You are on page 1of 10

Jurnal Penyakit Bersumber Binatang, Vol. 2, No.

1, September 2014 : 57 - 66

ANTIBODI POLIKLONAL ANTI EKSKRETORI SEKRETORI


(ES) Schistosoma japonicum PADA KAMBING (Capra aegagrus)
BAHAN DETEKSI DINI PENDERITA SCHISTOSOMIASIS

Policlonal Antibody From Goat (Capra Aegagrus) Versus


Schistosoma Japonicum Excretory Secretory As Early Detection
Of Patients With Schistosomiasis Material
Samarang,1Intan Tolistiawaty,1 Malonda Maksud1
1
Balai Litbang P2B2 Donggala
Jl. Masitudju No. 58 Desa Labuan Panimba, Kec. Labuan, Kab. Donggala
Email: samarangp@gmail.com

Abstract. Schistosomiasis in Indonesiais still apublic health problem with a prevalence


ofover 1%, and to detect fo patients using conventional methods. Supporting the detection
of patients with polyclonal antibody production research of anti ESSchistosom
japonicumin goats was conducted in June to Octoberof 2012. This study generally aims
to produce polyclonal antibodies antiES S.japonicumas an ingredient in the detection of
patients with schistosomiasis by ELISA. The method used to detect the presence of anti-
ES polyclonal antibodies of S.japonicumin goats is a test order using Gel Precipitation
Test (AGPT) and to measure the concentration using the Bradfordtest. The resultsof this
analysis are the polyclonal antibody anti-ES S.japonicumformedat week 12post-injection,
with a concentration of0,931mg/ml. The conclusion of this study is the time required in
the formation of antibodies in response to antigens that are injected in goats for 12
weeks. The concentration of anti-ES polyclonal antibody generated S.japonicum is
sufficient as an ingredient in ELISA testing and can recognize an antigen that stimulates
the formation of antibodies that can be used in a diagnostic test worm infection caused by
S.japonicum.

Keywords : Polyclonal antibodies, Schistosomiasis, Schistosoma japonicum

Abstrak. Di Indonesia Schistosomiasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat


dengan prevalensi diatas 1%, dan untuk mendeteksi penderita menggunakan metode
konvensional.Mendukung kegiatan deteksi penderita dilakukan penelitian produksi
antibodi poliklonal anti ES S. japonicum pada kambing pada bulan Juni - Oktober 2012.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memproduksi antibodi poliklonal anti ES S.
japonicum sebagai bahan dalam pendeteksian penderita schistosomiasis melalui uji
ELISA.Metode yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi poliklonal anti ES
S. japonicum pada kambing adalah menggunakan uji Agar Gel Precipitation Test (AGPT)
dan untuk mengukur konsentrasi menggunakan uji Bradford. Hasil dari penelitian ini
yaitu antibodi poliklonal anti ES S. japonicum terbentuk pada minggu ke 12 pasca injeksi,
dengan konsentrasi 0.931 mg/mL. Kesimpulan dari penelitian ini adalah waktu yang
dibutuhkan dalam pembentukan antibodi untuk merespon antigen yang diinjeksi pada
kambing yaitu selama 12 minggu. Konsentrasi antibodi poliklonal anti ES S. japonicum
yang dihasilkan adalah cukup sebagai bahan dalam pengujian ELISA dan dapat

57
Antibodi Poliklonal Anti Ekskretori Sekretori…(Samarang., dkk)

mengenali antigen yang merangsang pembentukkan antibodi tersebut sehingga dapat


digunakan dalam uji diagnostik kecacingan yang disebabkan oleh S. japonicum.
Kata kunci : antibodi poliklonal, schistosomiasis, schistosoma japonicum.
Naskah masuk : 22 Juli 2014|Revisi: 1 Agustus 2014|Layak terbit: 18 Agustus 2014

