You are on page 1of 20

SPLINTING

KEPANITERAAN KLINIK PERIODONSIA (BLOK 5)

Nama Pasien : Imronah

No. RM : 20156

Operator : Rizqi Wahyu Lestari Suwarto

NIM : 31101300381

Pembimbing : drg. Ade Ismail. Sp. Perio

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Mobilitaas gigi atau kegoyahan gigi adalah pergerakan suatu gigi pada

arah vertikal ataupun horizontal. Kegoyangan gigi bisa disebabkan karena

beberapa hal, antara lain cedera pada jaringan periodontal, trauma oklusi dan

inflamasi yang biasa disebabkan karena akumulasi plak. Kegoyahan gigi dapat

mengakibatkan rasa tidak nyaman dapat juga terjadi kehilangan gigi jika tidak

segera ditangani.

Diagnosa tepat pada penyebab mobilitas gigi sangat diperlukan untuk

merencakan perawatan yang tepat. Jika penyebab mobilitas gigi terjadi karena

suatu inflamasi, maka menghilangkan faktor yang menyebabkan inflamasi seperti

scalling, pemberian medikasi atau prosedur pembedahan dapat dilakukan.

Mobilitas gigi yang terjadi karena suatu trauma oklusi dapat ditangani dengan

penyelarasan oklusi.

Splinting merupakan perawatan yang dilakukan pada gigi dengan

mobilitas. Prosedur perawatan ini dilakukan pada tahap awal atau inisiasi pada

perawatan periodontal, tujuan dilakukan splinting adalah menstabilkan gigi

dengan menyebarkan tekanan ke jaringan periodontal sehat pada gigi lain

disebelahnya.

Splin memiliki beragam bentuk, dan bahan yang berbeda dengan indikasi

dan kelebihan yang berbeda-beda. Bahan yang saat ini banyak digunakan dalam

perawatan splinting adalah fiber reinforced composite, bahan ini memiliki estetis

2
yang baik dan keberhasilan yang tinggi dalam perawatan splinting. Bahan ini

mudah dimanipulasi, biokompatible dan memiliki kekuatan yang sangat baik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian mobiliti gigi

Mobilitas gigi diartikan sebagai pergerakan gigi pada arah vertikal

(apicocoronal) atau horizontal (mesiodistal atau bukolingual). Derajatnya

tergantung pada lebarnya ligamen peridontal, area perlekatan akar,

elastisitas prosesus alveolar dan fingsi masing-masing gigi. Gigi yang

berakar tunggal lebih mudah goyang dibandingkan gigi berakar banyak.

Oleh karena itu, gigi incisivus merupakan gigi yang paling sering

mengalami kegoyahan.

Batas mobilitas fisiologis gigi adalah 0,15 mm. Mobilitas yang

melebihi rentang fisiologis disebut mobilitas abnormal atau patologis.

Disebut patologis karena melebihi besar nilai normal yang mampu

diterima oleh jaringan periodonsium.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Gigi Mobiliti

Terjadinya peningkatan gigi mobiliti yang patologis dapat

disebabkan oleh banyak faktor seperti status penyakit (lokal atau sistemik),

trauma, kebiasaan hiperfungsi dan hipofungsi. Namun, dua faktor yang

paling sering terlibat adalah inflamasi yang disebabkan akumulasi plak

dan tekanan oklusal yang berlebihan.

4
Inflamasi yang terjadi pada penyakit periodontal seperti gingivitis

dan periodontitis merupakan akibat dari akumulasi plak dan

mikroorganisme yang menempel pada gigi. Penjalaran inflamasi dari tepi

gingiva ke struktur periodontal pendukung lebih lanjut akan berakibat

terhadap hilangnya perlekatan jaringan pendukung dan resorpsi tulang

sekitar gigi. Pada keadaan ini juga terjadi saku infraboni dan kehilangan

tulang angular sehingga meningkatnya mobilitas gigi akibat berkurangnya

tulang alveolar pendukung gigi juga tidak dapat dihindari.

