You are on page 1of 27

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II

PERCOBAAN II
PENENTUAN SPEKTRUM KERJA DAN
PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 7/A

Anggun Putri Nur A 10060316041


Melinda Athirah Putri 10060316042
Adellya Fardiani 10060316043
Syifani Khalda Maisa 10060316044
Shintya Amalia Safira 10060316045

Asisten: Imas Yumniati., S.Farm

Tanggal praktikum : 19 Februari 2019


Tanggal pengumpulan : 26 Februari 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M / 1440 H
PERCOBAAN II
PENENTUAN SPEKTRUM KERJA DAN
PEMILIHAN ANTIBIOTIKA

I. Tujuan
1.
II. Pendahuluan

2.3 Antibiotik
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh suatu organisme dan
dapat menghambat pertumbuhan organisme lain. Antibiotik juga dimanfaatkan
untuk bertahan hidup dan menghadapi organisme lain yang mengancam
keberadaannya. Antibiotik ini menunjukkan aktivitas toksisitas selektif dan
mungkin berbeda pada tiap organisme. Sebagian besar antibiotik yang digunakan
dalam beberapa decade terakhir murni berasal dari mikroba (Pathania & Brown
2008).
Zat antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya.
Zat desinfektan adalah suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai, dan pisau
bedah. Faktor yang mempengaruhi aktifitas antimikroba invitro antara lain adalah
pH lingkungan, komponen-komponen medium, takaran inokulum, lamanya
inkubasi dan aktifitas metabolisme organisme (Afrianto, 2008).
a. Ampisilin Na
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki
mekanisme kerja yang secara umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri.
Mekanisme kerja ampicilin antara lain:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi
sintesis peptidoglikan pada aksi enzim transpeptidase bakteri. Transpeptidase
merupakan enzim yang bekerja dalam proses cross-linking dari rantai peptida
dalam membentuk senyawa peptidoglikan yang terjadi pada tahap akhir
pembentukan dinding sel (Essack, 2001; Chamber, 2004). Proses Cross linking
tersebut digunakan dalam integritas struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding
Protein (PBP) yang berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP.
Aktivasi tersebut menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et.
al., 2003).
b. Tetrasiklin HCl
Ampisilin memiliki spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram
negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmonella, dan beberapa genus Proteus.
Namun ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci
(Setiabudy dalam Ganiswarna, 1995). Ampisilin banyak digunakan untuk
mengatasi berbagai infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih
(Tan Hoan Tjay dan Raharja, 2002).
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap enterobacter dan S aureus
berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman bersifat bakterisid terhadap S
pneumoniae N meningitidis dan H. Influenza. Penggunaannya secara oral dilarang
dinegara barat sejak tahun 1970-an karena menyebabkan anemia aplastis,
sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis
(khusus akibat H. Influenza) (Tan Hoan Tjay dan Raharja, 2002).

2.3 Mikroba
a. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak,
tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun
seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus
memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.
Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam
teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosa (Todar, 2002).
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang
mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,
hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung
lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah (Todar, 2002).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35°-37°C
dengan suhu minimum 6,7°C dan suhu maksimum 45,4°C. Bakteri ini dapat
tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5. Pertumbuhan pada pH
mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik
untuk pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang
tidak mengandung asam amino atau protein (Schlegel, 1994).
b. Eschericia coli
Bakteri E. Coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran
pencernaan manusiamaupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor
Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini berbentuk
batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 μm,termasuk gram negatif, dapat hidup soliter
maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif
anaerob (Carter & Wise 2004).
E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan tidak berbentuk spora. E. coli
bersifat katalase positif, oksidasi negatif, dan fermentatif. E. coli termasuk bakteri
mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7ºC sampai 50 ºC dan suhu optimum
sekitar 37ºC (Adams dan Moss 2008). E. coli dapat tumbuh pada pH 4-9 dengan
aktivitas air 0.935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada suhu 8 ºC
(Forsythe 2000). E. coli dapat dibedakan dengan Enterobacteriaceae lainnya
berdasarkan uji gula-gula dan uji biokimia. Secara sederhana uji-uji untuk grup
penting ini disebut dengan indole, methyl red, Voges-Proskeur, citrate atau
disingkat IMViC (Adams dan Moss 2008).
Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang
mengandung nukleoprotein (Gambar 3). Membran sel E. coli ditutupi oleh
dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel
(Gambar 2) (Tizard 2004). Tiga struktur antigen utama permukaan yang
digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel,
kapsul dan flagela. Dinding sel E. coli berupa lipopolisakarida yang bersifat
pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O.
Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari
fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E.
coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H.
Faktor virulensi E. coli juga disebabkan oleh enterotoksin, hemolisin kolisin,
siderophor, dan molekul pengikat besi (aerobaktin dan entrobaktin) (Quinn et al.
2002).