PENDAHULUAN 2,85 %3. Pada tahun 2012 dilaporkan


prevalensi penyakit schistosomiasis

S
chistosomiasis adalah penyakit
pada manusia sebanyak 0,76 % di
zoonotik yang disebabkan oleh
Dataran Tinggi Lindu dan 1,44 % di
sejenis parasit cacing dari kelas
Napu6. Manusia yang terinfeksi S.
trematoda famili Schistosomatidae yang
japonicum akan memperlihatkan gejala
memiliki habitat pada pembuluh darah
umum seperti disentri, penurunan berat
di sekitar usus atau kandung kemih
badan, kurang nafsu makan, kurus yang
dengan penyebaran sangat luas di
berlebihan, dan lambatnya
daerah tropis maupun subtropis.1 Di
pertumbuhan badan bila penderita
Indonesia Schistosomiasis yang
masih tergolong anak-anak. Sedangkan
disebabkan oleh Schistosoma japonicum
pada penderita yang sudah kronis, akan
(S. japonicum) menginfkesi manusia
mengakibatkan pembengkakan hati
juga hewan mamalia lainnya dengan
yang akan berujung pada kematian.7
perantara keong Oncomelania hupensis
linduensis. Cacing jenis ini, hanya Program pengendalian yang
ditemukan endemik di tiga daerah di dilakukan hingga saat ini belum dapat
Sulawesi Tengah yaitu di Dataran menekan angka kejadian penyakit,
Tinggi Lembah Lindu, Napu, dan karena adanya reinfeksi dari berbagai
Bada.2 Dimana schistosomiasis pada reservoar termasuk hewan liar
manusia dan hewan masih merupakan diantaranya tikus, ternak masyarakat
masalah kesehatan, dengan prevalensi bahkan masyarakat sendiri sebagai
masih diatas 1%, dan untuk mendeteksi pembawa, sehingga schistosomiasis
penderita masih menggunakan metode sulit untuk dikendalikan.8 Deteksi dini
konvensional.3,4. Dilaporkan ada 13 pada masa pre paten untuk penderita
mamalia yang dapat terinfeksi oleh S. schistosomiasis di Sulawesi Tengah
japonicum antara lain sapi (Bos hingga kini belum dilakukan, sehingga
sundaicus), kerbau (Bubalus bubalis), penderita hanya dapat terdeteksi bila
kuda (Equus cabalus), anjing (Canis cacing dalam tubuh penderita telah
familiaris), babi (Sus sp), musang berproduksi (bertelur) melalui
(Vivera tangalunga), rusa (Carvus pemeriksaan tinja secara konvensional.3
timorensis), dan berbagai jenis tikus Deteksi dini infeksi cacing sebelum
(Rattus exulans, R. marmosurus, R menimbulkan perubahan patofisiologis
norvegicus, R palalla).5 Pada tahun dalam tubuh inang dapat dilakukan
2003 dilaporkan angka prevalensi dengan teknik imunologis dan
Schistosomiasis pada hewan yaitu molekuler yang menawarkan alternatif
anjing 6,0 %, babi 0,61%, dan tikus baru dalam diagnosa dini terhadap

58
Jurnal Penyakit Bersumber Binatang, Vol. 2, No. 1, September 2014 : 57 - 66

berbagai patogen.9 Deteksi dengan dilakukan dengan harapan dapat


teknik imunologis yang didasarkan pada dimanfaatkan untuk kegiatan diagnosis
penggunaan antibodi dengan target penderita schistosomiasis secara dini.
antigen parasit yang dicari merupakan Penelitian ini secara umum bertujuan
metode sensitive dan spesifik.9 Antibodi untuk memproduksi antibodi poliklonal
dapat berupa monoklonal antibodi atau anti ES S. japonicum sebagai bahan
poliklonal antibodi yang diproduksi dalam pendeteksian penderita
dengan memanfaatkan protein schistosomiasis melalui uji ELISA.
Ekskretori/Sekretori (ES) yang Secara khusus mengidentifikasi waktu
merupakan hasil metabolisme cacing yang dibutuhkan terbentuknya antibodi
parasit yang diinfeksi kedalam tubuh dan mengidentifikasi konsentrasi
hewan coba.10 Produksi antibodi anti antibodi poliklonal anti ES S. japonicum
ES S. japonicum yang terbentuk yang dihasilkan.
diharapkan memiliki kemampuan untuk
mendeteksi circulating antigen
penderita schistosomiasis. METODE