Trauma karena oklusi diartikan sebagai trauma terhadap

periodonsium karena tekanan fungsional ataupun parafungsional yang

menyebabkan kerusakan terhadap perlekatan pada peridonsium karena

melebihi kapasitas adaptif dan reparatifnya. Lesi yang terjadi akibat

trauma karena oklusi terjadi bersamaan dengan atau pada periodonsium

yang mengalami inflamasi. Trauma oklusi yang berlebih ketika

dikombinasikan dengan periodontitis akan mempercepat kehilangan

perlekatan. Namun pada keadaan tanpa inflamasi, tekanan berlebih juga

akan memningkatkan kehilangan tulang dan mobiliti pada gigi.

Secara umum dikenal dua bentuk trauma karena oklusi:

a. Trauma oklusi karena oklusi primer

Diartikan sebagai cedera atau kerusakan akibat dari tekanan oklusal

yang berlebihan yang diterima pada gigi dengan dukungan

periodonsium yang sehat dan normal.

5
b. Trauma karena oklusi sekunder

Diartikan sebagai cedera atau kerusakan akibat dari tekanan oklusal

yang normal yang diterima pada gigi dengan dukungan periodonsium

yang inadekuat atau lemah.

C. Klasifikasi Kegoyahan Gigi

1.) Menurut Miller (1950)

Kelas 0 : Gerakan normal (fisiologis) saat gaya diterapkan

Kelas 1 : Mobilitas gigi lebih besar dari gerakan fisiologis

Kelas 2 : Gigi dapat bergerak sampai 1 mm atau lebih dalam arah lateral

(bukolingual atau mesiodistal), belum bisa digerakan pada arah

vertikal (apicocoronal)

Kelas 3 : Gigi dapat bergerak sampai 1 mm atau lebih dalam arah lateral

(bukolingual atau mesiodistal), dapat digerakan pada arah

vertikal (apicocoronal).

2.) Menurut Indeks Glickmana (1972)

Grade 0 : Mobilitas normal

Grade I : Lebih tinggi dari normal

Grade II : Sedang dari normal

Grade III : Mobilitas gigi parah, mesiodistal yang dikombinasi

dengan gerakan arah vertikal.

6
3.) Menurut Lindhe (1997)

Drajat 1 : pergerakan mahkota 0,2-1 mm dalam arah horizontal

Drajat 2 : pergerakan mahkota gigi lebih dari 1 mm dalam arah

horizontal

Derajat 3 : pergerakanmahkota gigi arah vertikal

D. Perawatan kegoyangan gigi

Hal-hal yang harus dipertimbangkan pada saat mengindikasikan

penggunaan splint periodontal pada penatalaksanaan gigi goyang adalah

sebagai berikut: (1) besarnya kehilangan jaringan pendukung; (2) perubahan

kualitas jaringan pendukung yang disebabkan trauma oklusi, (3) trauma

jangka panjang karena perawatan periodontitis dan (4) kombinasi dari ketiga

butir di atas

Syarat pemasangan splint yaitu ini :

1. Splint harus melibatkan gigi yang stabil sebanyak mungkin untuk

mengurangi beban tambahan yang mengenai gigi-gigi individual seminimal

mungkin
2. Splint harus dapat menahan gigi dengan kuat dan tidak memberi stress

torsional pada gigi yang dipegangnya.


3. Splint harus diperluas kesekitar lengkung rahang, sehingga tekanan

anteroposterior dan tekanan fasiolingual yang terjadi dapat saling

dinetralkan.
4. Splint tidak boleh mengahalangi oklusi. Bila mungkin, ketidakharmonisan

oklusi yang menyeluruh harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum

pemasangan splint.

