You are on page 1of 16

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Anatomi dan Fisiologi
Sistem saraf dibagi menjadi system saraf pusat, yang terdiri atas jaras saraf
di otak dan medula spinalis, dan system saraf perifer, yang terdiri atas saraf yang
mempersarafi bagian tubuh lainnya. Koordinasi system saraf pusat dan perifer
memungkinkan kita bergerak, berbicara, berpikir, dan berespons.

Gambar 1 : Anatomi Otak Manusia


 Anatomi Sistem Saraf Pusat
a. Pelindung otak terdiri dari : bagian-bagian otak
1. Rambut, kulit, tulang tengkorak (cranium)
2. Darah sinus venosus
3. Meninges , yang terbagi menjadi :
- Dura mater
- Membran Araknoid
- Pia mater
4. Cairan Serebrospinal (CSS)
b. Bagian-bagian otak
Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan
tiga gejala pembesaran : otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah,
dan otak belakang.
1. Otak depan : Menjadi belahan otak (hemisferium serebri), korpus
striatum dan talami (thalamus dan hipotalamus)
2. Otak tengah : Otak tengah (diensefalon)
3. Otak belakang : Pons Varoli, medulla Oblongata ,Serebelum
 Fungsi Fisiologi :
1. NEURON
Neuron, yang juga disebut dengan sel saraf , adalah unit fungsional
system saraf dan merupakan sel yang sangat khusus. Maturasi saraf terjadi
sebelum atau segera setelah lahir. Saat matur, neuron tidak menjalani
reproduksi sel dan tidak dapat diganti. Setiap neuron berfungsi untuk
menerima stimulus yang dating dari, dan mengirim stimulus yang keluar ke
saraf lain, otot, atau kelenjar. Neuron melewati dan menerima sinyal melalui
perubahan aliran ion bermuatan listrik bolak-balik melintasi membrane sel
neuron
2. BAGIAN NEURON
Kebanyakan neuron memiliki empat bagian : dendrite, ujung aferen
yang menerima sinyal yang dating; badan sel, bagian tengah yang
mengandung nucleus; akson, pemanjangan tempat lewatnya sinyal; dan
terminal akson, yang bercabang dari akson dan menyampaikan sinyal ke sel
lain.
a. Dendrit adalah perluasan saraf dari badan sel. Dendrit adalah bagian
neuron yang menerima stimulasi dari saraf lain. Setiap neuron dapat
memiliki cabang dendrite. Eksitasi neuron biasanya berawal di dendrite.
Dendrit membawa eksitasinya ke segmen yang berdekatan, yaitu badan
sel
b. Badan sel mengandung organel tipikal sel manusia. Nukleus, yang
mengandung informasi genetic neuron, mengarahkan produksi protein,
enzim, dan neurotransmitter yang diperlukan oleh saraf untuk fungsi
tepatnya. Badan sel mengantarkan zat tersebut ke bagian neuron lainnya
sesuai kebutuhan. Walaupun eksitasi saraf biasanya berawal dengan
eksitasi dendrite, badan sel kadangkala dapat distimulasi secara langsung
oleh stimulus yang dating dari neuron lain dan oleh stimulus kimia dan
listrik. Badan sel menyampaikan sinyal listrik ke segmen berikutnya,
yaitu akson.
c. Akson
Tonjolan dari badan sel adalah akson, bagian pangkalnya disebut
segmen inisial atau zona pemicu. Akson adalah serabut panjang tempat
lewatnya sinyal listrik yang dimulai di dendrite dan badan sel. Akson
mentransmisikan sinyal awal ke neuron lain atau ke otot atau kelenjar.
Percabangan batang utama akson dapat berupa serabut kolateral
multiple. Serabut kolateral menyampaikan informasi ke banyak sel saraf
lain yang saling berhubungan, dengan meningkatkan pengaruh neuron di
sepanjang system saraf. Di sepanjang akson, protein kontraktil dan
mikrotubulus mengangkut zat yang dihasilkan di badan sel. Akson juga
disebut serabut saraf ; banyak serabut saraf yang melintas bersama di
suatu berkas disebut saraf. Pada beberapa saraf, akson ditutup oleh
lapisan lemak yang terisolasi yang disebut, myelin diproduksi ketika sel
penyokong membungkus membrane plasmanya di sekitar akson. Pada
system saraf perifer, sel penyokong adalah sel Schwan.Pada system
saraf pusat, myelin dihasilkan oleh tipe sel khusus, oligodendrosit.
Mielin meningkatkan kecepatan sinyal listrik yang ditransmisikan
melalui akson.
B. Definisi
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut
komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak
sebelum anak berusia 3 tahun.
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada
anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang
dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun,
kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka
atau mengajak mereka berkomunikasi.
C. Etiologi