Produksi antibodi poliklonal Penelitian dilakukan di Balai Litbang


anti ES S. japonicum pada kambing P2B2 Donggala, Kecamatan Labuan,
(Capra aegagrus), dilakukan dengan Kabupaten Donggala, selama 4 bulan
menginjeksi antigen ES S. japonicum dari Juni – Oktober 2012. Antibodi
secara intra-vena dan sub-cutan dengan poliklonal dihasilkan dengan
bantuan freud adjuvant complete dan menginjeksi antigen ES S. japonicum
incomplete. Benda asing atau antigen pada kambing. Data yang dihasilkan
yang masuk ke dalam tubuh inang akan diolah secara kualitatif dan kuantitatif
memicu sistem imunitas atau terjadi menggunakan persamaan linear.
respon imun dari sel pembentuk imun Persiapan Hewan Coba
(antibody forming cells), kemudian
Hewan coba yang digunakan
diikuti dengan pembentukan antibodi.11
pada penelitian ini yaitu dua ekor
Penggunaan ekskretori/sekretori cacing
kambing jantan, satu ekor sebagai
ditujukan untuk merangsang mekanisme
control dan satu ekor sebagai perlakuan
imunitas penyakit parasit.12 Hewan yang
keduanya berumur 1 tahun. Kambing
diimunisasi pertama kali akan memicu
perlakuan digunakan untuk
respon imun primer yaitu dengan
memproduksi poliklonal antibodi, yaitu
membentuk immunoglobulin M (IgM)
memperoleh immunoglobulin g (IgG)
dengan kadar tinggi lalu diikuti dengan
dari serum. Kedua ekor kambing
IgG yang rendah, dan imunisasi
dipelihara dalam kandang yang tidak
berikutnya (booster) akan terjadi respon
kontak dengan tanah. Sebulan sebelum
imun sekunder dimana IgM kadarnya
perlakuan kambing dirawat dengan
akan turun digantikan dengan
13 pemberian obat cacing, obat scabies
meningkatnya kadar IgG . Produksi
serta vitamin B Compleks agar kambing
antibodi poliklonal anti ES S. japonicum
terbebas dari penyakit cacing dan kulit
pada kambing (Capra aegagrus)

