You are on page 1of 14

Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

KAJIAN KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)


INDUSTRI MINUMAN PQR DI PANDAAN KABUPATEN
PASURUAN
1)
Sriliani Surbakti
1)
Dosen Prodi. Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITN - Malang

ABSTRAKSI

Proses produksi Minuman PQR menghasilkan limbah cair yang


mengandung kadar limbah organik yang tinggi, untuk TSS sebesar 953
mg/L, BOD sebesar 8773 mg/L dan COD sebesar 18299 mg/L. Analisis
terhadap parameter kinerja tiap unit IPAL antara lain bak
ekualisasi,UASB, Oxidation Ditch dan Clarifier.Berdasarkan hasil
perhitungan pada masing-masing unit IPAL maka masalah pada bak
ekualisasi adalah terjadinya proses anaerobik, masalah pada UASB
adalah penurunan efektifitas removal TSS. Untuk unit OD terdapat
masalah F/M kecil sehingga dibutuhkan adanya tambahan nutrien. Dan
di unit clarifier terdapat masalah clogging dan lumpur aktif yang masih
mengapung.
Berdasarkan hasil Analisa data yag diperoleh pada masing-masing unit
IPAL industri Minuman PQR maka ternyata masih perlu di tingkatkan
lagi pada unit ekualisasi yaitu masih perlu adanya tambahan suplai
udara dengan menggunakan mixer yang dapat menjangkau minimal
hingga setengah kedalaman. Untuk unit UASB, efluen yang direcycle
sebaiknya diendapkan dulu untuk mencegah hilangnya padatan karena
proses pencampuran sludge blanket. Untuk unit OD perlu adanya
tambahan urea sebesar 0,52 kg/hari dan TSP sebesar 2 kg/hari.Untuk
clarifier, dapat mempercepat waktu tinggal lumpur di bak sedimentasi
dengan mempercepat rentang waktu pembukaan valve pembuangan
lumpur ke sludge drying bed.

Kata Kunci: Air Limbah, Kinerja Unit IPAL.

PENDAHULUAN
Industri PQR merupakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia
yang bergerak dalam bidang air minum dalam kemasan (AMDK). Produksi
utama yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah air mineral. yaitu suatu
minuman elektrolit yang bervitamin dan bernutrisi dengan beberapa macam
kombinasi rasa buah. Proses produksi Minuman PQR menghasilkan limbah
cair yang mengandung kadar limbah organik rata-rata tinggi. Berdasarkan
hasil uji kualitas air limbah pada bulan Oktober 2009, untuk TSS sebesar
953 mg/L, BOD sebesar 8773 mg/L dan COD sebesar 18299 mg/L. Baku

31
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

mutu air golongan III untuk parameter TSS sebesar 200 mg/L, BOD sebesar
150 mg/L dan COD sebesar 300 mg/L. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
instalasi pengolahan air limbah untuk mereduksi air limbah hasil produksi
minuman PQR sebelum dibuang ke badan air sekitar.
Proses pengolahan air limbah industri Minuman PQR saat ini memiliki
empat unit bangunan utama yang digunakan dalam mengolah air limbah
hasil produksi, yakni bak Ekualisasi, unit UASB (Upflow Anaerobic Sludge
Blanket), Oxidation Ditch dan bak Clarifier. Sejak IPAL dioperasikan pada
tahun 2005 hingga sekarang belum pernah diakji kinerja proses dan sistem
IPAL minuman PQR. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kinerja
proses dari sistem IPAL dibutuhkan adanya kajian kinerja instalasi
pengolahan air limbah Minuman PQR agar dapat diketahui seberapa besar
efektifitas kinerja IPAL dalam mengolah air limbah, sehingga air limbah dari
industri Minuman PQR aman di buang ke badan air.
Berdasarkan kondisi eksisting pada industri Minuman PQR yang
berlokasi di Pandaan,maka dapat diketahui permasalahan yaitu, :
1. Sejauhmana kinerja unit-unit pada proses Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL),
2. Bagaimana efektifitas kinerja dari unit-unit proses IPAL Industri
Minuman PQR.
Tujuan penelitian pada industri Minuman PQR adalah:
1. Menyusun kajian kinerja unit-unit Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) pada industri Minuman PQR .
2. Memberikan rekomendasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan kinerja dari unit-unit IPAL Minuman PQR.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik pada limbah industri dalam penanganan dan
pengontrolan limbah industri, perlu diketahui dua hal yang menjadi dasar
dalam menganalisis dan mendesain suatu pengolahan air limbah, yaitu
karakteristik air limbah dan spesifikasi prosesnya (Mara, 1996). Semakin
tinggi konsentrasi padatan dalam air limbah seringkali menyebabkan air
limbah dinyatakan sebagai strong wastewater. Derajat kekuatan air limbah
secara umum ditentukan dari beban BOD dan COD. Disamping itu,
kekuatan air limbah juga sangat dipengaruhi oleh tingkat penggunaan air di
masing-masing negara, karena strong wastewater di negara dengan tingkat
penggunaan air yang rendah tentu tidak sama dengan strong wastewater di
negara lain yang tingkat penggunaan airnya lebih tinggi. Derajat kekuatan
air limbah seperti tabel berikut.

