Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ileus
2.1.1 Anatomi
a. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang
berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan
jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum
merupakan bagian terminal/muara dari system apparatus biliaris dari hepar
maupun dari pancreas. Selain itu duodenum juga merupakan batas akhir dari
saluran cerna atas. Dimana saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna
atas dan bawah oleh adanya ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni)
yang terletak pada flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara
duodenum dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan
kecil yg disebut dengan plica sircularis. Duodenum terletak di cavum
abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum memiliki
penggantung yg disebut dengan mesoduodenum. Duodenum terdiri atas
beberapa bagian yaitu:
a) Duodenum pars Superior
b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens5
2
yang memiliki proyeksi ke dinding posterior abdomen dan disebut dengan
radix mesenterii. Pada bagian akhir dari ileum akan terdapat sebuah katup
yang disebut dengan valvulla ileocaecal (valvulla bauhini) yang merupakan
suatu batas yang memisahkan antara intestinum tenue dengan intestinum
crassum. Selain itu, juga berfungsi untuk mencegah terjadinya refluks fekalit
maupun flora normal dalam intestinum crassum kembali ke intestinum tenue,
dan juga untuk mengatur pengeluaran zat sisa penyerapan nutrisi. Berikut
adalah perbedaan antara jejunum dan ileum 5
Tabel 1. Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum
Teragregasi/berkumpul
Limfosit Tersebar rata/soliter ( plaque peyer )
Usus besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus halus.
Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm. Semakin
mendekati anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi sekum,
kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang
3
melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama
dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum6.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan
sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dextra. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan
berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum5.
2.1.2 Fisiologi
Pada duodenum pars superior secara histologis terdapat adanya sel
liberkeuhn yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi
untuk menaikkan pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga
permukaan duodenum tidak teriritasi dengan adanya chymus yang asam tadi.
Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara
enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Duodenum merupakan muara dari
ductus pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme maltase, lactase
dan sukrase. Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk memecah 1 gugus
gula maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan lactase akan merubah 1
gugus gula laktosa menjadi 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa. Sementara
itu, enzyme sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan
1 gugus glukosa6.
Sementara itu,di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara
enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya
getah empedu yang dialirkan melalui ductus choledocus dari vesica fellea dan
hepar. Setelah itu, emulsi lemak tersebut akan diubah oleh enzyme lipase pancreas
menjadi asam lemak dan 2 diasilgliserol. Dilihat secara histologik, jejunum dan
ileum memiliki vili vhorialis. Dimana vili chorialis ini berfungsi utk menyerap
zat2 gizi hasil akhir dr proses pencernaan spt glukosa, fruktosa, galaktosa,
peptide, asam lemak dan 2 asilgliserol6.
4
Gambar 4.Traktus Digestifus
2.1.3 Definisi
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan
menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan,
sehingga pada daerah proksimal tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus.2
Obstruksi usus juga disebut obstruksi mekanik misalnya oleh strangulasi,
invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada obstruksi harus dibedakan
lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah
obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada
pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang disebabkan
oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi
gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh
cacing askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.2
2.1.4 Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat, dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal
dan diagnosis yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat
menyebabkan kematian pada 100% pasien.
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan
intervensi pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan
penyakit yang mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi
kolon sering terjadi pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan
penyakit lainnya pada populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa
disebabkan karena adanya kelainan anatomi seperti anus imperforata yang secara
sekunder dapat menyebabkan mekonium ileus.
2.1.5 Etiologi
5
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari
dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal
biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien
yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi
yang ditemukan saat dilakukan operasi.
6
dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi
lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan
karsinoma kolorektal.
2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu
empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Berdasarkan Lokasi Obstruksi di bagi menjadi 2 :
a. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileum terminal).
b. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampai rectum).
2.1.7 Patofisiologi
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akibat gangguan pasase tersebut
terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian
proximal tempat penyumbatan. Hal ini menyebabkan pelebaran dinding usus
(distensi) di bagian proximal dari sumbatan. Sumbatan usus dan distensi usus
menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan
demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi
7
usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh usus
di bagian proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang
meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi
gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan
muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh
karena dinding usus kehilangan daya kontraksinya.3
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh
sirkulasi darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar
sehingga akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan
kekurangan elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal7.
Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh
darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah
ke peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien
sebagai akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen.
Usus yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan
kosong8.
Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak
tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat
munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah
(obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai,
dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu
untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda
khas dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari
kekurangan cairan. Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda adanya
strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada umumnya keras, dan frekuensinya
meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika
abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan
ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi7.
8
5. Gangguan keseimbangan elektrolit
6. Perut gembung
7. Kelebihan cairan usus
8. Kelebihan gas dalam usus
Gambaran klinik serangan kolik meliputi :
1. Nyeri perut berkala
2. Distensi berat
3. Mual / muntah
4. Gelisah / menggeliat
5. Bunyi usus nada tinggi
6. Halangan pasase
7. Obstipasi
8. Tidak ada flatus
Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi nekrosis atau gangguan
dinding usus yang menyebabkan timbulnya perdarahan pada dinding usus.
Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis, toxinemia, bahkan shock.3
2.1.9 Diagnosis
Obstruksi usus halus sering menimbulkan nyeri kolik dengan muntah
hebat. Juga didapatkan distensi perut dan bising usus meningkat. Pada anamnesis
intususepsi, didapatkan bayi tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan,
sedangkan diantara serangan biasanya anak tidur tenang karena sudah lelah.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu kolik, biasanya keluar
lendir campur darah (red currant jelly) per anum, yang berasal dari intususeptum
yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak
biasanya muntah sewaktu serangan dan pada pemeriksaan perut dapat diraba
massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis. Bila invaginasi
disertai strangulasi, harus diingat kemungkinan terjadinya peritonitis setelah
perforasi. Pada volvulus didapatkan nyeri yang bermula akut, tidak berlangsung
lama, menetap, disertai muntah hebat. Biasanya penderita jatuh dalam keadaan
syok.3
Ileus obstruksi usus besar agak sering menyebabkan serangan kolik yang
intensitasnya sedang. Muntah tidak menonjol, tetapi distensi tampak jelas.
Penderita tidak dapat melakukan defekasi atau flatus. Bila penyebabnya adalah
volvulus sigmoid maka perut dapat besar sekali.3
Strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia,
pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness, nyeri lokal,
hilangnya suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti adanya strangulasi
hanya dengan laparotomi.4
Pemeriksaan fisik
9
1. Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung.
Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis.
Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
2. Perkusi Hipertimpani
3. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase
lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
4. Palpasi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen, Palpasi bertujuan mencari
adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal. Bila ditemukan nyeri tekan lokal atau general pada
pemeriksaan palpasi dinding abdomen maka pikirkan adanya peritonitis.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus
sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps
terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat
ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor
pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai
ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan
perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat
ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita
juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada
sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab
ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara
obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan
strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat
operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen
lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat
membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang
teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat
adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
10
Pada foto polos pasien dengan obstruksi yang komplit akan tampak
terjadi dilatasi dari usus bagian proksimal sampai ke tempat obstruksi dalam
3–5 jam Usus yang diameternya lebih dari 3 cm sering dikaitkan dengan
obstruksi. Usus bagian proksimal yang terdistensi oleh gas dan cairan, akan
tampak berdilatasi oleh timbunan udara intraluminer. Sebaliknya, pada usus
bagian distal dari obstruksi tidak tampak bayangan gas, atau bila sumbatannya
terjadi belum lama maka tampak bayangan gas yang sangat sedikit di bagian
distal obstruksi. Pada daerah rektum tidak tampak bayangan gas atau udara.3
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang
banyak dibeberapa tempat (multiple fluid levels) yang tampak terdistribusi
dalam susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah
distal dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang
berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop
sedikit berarti obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah
loop lebih banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal
letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan tinggi
yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance.1,4
Jarak valvula conniventes satu sama lain yang normal adalah 1–4 mm.
Jarak ini akan melebar pada keadaan distensi usus halus. Akibat distensi usus
halus, maka valvula conniventes agak teregang dan bersama-sama dengan
valvula conniventes dari loop yang bertetangga, akan tampak di foto sebagai
gambaran sirip ikan yang disebut herringbone appearance.4
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan
dilatasi proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari
kolon bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih
banyak berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian proksimal mungkin
berdilatasi, mungkin juga tidak.3
11
Rasa nyeri abdomen yang hebat, bersifat menetap, makin lama makin
hebat, pada pemeriksaan abdomen didapatkan ascites, terdapatnya abdominal
tenderness, adanya tanda-tanda yang bersifat umum, demam, dehidrasi berat,
takikardia, hipotensi atau shock.3
Namun dari semua gejala klinik di atas, kita mempunyai pedoman
Essential of Diagnosis yaitu: 4
1. Complete Proximal Obstruction:
Vomiting
Abdominal discomfort
Abnormal oral contrast x-rays
2. Complete Mid or Distal Obstruction:
Nyeri kolik abdomen, Vomiting
Abdominal distention
Constipation-obstipation, Peristaltic rushes
Usus yang berdilatasi pada pemeriksaan rontgen.