59
Antibodi Poliklonal Anti Ekskretori Sekretori…(Samarang., dkk)

selama penelitian. Sebelum perlakuan incomplete (1:1) secara SC dengan


dilakukan pemeriksaan feses pada interval tiga minggu. Pemeriksaan
kambing untuk memastikan kambing AGPT diulang kembali untuk
terbebas dari penyakit kecacingan. pemeriksaan antibodi. Antibodi yang
Pakan yang diberikan pada kambing telah terbentuk selanjutnya dimurnikan
yaitu berupa rumput hijau yang telah dengan menggunakan purification
®
dilayukan terlebih dahulu, tujuannya antibodi kit (Montage ). Konsentrasi
agar metasercaria yang ada pada rumput antibodi diukur dengan menggunakan
tersebut dapat dihindari. metode Bradford.15
Produksi Antibodi Poliklonal Teknik Agar Gel Precipitation Test
(AGPT)14
Kambing perlakuan diimunisasi
pada bulan Juli 2012, dengan Agar Gel Precipitation Test
menggunakan antigen ES S. japonicum (AGPT) merupakan uji presipitasi
yang telah dimurnikan dengan dosis 150 antigen yang terlarut. Bahan untuk
g/ekor, sebelum penyuntikan kambing AGPT terdiri atas Phosphate Buffer
dipelihara dikandang dan diberi obat Saline (PBS) dengan pH 7.4, aquabides,
cacing agar bebas dari penyakit cacing agarose 1%, dan Na citrate 0.001%.
dan selalu dijaga agar tidak terkena Campuran tersebut dipanaskan dalam
infeksi penyakit lain. Penyuntikan microwave atau dengan penangas air
pertama dengan menggunakan antigen sampai agar larut dan mendidih.
ES tanpa ditambahkan adjuvant dengan Sebanyak 4 ml larutan agar dituang di
rute intra- vena (I.V). Rute penyuntikan atas gelas objek hingga seluruh
kedua yaitu di bawah kulit (S.C) permukaan gelas objek tertutup dengan
menggunakan antigen ES tambah agar dan dibiarkan hingga mengeras.
adjuvant komplit perbandingan 1:1. Agar yang telah mengeras, dilubangi
Setelah selang dua minggu dilakukan menggunakan puncher agar. Lubang
penyuntikan ketiga dengan pemberian pada bagian tengah diisi dengan antigen
antigen ES ditambahkan adjuvant yang telah disonikasi dan enam lubang
inkomplit masing-masing perbandingan di sekelilingnya diisi dengan serum
1:1. Pada minggu ketiga darah diambil antibodi yang akan diuji. Agar disimpan
melalui vena untuk pemeriksaan secara di dalam wadah tertutup yang telah
kualitatif dengan metode AgarGel dialasi dengan kertas atau tissue basah
Precipitation Test (AGPT).14 untuk menjaga kelembaban dan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk didiamkan selama 24 hingga 48 jam
membuktikan antibodi anti ES S. pada suhu ruang. Setelah 24 hingga 48
japonicum telah terbentuk dalam tubuh jam pengamatan dilakukan untuk
kambing. Selanjutnya bila pada mengetahui keberhasilan uji AGPT ini
perlakuan pertama antibodi belum dengan melihat ada-tidaknya garis
terbentuk, maka dilakukan 2 kali presipitasi yang terbentuk. Garis
penyuntikan booster antigen yang presipitasi terbentuk dalam media agar
diemulsikan dalam Frued Adjuvant yaitu antara lubang tengah yang berisi

60
Jurnal Penyakit Bersumber Binatang, Vol. 2, No. 1, September 2014 : 57 - 66

AgES S. japonicumdengan 6 lubang antibodi yang dilakukan berhasil


yang mengelilingi berisi serum darah terbentuk.
yang diuji. Garis presipitasi terlihat
HASIL
seperti garis putih yang merupakan
garis agregasi antara antigen dan Berdasarkan pemeriksaan
antibodi yang terkandung dalam serum AGPT, kambing yang diimunisasi
darah yang diuji. Hal ini menandakan dengan antigen ES S. japonicum
bahwa serum darah yang diuji menunjukkan adanya pembentukkan
mengandung antibodi α ES S. antibodi terhadap ES S. japonicum pada
japonicum dengan kata lain produksi minggu ke – 12 jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 1. Pembentukan Antibodi Poliklonal Pada Kambing Berdasarkan Hasil Uji


AGPT tahun 2012
Pembentukan Antibodi Dalam Minggu
Antigen
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
ES S. japonicum - - - - - - - - - - - - + + +