32
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

Tabel 1.
Derajat Kekuatan Air Limbah

Kekuatan BOD COD


Lemah < 200 <400
Medium 350 700
Strong 500 1000
Very Strong > 750 > 1500
(Sumber: Mara, 1976)

Karakteristik air buangan baik kuantitas maupun kualitasnya adalah


suatu hal yang perlu dipahami dalam merencanakan suatu unit pengolahan
limbah air buangan. Karakteristik air buangan dibedakan atas tiga
karakteristik, yaitu :
1. Karakteristik fisik
2. Karakteristik kimia
3. Karakteristik biologi
Proses pengolahan air limbah pada prinsipnya, pengolahan air limbah
bertujuan untuk menurunkan konsentrasi TSS, BOD, COD, membunuh
organisme pathogen, menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun,
serta bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasi yang ada
menjadi rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar
bahan tersebut dapat direduksi. Pemilihan dari proses atau kombinasi
proses pengolahan limbah tergantung pada beberapa pertimbangan, antara
lain:
a. Karakteristik air limbah yang akan diolah
b. Kualitas efluen yang dibutuhkan

Klasifikasi pengolahan air limbah dikelompokkan atas:


1. Berdasarkan tingkat pengolahan, yang terdiri atas
- Pengolahan primer, merupakan proses pengolahan tahap
awal yang dilakukan terhadap air limbah yang biasanya
merupakan proses fisik.
- Pengolahan sekunder, merupakan proses pengolahan tahap
kedua yang biasanya merupakan gabungan proses kimiawi
dan biologis yang menggunakan mikroorganisme.
- Pengolahan tersier, merupakan proses pengolahan lanjutan
dari pengolahan sekunder yang tidak dapat dihilangkan
dalam proses pengolahan sekunder, seperti P dan N.
2. Berdasarkan unit operasi dan proses, yang terdiri atas :

33
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

- Pengolahan secara fisik, merupakan proses pengolahan


dengan melakukan removal bahan pencemar secara fisik.
Unit pengolahannya meliputi : Screening, Communitor,
Grit Removal, Mixing, Sedimentasi dan Filtrasi.
- Pengolahan secara kimiawi, merupakan proses
pengolahan dimana proses removal atau konversi
kontaminan melalui penambahan bahan kimia dalam air
buangan. Unit pengolahan meliputi : Presipitasi, Gas
transfer, Koagulasi, Desinfeksi, dan Karbon aktif.
- Pengolahan secara biologis, merupakan proses
pengolahan dengan melakukan removal kontaminan
dalam air limbah melalui aktivitas biologis
mikroorganisme. Pengolahan ini terutama digunakan
untuk penghilangan bahan organik yang biodegradable
dalam air limbah. Pengolahan biologis dapat dibedakan
menurut pemakaian oksigennya :
a) Proses aerobik, yaitu activated sludge, aerated lagoon,
aerobic digester dan trickling filter.
b) Proses anaerobik, yaitu anaerobic digestion, anaerobik
filter, dan anaerobik ponds.
c) Proses fakultatif, yaitu fakultatif lagoon dan maturation
ponds. (Metcalf & Eddy, 2003)
Untuk memperkecil atau mengontrol fluktuasi aliran dan karakteristik
air limbah dalam rangka penyediaan kondisi optimum untuk proses
pengolahan selanjutnya, maka Rumus-rumus pada bak ekualisasi :
1.Penentuan beban air limbah setelah ekualisasi
Volume cadangan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

