Professional Documents
Culture Documents
atau
2𝑁𝐻3 (𝑔) → 𝑁2 (𝑔) + 3𝐻2 (𝑔) ∆𝐻 = +90 𝑘
2.3 Entalpi Reaksi
Entalpi reaksi adalah perubahan entalpi reaksi yang dikaitkan dengan kuantitas zat
yang terlibat dalam reaksi. Dalam termokimia dikenal berbagai entalpi reaksi, seperti entalpi
pembentukkan, entalpi penguraian dan entalpi pembakaran.
a. Entalpi Pembentukkan Standar (∆𝐻𝑓° = 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐸𝑛𝑡ℎ𝑎𝑙𝑝𝑦 𝑜𝑓 𝐹𝑜𝑟𝑚𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛)
Perubahan entalpi pada pembentukkan 1 mol zat langsung dari unsur-unsurnya
disebut entalpi molar pembentukkan atau entalpi pembentukkan. Jika pengukuran
dilakukan pada keadaan standard (298 K, 1 atm) dan semua unsur-unsurnya dalam
bentuk standar, maka perubahan entalpinya disebut entalpi pembentukkan standar
(∆𝐻𝑓° ).entalpi pembentukkan dinyatakan dalam kilijoule per mol (kJ mol-1). Yang
dimaksud dengan bentuk standar dari suatu unsur adalah bentuk yang paling stabil dari
unsur itu pada kondisi standar (298 K, 1 atm). Untuk unsur yang memiliki bentuk
alotropi, bentuk standarnya ditetapkan berdasarkan pengertian tersebut. Misalnya,
karbon yang dapat berbentuk intan atau grafit, bentuk standarnya adalah grafit, karena
grafit adalah bentuk karbon yang paling stabil pada 298 K, 1 atm.
Dua hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan entalpi pembentukkan yaitu
bahwa zat yang dibentuk adalah 1 mol dan dibentuk dari unsurnya dalam bentuk standar.
Contoh Soal:
Entalpi pembentukkan etenol {𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻(𝑙)} adalah -277,7 kj mol-1. Berarti, pada
pembentukkan 1 mol (= 46 gram) etenol dariunsurnya dalam bentuk standar, yaitu karbon
(grafit), gas hidrogen dan gas oksigen, yang diukur pada 298 K, 1 atm dibebaskan 277,7
kJ. Persamaan termokimianya adalah:
1
2𝐶(𝑠, 𝑔𝑟𝑎𝑓𝑖𝑡) + 3𝐻2 (𝑔) + 𝑂2 (𝑔) → 𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻(𝑙) ∆𝐻 = −277,7 𝑘𝐽
2
Contoh:
Diketahui ∆𝐻𝑓° 𝐻2 𝑂 (𝑙) = −286 𝑘𝐽 𝑚𝑜𝑙 −1, maka gas hidrogen dan gas oksigen adalah
+286 kJ.mol-1.
1
𝐻2 𝑂(𝑙) → 𝐻2 (𝑔) + 𝑂2 ∆𝐻 = = +286 𝑘𝐽
2
Contoh :
Pembakaran bensin adalah suatu proses eksoterm. Apabila bensin dianggap terdiri atas
isooktana, 𝐶8 𝐻18 (sebenarnya isooktana hanyalah salah satu komponen bensin),tentukanlah
jumlah kalor yang dibebaskan pada pembakaran 1 liter bensin. Diketahui entalpi
pembakaran isooktana = -5460 kJ.mol-1 dam massa jenis isooktana = 0,7 kg.L-1 . (H = 1 ; C
= 12).
Jawab: Dalam hal ini telah diketahui entalpi pembakaran isooktana, yaitu -5460 kJ.mol-1.
Jadi, yang diperlukan adalah menentukan jumlah mol isooktana dalam 1 liter bensin = 1
L x 0,7 kg.L-1 = 700 gram
700 𝑔
Mol isooktana = 114 𝑔.𝑚𝑜𝑙−1 = 6,14 mol
Penjelasan
Menurut hukum Hess, karena entalpi adalah fungsi keadaan, perubahan entalpi dari
suatu reaksi kimia adalah sama, walaupun langkah-langkah yang digunakan untuk
memperoleh produk berbeda. Dengan kata lain, hanya keadaan awal dan akhir yang
berpengaruh terhadap perubahan entalpi, bukan langkah-langkah yang dilakukan untuk
mencapainya.