Tabel 1 terlihat bahwa minggu minggu berikutnya yaitu minggu ke 12


1-11 dalam pengamatan belum kembali dilakukan pengecekan
terbentuk antibodi pada kambing. Hal pembentukan antibodi dengan uji AGPT
ini dinyatakan setelah dilakukan dan menunjukkan hasil positif.
pengujian AGPT yaitu minggu ke 4 dan
Konsentrasi antibodi yang
ke 8 dan menunjukkan hasil negatif.
dihasilkan setelah dilakukan uji
Minggu1 setelah dilakukan penyuntikan
konsentrasi yaitu 0.931 mg/mL, diukur
antigen yang diemulsikan dalam Frued
menggunakan metode Bradford setelah
Adjuvant incomplete (1:1) secara SC,
dilakukan pemurnian. Pembentukan
selang 3 minggu dilakukan pemeriksaan
antibodi pada kambing perlakuan
AGPT karena hasil negatif maka
ditandai dengan adanya garis presipitasi
dilakukan pengulangan penyuntikan
pada media agar semi solid dalam uji
(booster 1) pada minggu ke 4 dan
AGPT. Pengujian kualitas dilakukan
pemeriksaan AGPT dilakukan kembali
dengan uji AGPT antara AgES dengan
setelah selang 3 minggu berikutnya
serum kambing perlakuan. Garis
yaitu minggu ke 8. Berdasarkan hasil
presipitasi yang terbentuk dari uji
pemeriksaan AGPT minggu ke 8 yang
AGPT ini seperti yang terlihat pada
menunjukkan hasil negatif maka
Gambar 1.
dilakukan booster 2 dan selang 3

61
Antibodi Poliklonal Anti Ekskretori Sekretori…(Samarang., dkk)

Serum kambing

AgES S. japonicum

Garis presipitasi

Gambar 1. Hasil Uji AGPT AgES Dengan Serum Kambing


PEMBAHASAN membentuk antibody sehingga
terbentuk respon imun primer. Respon
Antibodi adalah protein
imun primer terdiri dari periode induktif
pelindung yang dihasilkan oleh limfosit
dimana selama waktu tersebut antigen
vertebrata dan dapat mengenali serta
dikenal sebagai benda asing dan
menetralkan molekul asing yang
diproses dan signal dikirim pada sel-sel
dihasilkan oleh invasi organisme virus,
yang ditugaskan untuk membuat
bakteri, parasit atau sesuatu agen
antibody. Hal ini akan merangsang
menular lainnya.10 Antibodi memiliki
aktifasi sel T untuk mengidentifikasi
kemampuan untuk menolak atau
antigen dan menimbulkan respon
mengabaikan bagian intrinsik molekul
humoral untuk pembentukan antibody
dari organisme inangnya.11 Antibodi
antiprotein oleh sel B.17
memiliki kemampuan berikatan khusus
dengan antigen serta mempercepat Pada pengujian menggunakan
penghancuran dan penyingkiran antigen teknik AGPT didapatkan garis
tersebut.16 Penyuntikan AgES S. presipitasi yang belum tampak pada
japonicum yang diberikan pada pengujian serum kambing pada minggu
kambing secara intra-vena pada awal pertama hingga minggu kesebelas,
dan secara SC untuk booster. Antibodi disebabkan oleh konsentrasi antibodi
poliklonal asal kambing terbentuk dalam serum darah kambing belum
setelah minggu ke 12, imunisasi dengan dapat dideteksi. Respon imun yang
AgES S. japonicum (Tabel 1). Pada terlihat setelah minggu ke 12 terjadi
awal infeksi atau injeksi antigen masuk kemungkinan karena pada awal
ke dalam tubuh respon yang terjadi penyuntikan diharapkan akan terjadi
berupa fagositosis antigen oleh sel peningkatan imunogenitas dengan cara
fagosit polimorfonuklear atau makrofag. menyusup ke dalam sel limfosit
Jika pada proses fagositosit tersebut sedangkan booster kedua dan ketiga
masih ada antigen yang belum yang diinjeksikan secara SC agar
terfagosit, maka antigen akan antigen yang diinjeksikan tidak
merangsang respon imun spesifik untuk langsung lepas ke dalam peredaran

