1039 215 0.56
24.0 MPa (K 275) 406 684 1026 215 0.53
26.4 MPa (K 300) 413 681 1021 215 0.52
28.8 MPa (K 325) 439 670 1006 215 0.49
31.2 MPa (K 350) 448 667 1000 215 0.48

Referensi tabel :
SNI DT - 91- 0008 - 2007 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton, oleh Dept
Pekerjaan Umum.

Semoga Bermanfaat.
...bersambung..[]

4
√ 81 komentar

81 komentar ↵
1. 1

Djoko Heru Susanto

Memang tidak semua orang tahu kalau campuran beton itu diukur dengan berat, tapi
ada suatu hal yang perlu saya sampaikan selama ini orang tahu kalau campuran beton
itu semen 1 , pasir 2 , krikil 3 dan volume air suka2 saja selera masing2 , dan ada
anggapan lebih banyak air lebih kuat nantinya.
Kalau kita cor beton dengan fondasi yang penuh dengan air karena memang daerah
penuh air, tetapi kita tetap kita cor sehingga air genangan yang naik dan adukon cor
mengendap, apakah dapat dipertanggung jawabkan hasil cor tersebut, secara kasat
mata hasil cor tersebut keras meskipun dalam genangan air. Malah lebih kuat
anggapannya/katanya, mana yang betul........?
Mohon dapat dikomentari bagi mereka yang faham tentang hal tersebut..
Terima kasih.

[Reply]

admin Reply:
March 11th, 2010 at 23:35

@Pak DjokoHeru,

Terima kasih komentarnya, pak.

Kita biasa mendengar istilah engineered building dan non-engineered building.


Engineered building adalah bangunan yang didesain dan dibangun dengan
memperhatikan kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang berlaku dalam aspek
engineering, misalnya untuk tiap bukaan pintu dan jendela harus ada pengaku
(stiffner) di tepi bukaan bisa berupa kolom beton praktis dan balok lintel (saya lupa
istilah lapangannya apa), di bagian atas dinding bata harus ada balok ring, begitu pula
di bagian pondasi harus ada sloof atau tie beam (balok pengikat). Semua komponen
tersebut tentu ada fungsinya, dan masih banyak aspoek-aspek lain.

Tapi, ada juga yang termasuk kategori semi-engineered building. Bangunan jenis ini
didesain dan direncanakan dengan baik dan memperhatikan semua aspek-aspek
engineering, tapi pada pelaksanaannya ada aturan-aturan yang diabaikan sehingga
tujuan desain tidak tercapai seutuhnya. Contoh kasus yang bapak ceritakan bisa jadi
termasuk di kategori ini. Pondasinya sudah didesain dengan matang termasuk mutu
beton dan pembesiannya, tapi ternyata ada masalah dalam hal metode konstruksinya.

Mengecor di genangan air tidak sama dengan mengecor di atas permukaan yang
kering. Kalau genangan airnya relatif sedikit, biasanya campuran air sewaktu
mengaduk agak dikurangi, dengan harapan genangan air yang ada diperkirakan bisa
mencukupi kadar air yang dibutuhkan. Tapi, kalau genangan airnya cukup banyak,

5
prosedur yang benar adalah air tersebut harus dipompa keluar terlebih dahulu baru
beton dicor. Masalah apakah nanti ada air yang masuk lagi itu masih bisa diterima,
kecepatan permeabilitas (aliran air di pori-pori tanah) relatif lambat, yang penting
beton dituang dan dipadatkan dalam kondisi tidak terendam air.

Contoh ekstrim, pondasi bore-pile. Rasanya kita jarang menemukan lubang yang
digali sedalam 20 m (misalnya) tapi tidak ada air tanahnya. Hampir mustahil untuk
sebagian besar daerah di Indonesia. Makanya sebelum mengecor pondasi bore-pile,
air di lubang tersebut dipompa keluar terlebih dahulu baru besi tulangan dimasukkan,
dan beton pun dituang perlahan-lahan.

Kembali ke kasus, apakah beton tersebut bisa diterima. Secara engineering tentu
tidak. Alasannya, pertama sewaktu menuang adukan beton, beton harus dipadatkan,
entah itu menggunakan vibrator atau cukup ditusuk-tusuk dengan batang besi atau
kayu yang bersih. Jika mengecor di genangan air yang volumenya besar, sewaktu
pemadatan, sebagian campuran semen akan ikut menyebar keluar dari adukan menuju
ke genangan air sehingga ikut mengambang di atas, tidak mengendap bersama dengan
kerikil. Padahal yang mengikat kerikil adalah semen, yang menentukan kekuatan
beton adalah semen (bisa dilihat dari tabel di atas). Jadi, secara otomatis kekuatan
beton bisa berkurang.

Yang kedua, jika tidak dilakukan pemadatan dengan tujuan agar semennya tidak
berhamburan keluar, yang terjadi adalah beton tidak akan menyebar secara merata,
dan bisa jadi rongga sebelah bawah tulangan tidak akan terisi oleh beton, sehingga
tulangaannya akan terekspos (tidak terselimuti beton), mudah mengalami korosi, dan
akhirnya kekuatan pondasi menjadi berkurang (bahkan bisa hilang).

Itu pendapat pribadi saya. Saya sendiri belum punya pengalaman khusus dalam hal
pengecoran di dalam air. Mungkin rekan-rekan yang sering mendesain bangunan di
perairan lebih paham dengan hal ini.

Kasus di atas sebenarnya sangat disayangkan jika memang sering terjadi, soalnya
pondasi alaah elemen struktur yang punya peranan paling penting. Artinya, tidak ada
gunanya membuat kolom dan balok yang kokoh sementara pondasinya tidak
diperhatikan (asal jadi).