Hal ini menyebabkan perubahan entalpi suatu reaksi dapat dihitung sekalipun tidak
dapat diukur secara langsung. Caranya adalah dengan melakukan operasi
aritmatika pada beberapa persamaan reaksi yang perubahan entalpinya diketahui.
Persamaan-persamaan reaksi tersebut diatur sedemikian rupa sehingga penjumlahan
semua persamaan akan menghasilkan reaksi yang kita inginkan. Jika suatu persamaan
reaksi dikalikan (atau dibagi) dengan suatu angka, perubahan entalpinya juga harus
dikali (dibagi). Jika persamaan itu dibalik, maka tanda perubahan entalpi harus dibalik
pula (yaitu menjadi -ΔH).
Selain itu, dengan menggunakan hukum Hess, nilai ΔH juga dapat diketahui dengan
pengurangan entalpi pembentukan produk-produk dikurangi entalpi
pembentukan reaktan. Secara matematis
Kegunaan
Hukum Hess menyatakan bahwa perubahan entalpi keseluruhan dari suatu proses
hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi, dan tidak tergantung kepada
rute atau langkah-langkah diantaranya. Dengan mengetahui ΔHf (perubahan entalpi
pembentukan) dari reaktan dan produknya, dapat diramalkan perubahan entalpi reaksi
apapun, dengan rumus
ΔH=ΔHfP-ΔH fR
ΔH=-ΔHcP+ΔHcR
Contoh umum
Contoh lainnya
Jika diketahui:
Reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat, juga dapat berlangsung lambat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi, antara lain :
Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan bertumbukan. Pada pencampuran
reaktan yang terdiri dari dua fasa atau lebih, tumbukan berlangsung pada bagian
permukaan zat. Padatan berbentuk serbuk halus memiliki luas permukaan bidang sentuh
yang lebih besar daripada padatan berbentuk lempeng atau butiran. Semakin luas
permukaan partikel, maka frekuensi tumbukan kemungkinan akan semakin tinggi
sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat.
Laju reaksi berbanding lurus dengan luas permukaan reaktan.
3. Temperatur
Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya suhu, energi gerak (kinetik)
partikel ikut meningkat sehingga makin banyak partikel yang memiliki energi kinetik di
atas harga energi aktivasi (Ea).
4. Katalisator
Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju reaksi, tetapi tidak mengalami
perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat
diperoleh kembali.
Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea).
Katalisis adalah peristiwa peningkatan laju reaksi sebagai akibat penambahan suatu
katalis. Meskipun katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak
mempengaruhi perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain,
penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi.
Energi dalam (U) adalah total energi kinetik (Ek) dan energi potensial (Ep) yang
ada di dalam sistem. Oleh karena itu energi dalam bisa dirumuskan dengan persamaan U = Ek
+ Ep. Namun karena besar energi kinetik dan energi potensial pada sebuah sistem tidak dapat
diukur, maka besar energi dalam sebuah sistem juga tidak dapat ditentukan, yang dapat
ditentukan adalah besar perubahan energi dalam suatu sistem.
Perubahan energi dalam dapat diketahui dengan mengukur kalor (q) dan kerja (w),
yang akan timbul bila suatu sistem bereaksi. Oleh karena itu, perubahan energi dalam
dirumuskan dengan persamaan U = q + w.
Jika sistem menyerap kalor, maka q bernilai positif. Jika sistem mengeluarkan kalor,
maka q bernilai negatif.
Jika sistem melakukan kerja, maka w pada rumus tersebut bernilai positif. Jika sistem
dikenai kerja oleh lingungan, maka w bernilai negatif.
Jadi bila suatu sistem menyerap kalor dari lingkungan sebesar 10 kJ, dan sistem
tersebut juga melakukan kerja sebesar 6 kJ, maka perubahan energi dalam-nya akan sebesar
16 kJ.
Perubahan energi dalam bernilai 0 jika jumlah kalor yang masuk sama besar dengan
jumlah kerja yang dilakukan, dan jika kalor yang dikeluarkan sama besar dengan kerja yang
dikenakan pada sistem. Artinya, tidak ada perubahan energi dalam yang terjadi pada system.
G =U+PV—TS =H -TS =A + PV
Jadi, suatu proses yang berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap disertai
dengan penurunan energi bebas Gibbs,
G =U + PV – TS = H – TS = A + PV
ΔStotal> 0
Untuk menentukan tanda dari ΔStotal, ΔSsis dan ΔSlingk harus diketahui.
Atau
ΔHsis - T ΔSsis< 0
G = H – TS
Semua besaran dalam persamaan merujuk ke sistem dan T merupakan suhu sistem.