62
Jurnal Penyakit Bersumber Binatang, Vol. 2, No. 1, September 2014 : 57 - 66

darah dan adanya penambahan adjuvant yang terbentuk disebut sebagai garis
menyebabkan antigen akan dilepas presipitasi.22 AGPT dapat digunakan
secara perlahan ke dalam peredaran untuk mendeteksi antigen yang berbeda
darah. Antigen yang terlepas secara dengan satu jenis antibodi ataupun
perlahan ke peredaran darah karena antibodi yang berbeda dengan satu jenis
antigen terperangkap ke dalam emulsi antigen yang terdapat pada sampel
adjuvant sehingga respon imun terjadi serum.23 Garis presipitasi yang
lama.18 Pembentukan antibodi dapat terbentuk merupakan bukti bahwa
bervariasi dan tergantung pada dalam serum darah kambing telah
imunogenitas, bentuk, stabilitas terbentuk antibody. Antibodi poliklonal
stimulant, spesies hewan, rute injeksi, adalah antibodi yang diproduksi dari
serta sensitivitas uji yang digunakan hasil hiperimunisasi. Antibodi
untuk mendeteksi antibodi.19 Pada poliklonal memiliki campuran
penelitian ini didapatkan antibodi kompleks antibodi dengan spesifitas,
terbentuk pada minggu ke 12 pasca- afinitas, dan isotipe yang berbeda.
imunisasi, sedangkan pada beberapa Antibodi poliklonal memiliki reaktivitas
hewan penggunaan eksretori/sekretori multipel yaitu bereaksi dengan sejumlah
L3 Haemonchus contortus sebagai epitop (antigen determinan) yang
antigen dapat meningkatkan respon berbeda pada antigen, dapat terjadi
immunoglobulin G anak domba,20 dan karena epitop yang sama dimiliki oleh
kerbau (Bubalus bubalis) respon antigen yang berbeda atau epitop yang
humoral dan selulernya meningkat secara struktur mirip atau memiliki
signifikan dua minggu setelah imunisasi keserupaan dengan epitop pembuat peka
dengan 400µg ekskretori/sekretori (priming epitop) yang dikenali oleh
Fasciola gigantica. Pada ayam petelur antibodi.24 Penelitian yang sama pernah
yang diimunisasi dengan dilakukan oleh Satrija dkk yaitu
ekskretori/sekretori larva Ascaridia produksi antibodi pada ayam (IgY)
galli mengalami peningkatan dari dalam pengembangan kit diagnostik
minggu ke dua hingga puncaknya pada koproantigen untuk mendeteksi infeksi
minggu ke 9 pascaimunisasi.21 cacing hati pada ternak ruminansia.25
Penelitian lain yaitu antibodi dalam
Konsentrasi antibodi terendah
kuning telur pada ayam (IgY) yang
mampu dideteksi menggunakan uji
dapat dipergunakan sebagai bahan
AGPT adalah 30 µg/ml,10 sedangkan
pengujian ELISA yang merupakan
menurut Kuby antibodi minimal dalam
antibodi alternatif pada mamalia juga
serum yang dapat dideteksi oleh uji
diteliti oleh Michael et all.26
AGPT sebesar 20 µg/ml.11 Antibodi
yang diproduksi secara visual dilakukan Teknik ELISA umum
melalui uji kualitas metode AGPT digunakan untuk mendeteksi
(Gambar 1). Presipitasi yang terbentuk keberadaan antibodi atau antigen dalam
mulai hitungan menit hingga jam sampel dan relatif sederhana.27 ELISA
terlihat sebagai suatu garis opaq dalam telah dikembangkan sejak tahun 1970,
suatu media agar semisolid. Garis opaq sebagai quality control dalam berbagai

