You are on page 1of 31

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID & SEMISOLID (STERIL)


PERCOBAAN IV
OBAT TETES MATA ATROPIN SULFAT 0,5%

Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 4/B

Gita Ratu Kuswantara 10060316040


Anggun Putri Nur A 10060316041
Melinda Athirah Putri 10060316042
Adellya Fardiani 10060316043
Syifani Khalda M 10060316044

Asisten: Septiani Siti Maulidina., S.Farm

Tanggal praktikum : 19 Desember 2018


Tanggal Pengumpulan : 26 Desember 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M /1440 H
PERCOBAAN IV
OBAT TETES MATA ATROPIN SULFAT 0,5%

I. Kekuatan Sediaan
Atropin Sulfat 10 mL/botol
Tiap 10 mL mengandung Atropin sulfat, Benzalkonium Klorida, Dinatrii
Edetas, NaCl, Aquadest steril.

II. Preformulasi Zat Aktif


Atropin Sulfat (Ditjen POM,1995:184)
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; mengembang di udara kering;
perlahan-lahan terpengaruh oleh cahaya
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam
alam etanol mendidih; mudah larut dalam gliserin
Titik lebur : 190°C
pH larutan : 4,5-6,2
pKa : 9,9
Stabilitas : Dalam larutan atropin terhidrolis menjadi tropin
dan asam tropik.pada suhu terjadi penguraian sangat
lama.Hidrolisis dari atropin dikatalis oleh ion
hidrogen dan ion hidroksida. Pada suhu 25°C
hidrolisis terjadi pada pH minimum pH 3,8.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan bromida,iodida, basa,
asam tanin, kuinin, garam merkuri
Khasiat : Antimukuskarinik (memperlebar pupil mata)
(Lund W,1994:750)
III. Pengembangan Formula

1. Atropin Sulfat
Alasan digunakannya zat aktif Atropin sulfat pada formula ini karena
mengacu sesuai sebagaimana literatur yang ada yang menjelaskan
bahwa sediaan obat tetes mata atropin yang digunakan Atropin sulfat
(Lund, W 1994:750)

2. Bezalkonium Klorida
Tujuan dilakukannya penambahan zat ini karena berperan sebagai
pengawet. Pengawet akan ditambahkan pada sediaan ini karena
pertimbangan wadah sediaan yang multiple dose. Selain itu, pada
sediaan ini mengandung air. Sedangkan air adalah media yang baik
untuk pertumbuhan mikroba yang dapat mengganggu stabilitas
sediaan farmasi. Alasan digunakannya zat pengawet benzalkonium
klorida karena zat ini tidak inkompatibilitas dengan zat lainnya.
Selain itu, kadar yang digunakan adalah 0,02% dan ini sesudai
dengan sebagaimana rentang literatur yang ada (0,01%-0,02%).
(Rowe et al,2009:56).

3. EDTA
Alasan digunakannya EDTA adalah karena EDTA berperan dan
biasanya dalam sediaan obat tetes mata dikombinasikan dengan zat
pengawet benzalkonium klorida sebagaimana yang digunakan. Kadar
yang digunakan adalah 0,1% (Rowe et al,2009:56).

4. NaCl
Alasan dilakukan penambahan zat pengisotonis karena pada sediaan
obat tetes mata yang praktikan buat memiliki tonisitas yaitu hipotonis
sehingga diperlukan zat pengisotonis. Alasan digunakannya NaCl
karena NaCl tidak inkompatibilitas dengan zat yang terdapat pada
formula sediaan obat tetes mata (Rowe et al, 2009: 638).

5. Aquadest Pro Injection


Alasan menggunakan aquadest yang disterilkan adalah karena zat
aktif yang digunakan larut sempurna dalam air sebagaimana pada
perhitungan kadar 10 mL/botol zat atropin sulfat. Selain itu, aquadest
adalah pelarut umum yang digunakan pada sediaan farmasi (Ditjen
POM,1995:112)

IV Perhitungan Tonisitas

Nama Zat Kadar (%) Kadar (gram) E Ekivalensi zat

(%zat x E)

0,5 g 0,14 0,5% x 0,24


Atropin Sulfat 0,5% x 10 mL
100 mL
=0,07% NaCl
= 0,05 gram

0,02 g 0,18 0,02% x 0,18


Benzalkonium 0,02% x 10 mL
100 mL =0,0036%NaCl
Klorida = 0,002 gram

0,05 g 0,24 0,05% x 0,24


Dinatrii Edetas 0,05% x 10 mL
100 mL =0,012% NaCl
= 0,005 gram
Jumlah % NaCl total :

0,07% +0,0036% +0,012% = 0,086 % NaCl

Maka dapat disimpulkan sediaan yang dibuat merupakan sediaan yang hipotonis

Karena kurang 0,9% NaCl sehingga agar didapat isotonis dilakukan penambahan

zat pengisotonis :

0,9%-0,086% = 0,814% NaCl -> 0,82% NaCl

Maka untuk sediaan OTM 10 mL yang buat :