7
5. Splint tidak boleh mengiritasi pulpa
6. Splint tidak boleh mengiritasi jaringan lunak, gingival, pipi, bibir dan lidah.
7. Splint harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah

dibersihkan.
8. Daerah embrasure interdental tidak boleh tertutup splint

Splint periodontal dibedakan dalam beberapa macam tergantung dari

waktu dan bentuk pemakaiannya. Berdasarkan waktu pemakaian, splint

periodontal dapat bersifat temporer (sementra), semi permanen dan permanen

(tetap). Bentuk splint dapat berupa splint cekat dan lepasan, dapat diletakkan

ekstraoral maupun intrakoronal. Perawatan menggunakan metode splinting

dapat diaplikasikan dengan pemakaian bonded eksternal, intrakoronal, atau

secara tidak langsung dengan menggunakan restorasi logam yang

menghubungkan gigi secara bersama-sama untuk mencapai kestabilan gigi.

Adanya faktor estetik, serat kawat (wire ligature) sebagai splin sementara

cekat sudah jarang digunakan. Sebagai gantinya bahan komposit dengan

etching. Akrilik bening juga dapat digunakan untuk splinting sementara lepasan.

Perawatan kegoyanghan gigi dilakukan bertujuan untuk mengurangi

ataupun menghilangkan mobilitas gigi yang terjadi, menghindari terjadinya

migrasi gigi yang lebih jauh, mengurangi perubahan radiografis yang terjadi

serta memperoleh kenyamanan dalam pengunyahan. Untuk itu dilakukan

beberapa perawatan berikut :

 Penyingkiran faktor inflamasi

 Skeling dan root Planning

 Splinting

8
E. Pengertian Splint

Splint merupakan suatu piranti yang digunakan untuk menstabilkan gigi

yang goyang karena trauma atau karena suatu penyakit. Splint dilakukan

sebagai perawatan pertama atau inisiasi dalam perawatan periodontal.

Secara umum indikasi dilakukan splinting adalah :

1. Trauma karena oklusi primer


2. Trauma karena oklusi sekunder
3. Mobiliti progresif, migrasi gigi dan nyeri ketika berfungsi
4. Jaringan yang sehat sekurang kurangnya 1/3 akar

Kontraindikasi splinting gigi dengan mobilitas ketika stabilitas oklusal dan

kondisi periodontal yang sehat sulit diperoleh

F. Macam macam splint

Macam – macam splint periodontal :

a. Splint Periodontal Permanen


Pemakaian splint permanen merupakan bagaian dari fase restorasi atau

fase rekonstruksi dari perawatan periodontal. Splint permanen sangat

terbatas penggunaannya. Hanya digunakan bila benar-benar dipergunakan

untuk menambah stabilitas tekanan oklusal dan menggantikan gigi-gigi

yang hilang. Selain menstabilkan gigi yang goyang, splint ini juga harus

mendistribusikan kekuatan oklusi, mengurangi serta mencegah trauma

oklusi, membantu penyembuhan jaringan periodontal dan memperbaiki

estetika. Penggunan splint permanen pada umumnya dikaitkan dengan

protesa periodontal. Splint ini hanya dapat dibuat beberapa bulan setelah

terapi periodontal dan kesembuhannya sudah sempurna serta harus

memperhatikan intonasi pasien. Tujuan utamanya adalah memperoleh

9
fungsi kunyah yang lebih efektif, dalam hal ini tidak harus mengganti

seluruh gigi geligi.


Splint permanen dapat berupa splint lepasan eksternal atau splint cekat

internal. Splint permanen lepasan eksternal ini desainnya merupakan bagian

dari gigi tiruan kerangka logam. Splint lepasan tidak boleh digunakan pada

gigi-gigi goyang yang mempunyai tendensi untuk bermigrasi, apalagi splint

tersebut hanya digunakan pada malam hari. Pemakaian splint permanen

lepasan pada keadaan tidak bergigi dapat dikombinasikan dengan gigi

tiruan.
Splint permenen cekat internal merupakan splint yang paling efektif dan

tahan lama. Splint ini merupakan penggambungan dari restorasi yang

membentuk satu kesatuan rigid dan direkatkan dengan penyemanan, jumlah

gigi yang diperlukan untuk menstabilkan gigi goyang tergantung pada

derajat kegoyangan dan arah kegoyangan. Jumlah gigi tidak goyang yang

diikutsertkan dalam splinting, tergantung pada masing-masing konsisi

penderita. Bila terdapat kegoyangan lebih dari satu gigi dapat digunakan

beberapa gigi untuk stabilisasi.