Vsc = Vsp + Vic – Voc (1)

Dimana:
Vsc = Volume cadangan hari x
Vsp = Volume cadangan hari sebelumnya
Vic = Volume aliran hari x
Voc = Volume rata-rata

Untuk menentukan beban air limbah setelah ekualisasi dapat


menggunakan rumus berikut:
(Vic)(Xic)  (Vsp)(Xsp)
Xoc = (2)
Vic  Vsp

34
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

Dimana:
Xoc = Konsentrasi COD di bak ekualisasi
Vic = Volume aliran (m3)
Xic = Konsentrasi COD rata-rata (mg/L)
Vsp = Volume cadangan hari sebelumnya (m3)
Xsp = Konsentrasi COD rata-rata hari sebelumnya (mg/L)
Pengolahan air limbah dengan menggunakan kombinasi proses
anaerobik-aerobik akan melibatkan penggunaan oksigen bebas oleh
mikroorganisme aerob untuk mengkonversi limbah organik menjadi biomasa
dan CO2, sedangkan limbah organik yang kompleks akan didegradasi
menjadi methana, CO2 dan H20 melalui 3 langkah dasar (hidrolisis,
asidogenesis termasuk asetogenesis dan methanogenesis) dengan
memanfaatkan kehadiran oksigen. Proses biologis aerobik banyak
digunakan pada pengolahan limbah organik untuk menghasilkan derajat
efisiensi pengolahan yang tinggi, sedangkan pengolahan anaerobik
merupakan pengolahan sebelumnya yang diproses pada reaktor anaerobik
untuk pengolahan limbah yang berdasarkan konsep resource recovery
(Seghezzo et al, 1998).
Unit-unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) termauk
didalamnya Unit sedimentasi kedua merupakan suatu unit dalam proses
pengolahan air limbah untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk akibat
penguraian bahan-bahan organik (koloidal dan terlarut) oleh mikroorganisme
pada pengolahan biologis. Perencanaan unit sedimentasi kedua hampir
sama dengan unit sedimentasi pertama hanya pembebanan unit tergantung
dari jenis pengolahan biologis yang digunakan. Secondary clarifier berfungsi
untuk memisahkan lumpur aktif (activated sludge) dari MLSS. Lumpur yang
mengandung bakteri yang masih aktif akan disirkulasi kembali ke activated
sludge dan lumpur yang sudah mati atau tidak aktif lagi dialirkan ke unit
pengolah lumpur. Langkah ini merupakan langkah terakhir untuk
menghasilkan efluen yang stabil dengan konsentrasi BOD yang rendah dan
suspended solid yang rendah. Prinsip operasi yang berlangsung di dalam
secondary clarifier ini adalah pemisahan dari suspensi ke dalam fase-fase
padat (sludge) dan cair dari komponen-komponennya. Bangunan
sedimentasi ini terdiri dari tiga zona, yaitu inlet, pengendapan lumpur dan
zona outlet. Zona inlet dihubungkan dengan pipa dari outlet dari tangki
aerasi. Pada bagian dasar bak dibuat miring agar lumpur yang sudah
mengendap dapat dikumpulkan ke ruang lumpur melalui bantuan scrapper.
Ruang lumpur pada secondary clarifier berbentuk circular ini terletak pada
bagian tengah bak. Lumpur yang terkumpul pada ruang lumpur akan
dipompa dengan pompa lumpur, sedangkan supernatant akan keluar
melalui sistem pelimpah dan akan mengalami proses selanjutnya (Metcalf &
Eddy, 2003). Berikut kriteria desain unit sedimentasi kedua