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan

Autoklaf Alumunium Foil

Bunsen Antibiotik : Ampisilin Na, Tetrasiklin HCl, Kloramfenikol

Cawan Petri Cakram Kertas

Eppen Drof Kapas Berlemak

Inkubator Medium : Nutrient broth, Nutrient agar, NaCl 0,9%

Jarum Ose Mikroba Uji : Staphylococcus aureus, Escherichia coli

Labu Erlenmeyer

Pinset

Pipet volume

Tabung Reaksi

IV. Prosedur
4.1 Prosedur Sterilisasi
A. Sterilisasi alat dan media pertumbuhan bakteri
Disterilisasi alat dan media pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara
panas lembab menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Dan
untuk alat-alat tertentu seperti jarum ose dapat disterilisasi dengan cara fiksasi
pada nyala api bunsen.
B. Penyiapan media pertumbuhan bakteri
Hal hal yang dilakukan dalam percobaan ini, ditimbang media nutrient
agar sebanyak 2,2 mg dan dimasukan kedalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan
sebanyak 110 mL aquadest kedalamnya. Lalu dipanaskan di atas penangas air dan
dimasukkan magnetic stirrer. Dibiarikan hingga diperoleh larutan yang jernih.
C. Penyiapan bakteri uji
Ditiap bakteri uji yaitu E. Coli dan S. Aureusdibiakkan pada media
pertumbuhan nutrient agar (NA) miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam
D. Penyiapan perhitungan konsentrasi antibiotik
Antibiotik yang digunakan yaitu ampisilin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
Dibuat perhitungan pengenceran antibiotika yang digunakan pada percobaan.
Konsentrasi antibiotika untuk pengujian metode difusi agar : konsentrasi 500, 250,
100, 50, 25, 10 dan 1 µ/mL.

4.2 Prosedur Praktikum


A. Pensuspensi Bakteri Uji
Dilakukan pensuspensi bakteri uju dengan mengumpulkan biakan yang
terdapat pada perukaan media agar miring ke dalam 50mL. Larutan HCl fisiologis
atau aquades atau medium cair (NB) steril. Kemudian diatur transmitan inokulum
bakteri dengan alat spektrofotometer pada λ 530 nm, sebesar 25% dengan
penambahan medium cair.

B. Pembuatan Larutan Antibiotika


Disiapkan antibiotika ampisilin, tetrasiklin dan kloramfenikol dengan
konsentrasi 500, 250, 100, 50, 25, 10 dan 1 µ/mL (untuk pengujian metoda difusi
agar). Dan konsentrasi 0.9, 1.8, 3.6 dan 7.2 µ/mL (untuk pengujian metoda
pengenceran agar).

V. Data Pengamatan dan Perhitungan


5.1. Data Perhitungan

5.2. Data Pengamatan


Data pengamatan pengujian aktivitas antibakteri (penentuan
spektrum kerja dan pemilihan antibiotika).

Tabel 5.1 Data pengamatan aktivitas antibiotik terhadap S. aureus

Diameter Hambatan (cm)

Antibiotik 0,01 0,1 0,5 1 2 10


µg/cakra µg/cakra µg/cakra µg/cakra µg/cakra µg/cakra
m m m m m m

Ampisilin 0 0 0,77 2,25 3,3 2,65

Tetrasiklin 1,23 1,94 1,42 3,24 3,46 2,75

Kloramfenik
0 0 0 0 0 0
ol

Tabel 5.1 Data pengamatan aktivitas antibiotik terhadap E. coli

Diameter Hambatan (cm)

Antibiotik 0,01 0,1 0,5 1 2 10


µg/cakra µg/cakra µg/cakra µg/cakra µg/cakra µg/cakra
m m m m m m

Ampisilin 0 0 0 0 1,5 1,67

Tetrasiklin 0 0 2 3,08 2,16 3

Kloramfenik
0 0 0 0 0 0
ol
Konsentrasi 0,1;1;2 Konsentrasi 0,01;0,5;10

Konsentrasi 0,1;1;2
Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Ampisilin terhadap S. aureus

