Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAKSI
PENDAHULUAN
Industri PQR merupakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia
yang bergerak dalam bidang air minum dalam kemasan (AMDK). Produksi
utama yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah air mineral. yaitu suatu
minuman elektrolit yang bervitamin dan bernutrisi dengan beberapa macam
kombinasi rasa buah. Proses produksi Minuman PQR menghasilkan limbah
cair yang mengandung kadar limbah organik rata-rata tinggi. Berdasarkan
hasil uji kualitas air limbah pada bulan Oktober 2009, untuk TSS sebesar
953 mg/L, BOD sebesar 8773 mg/L dan COD sebesar 18299 mg/L. Baku
31
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
mutu air golongan III untuk parameter TSS sebesar 200 mg/L, BOD sebesar
150 mg/L dan COD sebesar 300 mg/L. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
instalasi pengolahan air limbah untuk mereduksi air limbah hasil produksi
minuman PQR sebelum dibuang ke badan air sekitar.
Proses pengolahan air limbah industri Minuman PQR saat ini memiliki
empat unit bangunan utama yang digunakan dalam mengolah air limbah
hasil produksi, yakni bak Ekualisasi, unit UASB (Upflow Anaerobic Sludge
Blanket), Oxidation Ditch dan bak Clarifier. Sejak IPAL dioperasikan pada
tahun 2005 hingga sekarang belum pernah diakji kinerja proses dan sistem
IPAL minuman PQR. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kinerja
proses dari sistem IPAL dibutuhkan adanya kajian kinerja instalasi
pengolahan air limbah Minuman PQR agar dapat diketahui seberapa besar
efektifitas kinerja IPAL dalam mengolah air limbah, sehingga air limbah dari
industri Minuman PQR aman di buang ke badan air.
Berdasarkan kondisi eksisting pada industri Minuman PQR yang
berlokasi di Pandaan,maka dapat diketahui permasalahan yaitu, :
1. Sejauhmana kinerja unit-unit pada proses Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL),
2. Bagaimana efektifitas kinerja dari unit-unit proses IPAL Industri
Minuman PQR.
Tujuan penelitian pada industri Minuman PQR adalah:
1. Menyusun kajian kinerja unit-unit Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) pada industri Minuman PQR .
2. Memberikan rekomendasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan kinerja dari unit-unit IPAL Minuman PQR.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik pada limbah industri dalam penanganan dan
pengontrolan limbah industri, perlu diketahui dua hal yang menjadi dasar
dalam menganalisis dan mendesain suatu pengolahan air limbah, yaitu
karakteristik air limbah dan spesifikasi prosesnya (Mara, 1996). Semakin
tinggi konsentrasi padatan dalam air limbah seringkali menyebabkan air
limbah dinyatakan sebagai strong wastewater. Derajat kekuatan air limbah
secara umum ditentukan dari beban BOD dan COD. Disamping itu,
kekuatan air limbah juga sangat dipengaruhi oleh tingkat penggunaan air di
masing-masing negara, karena strong wastewater di negara dengan tingkat
penggunaan air yang rendah tentu tidak sama dengan strong wastewater di
negara lain yang tingkat penggunaan airnya lebih tinggi. Derajat kekuatan
air limbah seperti tabel berikut.
32
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti
Tabel 1.
Derajat Kekuatan Air Limbah
33
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
Dimana:
Vsc = Volume cadangan hari x
Vsp = Volume cadangan hari sebelumnya
Vic = Volume aliran hari x
Voc = Volume rata-rata
34
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti
Dimana:
Xoc = Konsentrasi COD di bak ekualisasi
Vic = Volume aliran (m3)
Xic = Konsentrasi COD rata-rata (mg/L)
Vsp = Volume cadangan hari sebelumnya (m3)
Xsp = Konsentrasi COD rata-rata hari sebelumnya (mg/L)
Pengolahan air limbah dengan menggunakan kombinasi proses
anaerobik-aerobik akan melibatkan penggunaan oksigen bebas oleh
mikroorganisme aerob untuk mengkonversi limbah organik menjadi biomasa
dan CO2, sedangkan limbah organik yang kompleks akan didegradasi
menjadi methana, CO2 dan H20 melalui 3 langkah dasar (hidrolisis,
asidogenesis termasuk asetogenesis dan methanogenesis) dengan
memanfaatkan kehadiran oksigen. Proses biologis aerobik banyak
digunakan pada pengolahan limbah organik untuk menghasilkan derajat
efisiensi pengolahan yang tinggi, sedangkan pengolahan anaerobik
merupakan pengolahan sebelumnya yang diproses pada reaktor anaerobik
untuk pengolahan limbah yang berdasarkan konsep resource recovery
(Seghezzo et al, 1998).