0,82 gram
x 10 mL = 0,082 gram atau
100 mL

0,082gram
x 100 = 0,82%
10 mL

V. Formula Akhir

Atropin Sulfat 0,5%

Benzalkonium Klorida 0,02%

Dinatrii Edetas 0,05%

NaCl 0,82%

Aquadest Pro Injection ad 10 mL


VI. Preformulasi Eksipien

1. Natrium Klorida (Ditjen POM,1979:403)


Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin
Kelarutan : larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih, dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliserol P, sukar larut dalam etanol 95% P.
Titik lebur/ titik didih : 804° C / 1413°C
Bobot jenis : 2,17 g/cm3
pH Larutan : 6,7-7,3
Inkompatibilitas : Larutan NaCl bersifat korosif terhadap besi.
Akan bereaksi dengan timah, garam merkuri,
perak.Kelarutan metil paraben akan menurunkan
kelarutan larutan NaCl
Stabilitas : NaCl stabil tetapi bisa karena pemisahan partikel
kaca dari jenis wadah kaca tertentu. Larutan ini bisa
disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi material
padat akan stabil apabila disimpan dalam wadah
kaca tertutup dan di tempat kering
Khasiat : Zat pengisotonis
(Rowe et al, 2009: 638)

2. Benzalkonium Chloridum (Rowe et al,2009:56)


Pemerian : Benzalkonium chloridum sebagai serbuk amorf, putih atau
putih kekuningan, gel tebal atau serpihan agar-agar.
Higroskopis. Memiliki bau aromatik ringan, dan rasa yang
sangat pahit.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol 95%, bentuk
anhidrat mudah larut dalam benzen dan agak sukar larut
dalam eter.
Kegunaan : aluminium, surfaktananionik, sitrat, kapas, fluoresin,
H2O2, HPMC, iodide, kaolin, lanolin, nitrat.
pH : 5-8 untuk 10% w/v larutan.
Stabilitas : Benzalkonium klorida bersifat higroskopik dan dapat
dipengaruhi oleh cahaya, udara, dan logam. Larutan stabil
pada rentang pH dan suhu yang luas dan dapat disterilkan
dengan autoklaf tanpa kehilangan keefektifannya. Solusi
dapat disimpan untuk waktu yang lama pada suhu kamar.
Larutan encer yang disimpan dalam wadah busa polivinil
klorida atau poliuretan dapat kehilangan aktivitas
antimikroba.
Inkompatibilitas: Tidak kompatibel dengan aluminium, surfaktan anionik,
sitrat, kapas, fluoresin, hidrogen peroksida, hipromelosa,
(9) iodida, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan nonionik dalam
konsentrasi tinggi, permanganat, protein, salisilat, garam
perak, sabun, sulfonamida, tartrat, seng oksida, seng sulfat,
beberapa campuran karet, dan beberapa campuran
plastik.Benzalkonium klorida telah terbukti teradsorpsi ke
berbagai membran penyaringan, terutama yang bersifat
hidrofobik atau anionik.
Wadah : tertutup rapat dan terhindar dari cahaya
(Rowe et al, 2009 : 56-58).

3. Dinatrii Edetas (Na2EDTA)


Pemerian : serbuk kristal warna putih
Kelarutan : 1:500 dalam air
Konsentrasi : 0,005-0,1%
Sterilisasi : autoklaf
Fungsi : chelating agent
Stabilitas : Garam edetat lebih stabil daripada asam edta. Namun,
disodium edetate dihidrat kehilangan air kristalisasi
ketika dipanaskan sampai 120°C. Larutan berair
dinatrium edetat mungkin disterilisasi dengan autoklaf,
dan harus disimpan dalam wadah bebas alkali.
Inkompatibilitas: Disodium edetat berperilaku sebagai asam lemah,
menggantikan karbon dioksid dari karbonat dan bereaksi
dengan logam untuk membentuk hidrogen. Ini tidak
kompatibel dengan oksidator kuat, basa kuat, ion logam,
dan paduan logam.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
(Rowe et al, 2009 : 242-244).

4. Aquadest Pro Injection (Ditjen POM,1995:112)


Pemerian :cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
(aquadest untuk obat tetes mata yang disterilkan)
Kelarutan :dapat bercampur dengan pelarut polar
Titik lebur/ titik didih : 0°C / 100°C
Bobot jenis :1 g/cm3
pH Larutan :7
Stabilitas :secara kimia air stabil terhadap semua bentuk
fisik dalam penyimpanannya, air dilindungi
terhadap kontaminan ion dan organik juga
dilindungi terhadap masuknya fisik partikel asing
dam mikroorganisme
Inkompatibilitas :air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lain
yang rentang terhadap hidrolisis (dekomposisi
dengan adanya uap air atau air). Pada suhu kamar
yang tinggi, air dapat bereaksi dengan logam alkali,
air bereaksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi dan
dengan bahan organik tertentu
(Rowe etal,2009:766)
VII. Perhitungan dan Penimbangan

Untuk 1 botol berisi 10 ml

Menurut yang dianjurkan dalam FI IV, dilakukan penambahan volume


0,5 mL. Jadi volume dalam botol = 10,5 mL. Namun hal tersebut tidak
akan memperngaruhi konsentrasi

Penimbangan untuk 1 botol :


1. Atropin Sulfat (1%)
0,5 g
= x 10 mL =0,05 gram
100
Air untuk melarutkan atropin sulfat (1:1)
0,05 gram x 1 mL = 0,05 mL -> 1 mL

2. Benzalkonium Klorida (0,02%)


0,02 g
= x 10 mL =0,002 gram
100
Air untuk melarutlan benzalkonium klorida (1:1)
0,002 gram x 1 mL = 0,002 mL -> 1mL

3. Dinatrii Edetas (0,05%)


0,05 g
= x 10 mL =0,005 gram
100
Air untuk melarutlan benzalkonium klorida (1:500)
0,005 gram x 500 mL = 2,5 mL

4. NaCl (0,82%)
0,82 g
x 10 mL = 0,082 gram
100
Air untuk natrium klorida (1:2,8)
0,082 gram x 2,8 mL = 0,23 mL
Tabel 7.1 Data Perhitungan dan Penimbangan Zat sediaan obat tetes mata