Konsentrasi 0,01;0,5;10 Konsentrasi 0,1;1;2


Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Tetrasiklin terhadap S.aureus
Konsentrasi 0,01;0,5;10 Konsentrasi 0,01;0,5;10
Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Kloramfenikol terhadap S.aureus

Konsentrasi 0,1;1;2 Konsentrasi 0,01;0,5;10


Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Ampisilin terhadap E.coli

Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Tetrasiklin terhadap E.coli

Konsentrasi 0,1;1;2 Konsentrasi 0,01;0,5;10

Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Kloramfenikol terhadap E.coli


Gambar 5.1 Grafik konsentrasi larutan antibiotik ampisilin terhadap S.aureus dan E.coli

Grafik Konsentrasi Larutan Antibiotik


Ampisilin Terhadap S.Aureus Dan E.Coli
3.5
Diameter Hambatan (cm)

3
2.5
2
1.5 S. aureus
1 E. coli
0.5
Column1
0
Gambar 5.2 Grafik konsentrasi larutan antibiotik Tetrasiklin terhadap S.aureus dan E.coli

Grafik Onsentrasi Larutan Antibiotik


Tetrasiklin Terhadap S. Aureus Dan E. Coli
4
3.5
Diameter Hambatan (cm)

3
2.5
2 S. Aureus
1.5
E. Coli
1
0.5
0
0,01 0,1 0,5 1 2 10
µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram

Gambar5.3 Grafik konsentrasi larutan antibiotik Kloramfenikol terhadap S.aureus dan E.coli

Grafik Konsentrasi Larutan Antibiotik


Kloramfenikol Terhadap S.Aureus Dan E.Coli
1
0.9
Diameter Hambatan (cm)

0.8
0.7
0.6
0.5 S. Aureus
0.4
0.3 E. Coli
0.2
0.1
0
0,01 0,1 0,5 1 2 10
µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram
VI. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai tentang penentuan


spektrum kerja dan pemilihan spektrum tujuan untuk mengetahui bagaimana cara
menguji spektrum kerja antibiotika, dapat membedakan dan memahami
penggunaan antibiotika spektrum luas dan spektrum sempit. Dalam pengujian
tersebut dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu metode Difusi agar
dengan cakram.

Dalam percobaan ini adalah prosedur dibagi menjadi 2 tahapan yaitu


prosedur yang dilakukan sebelum praktikum dan yang dilakukan pada saat hari H
praktikum. Persiapan hal hal yang dilakukan sebelum hari H praktikum adalah
peratama melakukan sterilisasi alat serta media pertumbuhan bakteri yang akan
digunakan. Tujuan dilakukannya sterilisasi adalah untuk membunuh
mikroorganisme yang terdapat pada suatu alat dan media yang digunakan yang
dapat mengganggu selama proses percobaan terkait mikrobiologi.

Sterilisasi adalah proses untuk menjadikan alat-alat terbebas dari segala


bentuk kehidupan artinya terbebas dari mikroorganisme dan alat alat tersebut
menjadi steril. tujuan sterilisasi untuk mematikan mikroorganisme yang tidak
diinginkan agar tidak ikut tumbuh, atau suatu proses untuk membunuh semua
mikroorganisme yang ada, bahkan yang paling tahan panas yaitu spora bakteri.
Sterilisasi adalah tahap awal penting dalam proses pengujian mikrobiologi(Gobel,
2008).