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen
tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen
untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa
gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara
dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus
yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus
halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada
udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau
distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung
12
tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap
merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus
halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.
13
pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun
dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto
polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat
membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan
akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi
dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang
sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa
obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun,
penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.
14
dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk
evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi
dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang
rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus
parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.
15
Gambar 14. Kehamilan dengan ileus obstruktif
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan
ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang
distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang
distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan
mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan
mencapai 100%.
16
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium
in loop) untuk mencari penyebabnya.Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
2.1.11 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.3
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosis
obstruksi usus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang
baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita
meliputi 3:
1. Dekompressi usus dengan suction, menggunakan NGT yang dimasukkan
dalam perut atau usus. Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain
yang juga penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube.
Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi
resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan
terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi
secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan
gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60-85% pada obstruksi
parsial.
2. Pemasangan kateter untuk mengukur urine output
17
3. Koreksi elektrolit dan keseimbangan asam basa
4. Atasi dehidrasi
5. Mengatur peristaltik usus yang efisien berlangsung selama 4 sampai 24 jam
sampai saatnya penderita siap untuk operasi.
Operatif
Tindakan operatif untuk membebaskan obstruksi dibutuhkan bila dekompresi
dengan NGT tidak memberikan perbaikan atau diduga adanya kematian jaringan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus 3:
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
2.1.12 Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.
2.1.13 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat.3
18
BAB III
KESIMPULAN
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatanmekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan
isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada
daerah proksimal tersebut akan terjadi distensiatau dilatasi usus.Adhesi, hernia, dan
tumor mencakup 90% etiologi kasus obstruksi mekanik usus halus. Adhesidan hernia
jarang menyebabkan obstruksi pada colon. Penyebab tersering obstruksi pada
colonadalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.
Adhesi dapat timbul karena operasi yang sebelumnya, atau peritonitis
setempat atau umum. Pitaadhesi timbul diantara lipatan usus dan luka dan situs
operasi. Adhesi ini dapat meyebabkanobstruksi usus halus dengan menyebabkan
angulasi akut dan kinking, seringnya adhesi ini timbul beberapa tahun setelah operasi.
19
Hal ini dikarenakan teknik operasi yang salah atau terlalu banyak trauma pada usus
sewaktu operasi sehingga usus rusak dan terbentuk jaringan parut yang
dapatmengalami penyempitan.Bahkan teknik pembedahan yang baik pun tidak dapat
selalu mencegah pembentukan adhesi.
Jadi, sebagai metode tambahan, banyak ahli bedah telah menggunakan
adhesion barriers sebagai pencegahan terjadinya adhesi pada bedah abdomen dan
pelvis.
BAB III
ANALISA KASUS
Nama Ny P
Umur 45 Tahun
Agama Islam
No rekam medic -
20
ANAMNESIS
• Keluhan utama : Nyeri Perut di seluruh lapangan perut sejak 5 hari yang lalu
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Komposmentis
Berat badan : 40 kg
21
Indeks Massa Tubuh : Kurang
Pemeriksaan kelenjar tiroid : Pembesaran kelenjar tiroid (-), nyeri tekan (-)
II. D. Pemeriksaan Thoraks
a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Kuat angkat, ictus cordis teraba di ICS VI
linea midclavikula sinistra.
Perkusi :
Kanan atas jantung : ICS III linea sternalis dextra
Kanan bawah jantung : ICS IV linea parasternal dextra
Kiri atas jantung : ICS III linea midsternalis sinistra
Kiri bawah jantung : ICS VI linea aksilaris anterior
Sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
b. Paru
Inspeksi : Tampak simetris kanan dan kiri, scar (-/-),
retraksi dinding dada (-/-).
Perkusi : Hipersonor di kedua lapang paru.