Nama Zat Konsentrasi Untuk 1 botol Untuk 5 botol


(%) (10mL) (50 mL)

Atropin Sulfat 0,5% 0,5 g 0,05gram x 5


x 10mL
100 mL
= 0,25 gram
= 0,05 gram

Air untuk 0,05 mL x 5


0,05 mL
atropin sulfat = 0,25 mL

Benzalkonium 0,02% 0,02 g


x 10 mL 0,002gram x 5
Klorida 100 mL
= 0,002 gram = 0,01 gram

Air untuk 0,002 mL x 5


0,002 mL
benzalkonium
= 0,01 mL
klorida

Dinatrii Edetas 0,05% 0,05 g


x 10 mL 0,005gram x 5
100 mL
= 0,005 gram =0,025 gram

2,5 mL x 5
Air untuk EDTA 2,5 mL
=12,5 mL

NaCl 0,82% 0,82 g 0,082 gram x 5


x 10 mL
100 mL = 0,41 gram
= 0,082 gram

0,23 mL x 5
Air untuk NaCl 0,23 mL = 1,15 mL

Aqua pro
Ad 10 mL Ad 50 mL
Injection
VIII. Sterilisasi Alat dan Bahan

Pembuatan sediaan obat tetes mata atropin sulfat dilakukan sterilisasi


akhir meggunakan metode sterilisasi filtrasi yang menggunakan menggunakan
saringan membran filter untuk bakteri yaitu 0,22 μm secara aseptis dibawah LAF
(Laminar Air Flow). Hal ini karena wadah untuk sediaan tidak tahan terhadap
pemanasan.

(Lund W, 1994:750)

Tabel 8.1 Metode Sterilisasi Alat

Alat Metode Sterilisasi Alasan Metode Sterilisasi

Sterilisasi panas lembab Pipet bukan termasuk alat yang


Pipet Tetes
menggunakan autoklaf presisi dan pada pipet tetes
dengan suhu 121ºC terdapat tutup karet yang akan
selama 15 menit meleleh jika terkena suhu tinggi
dengan waktu yang cukup lama
atau tidak tahan panas.
Namun sebenarnya, dalam
sterilisasi pipet tetes bisa
menggunakan metode sterilisasi
panas kering dengan kondisi pada
bagian tutupnya terpisah di
sterilisasi menggunakan metode
panas lembab autoklaf sedangkan
pada bagian pipet tetes di
sterilisasi panas kering yang
menggunakan oven selama 1-2
jam karena alat ini tidak termasuk
alat presisi yang apabila
dilakukan pemanasan suhu tinggi
tidak akan bermasalah seperti
pada alat presisi yang bisa
memuai bahkan bisa
mengganggu keakuratan
pengukuran serta bisa
mengakibatkan kerusakan alat.
Dan pada tutup karet pipet tetes
sterilisasinya dapat dipisah di
lakukan diautoklaf sebagaimana
yang dijelaskan sebelumnya
Sterilisasi panas lembab Karena pipet volume ini termasuk
Pipet Volume
menggunakan autoklaf alat presisi yang akan memuai
dengan suhu 121ºC jika disterilisasikan menggunakan
selama 15 menit metode panas kering yang
menggunakan oven dengan suhu
tinggi dan waktu yang cukup
lama. Dari hasil pemuaian
tersebut bisa berakibat
mengganggu keakuratan
pengukuran bahkan kerusakan
alat
Sterilisasi panas lembab Gelas kimia adalah termasuk
Gelas Kimia
menggunakan autoklaf bukan alat presisi sehingga
dengan suhu 121ºC sebenarnya dalam sterilisasi gelas
selama 15 menit kimia bisa menggunakan metode
sterilisasi panas kering yang
menggunakan oven selama 1-2
jam pada suhu 160-170°C karena
alat ini tidak termasuk alat presisi
yang apabila dilakukan
pemanasan suhu tinggi tidak akan
bermasalah seperti pada alat
presisi yang bisa memuai bahkan
bisa mengganggu keakuratan
pengukuran serta bisa
mengakibatkan kerusakan alat.
Namun apabila dilakukan
sterilisasi dengan metode panas
lembab menggunakan alat
autoklaf sebagaimana yang
dilakukan saat praktikum tidak
akan jadi masalah karena alat ini
tahan terhadap suhu tinggi.
Sterilisasi panas lembab Karena gelas ukur ini termasuk
Gelas Ukur
menggunakan autoklaf alat presisi yang akan memuai
dengan suhu 121ºC jika disterilisasikan menggunakan
selama 15 menit metode panas kering yang
menggunakan oven dengan suhu
tinggi dan waktu yang cukup
lama. Dari hasil pemuaian
tersebut bisa berakibat
mengganggu keakuratan
pengukuran bahkan kerusakan
alat
Sterilisasi panas lembab Erlenmeyer adalah termasuk
Erlenmeyer
menggunakan autoklaf bukan alat presisi sehingga
dengan suhu 121ºC sebenarnya dalam sterilisasi
selama 15 menit erlenmeyer bisa menggunakan
metode sterilisasi panas kering
yang menggunakan oven selama
1-2 jam pada suhu 160-170°C
karena alat ini tidak termasuk alat
presisi yang apabila dilakukan
pemanasan suhu tinggi tidak akan
bermasalah seperti pada alat
presisi yang bisa memuai bahkan
bisa mengganggu keakuratan
pengukuran serta bisa
mengakibatkan kerusakan alat.
Namun apabila dilakukan
sterilisasi dengan metode panas
lembab menggunakan alat
autoklaf sebagaimana yang
dilakukan saat praktikum tidak
akan jadi masalah karena alat ini
tahan terhadap suhu tinggi.
Sterilisasi panas lembab Batang pengaduk adalah
Batang
menggunakan autoklaf termasuk bukan alat presisi
Pengaduk
dengan suhu 121ºC sehingga sebenarnya dalam
selama 15 menit sterilisasi batang pengaduk bisa
menggunakan metode sterilisasi
panas kering yang menggunakan
oven selama 1-2 jam pada suhu
160-170°C karena alat ini tidak
termasuk alat presisi yang apabila
dilakukan pemanasan suhu tinggi
tidak akan bermasalah seperti
pada alat presisi yang bisa
memuai bahkan bisa
mengganggu keakuratan
pengukuran serta bisa
mengakibatkan kerusakan alat.
Namun apabila dilakukan
sterilisasi dengan metode panas
lembab menggunakan alat
autoklaf sebagaimana yang
dilakukan saat praktikum tidak
akan jadi masalah karena alat ini
tahan terhadap suhu tinggi.
Sterilisasi panas lembab Kaca Arloji adalah termasuk
Kaca Arloji
menggunakan autoklaf bukan alat presisi sehingga
dengan suhu 121ºC sebenarnya dalam sterilisasi kaca
selama 15 menit arloji bisa menggunakan metode
sterilisasi panas kering yang
menggunakan oven selama 1-2
jam pada suhu 160-170°C karena
alat ini tidak termasuk alat presisi
yang apabila dilakukan
pemanasan suhu tinggi tidak akan
bermasalah seperti pada alat
presisi yang bisa memuai bahkan
bisa mengganggu keakuratan
pengukuran serta bisa
mengakibatkan kerusakan alat.
Namun apabila dilakukan
sterilisasi dengan metode panas
lembab menggunakan alat
autoklaf sebagaimana yang
dilakukan saat praktikum tidak
akan jadi masalah karena alat ini
tahan terhadap suhu tinggi.
Sterilisasi panas lembab Botol adalah termasuk bukan alat
Botol
menggunakan autoklaf presisi sehingga sebenarnya
dengan suhu 121ºC dalam sterilisasinya bisa
selama 15 menit menggunakan metode sterilisasi
panas kering yang menggunakan
oven selama 1-2 jam pada suhu
160-170°C karena alat ini tidak
termasuk alat presisi yang apabila
dilakukan pemanasan suhu tinggi
tidak akan bermasalah seperti
pada alat presisi yang bisa
memuai bahkan bisa
mengganggu keakuratan
pengukuran serta bisa
mengakibatkan kerusakan alat.
Namun apabila dilakukan
sterilisasi dengan metode panas
lembab menggunakan alat
autoklaf sebagaimana yang
dilakukan saat praktikum tidak
akan jadi masalah karena alat ini
tahan terhadap suhu tinggi.
Tabel 8.2 Metode Sterilisasi Bahan