63
Antibodi Poliklonal Anti Ekskretori Sekretori…(Samarang., dkk)

industri. Pengujian ELISA paling schistosomisis, yang dapat bermanfaat


sedikit melibatkan satu antibodi dengan untuk diagnosa dini pada penderita
spesifisiti untuk sebuah antigen. ELISA schistosomiasis.
adalah teknik biochemical yang umum
digunakan dalam immunologi untuk
mendeteksi keberadaan antibodi atau SARAN
antigen dalam sampel, melalui adsopsi Perlu dilakukan produksi antibodi pada
permukaan atau penangkapan antibodi spesies berbeda untuk dapat
spesifik untuk antigen yang sama yang membandingkan waktu yang
dihubungkan dengan enzim dengan dibutuhkan hingga terbentuknya
reaksi visual untuk menandakan antibodi anti Schistosoma japonicum,
keberadaan antigen atau antibodi dalam serta kualitas yang dihasilkan.
sampel.21 Berdasarkan konsentrasi
antibodi poliklonal anti S. japonicum
yang dihasilkan asal kambing yaitu UCAPAN TERIMA KASIH
0.931 adalah cukup sebagai bahan dasar
Terima kasih yang sebesar-
dalam pengujian ELISA karena
besarnya penulis sampaikan kepada
berdasarkan teori konsentrasi antigen
Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala,
yang dapat terdeteksi dengan baik
atas izin dan alokasi dana untuk
dalam uji ELISA yaitu 0,5-5 µg/ml,
melaksanakan penelitian ini. Kepala
sehingga bila akan digunakan sebagai
Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, yang
bahan dalam Uji ELISA diperlukan
telah memberikan izin melaksanakan
pengenceran terlebih dahulu.28
penelitian di wilayah kerjanya. Seluruh
tim yang terlibat dalam penelitian dan
KESIMPULAN penyusunan artikel ini. Semoga artikel
ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
Antibodi poliklonal pada kambing pada umumnya dan kemajuan ilmu
terbentuk setelah minggu ke 12 setelah pengetahun pada khususnya
penyuntikan antigen
ekskretori/sekretori Schistosoma
japonicum. Terbentuknya antibodi DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan kambing memiliki 1. Garcia LS, Bruckner DA.
kekebalan tubuh dan riwayat infeksi Diagnostik parasitologi kedokteran.
terhadap Schistosomiasis Penerbit buku kedokteran. EGC.
Konsentrasi poliklonal antibodi yang Editor , Dr. Lesmana Padmasutra.
Hal. 244-252. 1996.
dihasilkan 0.93 mg/mL merupakan
2. Jastal, Mujiyanto, Garjito,
konsentrasi cukup sebagai antibodi
TA.,Anastasia, H., Chadijah,
capture dalam uji ELISA untuk
S.,Nurjana, M.A., Nurwidayati, A.,
mendeteksi AgES Schistosoma
et all. Analisis Spasial Epidemiologi
japonicum pada penderita Schistosomiasis dengan