35
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

Tabel 2.
Kriteria Desain Unit Sedimentasi Kedua

Kriteria desain
No Parameter Kondisi lapangan
(Range)

Average 16 - 28
3 2
1 OFR (m /m .hari)
Peak 40 - 64
Average 1,5 - 2,5
2 td (jam)
Peak 1,5 - 2,5
Average 1-5
2
3 SLR (kg/m .hari)
Peak 1-5
Sumber: Metcalf &Eddy, 2003

METODE PENELITIAN
Tahap-tahap pelaksanaan penelitian dilakukan dengan :
1. Pengumpulan data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer ini meliputi 3 tahapan yaitu tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan analisis
sampel.
1. Tahapan Persiapan
Persiapan Alat:
- Botol-botol sampling
- Termometer
- Alat analisis TSS, BOD dan COD (terlampir)
Persiapan Bahan:
- Es batu untuk pengawetan sampel
- Bahan kimia untuk analisis TSS, BOD dan COD
(terlampir)
2. Tahapan Pelaksanaan
Lokasi penelitian ini dilakukan di IPAL Minuman PQR,
Pandaan. Yang meliputi :
- Pengukuran debit dilakukan pada influen dan efluen
- Pengambilan sampel pada influen unit awal IPAL
dan efluen tiap unit IPAL.
- Parameter yang diperiksa meliputi TSS, BOD dan
COD.
- Titik pengambilan sampel meliputi : Influen
Ekualisasi, Influen UASB (Pump pit II), Efluen
UASB, Efluen Oxidation Ditch, dan Efluen Bak
Clarifie

36
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

3. Prosedur Pengambilan Sampel


Melakukan pengambilan dan pengawetan sampel
pada influen dan effluen masing-masing unit IPAL,
dan melakukan Analisa parameter TSS dengan
metode gravimetri, parameter BOD dengan metode
winkler, parameter COD dengan metode
refluks/titrasi dengan larutan K2Cr2O7, H2SO4,
Ag2SO4.
b. Data sekunder
Data sekunder meliputi data eksisting IPAL, data proses
pengolahan air limbah Minuman PQR, detail tiap unit
bangunan IPAL, dan Data debit dan analisa kualitas limbah.
2. Pengolahan dan Analisa data
Analisa data meliputi :
1. Analisis Kinerja setiap unit IPAL Minuman PQR antara
lain: Bak ekualisasi, UASB, oxidation ditch dan clarifier
2. Analisa kinerja tiap unit IPAL Minuman PQR

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil analisa TSS
Tabel 3.
Hasil Analisa TSS

Pengukuran ke- BM
Titik Uji
1 2 3 4 5 6 Ave Gol. III
Influen Ekualisasi 994 970 920 976 946 912 953 200
Efluen Ekualisasi 846 884 820 876 808 886 853 200
Pump Pit II 206 214 284 280 224 240 241 200
Efluen UASB 162 168 164 156 160 142 159 200
Efluen OD + Sed 34 34 32 34 46 32 35 200
Bak Kontrol 8 9 8 12 10 8 9 200
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium

2. Hasil analisa BOD


Tabel 4.
Hasil Analisa BOD

Pengukuran ke- BM
Titik Uji
1 2 3 4 5 6 Ave Gol. III
Influen
8610 8760 8756 8874 8870 8770 8773 150
Ekualisasi
Efluen
8261 8510 8165 8410 8150 8184 8280 150
Ekualisasi

37
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

Pump Pit II 844 820 850 814 834 824 831 150
Efluen UASB 541 510 506 538 500 565 527 150
Efluen OD +
256 249 259 278 268 283 266 150
Sed
Bak Kontrol 60 67 76 100 77 67 75 150
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium

3. Hasil analisa COD


Tabel 5.
Hasil Analisa COD
Pengukuran ke- BM
Titik Uji Gol.
1 2 3 4 5 6 Ave
III
Influen
17969 18282 18240 18520 18480 18303 18299 300
Ekualisasi
Efluen
17240 17760 17040 17520 17009 17080 17275 300
Ekualisasi
Pump Pit II 1760 1710 1780 1700 1740 1720 1735 300
Efluen UASB 1129 1064 1056 1120 1040 1180 1098 300
Efluen OD +
535 520 540 580 560 590 554 300
Sed
Bak Kontrol 128 140 160 208 160 140 156 300
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium

Dari hasil analisis laboratorium, maka dapat diketahui efisiensi


penyisihan dari masing-masing parameter TSS, BOD dan COD di dalam bak
ekualisasi sehingga dapat diketahui kinerja dari unit bak ekualisasi ini.
1. Total Suspended Solid (TSS)
Data sampling:
Influen = 953 mg/L
Efluen = 859 mg/L
953 - 859
Efisiensi = x100%  10 %
953
2. Biological Oxygen Demand (BOD)
Data sampling:
Influen = 8773 mg/L
Efluen = 8280 mg/L
8773- 8280
Efisiensi = x100%  6 %
8773
3. Chemical Oxygen Demand (COD)
Data sampling:
Influen = 18299 mg/L
Efluen = 17275 mg/L

38
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

18299- 17275
Efisiensi = x100%  6 %
18299
Parameter kinerja bak ekualisasi diatas dapat dilihat pada uraian
sebagai berikut:
1. Penentuan Volume Efektif Bak Ekualisasi
Untuk mengetahui volume efektif yang diperlukan saat proses
berlangsung, diperlukan data kuantitas air limbah. Hal tersebut juga
bertujuan untuk mengontrol debit dan beban BOD dan COD yang masuk
ke unit pengolahan. Debit yang dipakai untuk pengolahan air limbah yang
masuk ke bak equalisasi terjadi secara fluktuatif dan bervariasi. Untuk
menentukan efektifitas volume bak ekualisasi diperlukan data-data influen
bak ekualisasi sebagai berikut:
- Debit rata-rata air limbah per hari (m 3/hari)
- Konsentrasi BOD atau COD rata-rata per hari (mg/L)
Dari data diatas maka dapat diketahui volume kumulatif yang masuk di
bak ekualisasi per hari selama 1 bulan (m 3) dan beban BOD atau COD
(kg/hari).
Tabel 6.
Karakteristik Air Limbah Inluen Equalisasi

Sumber : Hasil Perhitungan

39
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

Berdasarkan data variasi debit yang dihasilkan langsung dari sumber


limbah, maka dapat ditentukan volume efektif bak ekualisasi seperti hasil
pada Tabel 6.

Berdasarkan kriteria desain yang ada, volume bak yang diperlukan dapat
dicari secara grafis dengan menghubungkan antara volume kumulatif
aliran dengan periode waktu. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 1.
400.00

350.00

300.00

250.00
Volume Kumulatif (m3)

200.00

Volume bak ekualisasi yang GRAFIK PENENTUAN


dibutuhkan = 190 – 150 = 40 m3 VOLUME BAK
150.00 EKUALISASI

Linear (GRAFIK
PENENTUAN VOLUME
100.00 BAK EKUALISASI)

50.00

0.00
0 5 10 15 20 25 30

Waktu

Gambar 1.
Volume Efektif Bak Equalisasi

Dari gambar 1 maka dapat diperoleh volume bak equalisasi yang


diperlukan adalah sebesar 40 m 3 sedangkan bak equalisasi yang terdapat
pada IPAL Minuman PQR mempunyai volume sebesar 38,8 m 3. Volume
bak equalisasi yang ada ternyata lebih kecil dari volume bak yang
diperlukan. Namun hal ini tidak masalah karena nilainya tidak terlampau
jauh.
2. Beban Air limbah yang masuk dan keluar Bak Ekualisasi
Tabel 7.
Karakteristik Air Limbah Efluen Equalisasi