Proses sterilisasi dilakukan dengan cara semua alat-alat yang memiliki


mulut (seperti tabung reaksi, erlenmeyer, pipet volume dll ) ditutup dengan kapas
berlemak serta cawan petri dibungkus dengan kertas bekas yang bersih. Alasan
digunakannya kapas berlemak adalah karena kapas berlemak tidak menyerap air
(mengandung minyak) sehingga air tidak bisa masuk terserap ke dalam kapas
serta tidak dapat berkumpul pada alat karena kapas berlemak ini memiliki sifat
lipid, kegunaan dari kapas berlemak adalah untuk mengurangi kontaminasi
mikroba dan uap air yang masuk pada alat-alat laboratorium. Setelah bagian mulut
alat ditutup dengan kapas berlemak, selanjutnya ditutup lagi oleh alumunium foil.
Alasan digunakannya alumunium foil adalah karena karena aluminium foil
bersifat insulator yaitu meredam panas dan untuk mengahalangi air yang masuk
ke dalam alat yang disterilisasikan. Tujuan secara umum dari penutupan alat alat
yang akan disterilisasikan baik yang mempunyai mulut ataupun tidak di dalam
autoklaf adalah untuk menghindari terbentuknya uap air di dinding dan pada alat-
alat yang dipanaskan dan agar alat benar-benar steril dari kontaminasi mikroba.
Setelah semua alat dibungkus maka alat alat tersebut disterilisasi dengan
menggunakan metode sterilisasi panas lembab menggunakan alat autoklaf pada
suhu 121°C selama 15 menit. alasan dengan digunakannya pada kondisi suhu
tersebut karena sebagian besar alat autoklaf digunakan pada suhu tersebut dan
efektif dalam membunuh mikroba . Selain itu, alasan digunakannya metode ini
dalam melakukan sterilisasi adalah karena alat alat yang digunakan tersebut tahan
terhadap panas dan penembusan uap air. Selain itu, pada alat alat tersebut salah
satunya adalah seperti pipet volume termasuk ke dalam jenis alat presisi (alat
ukur) yang apabila dilakukan sterilisasi dengan menggunakan metode pemanasan
lain seperti panas kering maka dikhawatirkan alat tersebut akan rusak dan tidak
akurat lagi digunakan sebagaimana untuk alat ukur. Pada sterilisasi panas lembab
ini, dengan memanfaatkan uap air panas sebagai agen pensteril. Maka mekanisme
penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial dari mikroorganisme tersebut.

Setelah melakukan sterilisasi alat alat yang akan digunakan, selanjutnya


adalah dilakukan pembuatan media untuk pertumbuhan mikroba yaitu media
Nutrien agar. Alasan digunakannya media ini adalah karena Nutrient agar adalah
medium yang berwarna coklat muda dan berfungsi untuk pengujian aktivitas
bakteri dan pada media Nutrien Agar mengandung nutrisi untuk pertumbuhan
bakteri sehingga bakteri dapat tumbuh dengan baik.

Menurut (Waluyo, 2008),Nutrien agar suatu medium yang berbentuk


padat, dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan menggunakan
agar sebagai pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai pemadat, karena
sifatnya yang mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa
galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam hal ini
ekstrak beef dan pepton digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber
protein, nitrogen, vitamin serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Medium Nutrien Agar (NA)
merupakan medium yang berwarna coklat muda yang memiliki Fungsi adalah
untuk pengujian aktivitas bakteri dan pada media Nutrien Agar mengandung
nutrisi untuk pertumbuhan bakteri.

Dalam proses pembuatan media pertumbuhan bakteri ini dilebihkan 10%


yang tujuannya adalah untuk mencegah kehilangan beberapa zat dari nutrient agar
ini akibat proses pemanasan. Selama proses pemanasan berlangsung yang
dilakukan pada campuran antara nutrient agar sejumlah tertentu dengan aquadest
pada labu Erlenmeyer, maka pada labu Erlenmeyer tersebut dimasukan magnetic
stirrer yang bertujuan untuk melarutkan Nutrien Agar pada aquades sampai
larutan tidak keruh/ jernih yang menandakan bahwa kedua campuran tersebut
telah homogen. Setelah media telah dibuat maka media tersebut juga sama halnya
dengan alat alat yang akan digunakan yaitu dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan metode yang sama yaitu panas lembab menggunakan alat autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit. Namun sebelumnya, bagian mulut labu
elenmeyer tersebut ditutup menggunakan kapas berlemak dan alumunium foil
dengan tujuan yang sama pada alat yang disterilisasikan sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya. Alasan digunakanya metode ini adalah karena bahan yang
akan sterilisasikan tersebut tahan terhadap panas dan berupa larutan yang tahan
terhadap penembusan uap air panas.