64
Jurnal Penyakit Bersumber Binatang, Vol. 2, No. 1, September 2014 : 57 - 66

Menggunakan Penginderaan Jauh Dengan Telur Infektif Ascaridia


dan Sistem Informasi Geografis Di galli. Jurnal Kedokteran Hewan
Sulawesi Tengah. 2008 Vol. 7, No. 2. 2013.
3. Ridwan, Y. Potensi Hewan 13. Bratawidjaja, K.E. Imunologi
Reservoar Dalam Penularaan Dasar. Fakultas Kedokteran,
Schistosomiasis Pada Manusia Di Universitas Indonesia. Jakarta.
Sulawesi Tengah. Makalah Pribadi 1988.
Falsafah Sains. Program Pasca 14. Eisen HN. Immunology. Di dalam:
Sarjana. IPB. 2004 Davis, Bernard D, editor.
nd
4. Subdin PP&PL. Situasi Microbiology 2 Ed. Maryland:
Schistosomiasis Di Sulawesi Harper & Row, Inc. hlm 349-597.
Tengah Tahun 2010. Dinas 1973.
Kesehatan Propinsi Sulawesi 15. Bradford MM. A Rapid and
Tengah.2010. Sensitive Method for The
5. Hadidjaja, P. Schistosomiasis di Quatitation of Microgram
Sulawesi Tengah Indonesia. Balai Quantities of Protein Utilizing The
Penerbitan FKUI, Jakarta. 1985. Principle of Protein Dye Binding.
6. DINKES Dinas Kesehatan Anal Biochem.72 : 248-254. 1976.
Propinsi Sulawesi Tengah. Laporan 16. Guyton AC, and Hall JE. Fisiologi
Tahunan Schistosomiasis Sulawesi Kedokteran Edisi ke-11. Irawati et
Tengah. 2012. al, penerjemah; Rachman LY,
7. Soedarto. Zoonosisi Kedokteran, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan
Airlangga press, Surabaya, 2003 dari: Textbook of Medical
8. Sudomo M. Schistosomiasis control Physology 11th Edition. 2007.
in Indonesia. Majalah Parasitologi 17. Austyn, J.N dan Wood, K.J.
Indonesia 13 (1-2): 1-10. 2000. Principle of cellular and molecular
9. Zhonghua Yi Xua Za Zhi. A highly Immunology. Oxford : Oxford
sensitive diagnostic kit for University Press. 1994.
evaluating therapiutic effect in 18. Handoyo T, Bambang S, Purnama
schistosomiasis cases, Journal O. Produksi Protein Rekombinan
PubMed 72(11): 686-8,704. 1992. Sucrose Transporter Melalui
10. Tizzard. An Introduction to Overekspresi cDNA-SoSUTI Pada
Veterinary Immunology 7th Ed. Sel Bakteri E.coli Untuk Pembuatan
Elsevier : Philadelphia. 2004. Antibodi. Universitas Jember. 2012.
11. Kuby. Immunology 6th Ed. New 19. Black JG. Microbiology : Principles
York: W.H Freeman Company. and Explorations 6thEd. Virginia:
2007 John Wiley & Sons, Inc. 470-
12. Darmawi, Balqis, U., Tiuria, R., 492.2005.
Damayanti, R., Pasaribu, FH., et all. 20. Nambi, P.A, S.C. Yadav, O.K.
Respons Antibodi Ayam Petelur Raina, D. Sriveny, dan M. Saini.
Yang Diberikan Protein Vaccination of Buffaloes with
Ekskretori/Sekretori dan Ditantang

65
Antibodi Poliklonal Anti Ekskretori Sekretori…(Samarang., dkk)

Fasciola gigantic Recombinant mendeteksi infeksi cacing hati pada


Fatty Acid Binding Protein. ternak ruminansia. Laporan
21. Darmawi, U, Balqis, R. Tiuria, M. pelaksanaan Hibah Kompetensi.
Hambal, dan Samadi. Kajian Titer 2009.
Antibodi pada yolk dari Ayam yang 26. Michael A, Meenatchisundaram S,
Diimunisasi dengan antigen Parameswari G, Subbraj T,
ekskretori/sekretori stadium L3 Selvakumaran R, Ramalingam S.
Ascaridia galli. Jurnal Agripet. Chicken egg yolk (IgY) as an
2008. alternative to mamalian antibodies.
22. Garret RH, Grisham CM. Principle Indian Journal of Science and
of Biochemistry. Saunders College Tecnology 3: 468-474. 2010.
Publishing. 2001. 27. Turner P, Lalloo K, Bligh J,
23. Zola H. Monoclonal antibodies. A Armstrong M, Whitty CJM,
manual Of Techniques. CRC Press, Daenhoff MJ, and Chiodini PL.
Boca Raton, California : 214. 1987. Serological speciation of human
24. Smith JR. Produksi serum schistosome infections by ELISA
hiperimun. Burgess GW, Editor. with a panel of three antigens.
Yogyakarta; Gajah mada University Journal Clin Pathol. 57(11): 1193-
Press. 1995. 1196. 2004.
25. Satrija F, Murtini S, Retnani EB, 28. Kemedy D M. A Practical Guide To
Ridwan Y. Pengembangan kit ELISA, Pergamon Press plc : page
diagnostika koproantigen untuk 21-28, 1991.

66

You might also like