You are on page 1of 3

OSTEOPOROSIS

Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme


dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang diperlukan
untuk proses pematangan tulang (Ramadani, 2010). Osteoporosis menjadi
masalah kesehatan yang serius di Indonesia dan dunia. Laporan WHO,
dianggarkan bahwa setiap 1 dari 3 wanita kecenderungan terkena osteoporosis,
pada usia diatas 45 tahun percepatan proses penyakit ini pada wanita meningkat
menjadi 80% (Rajaratenam, Martini, & Lipoeto, 2014). Di Amerika Serikat
osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-
menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80%
penderita penyakit osteoporosis adalah wanita (Usman, 2008).

Osteoporosis terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer


disebabkan oleh kelainan metabolisme pada tulang dan osteoporosis sekunder
(Salwani, 2013).

Osteoporosis seringkali tanpa gejala dan tak selalu terdiagnosa.


Osteoporosis seringkali baru disadari jika telah terjadi perubahan bentuk tulang
ataupun jika telah terjadi fraktur (patah tulang) karena trauma maupun spontan.
Oleh karenanya, osteoporosis dikenal juga sebagai ’silent disease’ atau ’silent
thief’’ (Setyawati, Fuada, & Salimar, 2014). Kepadatan tulang berkurang secara
perlahan, sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.
Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Biasanya gejala timbul pada wanita
berusia 51-75 tahun, meski bisa lebih cepat ataupun lambat. Jika kepadatan
berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri
tulang dan kelainan bentuk (Syam, Noersasongko, & Sunaryo, 2014).

Salah satu akibat lanjut dari osteoporosis adalah fraktur. Berdasarkan data
dari WHO, angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di seluruh
dunia mencapai angka lebih dari 8,9 juta orang setiap tahunnya, dan 17,4%
kejadian ini terdapat di Asia Tenggara (Limawan, Mewo, & Kaligis, 2015).

Studi epidemiologis yang dilakukan menunjukkan bahwa asupan zat gizi


makro dan mikro dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang dapat
memperlambat kejadian osteoporosis di masa lanjut usia. Selain memenuhi
asupan zat gizi, perlu juga memperhatikan aktivitas fisik. Menurut Hoger dan
Hoeger (2005), kurangnya aktivitas fisik pada seorang individu di masa muda
akan berdampak pada penurunan kepadatan tulang di masa lanjut usia (Marjan &
Marliyati, 2014).

Asupan kalsium dan vitamin D berperan penting dalam terjadinya


osteoporosis. Gaya hidup yang tidak sehat, seperti : konsumsi alkohol, merokok,
dan aktivitas fisik yang rendah juga berperanan penting sebagai faktor resiko
terjadinya osteoporosis (Susanfil, Pramantara, & Pangastuti, 2009).

Latihan beban yang dilakukan secara teratur dan benar gerakannya


bermanfaat bagi penderita osteoporosis. Seorang lanjut usia, sebelum melakukan
latihan, baik sekali apabila memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter.
Pemeriksaan kesehatan serta kesegaran jasmaninya harus dilakukan teliti, dengan
memeriksa komponen kesegaran jasmaninya selengkap mungkin. Dari hasil
pemeriksaan ini barulah ditentukan bentuk program latihan sesuai dengan
kemampuannya. Penderita osteoporosis sebaiknya berlatih didampingi instruktur,
dengan beban disesuaikan, dan tidak perlu berlebihan. Latihan yang sangat keras
pada wanita muda dapat menyebabkan menstruasi terganggu dan berkurangnya
jaringan tulang (Sugiarto, 2015).

Limawan, Desmon, Mewo, Yanti M, & Kaligis, Stefana HM. (2015).


GAMBARAN KADAR KALSIUM SERUM PADA USIA 60-74 TAHUN.
Jurnal e-Biomedik, 3(1).
Marjan, Avliya Quratul, & Marliyati, Sri Anna. (2014). Hubungan Antara Pola
Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Osteoporosis pada
Lansia di Panti Werdha Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, 8(2).
Rajaratenam, Sri Ganesh, Martini, Rose Dinda, & Lipoeto, Nur Indrawati. (2014).
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan
Osteoporosis pada Wanita Usila di Kelurahan Jati. Jurnal Kesehatan
Andalas, 3(2).
Ramadani, Meri. (2010). FAKTOR-FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS DAN
UPAYA PENCEGAHANNYA. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,
4(2), 111-115.
Salwani, Desi. (2013). OSTEOPOROSIS PADA HIPERTIROIDISME. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 13(3), 179-186.
Setyawati, Budi, Fuada, Noviati, & Salimar, Salimar. (2014). PENGETAHUAN
TENTANG OSTEOPOROSIS DAN KEPADATAN TULANG
HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI KALSIUM PADA WANITA
DEWASA MUDA. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(2 Ags), 102–112.
Sugiarto, Ricky Wahyu. (2015). LATIHAN BEBAN BAGI PENDERITA
OSTEOPOROSIS. JORPRES, 11(2).
Susanfil, Eka, Pramantara, IDP, & Pangastuti, Retno. (2009). Asupan kalsium,
vitamin D, kafein, merokok, indeks massa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
6(2009).
Syam, Yulianingsih, Noersasongko, Djarot, & Sunaryo, Haryanto. (2014). Fraktur
Akibat Osteoporosis. e-CliniC, 2(2).
Usman, Elly. (2008). KONSUMSIPISANG EMAS (MUSA Sp) UNTUK
PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, 3(1), 20-22.

You might also like