Bahan Metode Sterilisasi Alasan Metode Sterilisasi

Steriliasi awal dengan Karena zat tersebut berbentuk


Atropin Sulfat
metode oven suhu 160- serbuk dalam kondisi awalnya
170 ºC selama 1-2 jam dan stabil terhadap pemanasan.
Apabila dalam bentuk larutannya,
bisa disterilisasi dengan autoklaf
suhu 121 ºC selama 15 menit
Sterilisasi panas kering Karena zat tersebut berbentuk
Benzalkonium
menggunakan oven suhu serbuk dalam kondisi awalnya
Klorida
160-170 ºC selama 1-2 dan stabil terhadap pemanasan.
jam Apabila dalam bentuk larutannya,
bisa disterilisasi dengan autoklaf
suhu 121 ºC selama 15 menit
Sterilisasi awal dengan Karena zat tersebut berbentuk
metode panas kering serbuk dalam kondisi awalnya
Dinatrii Edetas
menggunakan oven suhu dan stabil terhadap pemanasan.
160-170 ºC selama 1-2 Apabila dalam bentuk larutannya,
jam bisa disterilisasi dengan autoklaf
suhu 121 ºC selama 15 menit
Sterilisasi awal dengan Karena zat tersebut berbentuk
Natrium Klorida
metode panas kering serbuk dalam kondisi awalnya
menggunakan oven suhu dan stabil terhadap pemanasan.
160-170 ºC selama 1-2 Apabila dalam bentuk larutannya,
jam bisa disterilisasi dengan autoklaf
suhu 121 ºC selama 15 menit
Sterilisasi panas lembab Berbentuk cairan yang tahan
menggunakan autoklaf terhadap penembusan uap air dan
Aquadest steril
dengan suhu 121ºC suhu tinggi
selama 15 menit
VIII. Prosedur Pembuatan

Disiapkan alat dan bahan yang sudah di sterilisasi sebelumnya sesuai


dengan sifat masing masing zat.
Dilakukan sterilisasi sediaan obat tetes mata atropin sulfat dengan
teknik sterilisasi filtrasi dengan menggunakan membran filter.