Setelah pembuatan media, maka selanjutnya dilakukan penyiapan bakteri


uji. Bakteri yang diuji pada percobaan ini adalah bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus yang dibiakan pada media nutrient agar miring dan di
inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Alasan digunakannya pada kondisi suhu
demikian, karena pada suhu tersebut adalah suhu optimum untuk pertembuhan
bakteri. Hal yang dilakukan selanjutnya adalah dilakukan penyiapan perhitungan
konsentrasi antibiotika. Antibiotika yang digunakan untuk pengujian dalam
percobaan ini adalah ampisilin Na, tetrasiklin HCl dan kloramfenikol yang dibuat
dengan konsentrasi beragam. Tujuan dibuat dengan konsentrasi beragam adalah
hal ini sebagaimana sesuai dengan tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan
spektrum kerja pada masing masing antibiotik terhadap bakteri uji tersebut. Setiap
antibiotik memiliki mekanisme kerja dan spektrum kerja yang berbeda antar satu
sama lain contohnya antibiotik yang memiliki spektrum kerja luas maka dapat
menghambat jenis bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Semua
bakteri tergantung jenis antibiotic tertentu. Dan dari ketiga antibiotic ini adalah
mewakili jenis jenis antibiotik dengan mekanisme yang berbeda.

Hal hal yang dilakukan pada hari H praktikum adalah yang pertama
dilakukannya pembuatan suspensi bakteri uji yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan biakan bakteri uji yang terdapat pada permukaan media agar
miring dan dimasukan ke dalam aquadest steril lalu divortex. Dilakukan proses
vorteks hal ini dilakukan dengan tujuan agar bakteri yang terdapat dalam cairan
suspensi tersebut dapat tersebar merata secara menyeluruh. Kedua, dilakukan
pembuatan antibiotika dengan konsentrasi berbeda satu sama lain untuk pengujian
metode difusi agar dan metode pengenceran agar. Perbedaan beragam konsentrasi
ini memiliki tujuan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Setelah itu, hal yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian aktivitas


antibakteri metode difusi agar dengan cakram. Prinsipnmetode difusi agar dengan
cakram yaitu terjadi adanya peristiwa difusi antara antibiotik yang digunakan
diteteskan pada cakram yang diletakkan diatas media agar masuk ke dalam media
agar yang telah dituangkan bakteri ke dalam cawan petri serta parameter yang
diamati dalam pengujian aktivitas antibakteri ini untuk menentukan ada atau
tidaknya zona hambat atau zona bening yang terbentuk. Dengan terbentuknya
adanya zona hambat atau zona bening yang terjadi maka hal ini menunjukkan
adalah aktivitas dari antibiotic yang digunakan dapat menghambat pertumbuhan
bakteri.
Sebelum pengujian aktivitas antibakteri dilakukan, media yang digunakan
di panaskan terlebih dahulu pada suhu 45°C, tujuannya adalah agar diperolehnya
media yang dalam bentuk cairan sehingga bisa dituangkan ke dalam cawan petri.
Dan alasan digunakannya pada kondisi suhu 45°C adalah karena dikhawatirkan
apabila dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan bakteri mati.
Setelah cair, maka media tersebut bisa digunakan apabila media tersebut sudah
dalam keadaan dingin. Hal ini karena apabila dalam kondisi panas dan dituangkan
ke dalam cawan petri yang sudah berisi suspensi bakteri maka kemungkinan
bakteri tersebut akan mati dan pengujian tidak bisa dilakukan. Hal yang dilakukan
selanjutnya, setelah campuran suspensi bakteri dan media NA dimasukan ke
dalam cawan petri, lalu cawan petri diputar tujuannya adalah agar kedua
campuran tersebut homogen. Selanjutya, campuran tersebut dibiarkan beberapa
menit yang tujuannya agar campuran bahan tersebut menjadi padatan. Setelah
memadat, maka diletakan 3 cakram kertas pada lempengan agar dalam cawan
petri. Tujuannya adalah cakram kertas tersebut untuk menampung antibiotik yang
akan dimasukkan dengan berbeda konsentrasi satu sama lain. Setelah itu, hal yang
dilakukan selanjutnya adalah cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator pada
suhu 37°C selama 18-24 jam. Alasan digunakannya pada kondisi suhu demikian,
karena pada suhu tersebut adalah suhu optimum untuk pertembuhan bakteri.
Kemudian, setelah diinkubasi maka di ukur dan di amati diameter hambat yang
terbentuk di sekitar cakram kertas.