Terakhir, anggapan semakin banyak air maka semakin kuat beton, saya yakin istilah
tersebut TIDAK berasal dari sesorang yang punya pengetahuan dan pengalaman
tentang beton.

Sekali lagi, terima kasih atas infonya, pak.

Mohon dikoreksi jika ada kekeliruan.[]

[Reply]

ditulis pada :11/Mar/10 19:28

2. 2

6
Ilyas Habibi

Proses pengadukan dan penuangan cor segar memang harus diperhatikan dengan
seksama karena hal tersebut berpengaruh pada hasil kekuatan struktur.
pada bulan kemarin, kami menyaksikan pengecoran di lapangan. dengan proses
pencampuran menggunakan boks takaran (bukan sekrop). ukuran 60x50x20. bila
diinginkan campuran 1:2:3 maka mereka mencampur 1 sak semen dengan 2 takar
boks pasir dan 3 takar boks kerikil. bagaimana menurut Bang Juragan tentang hal
tersebut? lebih mendekati mana penakaran dengan boks, penakaran menggunakan
sekrop, bila kondisi di lapangan kita kesulitan untuk menimbang campuran? atau
boleh di tampilkan (oleh bang Juragan) perbandingan berat jenis material campuran
concrete. nantinya kan bisa dikalikan dengan volume dan hal itu lebih mudah untuk
pengerjaan lapangannya.

[Reply]

ditulis pada :18/Mar/10 09:12

3. 3

admin

@Pak Ilyas,

Terima kasih informasinya pak.


Sebenarnya kita bisa memperkirakan dengan takaran seperti yang bapak ceritakan,
berapa mutu beton yang bisa diperoleh.

Pertama-tama, kita hitung volume wadah 60x50x20 cm tersebut. Volumenya adalah


0.06 m3.

Kemudian kita cari informasi tentang berat volume pasir dan kerikil dalam kondisi
curah, loose, atau tidak dipadatkan. Benda curah (seperti pasir, kerikil, tepung, gula
pasir, dsj) berat jenisnya ada dua, ada kondisi loose ada kondisi padat (saya lupa
istilahnya apa, compact kalau tidak salah). KOndisi loose adalah benda dicurah
(dituang) ke wadah tanpa dipadatkan, entah itu dengan cara digoyang, digetarkan,
ditusuk-tusuk dengan batang. Yang sering bekerja di dapur menuang gula pasir ke
wadah biasanya paham hal ini. Kadang jika sudah penuh, wadah itu digoyang-goyang
lagi biar gula pasirnya menjadi padat sehingga masih bisa diisi lagi oleh gula pasir.

Nah, untuk pasir, dari referensi (Peraturan Pembebanan) berat volumenya bisa
diambil sekitar 1600 kg/m3, sementara kerikil sekitar 1850 kg/m3. Tinggal dihitung.

1 zak semen = 50 kg
2 takar box pasir = 2 x 0.06 x 1600 = 192 kg
3 takar box kerikil = 3 x 0.06 x 1850 = 333 kg.

Atau jika disederhanakan, perbandingannya menjadi


1 : 3.84 : 6.66

7
Kita bandingkan dengan perbandingan campuran beton mutu K-100 di atas:
247 : 869 : 999
kira-kira sama dengan
1 : 3.52 : 4.04

Sementara untuk beton mutu K-350, rasionya adalah


448 : 667 : 1000
atau sama dengan
1 : 1.49 : 2.23

Semakin sedikit rasio pasir dan kerikilnya, semakin besar mutu beton yang dihasilkan.
Untuk komposisi 1 : 3.84 : 6.66, komposisi pasir dan kerikilnya lebih banyak daripada
beton mutu K-100, jadi bisa diperkirakan bahwa mutu yang dihasilkan lebih kecil
daripada K-100 (!!)
Wow..!

Solusi:
Sebaiknya berat jenis aktual (sebenarnya) untuk pasir dan kerikil di atas dihitung lebih
teliti lagi. Bisa dengan cara menggunakan wadah literan (yang biasa dipake penjual
beras) dan timbangan sederhana (timbangan telur/beras). Atau dengan prinsip fisika
sederhana dengan cara membandingkan berat pasir/kerikil terhadap berat air dengan
volume yang sama (misalnya 1 liter). Bisa dilihat dari ilustrasi di bawah:

Peralatan dari eksperimen sederhana di atas tentu tidak sulit diperoleh di lapangan.
Yang jelas ada syaratnya, kedua wadah volumenya harus sama, sehingga air dan
pasir/kerikil mempunyai volume yang sama, dan batang neraca (kayu / besi) tidak
melendut secara berlebihan.

Nah, jika kondisi setimbang di atas sudah tercapai, dengan mudah kita bisa tentukan
bahwa berat volume (massa jenis) pasir/kerikil yang diukur adalah sama dengan
BJ_air x (L1/L2).

Panjang L1 dan L2 bisa diukur pake meteran bukan? Sementara BJ_air sudah banyak
yang hapal tentunya, yaitu sama dengan 1 kg/liter atau 1 ton/m3 atau 1000 kg/m3 atau
1 g/cm3.

8
Tinggal ambil 3 sampel percobaan, dan rata-ratakan hasilnya, ketemu deh berat jenis
pasir/kerikil. Jadi menakar berat pasir menggunakan takaran box tadi sudah tidak
masalah lagi.

Semoga bisa membantu. Mohon maaf jika ada kekeliruan (cmiiw)[]

You might also like