Ditimbang masing masing bahan menggunakan kaca arloji dan diukur
bahan dengan gelas ukur

Dilarutkan Atropin sulfat dalam gelas kimia yang dilengkapi dengan
batang pengaduk dengan aquadest steril, diaduk hingga zat larut

Dalam wadah terpisah, dilarutkan Bezalkonium klorida yang dilengkapi
dengan batang pengaduk dengan aquadest steril, diaduk hingga zat larut

Dalam wadah terpisah, dilarutkan Dinatrii Edetas yang dilengkapi dengan
batang pengaduk dengan aquadest steril, diaduk hingga zat larut

Dalam wadah terpisah, dilarutkan NaCl yang dilengkapi dengan batang
pengaduk dengan aquadest steril, diaduk hingga zat larut

Dicampurkan larutan Atropin Sulfat, Benzalkonium Klorida, Dinatrii
Edetas dan NaCl ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu (dibawah
volume yang seharusnya dibuat)

Disaring larutan ke labu erlenmeyer melalui corong dengan kertas saring
0,45 µm yang sudah dibasahi. Kemudian dimasukkan aquadest steril ke
dalam larutan tersebut ad 100 mL untuk 10 botol

Dilakukan pengecekkan pH, adjust pH bila diperlukan

Dilakukan sterilisasi filtrasi dengan menggunakan metode penyaringan
membran filter

Dimasukkan larutan ke dalam botol obat tetes mata dengan menggunakan
pipet volume steril 10mL tiap botol

Ditutup botol menggunakan tutup botol yang telah disterilisasi

Dilakukan evaluasi sediaan obat tetes telinga meliputi : penetapan pH,
penentuan viskositas, volume terpindahkan, uji kejernihan , uji partikulat,
uji sterilitas, uji efektivitas pengawet

IX. Evaluasi

Evaluasi Fisik

1. Volume Terpindahkan
Sediaan yang telah jadi dimasukkan ke dalam wadah

Diperiksa apakah volume yang terukur telah tepat/sesuai dengan
yangtertera pada penandaan menggunakan gelas ukur yang sesuai
(Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV)

Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji
satupersatu.
2. Uji Bahan Partikulat (Ditjen POM, 1995 : 981-985)
Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran

lalu membrantersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
100x

Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan sama
atau lebihbesar dari 25 μm dihitung

3. Pemeriksaan pH (Ditjen POM, 1995 : 1039-1040)


Sediaan dilakukan pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter atau
pH universal

Dicelupkan pH universal kedalam sediaan

Dilihat perubahan warna yang terjadi pada keterangan warna yang tertera
(range pH), pH harus sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan

4. Uji kejernihan (Ditjen POM, 1995 : 998)


Dilakukan evaluasi uji kejernihan pada setiap sediaan

Dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah
tabung dengan latar belakang hitam dan latar belakang putih

Suatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau
pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti tersebut di
atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan I.
Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I,
II, dan III.
5. Penetapan Viskositas
Dilakukan evaluasi penetapan viskositas pada sediaan

Diukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada temperatur
tetap

Viskositas cairan dihitung dengan rumus: η = B (ρ1 – ρ2) t
Keterangan: η= viskositas cairan, B = konstanta bola, ρ1= bobot jenis bola,
ρ2 = bobot jenis cairan, t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh
jarak tertentu.

Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas (Ditjen POM, 1995 : 855-863)
Dilakukan evaluasi uji sterilitas pada setiap sediaan

Diinkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
dalam medium Tioglikonat cairdan Soybean Casein Digestprosedur uji
dapat menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-
35oC selama tidak kurang dari 7 hari. Untuk melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba

Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan
pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau
pertumbuhan mikroba pada permukaan, kecuali teknik pengujian
dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji tidak absah, maka dilakukan
pengujian Tahap Kedua.
Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan
mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap
2. Uji Kebocoran (Ditjen POM, 2014)
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara
unjungnya di bawah.ini digunakan pada pembuatan dalam skala kecil.
Jika terjadi kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan
wadah menjadi kosong.

Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus


diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut eksikator, yang
kemudian divakumkan. Jika terjadi kebocoran larutan akan diserap
keluar. oleh karena itu, harus dijaga agar jangan sampai larutan yang
keluar, diisap kembali jika di vakum dihilangkan.

X. Hasil Evaluasi

Tabel 10.1 Data pengamatan hasil evaluasi

Penetapan Uji Uji Kejernihan Uji


Botol
pH Terpindahkan Larutan Kebocoran

1 6 10 mL Jernih Tidak bocor


2 6 10 mL Jernih Tidak bocor
3 6 10 mL Jernih Tidak bocor
XI. Pembahasan
Pada percobaan ini, praktikan membuat sediaan obat tetes mata atropin
sulfat. obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi,
dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasil tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penates baku (Ditjen POM, 1979 : 10).
Hal hal yang dilakukan dalam pembuatan sediaan obat tetes mata ini
adalah pertama menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Lalu, alat
tersebut dilakukan sterilisasi dengan menggunakan metode yang sesuai
sebagaimana telah dijelaskan pada tabel 8.2. Selain alat, bahan yang akan
digunakan yaitu terdiri dari atropin sulfat, natrium klorida, benzalkonium klorida,
dinatrii edetas dan aqua pro injection juga dilakukan sterilisasi menggunakan
metode yang sesuai. Pada pembuatan sediaan obat tetes mata atropin sulfat
dilakukan sterilisasi akhir meggunakan metode sterilisasi filtrasi yang
menggunakan menggunakan saringan membran filter untuk bakteri yaitu 0,22 μm
secara aseptis dibawah LAF (Laminar Air Flow). Hal ini karena wadah untuk
sediaan tidak tahan terhadap pemanasan dan untuk mencegah kontaminasi pada
proses pembuatan dan pengemasan. Secara umum, alasannya alat dan bahan yang
akan digunakan dalam pembuatan sediaan obat tetes mata ini harus dilakukan
sterilisasi hal ini karena sesuai dengan sebagaimana salah satu syarat sediaan obat
tetes mata adalah harus steril. Maka alat dan bahan yang digunakan pula harus
steril untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba. Pemilihan bahan eksipien
pada formula sediaan obat tetes mata ini dilakukan berdasarkan inkompatibilitas
yang ada. Masing masing bahan yang digunakan disini tidak inkompatibel satu
sama lain.