Palpasi : Ditemukan peregarakan fremitus taktil simetris
di kedua lapang paru dan nyeri tekan (-/-)
Auskultasi : Suara Nafas Versikuler +/+
II. E. Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi :
Distensi +, Meteorismus +, Darm Contour -, darm steifung -, warna
sama dengan warna sekitarnya
Auskultasi :
Bising usus (+)
Perkusi :
Hipertimpani
Palpasi :
22
distensi +, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan ginjal : Tidak dilakukan
Pemeriksaaan hepar : Tidak dilakukan
Pemeriksaan lien : Tidak dilakukan
II. F. Pemeriksaan Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
A. LABORATORIUM
Darah Lengkap :
Hemoglobin : 10, 6 gr %
Eritrosit : 3.8 106/mm3
Leukosit : 9.2 103/mm3
Hematokrit : 31.2 %
Trombosit : 230 103/mm3
Fungsi Hati :
SGOT : 27 U/L
SGPT : 12 U/L
Fungsi Ginjal :
Creatinin : 0,6 mg/dl
Ureum : 46 mg/dl
Diabetes :
Glukosa darah Sewaktu : 65 mg/dl
B. RADIOLOGI
23
DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG)
a. Ileus Obstruktif
RENCANA
Tindakan Terapi:
- IVFD D5 20 tetes permenit
- Injeksi Ceftriaxon 1 g/ 12 jam / IV
- Injeksi Ketorolac 30 mg /12 jam / IV
- Pemasangan Kateter
- Pemasangan NGT
Follow up
Tanggal S O A P
pemeriksaan
12-02-2019 - Nyeri perut + TD: Ileus • IVFD D5 % 20 tpm
08.00 wib - Demam (-) 100/60mmHg Obstruktif • Injeksi Ceftriaxon 1 g/
- Muntah (-) N: 97x/min 12 jam / IV
- BAK (+) R: 28x/min • Injeksi Ketorolac 30
- BAB (-) T: 36,5°C mg /12 jam / IV
- Distensi + • Injeksi Ranitidin 50mg/
- BU - 12 jam /IV
• Bisacodyl Supp 2
• Aminofluid 1x/hari
13-02-2019 - Nyeri perut +↓ TD: Ileus • IVFD D5 % 20 tpm
24
08.00 wib - Demam (-) 110/70mmHg Obstruktif • Injeksi Ceftriaxon 1 g/
- Muntah (-) N: 88x/min 12 jam / IV
- BAK (+) R: 24x/min • Injeksi Ketorolac 30
- BAB (+)(cair, T: 36,8°C mg /12 jam / IV
berwarna putih, - Distensi ↓ • Injeksi Ranitidin 50mg/
seperti susu ) - BU + 12 jam /IV
• Aminofluid 1x/hari
• NGT Lepas
14-02-2019 - Nyeri perut + TD: Ileus • IVFD D5 % 20 tpm
08.00 wib - Kembung + 110/80mmHg Obstruktif • Injeksi Ceftriaxon 1 g/
- Demam (-) N: 96x/min 12 jam / IV
- Muntah (-) R: 22x/min • Injeksi Ketorolac 30
- BAK (+) T: 37,1°C mg /12 jam / IV
- BAB (+)(cair, - Distensi ↓ • Injeksi Ranitidin 50mg/
berwarna putih, - BU + 12 jam /IV
seperti susu )
• Aminofluid 1x/hari
( STOP )
15-02-2019 - Nyeri perut + TD: Susp. • IVFD RL
08.00 wib - Kembung + 110/70mmHg Peritonitis • Injeksi Ceftriaxon 1 g/
- Demam (+) N: 98x/min 12 jam / IV
- Muntah (-) R: 24x/min • Injeksi Ketorolac 30
- BAK (+) T: 38,2°C mg /12 jam / IV
- BAB (+↓)(cair, - Distensi • Injeksi Ranitidin 50mg/
berwarna putih, - Nyeri Tekan 12 jam /IV
seperti susu ) + • Pemasangan NGT
- Nyeri tekan
Lepas +
DAFTAR PUSTAKA
25
2. Beauchamp, Evers, Mattox, Sabiston, Textbook of Surgery, 16th edition,
W.B.Saunders, Philadelphia, 2001, hal 887-888
3. Brunicardi, F.C., et all, Schwartz’s Principles of Surgery, volume II, 9th edition,
McGraw-Hill, New York, 2011, hal 1031-1032
4. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2014 Sept 17 [cited 2019 Febuary
16];[6 screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com.
5. Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Sherwood, Lauralee., 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi III.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
8. Sjamsuhidajat dan jong D. 2017. Gawat Abdomen Obstruksi Usus. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2017 ; 239
26