Unit-unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) termauk
didalamnya Unit sedimentasi kedua merupakan suatu unit dalam proses
pengolahan air limbah untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk akibat
penguraian bahan-bahan organik (koloidal dan terlarut) oleh mikroorganisme
pada pengolahan biologis. Perencanaan unit sedimentasi kedua hampir
sama dengan unit sedimentasi pertama hanya pembebanan unit tergantung
dari jenis pengolahan biologis yang digunakan. Secondary clarifier berfungsi
untuk memisahkan lumpur aktif (activated sludge) dari MLSS. Lumpur yang
mengandung bakteri yang masih aktif akan disirkulasi kembali ke activated
sludge dan lumpur yang sudah mati atau tidak aktif lagi dialirkan ke unit
pengolah lumpur. Langkah ini merupakan langkah terakhir untuk
menghasilkan efluen yang stabil dengan konsentrasi BOD yang rendah dan
suspended solid yang rendah. Prinsip operasi yang berlangsung di dalam
secondary clarifier ini adalah pemisahan dari suspensi ke dalam fase-fase
padat (sludge) dan cair dari komponen-komponennya. Bangunan
sedimentasi ini terdiri dari tiga zona, yaitu inlet, pengendapan lumpur dan
zona outlet. Zona inlet dihubungkan dengan pipa dari outlet dari tangki
aerasi. Pada bagian dasar bak dibuat miring agar lumpur yang sudah
mengendap dapat dikumpulkan ke ruang lumpur melalui bantuan scrapper.
Ruang lumpur pada secondary clarifier berbentuk circular ini terletak pada
bagian tengah bak. Lumpur yang terkumpul pada ruang lumpur akan
dipompa dengan pompa lumpur, sedangkan supernatant akan keluar
melalui sistem pelimpah dan akan mengalami proses selanjutnya (Metcalf &
Eddy, 2003). Berikut kriteria desain unit sedimentasi kedua
35
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
Tabel 2.
Kriteria Desain Unit Sedimentasi Kedua
Kriteria desain
No Parameter Kondisi lapangan
(Range)
Average 16 - 28
3 2
1 OFR (m /m .hari)
Peak 40 - 64
Average 1,5 - 2,5
2 td (jam)
Peak 1,5 - 2,5
Average 1-5
2
3 SLR (kg/m .hari)
Peak 1-5
Sumber: Metcalf &Eddy, 2003
METODE PENELITIAN
Tahap-tahap pelaksanaan penelitian dilakukan dengan :
1. Pengumpulan data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer ini meliputi 3 tahapan yaitu tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan analisis
sampel.
1. Tahapan Persiapan
Persiapan Alat:
- Botol-botol sampling
- Termometer
- Alat analisis TSS, BOD dan COD (terlampir)
Persiapan Bahan:
- Es batu untuk pengawetan sampel
- Bahan kimia untuk analisis TSS, BOD dan COD
(terlampir)
2. Tahapan Pelaksanaan
Lokasi penelitian ini dilakukan di IPAL Minuman PQR,
Pandaan. Yang meliputi :
- Pengukuran debit dilakukan pada influen dan efluen
- Pengambilan sampel pada influen unit awal IPAL
dan efluen tiap unit IPAL.
- Parameter yang diperiksa meliputi TSS, BOD dan
COD.
- Titik pengambilan sampel meliputi : Influen
Ekualisasi, Influen UASB (Pump pit II), Efluen
UASB, Efluen Oxidation Ditch, dan Efluen Bak
Clarifie
36
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti
Pengukuran ke- BM
Titik Uji
1 2 3 4 5 6 Ave Gol. III
Influen Ekualisasi 994 970 920 976 946 912 953 200
Efluen Ekualisasi 846 884 820 876 808 886 853 200
Pump Pit II 206 214 284 280 224 240 241 200
Efluen UASB 162 168 164 156 160 142 159 200
Efluen OD + Sed 34 34 32 34 46 32 35 200
Bak Kontrol 8 9 8 12 10 8 9 200
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium
Pengukuran ke- BM
Titik Uji
1 2 3 4 5 6 Ave Gol. III
Influen
8610 8760 8756 8874 8870 8770 8773 150
Ekualisasi
Efluen
8261 8510 8165 8410 8150 8184 8280 150
Ekualisasi
37
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
Pump Pit II 844 820 850 814 834 824 831 150
Efluen UASB 541 510 506 538 500 565 527 150
Efluen OD +
256 249 259 278 268 283 266 150
Sed
Bak Kontrol 60 67 76 100 77 67 75 150
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium
38
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti
18299- 17275
Efisiensi = x100% 6 %
18299
Parameter kinerja bak ekualisasi diatas dapat dilihat pada uraian
sebagai berikut:
1. Penentuan Volume Efektif Bak Ekualisasi
Untuk mengetahui volume efektif yang diperlukan saat proses
berlangsung, diperlukan data kuantitas air limbah. Hal tersebut juga
bertujuan untuk mengontrol debit dan beban BOD dan COD yang masuk
ke unit pengolahan. Debit yang dipakai untuk pengolahan air limbah yang
masuk ke bak equalisasi terjadi secara fluktuatif dan bervariasi. Untuk
menentukan efektifitas volume bak ekualisasi diperlukan data-data influen
bak ekualisasi sebagai berikut:
- Debit rata-rata air limbah per hari (m 3/hari)
- Konsentrasi BOD atau COD rata-rata per hari (mg/L)
Dari data diatas maka dapat diketahui volume kumulatif yang masuk di
bak ekualisasi per hari selama 1 bulan (m 3) dan beban BOD atau COD
(kg/hari).