Sumber : Hasil Perhitungan

40
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

Dari perhitungan desain volume efektif bak equalisasi berdasarkan beban


air limbah yang masuk dan data kualitas air limbah diatas, maka dapat
ditentukan bagaimana karakteristik kualitas air limbah setelah melalui bak
equalisasi. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 7.
3. Waktu detensi
Berdasarkan perhitungan waktu detensi didapatkan waktu kondisi
eksisting adalah 63 jam. Kondisi waktu detensi tersebut terlalu lama
karena kriteria desain untuk waktu detensi bak ekualisasi adalah <10
menit.
4. Kinerja mixer
Mixer yang digunakan belum optimum untuk meratakan air limbah karena
jangkauan mixer hanya 0,7 m lebih kecil dari kriteria mixer yang ada yaitu
sekitar 1/2 – 2/3 dari kedalaman. Jika kedalaman 3 m, maka jangkauan
mixer seharusnya sekitar 1,5 – 2 m untuk memperoleh kondisi yang
optimum.
5. Efisiensi removal TSS
Berdasarkan hasil perhitungan, efisiensi removal TSS pada unit UASB
hanya 81,36 % sedangkan kriteria desainnya adalah 90 – 95 %.
Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja UASB dalam
mereduksi TSS masih belum efektif.
6. Tinggi reaktor UASB
Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting, tinggi reaktor UASB eksisting
adalah 8,3 m dan berdasarkan kriteria desainnya adalah 6 – 10 m. Tinggi
reaktor UASB tersebut bisa dikatakan sudah memenuhi syarat sesuai
dengan kriteria desain.
7. Upflow velocity
Upflow velocity merupakan kecepatan air limbah melewati sludge blanket
dengan aliran keatas. Kriteria desain untuk upflow velocity pada UASB
adalah 1 – 3 m/jam, namun pada kondisi eksisting (Qave dan Q peak)
berada dibawah kriteria desain yaitu hanya 0,63 m/jam dan 0,81 m/jam.
Kondisi tersebut menyebabkan waktu tinggal air limbah menjadi lebih
lama.
8. Solid Retention Time (SRT)
Solid Retention Time merupakan waktu tinggal solid pada UASB. Pada
IPAL industri Minuman PQR dianalisis SRT tanpa kondisi recycle dan
SRT dengan kondisi recycle 87,5 % pada Qave. Tujuannya adalah untuk
membandingkan manakah yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja
unit UASB. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai SRT tanpa kondisi

41
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

recycle adalah 83 hari dan SRT dengan kondisi recycle 87,5 % adalah 8
hari, sedangkan menurut kriteria desain yang ada (Appels, 2008), SRT >
10 hari proses digestion sudah mulai stabil. Semua senyawa lumpur
secara signifikan tereduksi. Sehingga pada SRT > 10 hari dikatakan
sebagai desain yang optimal untuk parameter pada semua proses
anaerobik. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi
recycle 87,5 % hanya akan menambah debit saja sehingga waktu tinggal
solid menjadi lebih cepat dan tidak efektif. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya padatan pada efluen UASB

KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengukuran, kinerja IPAL Minuman PQR sudah efektif
karena efluen yang dihasilkan sudah memenuhi baku mutu sesuai
dengan SK. Gub. Jatim No.45 Tahun 2002.
2. Berdasarkan hasil evaluasi tiap unit-unit IPAL, diperoleh hasil sebagai
berikut :
a. Kondisi eksisting IPAL saat ini merupakan kondisi “under desain”
dimana beban air limbah yang masuk lebih kecil (14,92 m 3/hari)
dibandingkan beban yang seharusnya diolah pada IPAL (55
m3/hari).
b. Pada unit bak ekualisasi mixer yang digunakan belum optimum
untuk meratakan air limbah karena hanya memiliki jangkauan 0,7
m dari permukaan saja sedangkan kedalaman bak terlalu dalam
yaitu 3 m, sehingga di bagian dalam bak terjadi proses anaerob.
c. Pada unit UASB, adanya recycle efluen air limbah (pengenceran)
akan menyebabkan konsentrasi air limbah yang diolah pada
UASB tidak sesuai desain sehingga mempercepat Solid
Retention Time (SRT) dan akibatnya masih terkandung senyawa
lumpur pada efluen. Kondisi tersebut menyebabkan efisiensi
removal TSS pada UASB hanya 81%, sedangkan menurut
kriteria desain untuk unit UASB adalah 90%-95%.
d. Pada unit oxidation dich, Rasio F/M hanya 0,02, sedangkan
menurut kriteria desain adalah 0,04 – 0,10. Karena pada unit
oxidation ditch terjadi kondisi kekurangan nutrien (F/M kecil)
sehingga perlu dilakukan pengontrolan rasio F/M yaitu dengan
menambahkan urea (unsur N) sebesar 0,52 kg/hari dan TSP
(unsur P) sebesar 2 kg/hari. Pada unit clarifier, waktu detensi
yang lebih lama (5,8 jam) dari kriteria desain yang ada (1,5 – 2,5
jam) menyebabkan
e. terjadinya clogging pada tube settler dan lumpur yang
mengapung pada permukaan clarifier.