Penyebab yang pasti dari autisme belumdiketahui, yang pasti hal ini bukan
disebabkan karena pola asuh yang salah.
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor –
faktor yang menyebabkan terjadinya autis :
1) Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom
yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis
2) Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun
setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella,
Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
3) Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam
timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan.
Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang
bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya
keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja
berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.
4) Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum,
keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan
syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5) Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan
gangguan sensori serta kejang epilepsi.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Dibidang Komunikasi
a) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian
hilang kemampuan bicara.
b) Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo
(Echolalia).
d) Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang
didengar tanpa mengerti artinya.
e) Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak
dimengerti orang lain
f) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
g) Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Di bidang Interaksi Sosial


a) Anak autis lebih suka menyendiri
b) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata dengan orang lain.
c) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
d) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
3. Di bidang Sensoris
a) Anak autis lebih suka menyendiri
b) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata dengan orang lain.
c) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
d) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
4. Di bidang Pola Bermain
a) Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.
b) Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
c) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
d) Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar – putar.
e) Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, dan sejenisnya.
f) Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa
kemana – mana.
5. Di bidang Perilaku
a) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
c) Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan
dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang.
d) Tidak suka terhadap perubahan.
e) Duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Di Bidang emosi
a) Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa dan
dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya.
b) Kadang agresif dan merusak.
c) Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
d) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada
disekitarnya atau didekatnya.
E. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel saraf
terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).akson di bungkus
selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh
bulan.pada trimester ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai
pembentukan akson,dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar
dua tahun. Setelah anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara
genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan
proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan
akson,dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian
otak yang digunakan dalam belajarmenunjukan pertamabhan akson,dendrite dan
sinaps,sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian
sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps.Kelainan genetis,keracunan logam
berat,dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-proses
tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf
F. Komplikasi
a) Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik (SPD) merupakan kondisi dimana anak mengalami kesulitan
untuk menanggapi rangsangan sensorik yang ia terima dari lingkungan. Dalam
banyak kasus, hal tersebut mengakibatkan anak sangat sensitif terhadap suara
yang berisik, cahaya yang terlalu terang, makanan dengan tekstur berbeda,
sehingga membuatnya terganggu atau bahkan marah. Sebagian kasus lainnya,
gangguan sensorik justru membuat anak sama sekali tidak merespon rangsangan
yang ia terima dari lingkungan, seperti tidak merespon sensasi panas, dingin,
atau bahkan rasa sakit.

b) Gangguan Mental
Selain memiliki gangguan sensorik, penderita autisme juga beresiko mengalami
gangguan mental seperti rasa cemas yang berlebih, khawatir, stres, perilaku
impulsif, dan gangguan suasana hati. Kecacatan pada kromosom X menjadi
faktor yang mengakibatkan penderita autisme mengalami gangguan mental. Hal
ini lebih banyak terjadi pada penderita autis laki-laki dengan tingkat keparahan
yang berbeda-beda.
c) Mengalami kejang
Ada banyak kasus, anak penderita autisme juga kerap ditemukan mengalami
kejang. Gejala tersebut biasanya muncul di usia kanak-kanak atau saat mereka
remaja.
G. Klasifikasi
a) Jenis Persepsi Autisme
Persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum lahir dengan gejala adanya
rangsangan dari luar, baik kecil maupun kuat dapat menimbulkan kecemasan.
b) Jenis Reaksi Autisme reaktif
yaitu dengan gejala penderita membuat gerakangerakan tertentu berulang-ulang
dan kadang disertai kejang dan dapat diamati pada usia 6-7 tahun, memiliki sifat
rapuh, mudah terpengaruh oleh dunia luar.
c) Jenis Autisme yang Timbul Kemudian Jenis ini diketahui setelah anak mulai
besar dan akan mengalami kesulitan dalam mengubah perilakuknya karena sudah
melekat atau ditambah adanya pengalaman yang baru.

H. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaanneurologis
b) Tes neuropsikologi
c) Tes pendengaran
d) Tes ketajaman penglihatan
e) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
f) EEG (Electro Encephalogram)
g) Pemeriksaan sitogenetik untuk abnormalitas kromosom
h) Pemeriksaan darah
I. Collaborative Care Management
a) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan
didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah
yang paling banyak dipakai di Indonesia.
b) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu
autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-
kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka tidak mampu untuk
memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam
hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
c) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan
motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk
memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan
menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi
sangat penting untuk melatih mempergunakan otot2 halusnya dengan benar.
d) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang2 tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan
tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat
banyak menolong untuk menguatkan otot2nya dan memperbaiki keseimbangan
tubuhnya.
e) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan
dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama
ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan
fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari
caranya.
f) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan
dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar
bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu
anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
g) Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka
banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila
mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.
h) Tatalaksana Autis
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian
1) Edukasi kepada keluarga
Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu perkembangan
anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu
untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan orang
sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia
luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.
2) Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan
dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat
kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang
seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif
dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah Haloperidol
(antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif).
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada
otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak
nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu
cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir
rendah ( < 2500 gram).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa
atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit
melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih
senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan
pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda,
terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah
dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu.
c) Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
2) Riwayat keluarga yang terkena autisme.
3) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal, cedera otak
4) Status perkembangan anak.
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan Kongnitif.
5) Pemeriksaan Fisik
a. Tidak ada kontak mata pada anak.
b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Terdapat Ekolalia.
d. Tidak ada ekspresi non verbal.
e. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
f. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
g. Peka terhadap bau
6) Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
7) Neurologis
a. Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar
8) Gastrointestinal
a. Penurnanan nafsu makan
b. Penurunan berat badan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat
inap di rumah sakit
3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan.
C. Intervensi
Diagnosa I : Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
Hasil yang diharapkan :
1. Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan
tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi dengan 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang
anak, bicaralah dengan kalimat mungkin merupakan satu-satunya cara
singkat yang terdiri atas satu berkomunikasi karena anak yang autistik
hingga tiga kata, dan ulangi mungkin tidak mampu mengembangkan
perintah sesuai yang diperlukan. tahap pikiran operasional yang konkret.
Minta anak untuk melihat kepada Kontak mata langsung mendorong anak
anda ketika anda berbicara dan berkonsentrasi pada pembicaraan serta
pantau bahasa tubuhnya dengan menghubungkan pembicaraan dengan
cermat. bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi
anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat
menjadi satu-satunya cara baginya untuk
mengomunikasikan pengenalan atau
pemahamannya terhadap isi pembicaraan.

2. Gunakan irama, musik, dan 2. Gerakan fisik dan suara membantu anak
gerakan tubuh untuk membantu mengenali integritas tubuh serta batasan-
perkembangan komunikasi batasannya sehingga mendoronnya
sampai anak dapat memahami terpisah dari objek dan orang lain.
bahasa.
3. Bantu anak mengenali hubungan 3. Memahami konsep penyebab dan efek
antara sebab dan akibat dengan membantu anak membangun kemampuan
cara menyebutkan perasaannya untuk terpisah dari objek serta orang lain
yang khusus dan mengidentifikasi dan mendorongnya mengekpresikan
penyebab stimulus bagi mereka. kebutuhan serta perasaannya melalui kata-
kata.
4. Ketika berkomunikasi dengan 4. Biasanya anak austik tidak mampu
anak, bedakan kenyataan dengan membedakan antara realitas dan fantasi,
fantasi, dalam pernyataan yang dan gagal untuk mengenali nyeri atau
singkat dan jelas sensasi lain serta peristiwa hidup dengan
cara yang bermakna. Menekankan
perbedaan antara realitas dan fantasi
membantu anak mengekpresikan
kebutuhan serta perasaannya.

