Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dalam pembangunan. SDM menjadi penggerak jalannya pembangunan baik sebagai pendukung, pelaku sampai dengan penikmat adanya pembangunan. Namun permasalahan beberapa negara khususnya negara berkembang dan miskin ialah SDM yang memiliki kualitas yang rendah. SDM yang berkualitas rendah dan juga keahlian dan kewirausahaan yang rendah dapat menghambat terjadinya pembangunan. Hal itu dapat menyebabkan produktivitas manusia rendah padahal SDM berkualitas sangat penting dan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. b.Minimnya Sumber Daya Modal (investasi) Modal atau dalam hal ini investasi merupakan salah satu penyokong adanya pembangunan di suatu negara. Modal atau Investasi menjadi salah satu permasalahan yang sudah pasti ada saat ingin membangun tidak terkecuali dengan Indonesia. Investasi di Indonesia masih rendah padahal modal sangat dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.Investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi tersebut, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pembangunan disuatu negara. c.Teknologi Yang Masih Rendah Waktu terus berlalu perubahan tentu saja terjadi, tidak terkecuali adanya pembaruan dalam hal teknologi. Penggunaan teknologi yang canggih menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu negara dalam bersaing dengan negara lain. Hal ini menjadi masalah baru bagi negara berkembang atau miskin yang berusaha membangun negaranya. Karena masih rendahnya teknologi yang dimiliki sehingga menjadi penghambat pembangunan. Penggunaan teknologi yang rendah menyebabkan ketidakefesien dan produktifitas yang rendah.Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi teknologi yang digunakan maka makin besar kemampuannya untuk memperbesar tingkat produksi dan mempercepat pembangunan. Jadi dapat dikatakan salah satu langkah yang perlu dilakukan untuk membangun suatu negara adalah dengan mengembangkan pemakaian teknologi yang modern atau tepat guna. e. Birokrasi Buruk Faktor peghambat ini juga berkaitan dengan minimnya modal atau investasi di suatu negara. Masalah ini lekat dengan negara – negara berkembang ataupun miskin termasuk Indonesia, yaitu birokrasi yang buruk. Indonesia sendiri masih menghadapi masalah besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang merajalela dalam pemerintahan. Birokrasi Indonesia terkenal rumit dan berbelit- belit, perijinan usaha yang panjang dan mahal. Prosedur yang panjang dan berbelit mengakibatkan ekonomi biaya tinggi yang dapat menghilangkan peluang usaha yang seharusnya dimanfaatkan, baik untuk kepentingan perusahaan, kepentingan nasional, maupun kepentingan daerah dalam rangka menciptakan lapangan kerja. Hal tersebut tentunya akan menghambat suatu pembangunan disuatu negara. f. Pemikiran Kuno dan Irasional Irasional dalam definisinya di jabarkan sebagai sesuatu yang tidak berdasarkan akal (penalaran) yg sehat atau ukuran lain di luar ukuran akal. Pemikiran kuno dan irasional menjadi masalah di beberapa negara. Pendekatan ini sering di gunakan oleh mereka yang memang tidak memiliki kecenderung dan kemampuan secara akademis dan logis, namun dalam faktanya memang terjadi. tidak mampu di cerna akal tetapi dalam kejadian benar-benar terjadi dan dapat di pahami dan dimengerti secara bathin, artinya bathin yang membenarkan. Contoh kasusnya di negara kita, Indonesia yang memiliki banyak budaya. Di beberapa daerah misalnya di daerah Kalimantan yang beberapa masyarakatnya masih percaya dengan hal – hal yang gaib. Jika disuatu daerah akan membangun seperti tol misalnya maka sebelumnya harus izin terlebih dahulu dan jika pembangunan tersebut berada di daerah yang keramat maka pembangunan tidak bisa dilakukan. Pemikiran yang kuno dan irasional tersebut akan menghambat pembangunan disuatu negara. 1. Ketimpangan Antar Daerah Di Indonesia sendiri penyebaran penduduk sebagian besar masih berkonsentrasi di pulau Jawa bahkan semua kabupaten atau kotanya terhitung sebagai wilayah berpenduduk terpadat, bukan saja di Indonesia, namun juga di dunia. Di sisi lain ada Papua yang begitu jarang penduduknya padahal luas seluruh Papua (termasuk Papua Barat) hampir meliputi seperempat wilayah darat Indonesia namun total penduduknya dikit sekali berbanding terbalik dengan pulau Jawa. Selain itu, masih banyak hal lain yang yang menambah ketimpangan pembangunan di daerah dan tentunya hal tersebut menjadi penghambat, yaitu soal kemampuan keuangan antardaerah. Salah satu contohnya yaitu adanya ketimpangan dalam hal pendapatan asli daerah yang sangat jomplang antara daerah di Jawa dengan misal daerah di Papua. Tentu hal tersebut sangat disayangkan karna tujuan pembangunan nasional bukan sekadar mengupayakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dan itu semua harus dinikmati bukan oleh segelintir masyarakat saja tetapi harus dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Adanya ketimpangan antar daerah ini dapat menjadi penghambat pembangunan di daerah, karena tidak meratanya jumlah penduduk, ketimpangan fiskal antar daerah yang dimana itu semua dapat menjadi salah satu faktor untuk medorong terjadinya pembangunan. 