42
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti

3. Rekomendasi pemecahan masalah sebagai berikut:


a. Bak Ekualisasi
Perlu dilakukan penggantian mixer dengan mixer yang memiliki
panjang kedalaman 1/2 - 2/3 dari kedalaman, misalkan mixer
jenis axial flow impeller. Tujuannya untuk menambah suplai
oksigen agar tidak terjadi proses anaerob pada bak ekualisasi.
b. UASB
Sebelum efluen dari UASB direcycle, sebaiknya diendapkan dulu
untuk mencegah hilangnya padatan karena proses pencampuran
sludge blanket. Fungsi dari penangkapan padatan di bagian luar
UASB (clarifier) juga untuk mencegah hilangnya biomasa dari
sistem UASB.
c. Oxidation ditch
Kondisi kekurangan nutrien (F/M kecil) dapat dilakukan
pengontrolan rasio F/M dengan menambahkan urea sebesar
0,52 kg/hari dan TSP sebesar 2 kg/hari karena pada unit
oxidation ditch terjadi.
d. Clarifier
Mempercepat waktu tinggal lumpur di bak sedimentasi dengan
mempercepat interval / rentang waktu pembukaan valve
pembuangan lumpur ke sludge drying bed agar tidak terbentuk
lumpur yang mengapung di permukaan bak clarifier dan
menambah frekuensi pembersihan tube settler untuk
memperkecil terjadinya clogging.

DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan Santika, S.S. (1984). Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional:
Surabaya.
Alvarez, J.A., Ruiz, I., Soto, M. (2008). Anaerobic Digesters as a Pretreatment for
Constructed Wetlands. Ecological Engineering (33) pp 54-67.
Boe K. (2006). Online monitoring and control of the biogas process. Thesis, Institute
of Environment & Resources, Technical University of Denmark.
Cakir, F.Y., Stenstrom, M.K. (2005). Greenhouse Gas Production: A Comparison
Between Aerobic and Anaerobic Wastewater Treatment Technology. Water
Research 39 pp 4197–4203.
Cervantes, F.J., Pavlostathis, S.G., Van Haandel, A.C. (2006). Advanced Biological
Treatment Processes for Industrial Wastewaters: Principles and Applications.
IWA Publishing.
Gerardi, MH. (2003). The Microbiology of Anaerobic Digesters, 1st edition. Somerset
NJ: Wiley.

43
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44

Hashim J, Kulundai RS, Hassan. Biodegradability of Branched Alkylbenzene


Sulphonates, J Chem Tech Biotechnol 54:207–14.
Hindarko, S. (2003). Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain.
Penerbit Esha. Jakarta.
Kaul, S.N. and Gautam, Ashutosh. (2002). Water and Wastewater analysis. Daya
Publishing House. Delhi.
Leslie, C.P., Grady Jr., Daigger, G.T., Lim, H.C. (1999). Biological Wastewater
Treatment, 2nd edition, Revised and Expanded, CRC Press.
Lettinga, G., Pol, L.W.H. (1991). UASB Process Design for Various Types of
Wastewaters. Water Science Technologies. 24 (8) pp 87–107.
Reynolds, T.D. and Richards, P.A. (1996), Unit Operations and Process in
Environmental Engineering, 2nd edition, An International Thomson Publishing
Company.
Sawyer, C.N. and Mc Carty, P.L. (1978). Chemistry for Environmental Engineering,
3rd edition. Mc Graw Hill. New York.

44

You might also like