Alasan digunakannya zat aktif berupa atropin sulfat karena zat aktif ini
memiliki sifat medriatris merupakan golongan obat yang mempengaruhi dilatasi
atau ukuran pupil bola mata (dapat membesar pupil mata), midriasis dapat
mengakibatkan fotopobia. Selain itu atropin dapat digunakan untuk siklopegia
(dengan melemahkan otot siliari) sehingga memungkinkan mata untuk fokus pada
obyek yang dekat. (Siswandono et al, 1995). Atropin sulfat bekerja dengan
menghambat reseptor muskarinik constrictor pupillae dan M. ciliaris lensa mata,
sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme
akomodasi). Atropin memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik
secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropin dalam
dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam
dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat
ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti
pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang diakibatkan oleh asetilkolin atau
antagonis muskarinik lainnya. (Tan Hoan. Tjay dkk, 2002). Konsentrasi atropin
sulfat untuk memberikan efek pada sediaan tetes mata yaitu 100 mg dalam 10 ml
volume tetes mata (Departemen Kesehatan RI, 1979 :99).
Pada pembuatan sediaan obat tetes mata ini ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan yaitu: ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan,
sterilitas akhir dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat
pertumbuhan dari mikroorganisme selama penggunaan serta isotonisitas dari
larutan. Berdasarkan hal tersebut pembuatan tetes mata ini dibuat dengan metode
sterilitas teknik aseptik (Departemen Kesehatan RI, 1979). Walaupun atropin
sulfat merupakan senyawa yang bersifat termostabil (tahan panas) tetapi sediaan
tetes mata ini menggunakan kemasan plastik sehingga pemilihan metodenya
menjadi aseptik. Selain itu semua alat yang akan digunakan pada pembuatan
disterilkan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi pada sediaan.
Keadaan steril pada tetes mata sangat diperlukan, karena apabila tetes mata yang
digunakan telah terkontaminasi mikroorganisme maka dapat terjadi rangsangan
berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau terlukanya mata.
Atropin sulfat memiliki sifat sangat mudah larut dalam air sehingga pada
pembuatanya digunakan pembawa air yaitu aquadest steril. Pada sediaan tetes
mata ini, selain dilakukan sterilisasi aseptik dilakukan pula proses penyaringan
dengan kertas saring untuk memastikan bahwa sediaan tidak mengandung
partikulat atau endapan yang ada pada larutan. Tetes mata steril selain harus bebas
mikroba harus isotonis dan isohidris. Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat
mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat
menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obatnya.
Larutan hipertonis relatif lebih dapat diterima dari pada hipotonis. Jika tonisitas
tetes mata tidak mendekati cairan mata, maka pada pemakaian dapat
menimbulkan rasa nyeri dan iritasi. Untuk mencapai hal itu pada formulasinya
ditambahakan zat tambahan Natrium klorida (NaCl) sebagai pengisotonis.
Berdasarkan hasil perhitungan tonisitas maka larutan yang dibuat memilki sifat
hipotonis yaitu dengan konsentrasi tonisitas 0,82% sehingga perlu ditambahkan
NaCl agar menjadi isotonis. Untuk mencapai isohidris pH sediaan harus tetap
diperhatikan dalam rentang kestabilan bahan. Obat tetes mata dengan zat aktif
atropin sulfat ini memiliki stabilitas pH sediaan pada rentang 3,5-6,0 (Ditjen
POM, 2014: 186). Pada sediaan dilakukan cek pH setelah proses pembuatan,
dimana diperoleh pH sediaan sebesar 6 hal ini telah masuk rentang sesuai dengan
pH stabilitas tetes mata atropin sulfat yaitu 3,5-6,0. Uji Ini merupakan uji yang
sangat penting dan erat kaitannya terhadap stabilitas bahan yang terdapat dalam
sediaan. Selain NaCl, pada formulasi ini digunakan benzalkonium chloridium
sebagai bahan pengawet. Semua larutan untuk mata harus dibuat steril dan bila
mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas
selama pemakaian. Walaupun Obat tetes mata yang dibuat sudah steril tetapi perlu
penambahan pengawet karena obat tetes mata yang dibuat ini digunakan dalam
multiple dose, sehingga besar kemungkinan terjadi kontaminasi mikroba dari
udara saat obat tetes mata dibuka ketika akan digunakan. Pengawet dalam Obat
tetes mata harus memenuhi syarat yaitu efektif dan efisien (harus aktif terhadap
Pseudomonas aeruginosa), tidak berinteraksi dengan zat aktif dan eksipien lain,
tidak iritan terhadap mata dan tidak toksik. Pengawet yang dipilih adalah
benzalkonium klorida karena efektif dalam dosis rendah (0,01 – 0,02 %) sangat
aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa, reaksi antimikrobanya cepat dan
stabilitas tinggi pada rentang pH lebar, tetapi masih kompatibel dengan zat aktif
dan eksipien lain. Zat tambahan lain yang digunakan yaitu dinatrium edetat
sebagai agen pengkhelat dengan konsentrasi 0,005%-0,1% b/v. Umumnya
Na2EDTA ditambahkan untuk meningkatkan aktivitas amonium kuartener salah
satunya yaitu benzalkonium klorida. Dalam sediaan obat mata, benzalkonium
klorida adalah pengawet yang sering digunakan kombinasi dengan pengawet atau
eksipien lain, terutama dengan dinatrium EDTA untuk meningkatkan aktivitas
melawan Pseudomonas aeruginosa (Rowe et al, 2009: 56).
Tetes mata steril dikemas dalam botol tetes mata plastik yang tertutup
kedap dilengkapi dengan penetes kemudian dilakukan evaluasi sediaan. Evaluasi
umum yang dilakukan pada sediaan tetes mata yaitu uji kejernihan, penentuan
bobot jenis, penetapan pH, penentuan viskositas, penetapan bahan partikulat,
volume terpindahkan, uji sterilitas (Ditjen POM, 1995). Namun uji yang
dilakukan pada sediaan ini yaitu berupa penetapan pH, uji volume terpindahkan,
uji kebocoran dan uji kejernihan.
Uji penetapan pH dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pH sediaan
sesuai dengan persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan. Selain itu,
pengujian ini memiliki prinsip pengukuran menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi sebelumnya dan hasil pengukuran pH larutan tersebut dicocokan
dengan menggunakan indikator universal. Hasil pH yang diperoleh harus sesuai
dengan spesifikasi formulasi sediaan dan pH harus sesuai atau mendekati dengan
pH darah manusia. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh data
pengamatan sebagaimana yang tercantum pada tabel 10.1 hasil pH yang diperoleh
dari ketiga botol berisi larutan obat tetes mata tersebut berturut turut adalah pHnya
6. Hal ini masih lazim karena pH tersebut masuk ke dalam rentang pH stabilitas
zat aktif tersebut (3,5-6,0).
Menurut (Departemen Kesehatan RI, 1978:32), Hasil sediaan obat tetes mata
atropin sulfat adalah memiliki pH obat tetes mata 3,5-6,0. Sedangkan hasil pH
sediaan obat tetes mata atropin sulfat yang didapat oleh praktikan adalah 6,0.
Sehingga hasilnya adalah sesuai sebagaimana dengan literatur yang ada.
Uji volume terpindahkan obat tetes mata dalam wadah dengan tujuan
menetapkan volume obat tetes mata yang dimasukkan dalam wadah agar volume
obat tetes mata yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
Selain itu, pengujian ini memiliki prinsip penentuan volume dilakukan dengan
cara mengambil sampel dengan dimasukkannya ke dalam gelas ukur yang sesuai.
Hasil volume yang diperoleh adalah harus tidak kurang dari volume yang tertera
pada wadah bila diuji satupersatu. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh
data pengamatan bahwa pada botol 1 hingga botol 3 berturut turut volumenya
adalah 10 mL.
Uji kebocoran dilakukan dengan tujuan memeriksa keutuhan kemasan
untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Selain itu, pengujian
ini memiliki prinsip yaitu untuk cairan bening tidak berwarna, wadah takaran
tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan
masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut
sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan berwarna
dengan posisi terbalik, wadah dengan takaran tunggal diletakkan diatas kertas
saring, jika terjadi kebocoran maka kertas saring akan berwarna. Hasil yang
diperoleh sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru
dan kertas saring tidak menjadi basah. Namun, pada percobaan ini pengujian
kebocoran hanya dilakukan dengan cara membalikan posisi wadah botol tersebut
dan melihat terjadi kebocoran atau tidak dari sediaan obat tetes mata larutan
tersebut. Hasil pengujian data pengamatan yang diperoleh adalah ketiga botol
berturut turut tidak mengalami kebocoran hal ini sesuai dengan literatur yang ada.
karena syarat dari pengujian kebocoran dalam 10 wadah adalah tidak boleh ada 1
pun wadah yang mengalami kebocoran apabila ada yang bocor maka pengujian
dilakukan penambahan 20 wadah dan isi sampel larutan.
Uji kejernihan larutan dilakukan dengan tujuan memastikan larutan
terbebas dari pengotor. Selain itu, uji ini memiliki prinsip yaitu membandingkan
kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan, dilakukan di bawah cahaya yang
terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar belakang hitam. Namun
pada praktikum ini yang dilakukan praktikan hanya melihat partikel pengotor
yang berwarna gelap dengan latar belakang putih dan melihat partikel pengotor
berwarna putih pada latar belakang hitam. Berdasarkan hasil pengujian ini hasil
yang diperoleh dari ketiga botol tersebut larutanya jernih tidak ada pengotor.
Menurut (Agoes Goeswin,2012:57), Hal ini sesuai dengan literatur yang ada
bahwa sediaan obat tetes mata larutan adalah sama halnya dengan sediaan larutan
dimana zat aktifnya larut sempurna dalam air sehingga menghasilkan cairan
larutan yang jernih.