Diagnosa II
Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat
inap di RS.
Hasil yang diharapkan
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau
perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi
atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasI
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan 1. Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak mungkin rutinitas melalui lingkungan yang kondusif dan
sepanjang periode perawatan di RS. rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam
hidup mereka. Mempertahankan
program yang teratur dapat mencegah
perasaan frustasi, yang dapat
menuntun pada ledakan kekerasan.

2. Lakukan intervensi keperawatan 2. Sesi yang singkat dan sering


dalam sesingkat dan sering. Dekati memungkinkan anak mudah mengenal
anak dengan sikap lembut, perawat serta lingkungan rumah sakit.
bersahabat dan jelaskan apa yang Mempertahankan sikap tenang, ramah
anda akan lakukan dengan kalimat dan mendemontrasikan prosedur pada
yang jelas, dan sederhana. Apabila orang tua, dapat membantu anak
menerima intervensi sebagai tindakan
dibutuhkan, demontrasikan yang tidak mengancam, dapat
prosedur kepada orang tua. mencegah perilaku destruktif.

3. Gunakan restrain fisik selama 3. Restrain fisik dapat mencegah anak


prosedur ketika dari tindakan mencederai diri sendiri.
membutuhkannya, untuk Biarkan anak terlibat dalam perilaku
memastikan keamanan anak dan yang tidak terlalu membahayakan,
untuk mengalihkan amarah dan misalnya membanding bantal,
frustasinya, misalnya untuk perilaku semacam ini memungkinkan
mencagah anak dari menyalurkan amarahnya, serta
membenturkan kepalanya ke mengekpresikan frustasinya dengan
dinding berulang-ulang, restrain cara yang aman.
badan anak pada bagian atasnya,
tetapi memperbolehkan anak
untuk memukul bantal.
4. Gunakan teknik modifikasi 4. Pemberian imbalan dan hukuman
perilaku yang tepat untuk dapat membantu mengubah perilaku
menghargai perilaku positif dan anak dan mencegah episode
menghukum perilaku yang kekerasan.
negatif. Misalnya, hargai perilaku
yang positif dengan cara memberi
anak makanan atau mainan
kesukaannya, beri hukuman untuk
perilaku yang negatif dengan cara
mencabut hak istimewanya.
5. Ketika anak berperilaku 5. Setiap peningkatan perilaku agresif
destruktif, tanyakan apakah ia menunjukkan perasaan stres
mencoba menyampaikan sesuatu, meningkat, kemungkinan muncul dari
misalnya apakah ia ingin sesuatu kebutuhan untuk mengomunikasikan
untuk dimakan atau diminum atau sesuatu.
apakah ia perlu pergi ke kamar
mandi
Diagnosa III
Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan
Hasil yang diharapkan
Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang
ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari
nasihat serta bantuan.
Intervensi Rasional
1. Anjurkan orang tua untuk 1. Membiarkan orang tua mengekpresikan
mengekpresikan perasaan dan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang
kekhawatiran mereka kondisi kronis anak membantu mereka
beradaptasi terhadap frustasi dengan lebih
baik, suatu kondisi yang tampaknya
cenderung meningkat.
2. Rujuk orang tua ke kelompok 2. Kelompok pendukung memperbolehkan
pendukung autisme setempat dan orang tua menemui orang tua dari anak
kesekolah khusus jika diperlukan. yang menderita autisme untuk berbagi
informasi dan memberikan dukungan
emosional.

3. Anjurkan orang tua untuk 3. Kontak dengan kelompok swabantu


mengikuti konseling (bila ada) membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan dengan
autisme
III. DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Danuatmaja, Bony. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara.
Yatim, Faisal. 2003. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta: Pustaka
Populer Obor
Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15,
Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta, 1995, Kesehatan
Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta

You might also like