Berdasarkan dari hasil data pengamatan yang diperoleh pada pengujian


aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar adalah pada antibiotik
ampisilin Na dengan bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus
dengan konsentrasi antibiotik berbeda berturut turut adalah 0,01 µg/cakram kertas,
0,1 µg/cakram kertas, 0,5 µg/cakram kertas, 1 µg/cakram kertas, 2 µg/cakram
kertas dan 10 µg/cakram kertas menghasilkan diameter zona hambat berturut turut
adalah 0 cm; 0 cm; 0,77 cm; 2,25cm; 3,3cm; 2,65 cm. Sedangkan pada antibiotik
ampisilin Na kelompok 1a dengan bakteri uji yang sama dengan menggunaakan
kadar antibiotik berbeda berturut turut adalah 5 µg/cakram kertas, 2,5 µg/cakram
kertas, 1 µg/cakram kertas, 0,5 µg/cakram kertas, 0,25 µg/cakram kertas, 0,1
µg/cakram kertas, 0,01 µg/cakram kertas, dan kontrol (0 µg/cakram kertas)
menghasilkan diameter zona hambat berturut turut adalah 3,87 cm, 0 cm, 3,5 cm ,
2,97 cm, 2,9 cm, 2,1 cm, 0 cm dan 0 cm. Apabila dibandingkan antara data
keduanya, maka yang lebih sesuai menurut literature yang ada adalah data
percobaan kelompok 7a. Karena semakin tinggi konsentrasi kadar antibiotik yang
diberikan maka berbanding lurus dengan diameter zona hambat yang terbentuk
artinya semakin besar pula diameter zona hambat. Zona hambat yang tebentuk
menunjukkan kemampuan antibiotik untuk menghambar pertumbuhan bakteri
yang digunakan sehingga bisa dikatakan bahwa antibiotik ini efektif bekerja
untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini sesuai
dengan literatur yang ada.

Menurut (Schlegel, 1994),bakteri Staphylococcus aureus termasuk ke


dalam jenis bakteri gram + sedangkan antibiotic ampisilin Na termasuk ke dalam
golongan obat antibiotik penisilin memiliki kerja dengan spectrum sempit yaitu
antibiotic yang relative efektif untuk menghambat bakteri gram +

Dari data diameter zona hambat yang terbentuk, maka bisa ditentukan nilai
KHM antibiotic ampisilin Na terhadap bakteri Staphylococcus aureusuntuk
kelompok 1a dan 7a adalah 0,1 µg/cakram kertas. Pada hasil data pengamatan
kelompok 1a bisa dikatakan tidak sesuai dengan literatur yang ada karena data
diameter zona hambat yang terbentuk pada pemberian konsentrasi kadar ampisilin
2,5 µg/cakram kertas adalah 0 cm sedangkan pada pemberian konsentrasi kadar
ampisilin 1 µg/cakram kertas adalah 3,5 cm. Seharusnya semakin tinggi konsetrasi
kadar antibiotic yan diberikan maka semakin besar diameter zona hambar yang
terbentuk. Ketidak sesuaian ini terjadi karena adanya beberaoa faktor kesalahan
yang dilakukan praktikan misalnya dalam pengambilan jumlah volume antibiotic
atau suspensi bakteri.

Pada antibiotik ampisilin Na kelompok 4a dengan bakteri uji yang


digunakan adalah Escherichia coli dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut
adalah 5 µg/cakram kertas, 2,5 µg/cakram kertas, 1 µg/cakram kertas, 0,5
µg/cakram kertas, 0,25 µg/cakram kertas, 0,1 µg/cakram kertas, 0,01 µg/cakram
kertas, dan kontrol (0 µg/cakram kertas) menghasilkan diameter zona hambat
berturut turut adalah 0 cm. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Seharusnya semakin tinggi konsentrasi kadar antibiotik yang diberikan maka
berbanding lurus dengan diameter zona hambat yang terbentuk artinya semakin
besar pula diameter zona hambat. Zona hambat yang tebentuk menunjukkan
kemampuan antibiotik untuk menghambar pertumbuhan bakteri yang digunakan
kecuali apabila antibiotic yang digunakan tersebut tidak cocok untuk menghambat
bakteri uji tersebut. Akan tetapi setidaknya seharusnya akan muncul diameter
zona hambat pada konsentrasi tertentu. Hal ini terjadi karena akibat adanya
beberapa faktor kesalahan yang dilakukan praktikan dalam pembuatan suspensi
bakteri. kemungkinan bakteri yang ada dalam suspensi tersebut adalah bukan
bakteri Escherichia coli bahkan bisa dikatakan bahwa bakteri tersebut tidak ada
sama sekali dalam suspensinya. Karena pada prosedur percobaan ini tidak
dilakukannya pengaturan transmitan inoculum bakteri dengan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm yang ditujukan untuk
standarisasi keseragaman jumlah bakteri pada suspensi bakteri yang dibuat. Dari
data diameter zona hambat yang ada, maka praktikan tidak bisa menentukan nilai
KHM antibiotik ampisilin Na terhadap bakteri Escherichia coli.