XII. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil percobaan yang dilakukan sehingga dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil uji evaluasi yang dilakukan sediaan obat tetes mata ini hampir
memenuhi syarat sediaan obat tetes mata sebagaimana mestinya. Dari hasil
uji penetapan pH diperoleh pH 6 hal ini sesuai dengan range pH stabilitas
zat aktif (3,5-6,0). Dari hasil uji kebocoran dan uji kejernihan hasilnya
yaitu wadah yang digunakan tidak bocor sehingga keutuhan kemasan
masih dalam keadaan utuh serta sedian yang diperoleh dalam keadaan
jernih karena sediaan obat tetes mata yang dibuat adalah berupa larutan.
Sedangkan hasil uji penetapan volume terpindahkan obat tetes mata dalam
wadah, hasilnya volume sediaan yang diperoleh adalah 10 mL (sesuai
aturan FI IV), Hal ini sesuai dengan literatur yang ada.
2. Dari hasil perhitungan tonisitas, sediaan obat tetes mata yang praktikan
buat termasuk sediaan obat tetes mata yang hipotonis maka dalam formula
akhir, praktikan menambahkan zat pengisotonis untuk memperoleh
sediaan obat tetes mata yang isotonis (sesuai syarat sediaan steril obat tetes
mata). Karena kondisi hipotonis dalam sediaan obat tetes mata ini tidak
bisa ditoleransi, maka harus melakukan penambahan zat pengisotonis
yaitu natrium klorida.
X. Kemasan, Etiket dan Brosur