b. Splint Periodontal Semi Permanen
Indikasi splint semi permanen adalah untuk kegoyangan gigi yang

sanngat berat yang mengganggu pengunyahan dan dipergunakan sebelum

dan selama terapi periodontal. Kadang-kadang alat retensi ortodonsi juga

dapat dianggap sebagai splint semi permanen. Untuk gigi-gigi anterior,

bahan yang sering digunakan pada splint semi permanen cekat adalah

kompist resisn (light cure). Pada gigi –gigi posterior, splint semi permanen

ditujukan untuk gigi-gigi goyang berat yang harus menerima beban kunyah.

10
Splint ini digunakan sebelum, selama dan sesudah terapi periodontal karena

prognosisnya belum pasti.


c. Splint Periodontal Sementara
Peran splint sementara adalah untuk mengurangi trauma pada waktu

perawatan. Splin periodontal digunakan untuk: (1) menentukan seberapa

besar peningkatan kegoyangan gigi terhadap respon perawatan, (2)

menstabilisasi gigi selama scalling dan root planing, oklusal adjustment,

dan bedah periodontal, (3) menjadi penyangga pada kasus pergerakan gigi

minor, (4) memberikan stabilisasi pada jangka waktu lama untuk yang

hilang di saat kegoyangan gigi meningkat atau goyang pada saat melakukan

pengunyahan dan (5) digunakan pada gigi yang goyang karena trauma.

Berdasarkan bahan yang digunakan, terdapat berbagai macam jenis

splint periodontal, diantaranya :

1. Wire composite splint

Kawat digunakan melingkari gigi dan resin komposit digunakan

sebagai bahan untuk fiksasi.

2. Resin splint

11
Splin ini merupakan jens yang paling sederhana, bahan tambalan resin

komposit di aplikasikan ke permukaan gigi kemudia dihubungkan

dengan gigi lain.

3. Fiber reinforced composite splint

Bahan ini telah banyak digunakan karena kemudahan dan kelebihan

yang dimiliki. Bahan ini memiliki sifat yang tipis, halus sehigga tidak

mengiritasi jaringan lunak. Selain itu derajat rigiditas lebih mudah di

kontrol.

Splint temporer dan permanen

Splint temporer dilakukan pada fase pertama perawatan

periodontal yaitu tahap inisiasi yang dilakukan sebelum fase pembedahan.

12
Splint ini dilakukan sebelum dan selama perawatan periodontal untuk

mengurangi trauma pada waktu perawatan.

Splint permanen digunakan pada gigi yang mengalami

kecenderungan mengalami peningkatan kegoyangan. Splint permanen

yang digunakan adalah protesa seperti gtsl, gtc, inlay, multiple crown.

E. Kelebihan fiber reinforced composite splint

Sebelum dikenalnya FRC sebagai bahan splinting, digunakan kawat

sebaga bahan splinting. Kawat difiksasi dengan resin komposit, kedua bahan

ini hanya akan mengunci dengan gaya mekanik, sehingga berpotensi

menyebabkan fraktur komposit. Karena bahan tidak berikatan secara kimia,

komposit dapat terlepas sehingga kawat terapapar dan dapat mengiritasi

jaringan lunak. Apabila splint gagal, masalah klinis yang akan muncul yaitu

traumatic oklusi, perkembangan penyakit periodontal, dan karies berulang.

Fiber reinforced composite berikatan secara kimia dengan komposit

sehingga komposit tidak akan terlepas, splint akan bertahan lama pada gigi

dengan ikatan antara komposit dan fiber dengan kekuatan yang baik.