Kondisi kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan tekanan tetap dapat
disimpulkan berdasarkan ΔG sebagai berikut:
ΔG > 0 reaksi tidak spontan (reaksi spontan dalam arah yang berlawanan)
Untuk reaksi yang dilakukan pada kondisi keadaan standar, yakni pereaksi dalam
keadaan standar diubah menjadi hasil reaksi pada keadaan standar, perubahan energi bebas
disebut perubahan energi bebas standar, ΔGfo
aA + bB +cC + dD
Entropi dan energi bebas Gibbs juga merupakan fungsi keadaan sehingga kedua
besaran ini memiliki nilai pada keadaan standart, seperti halnya dengan entalphi. Hasil
pengukuran standart untuk entropi dan Energi bebas Gibbs juga dilakukan pada keadaan 25oC
dan dengan tekanan 1 atm. Energi bebas Gibbs pembentukan standart memiliki arti perubahan
energi bebas yang menyertai reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur-unsur
penyusunnya. Demikian pula untuk entropi standar yang dapat dipergunakan untuk
menentukan entropi reaksi sebagai harga pembandingnya.
(V,S) diketahui maka T dan p sebagai fungsi dari V dan S diketahui dengan diferensial
parsial. Sebaliknya, dengan mengetahui T dan p sebagai fungsi koordinat S dan V, maka
fungsi U = U (S,V) dapat ditentukan dengan pengintegrasian.
∆𝐹𝑇 = − ∫ 𝑃𝑇 𝑑𝑉 ≠ +𝑊𝑇 𝑃
𝜕𝐹 𝜕𝐹
(𝜕𝑉) = −𝑃 𝑑𝑎𝑛 (𝜕𝑇 = −𝑆), maka apabila p dan S diketahui sebagai fungsi T
𝑇
Seperti yang telah diketahui hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa reaksi
spontan akan meningkatkan entropi semesta, artinya, ∆Suniv> 0. Namun untuk menetapkan
tanda ∆Suniv suatu reaksi, juga perlu menghitung baik ∆Ssis maupun ∆Ssurr. Untuk itu, perlu
memakai fungsi termodinamika lain untuk membantu menetapkan apakah reaksi akan terjadi
spontan dengan hanya melihat sistem itu sendiri.
Dari persamaan proses spontan, kita mengetahui bahwa untuk proses spontan, kita
mempunyai persamaan :
- TSuniv = Gsis
Persamaan ini menyatakan bahwa untuk proses yang dilaksanakan pada tekanan
konstan dan suhu T, jika perubahan entalpi dan entropi sistem itu sedemikian rupa sehingga
∆Hsis - T∆Ssis lebih kecil daripada nol, maka proses itu haruslah spontan.
G = H – TS
Semua kuantitas dalam Persamaan di atas, berhubungan dengan sistem, dan T adalah
suhu sistem. Dapat dilihat bahwa G mempunyai satuan energi (baik H maupun TS adalah
dalam satuan energi). Sama seperti H dan S, G adalah fungsi keadaan.
Perubahan energi bebas (∆G) suatu sistem pada suhu tetap ialah
∆G = ∆H - T∆S
Perubahan energi bebas (∆G) suatu sistem pada tekanan tetap ialah
G = - TS
Dalam konteks ini, energi bebas ialah energi yang tersedia untuk melakukan kerja.
Jadi, jika suatu reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna (dengan kata lain, jika
∆G negatif), kenyataan ini sendiri saja sudah menjamin bahwa reaksinya spontan, dan tak
perlu mengkhawatirkan bagian lain dari semesta.
Syarat-syarat untuk kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan tekanan tetap
dari segi ∆G:
∆G > 0 Reaksi nonspontan. Reaksi ini spontan pada arah yang berlawanan.
Energi bebas reaksi standar (∆G°rxn) ialah perubahan energi bebas untuk reaksi bila
reaksi itu terjadi pada kondisi keadaan standar, artinya, bila reaktan berada dalam keadaan
standarnya diubah menjadi produk dalam keadaan standarnya.
aA + bB cC + dD
Di mana m dan n adalah koefisien stoikiometri. Suku ∆G°f adalah energi bebas
pembentukan standar dari senyawa, artinya, perubahan energi-bebas yang terjadi bila 1 mol
senyawa disintesis dari unsur-unsurnya dalam keadaan standarnya.
Purba, Michael.2004.Kimia SMA Kelas XI 2A.Jakarta: Erlangga.