2. Kinerja Aparat Daerah yang Buruk Kelemahan aparat daerah dalam hal ini Pemda dan DPRD dalam menjalankan tugas pemerintahan yang mengabdi pada kepentingan rakyatnya dengan kurang baik. Menurut Bank Dunia, tantangan utama bagi pembangunan Indonesia bukan lagi bagaimana memberikan dana kepada daerah-daerah, melainkan bagaimana membuat daerah-daerah tersebut menggunakan dana yang ada dengan sebaik-baiknya. Sejak diterapkannya otonomi daerah dan digulirkan bantuan dana pada tahun 2001, transfer pusat ke semua daerah yang relatif merata, yakni adanya Dana Alokasi Umum (DAU) yang tiap tahun terus bertambah. Namun transfer dana ini pada sebagian daerah belum dapat dimaksimalkan dengan baik sehingga masih ada saja daerah yang tidak mampu dalam memberika pelayanan yang baik kepada masyarakatnya. Selain DAU, bantuan dana dari pemerintah pusat yang saat ini sedang diterapkan adalah bantuan dana tiap desa. Namun lagi – lagi karena kurang mampunya beberapa kepala desa di daerah dalam memanfaatkan itu, dana tersebut terasa percuma saja karena tidak memberi sumbangsih yang signifikan terhadap pembangunan di daerah. Hal tersebut tentu menjadi salah satu hal yang menghambat pembangunan di suatu daerah karena kinerja dari pejabat daerah yang tidak baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
3. Tindakan Korupsi Pejabat Daerah
Korupsi sudah seakan menjadi budaya dari para pegawai pemerintahan di Indonesia. Bahkan setelah diterapkannya kebijakan otonomi daerah berbagai lemabaga independen pemantau korupsi menyatakan bahwa salah satu simpul utama korupsi pada era otonomi daerah adalah otoritas daerah (Pemda dan DPRD). Adanya transfer dana dari pusat ke daerah seakan menjadi lahan baru bagi otoritas daerah untuk melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, sering sekali kita melihat berita adanya OTT pejabat daerah oleh KPK di TV salah satunya adalah OTT gubernur Jambi Zumi Zola. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah tentu akan menghambat terjadinya pembangunan karena dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk kepentingan masyarakat daerah malah di gunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. 4. Adanya mismanajemen dalam pembangunan di daerah Pertama, mismanajemen secara mendasar terjadi berupa kesalahan persepsi di kebanyakan pimpinan daerah mengenai konsep pembangunan yang seharusnya diterapkan di daerahnya. Umumnya, hal ini terjadi karena pimpinan daerah gagal untuk melakukan identifikasi masalah daerahnya. Alih-alih menganalisa dengan cermat kondisi daerahnya, kebanyakan justru mengambil model pembangunan yang tidak sesuai hanya karena terpengaruh sukses daerah lain yang tidak identik. Bila toh seorang Bupati memiliki visi-misi dalam kampanye Pilkada, biasanya hanya merupakan bahasa indah yang tidak membumi dengan kondisi realitasnya. Kedua, dalam perspektif konseptual, pemaknaan pembangunan juga sering disalahpahami hanya sebagai aktivitas pembangunan oleh Pemerintah saja. Padahal pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk mengkoordinasikan langkah-langkah secara sinergis, saling ketergantungan dan saling terkait. Sinergi dimaksud harus mencakup segala hal termasuk aspek fisik, sosial-ekonomi, moral-budaya dan aspek lingkungan lainnya sehingga program-program pembangunan yang ada dapat lebih efektif. Pembangunan juga harus dapat menciptakan peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah yang dapat dimanfaatkan oleh rakyat secara berkelanjutan Ketiga, secara lebih khusus, mismanajemen banyak terjadi dalam berbagai aspek manajemen APBD. Pimpinan Daerah sering gagal untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian APBD secara baik. Hal ini umumnya disebabkan oleh rendahnya kompetensi kepala daerah dalam bidang ekonomi dan pembangunan, minimnya komitmen sosial dan akuntabilitas publik, serta kurangnya keterampilan komunikasi politik dalam mengintegrasikan seluruh proses penganggaran. Di banyak daerah, penyusunan APBD saja membutuhkan proses yang lama dengan dominasi masalah politik, sehingga kualitasnya dalam mengarahkan pembangunan menjadi kurang optimal
HAMBATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Dalam fungsi manajemen perencanaan berada pada posisi yang pertama, dikarenakan fungsi dari perencanaan sendiri yang sangat penting. Perencanaan sendiri menurut Becker (dalam Rustiadi 2008:339), pengertian perencanaan adalah suatu cara rasional untuk mempersiapkan masa depan. Sedangkan menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Jika berbicara tentang perencanaan, di Indonesia sendiri dalam bernegara baik pusat maupun daerah tentu memiliki perencanaan sebelum menjalankan roda pemerintahan. Perencanaan menjadi bagian yang penting mengingat baik buruknya pemerintahan bisa dilihat dari perencanaan yang dibuat. Perencanaan yang baik tentu akan menghasilkan kinerja pemerintahan yang baik pula dan sebaliknya. Perencanaan dibuat untuk dijadikan pedoman dalam melakukan pekerjaan dan disini penulis akan membahas tentang hambatan perencanaan dalam pembangunan daerah. Sebelum membahas lebih jauh disini akan dibahas dulu sejarah pembangunan setelah reformasi dimulai tahun 1998 yang memberikan pengaruh pada pergeseran nilai pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down menjadi bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna dan berdayaguna. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap daerah (propinsi/kabupaten/kota) harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, juga dinyatakan bahwa rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah, yang penyusunannya dengan mengacu pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/Daerah. Jadi perencanaan pembangunan baik nasional maupun daerah menjadi suatu hal yang penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Pendekatan yang digunakan dalam perencanaan pembangunan daerah adalah dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom up dan top down process. Penyusunan ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel dan konsisten dengan rencana lain yang relevan, kepemilikan rencana (sense of ownership) juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Keterlibatan stakeholder dan legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya.
Adapun hambatan – hambatan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan
daerah yaitu:
1. Kurangnya informasi, hal tersebut bisa menghambat dalam menyusun sebuah
perencanaan karena informasi merupakan bahan utama dalam menentukan permasalahan yang akan di hadapi. 2. Adanya pengaruh politis yang terlalu besar, pengaruh politis sebenarnya sangat baik jika tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak mementingkan kepentingan pribadi, tapi apabila pengaruh politis tersebut terlalu besar tentu pertimbangan- pertimbangan teknis diabaikan dan lebih berpihak kepada kepentingan pribadi. 3. Berbanding terbalik dengan poin 2 kurangnya dukungan politik yang diperlukan apalagi yang diakibatkan oleh ketidakstabilan politik yang membias kepada pelaksanaan rencana yang berkelanjutan. Pemerintahan yang silih berganti mengakibatkan adanya pergantian rencana. Rencana harus mempunyai cukup dukungan politik dan waktu yang cukup untuk pematangannya sehingga dapat melibatkan pemerintah dan masyrakat dalam pelaksanaanya. 4. Tidak adanya keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan, hal ini tentu sangat perlu diperhatikan Karena perencanaan boleh saja baik, tapi pelaksanaannya belum tentu sesuai dengan yang direncanakan. 5. Kurangnya hubungan antara penyusun rencana dan para penyusunnya dengan pelaksanaan rencana dan para pelaksananya yang menyebabkan kurang dapat dilaksanakan secara teknis.Satu aspek dari hubungan ini adalah kelemahan hubungan perencana dan kebijakan anggaran. Namun demikinan sebenarnya kelemahan ini adalah kelamahan dalam pembentukan organisasi dan administrasi perencanaan sebagai suatu proses yang melibatkan banyak badan atau lembaga pemerintahan terutama keterpaduan kebijakan dan program pembangunan. 6. Aparat pelaksana kurang siap, didalam sebuah perencanaan tentu memerlukan ahli- ahli di bidang tersebut, jika para pelaksananya tidak siap ataupun kurang kompeten tentu bisa menghambat suatu proses perencanaan pembangunan suatu daerah. 7. Munculnya keraguan dalam bidang pilihan-pilihan berbagai alternatif yang merupakan trade off (mengutungkan bagi yang satu merugikan untuk yang lain ). Sebagai contoh usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat melalui alokasi teknologi yang maju dengan usaha realisasi mengatasi penggangguran terutama membuka kesempatan kerja. 8. Kurangnya dukungan dari masyarakat, tidak adanya kesempatan yang diberikan untuk berpartisipasi menyebabkan masyarakat tidak peduli akan kegiatan pembangunan yang telah direncanakan. 9. Kurangnya data-data yang riil, informasi dan survai untuk mendasari suatu perncanaan yang pada dasarnya ini merupakan kebutuhan dasar untuk menyusun proyeksi pembangunan. 10. Kekeliruan dalam mengikuti paradigm, suatu paradigma menentukan bagaimana falsafah atau konsep suatu perencanaan, jika paradigmanya salah maka tentu saja sebuah perencanaan akan tidak efektif karena tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan serta tidak bisa mengatasi masalah yang mendasar di suatu daerah. 11. Kurang penguasaan terhadap teknik-teknik perencanaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya tenaga miliki pengetahuan specialis di bidang perencanaan. Misalnya kebutuhan tenaga yang miliki kemampuan perencanaan konmprehensif karena keterkaiatan lintas sektoral dan perencanaan sektoral. 12. Kurangnya perhatian yang diarahkan bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang saling berhubungan erat antara perencanaan dengan orientasi pelaksanaannya seperti keterjaminan terlaksananya dan pengendalian.