13
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Imronah
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat,Tanggal Lahir : Semarang, 27 Juli 1966
4. Alamat : Tlogosari Kulon RT 2/ RW 11, Kecamatan
Pedurungan, Semarang
5. Kewarganegaran : Indonesia
6. Pekerjaan : PNS

B. Informasi Medis

14
1. Golongan darah :B
2. Penyakit gastrointestinal : d.t.a.k
3. Penyakit jantung : d.t.a.k
4. Penyakit diabetes : d.t.a.k
5. Haemofilia : d.t.a.k
6. Hepatitis : d.t.a.k
7. Penyakit lainnya : d.t.a.k
8. Alergi terhadap obat : Tidak ada
9. Alergi terhadap makanan : Tidak ada

C. Pemeriksaan Subjektif
1. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan kotor dan gigi depan bawahnya

goyang.

2. Anamnesa
Pasien perempuan usia 56 tahun datang dengan keluhan gigi kotor

dan gigi depan bawahnya terasa goyang. Gigi goyang sudah dirasakan

pasien sekitar 2 minggu yang lalu sebelum pemeriksaan. Pasien tidak

merasakan sakit pada gigi tersebut. Pasien baru merasakan sakit pada

gigi yang goyang saat pasien masuk angin, sakit menjalar sampai ke

kepala. Pasien mengeluhkan terkadang berdarah saat menggosok gigi.

5 tahun yang lalu pasien didiagnosa mengalami pembengkakan pada

jantungnya, pasien hanya mengonsumsi obat lima tahun yang lalu dan

sekarang tidak ada keluhan dari sakit jantungnya. Tidak ditemukan

kelainan sistemik lainnya. Dari riwayat keluarga tidak ada kelainan

sistemik apapun. Pasien menopause sejak usia 46 tahun.


D. Pemeriksaan Objektif

GENERAL

15
Jasmani : Sehat (Baik)

Rohani : Komunikatif dan kooperatif

Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah : 111/64 mm/hg Nadi : 78 x/menit

Berat badan : 54 kg Respiration rate : 18 x/menit

Temperatur : tdl Tinggi badan : 145 cm

Foto Intra oral:

16
Terdapat kegoyangan pada gigi 32 luksasi derajat 2

Foto Rontgen

DIAGNOSIS
Periodontitis kronis et causa calculus

RENCANA PERAWATAN

Kunjungan I

1. Scalling
Kunjungan II
1. Kontrol scaling, membersihkan gigi dengan brush dan pumice
2. Pencetakan rahang atas dan rahang bawah

Kunjungan III

1. Membersihkan gigi dengan brush dan pumice


2. Mengeringkan gigi dan mereposisi
3. Menentukan panjang fiber dan merendam fiber dalam resin

bonding
4. Melakukan etsa dengan asam fosfor 37% selama 30 detik
5. Membersihkan etsa dan mengeringkan dengan air syringe hingga

terbentuk frosty white


6. Mengaplikasikan bonding di 1/3 incisal gigi kemudian dilakukan

penyinaran

17
7. Aplikasi resin komposit flwoable, aplikasikan fiber dan lakukan

penyinaran
8. Tutup fiber dengan lapisan komposi flowable dan lakukan

penyinaran kembali
9. Polishing
10. Cek oklusi

Gambar 4. Pembuatan surface-retained splint menggunakan


everStick®PERIO

Kunjungan IV

Kontrol

18
BAB V

PROGNOSA

Hasil perawatan diperkirakan baik dengan alasan :


1. Keadaan umum pasien baik
2. Tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak mengkonsumsi obat yang
berpengaruh terhadap jaringan periodontal
3. Tulang alveolar masih cukup untuk mendukung gigi yang di splinting
4. Tidak memiliki kebiasaan buruk
5. Pasien kooperatif dan komunikatif

Semarang, 5 Oktober 2017

Mengetahui,

19
(drg. Ade Ismail, Sp. Perio )

20

You might also like