Tabel 6.
Karakteristik Air Limbah Inluen Equalisasi
39
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
Berdasarkan kriteria desain yang ada, volume bak yang diperlukan dapat
dicari secara grafis dengan menghubungkan antara volume kumulatif
aliran dengan periode waktu. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 1.
400.00
350.00
300.00
250.00
Volume Kumulatif (m3)
200.00
Linear (GRAFIK
PENENTUAN VOLUME
100.00 BAK EKUALISASI)
50.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30
Waktu
Gambar 1.
Volume Efektif Bak Equalisasi
40
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti
41
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
recycle adalah 83 hari dan SRT dengan kondisi recycle 87,5 % adalah 8
hari, sedangkan menurut kriteria desain yang ada (Appels, 2008), SRT >
10 hari proses digestion sudah mulai stabil. Semua senyawa lumpur
secara signifikan tereduksi. Sehingga pada SRT > 10 hari dikatakan
sebagai desain yang optimal untuk parameter pada semua proses
anaerobik. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi
recycle 87,5 % hanya akan menambah debit saja sehingga waktu tinggal
solid menjadi lebih cepat dan tidak efektif. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya padatan pada efluen UASB
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengukuran, kinerja IPAL Minuman PQR sudah efektif
karena efluen yang dihasilkan sudah memenuhi baku mutu sesuai
dengan SK. Gub. Jatim No.45 Tahun 2002.
2. Berdasarkan hasil evaluasi tiap unit-unit IPAL, diperoleh hasil sebagai
berikut :
a. Kondisi eksisting IPAL saat ini merupakan kondisi “under desain”
dimana beban air limbah yang masuk lebih kecil (14,92 m 3/hari)
dibandingkan beban yang seharusnya diolah pada IPAL (55
m3/hari).
b. Pada unit bak ekualisasi mixer yang digunakan belum optimum
untuk meratakan air limbah karena hanya memiliki jangkauan 0,7
m dari permukaan saja sedangkan kedalaman bak terlalu dalam
yaitu 3 m, sehingga di bagian dalam bak terjadi proses anaerob.
c. Pada unit UASB, adanya recycle efluen air limbah (pengenceran)
akan menyebabkan konsentrasi air limbah yang diolah pada
UASB tidak sesuai desain sehingga mempercepat Solid
Retention Time (SRT) dan akibatnya masih terkandung senyawa
lumpur pada efluen. Kondisi tersebut menyebabkan efisiensi
removal TSS pada UASB hanya 81%, sedangkan menurut
kriteria desain untuk unit UASB adalah 90%-95%.
d. Pada unit oxidation dich, Rasio F/M hanya 0,02, sedangkan
menurut kriteria desain adalah 0,04 – 0,10. Karena pada unit
oxidation ditch terjadi kondisi kekurangan nutrien (F/M kecil)
sehingga perlu dilakukan pengontrolan rasio F/M yaitu dengan
menambahkan urea (unsur N) sebesar 0,52 kg/hari dan TSP
(unsur P) sebesar 2 kg/hari. Pada unit clarifier, waktu detensi
yang lebih lama (5,8 jam) dari kriteria desain yang ada (1,5 – 2,5
jam) menyebabkan
e. terjadinya clogging pada tube settler dan lumpur yang
mengapung pada permukaan clarifier.
42
Kajian Kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Minuman| Sriliani Surbakti
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan Santika, S.S. (1984). Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional:
Surabaya.
Alvarez, J.A., Ruiz, I., Soto, M. (2008). Anaerobic Digesters as a Pretreatment for
Constructed Wetlands. Ecological Engineering (33) pp 54-67.
Boe K. (2006). Online monitoring and control of the biogas process. Thesis, Institute
of Environment & Resources, Technical University of Denmark.
Cakir, F.Y., Stenstrom, M.K. (2005). Greenhouse Gas Production: A Comparison
Between Aerobic and Anaerobic Wastewater Treatment Technology. Water
Research 39 pp 4197–4203.
Cervantes, F.J., Pavlostathis, S.G., Van Haandel, A.C. (2006). Advanced Biological
Treatment Processes for Industrial Wastewaters: Principles and Applications.
IWA Publishing.
Gerardi, MH. (2003). The Microbiology of Anaerobic Digesters, 1st edition. Somerset
NJ: Wiley.
43
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 31 - 44
44