S teril
Tetes Mata

ATROPADEF
Atropin Sulfat 0,5%

Penyimpanan: Indikasi:
Lihat brosur Lihat brosur

ATROPADEF
Atropin Sulfat 0,5% Atropin Sulfat 0,5%

ATROPADEF
Peringatan: Komposisi:
Lihat brosur Atropin Sulfat.............0,5%

Dosis:
Lihat brosur

Cara Penggunaan:
Batch no.: FLP35252 Lihat brosur
Mfg. Date: 19/12/2018
Exp. Date: 19/12/2020
Tetes Mata Tetes Mata
Steril HET: Rp49.500,00 Steril

Netto: 10 ml Netto: 10 ml

Diproduksi Oleh:
SS PT Sedep Sehat HANYA DENGAN Diproduksi Oleh:
Bandung - Indonesia RESEP DOKTER SS PT Sedep Sehat
Bandung - Indonesia
No. Reg.: DKL1827334526C2

Gambar 5.1 Kemasan sekunder obat tetes mata steril atropin sulfat 0,5% “Atropadef”

Atropin Sulfat 0,5%

ATROPADEF
No. Reg.: DKL1827334526C2
Te te s M a ta
S te r i l
HANYADENGAN
Netto: 10 ml RESEPDOKTER
Indikasi : Lihat brosur
D osis lazim: Lihat brosur
Exp. date : 19/12/2020
Mfg. date : 19/12/2018
Diproduk s i Oleh:
SS P T S edep S ehat
B andung - I ndones ia

Gambar 5.2 Etiket obat tetes mata steril atroin sulfat 0,5% “Atropadef”
ATROPADEF
OBAT TETES MATA
ATROFIN SULFAT 0,5%

KOMPOSISI
Tiap botol (10mL) mengandung Atropin Sulfat 5mg/mL.

FARMAKOLOGI
Menghambat aktivitas kelenjar yang diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Hal ini terjadi karena atropin adalah
antagonis reversibel yang kompetitif dari reseptor asetilkolin muskarinik. Asetilkolin adalah neurotransmiter utama
yang digunakan oleh system saraf parasimpatis

INDIKASI
Meredakan rasa nyeri yang disebabkan pembengkakan dan peradangan pada mata (anterior uveitis). Melemasnya
otot-otot mata setelah diberikan obat ini bisa mengurangi nyeri dan membantu proses pemulihan bagian mata yang
meradang.

KONTRA INDIKASI
Sebagai antimuskarinik yang berfungsi membuat pupil mata terbuka lebih lebar dan melemaskan otot-otot pada mata.

EFEK SAMPING
Beberapa efek samping atropin sulfat yang umumnya terjadi adalah:

 Kesulitan memfokuskan pandangan..

 Pandangan kabur.

 Iritasi mata.

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN


Dosis atropin yang biasanya diberikan oleh dokter pada pasien dewasa adalah satu sampai dua tetes pada tiap bola
mata, satu jam sebelum pemeriksaan refraksi. Untuk menangani peradangan atau pembengkakan pada mata pasien
dewasa (uveitis/iritis), biasanya dokter akan menyarankan pemberian atropin satu atau dua tetes pada bola mata yang
sakit, maksimal empat kali dalam sehari.

Berkonsultasilah dengan dokter untuk menentukan dosis bagi anak-anak. Namun, biasanya dokter akan menyarankan
satu tetes tiap bola mata, dua kali dalam sehari, selama satu sampai tiga hari sebelum menjalani pemeriksaan refraksi
mata. Untuk mengatasi peradangan atau pembengkakan pada pasien anak-anak, dokter umumnya meresepkan satu
tetes tiap bola mata, maksimal tiga kali sehari.

PERINGATAN DAN PERHATIAN

 Harap berhati-hati bagi yang sedang menderita glaukoma, sindrom down, kerusakan otak, atau
paralisis spastik.

 Disarankan tidak mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan alat berat, karena atropin bisa
mengganggu indera penglihatan.

 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

PENYIMPANAN
Harus terlindung dari cahaya dan disimpan dalam wadah tertutup baik.

KEMASAN
Botol @ 10mL

NO. REGISTRASI
No. Reg. DKL. 1827334526C2

KETERANGAN
HARUS DENGAN RESEP DOKTER

Diproduksi oleh
PT. Sedep Sehat, Bandung. Indonesia

Gambar 5.3 Brosur obat tetes mata steril atroin sulfat 0,5% “Atropadef”
XI. Daftar Pustaka

Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi (SFI-6). Penerbit Bandung: ITB.

Ditjen POM., 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI, hal: 32
Ditjen POM., 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, hal: 10, 99, 403
Ditjen POM., 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, hal: 112, 184, 855-863, 981-985, 998, 1039-1040
Ditjen POM., 2014. Farmakope Indonesia Edisi Kelima. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal : 86
Lund, Walter., 1994. The Pharmaceutical Codex, 12th edition, The
Pharmaceutical Press, London, page: 750
Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. Chicago, London: Pharmaceutical Press, page:
56-58, 242-244, 638, 766
Siswandono dan Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit Airlangga
University Press.
Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT. Gramedia.

You might also like