Hambatan dan kendala perencanaan pembangunan daerah perlu mendapat
perhatian serius untuk memaksimalkan alokasi perencanaan daerah sebab kalau dibiarkan akan terjadi ego sektoral, terjadinya ketidakrelevan perkembangan dan pertumbuhan pembangunan, lambannya pertumbuhan suatu daerah oleh ketimpangan ekonomi dan pembangunan akibat persaingan antar daerah dan tidak terbuikanya peluang kerja atau usaha. Dalam situasi seperti ini dibutuhkan usaha maksimal untuk memposisikan sumber daya sesuai kapasitas dan volume kebutuhan guna melawan hambatan atau kendala dalam pembangunan. Memberikan pegangan yang kokoh terhadap kelanjutan pembangunan yang telah ada (cetak biru pembangunan daerah) dan konsisten terhadap pencapaian Visi daerah. Partai politik pada daerah perlu tingkatkan fungsinya melalui perwakilan parpol sebagai penggiring, melengkapi dan bukan pesaing kelemahan yang ada melalui jalinan komunikasi. Selain itu, Perlu penguatan lembaga perencanaan sebagai penentu capaian pembangunan melalui tenaga yang terseleksi dari berbagai bidang pembangunan dan tenaga perencana teknis untuk aplikasi. Suatu kebutuhan pada daerah adalah penguatan Litbang dengan dukungan sumberdaya yang memadai sehingga tiap sektor dapat dibaca,diarahkan, disempurnakan dan dikembangkan. Dan sekaligus mengambil langkah mengatasi trade off. Dengan situasi ini semua bidang akan berjalan sesuai rencana sesuai kemapuan daerah. Walaupun ada kendala antar kawasan terhehadap kepemilikan sumberdaya pembangunan yang berbeda maka perlu dijaga keterkaitan antar kawasan melalui menimalisir ketimpangan pembangunan antar daerah. Kemampuan masyarakat dalam mendeteksi dan mengidentifikasi kebutuhan pembangunan masih kurang, perlu diarahkan yang melekat pada rencana induk pembangunan daerag yang pada intinya menciptakan ruang/ anglomerasi pergerakan pembangunan Adanya ego sektoral yang seharusnya tidak terjadi dapat dikembalikan melalui kelekatan rencana dengan garis tujuan pembangunan.dan penempatan suberdaya sesuai bidang. Bagi pengambil kebijakan perlu dukungan penempatan sumberdaya yang tepat guna dan sasaran agar aplikasi teknis perencanaan berjalan baik. Pembangunan daerah akan tumbuh dan tentu semua pihak saling mengambil posisi kearah itu. Sumber daya sebagai energi menuju kemajuan perlu dioptimalkan fungsinya. Permasalahan ekonomi masyarakat merupakan titik penentu pertumbuhan daerah. Kalau upaya pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan waktu untuk tumbuh dan kembangnya pembangunan maka pembangunan daerah kurang dapat respon dari pelaku ekonomi pihak swasta yang hal ini merupakan pendukung bergeraknya peningkatan income perkapita dan sekaligus menstimulasi kegiatan perekonomian secara umum. Permasalahan umum pembangunan daerah yaitu pertumbuhan angkatan kerja tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia. Satu hal yang tidak bisa dielakkan bahwa penerapan teknologi justru mengarah pada ruang penggangguran semakin terbuka lebar. Hal ini menimbulkan terganggunya stabilitas sosial,ekonomi dan budaya. Perencanaan awal yang baik akan hasilkan hasil akhir yang baik. Dalam hal ini pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang suatu daerah perlu konsistensi terhadap arah atas dasar dokumen perencanaan pembangunan daerah supaya seluruh sumber daya bisa dioptimalkan sebagai sumber energi pembangunan itu sendiri.