Pada antibiotik tetrasiklin HClkelompok 5a dengan bakteri uji yang


digunakan adalah Staphylococcus aureus dengan kadar antibiotik berbeda berturut
turut adalah 5 µg/cakram kertas, 2,5 µg/cakram kertas, 1 µg/cakram kertas, 0,5
µg/cakram kertas, 0,25 µg/cakram kertas, 0,1 µg/cakram kertas, 0,01 µg/cakram
kertas, dan kontrol (0 µg/cakram kertas) menghasilkan diameter zona hambat
berturut turut adalah 4,75 cm, 3,75 cm, 3,6 cm , 2,85cm, 2,9 cm, 1,6 cm, 0 cm
dan 0 cm. Hal ini sesuai dengan literature yang ada bahwa:

Menurut (Todar, 2002), semakin tinggi konsentrasi kadar antibiotik yang


diberikan maka berbanding lurus dengan diameter zona hambat yang terbentuk
artinya semakin besar pula diameter zona hambat. Zona hambat yang tebentuk
menunjukkan kemampuan antibiotik untuk menghambar pertumbuhan bakteri
yang digunakan sehingga bisa dikatakan bahwa antibiotik ini efektif bekerja
untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini sesuai
dengan literatur yang ada.

Menurut (Schlegel, 1994),bakteri Staphylococcus aureus termasuk ke


dalam jenis bakteri gram + sedangkan antibiotic tetrasiklin HCl termasuk ke
dalam golongan obat antibiotik memiliki kerja dengan spectrum luas yaitu
antibiotic yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram + dan bakteri gram
-.

Dari data diameter zona hambat yang terbentuk, maka bisa ditentukan nilai
KHM antibiotic Tetrasiklin HCl terhadap bakteri Staphylococcus aureusuntuk
kelompok 4a adalah 0,1 µg/cakram kertas.

Pada antibiotik tetrasiklin HCl kelompok 2a dengan bakteri uji yang


digunakan adalah Escherichia coli dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut
adalah 5 µg/cakram kertas, 2,5 µg/cakram kertas, 1 µg/cakram kertas, 0,5
µg/cakram kertas, 0,25 µg/cakram kertas, 0,1 µg/cakram kertas, 0,01 µg/cakram
kertas, dan kontrol (0 µg/cakram kertas) menghasilkan diameter zona hambat
berturut turut adalah 0 cm. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada
sebagaimana sama hal nya pada kasus pemberian larutan antibiotik ampisilin Na
terhadap bakteri uji Escherichia coli karena adanya factor kesahalan dalam
pembuatan suspensi bakteri tersebut. Dari data diameter zona hambat yang ada,
maka praktikan tidak bisa menentukan nilai KHM antibiotik ampisilin Na
terhadap bakteri Escherichia coli. Seharusnya, antibiotic tetrasiklin HCl memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri uji Escherichia coli

Menurut (Todar, 2002), bakteri Escherichia coli termasuk ke dalam jenis


bakteri gram - sedangkan antibiotic tetrasiklin HCl termasuk ke dalam golongan
obat antibiotik memiliki kerja dengan spectrum luas yaitu antibiotic yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram + dan bakteri gram -
Pada antibiotik kloramfenikolkelompok 3a dengan bakteri uji yang
digunakan adalah Staphylococcus aureus dan pada kelompok 6a dengan bakteri
uji Escherichia coli dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut adalah 5
µg/cakram kertas, 2,5 µg/cakram kertas, 1 µg/cakram kertas, 0,5 µg/cakram
kertas, 0,25 µg/cakram kertas, 0,1 µg/cakram kertas, 0,01 µg/cakram kertas, dan
kontrol (0 µg/cakram kertas) menghasilkan diameter zona hambat berturut turut
adalah 0 cm. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada sebagaimana sama hal
nya pada kasus pemberian larutan antibiotik ampisilin Na terhadap bakteri uji
Escherichia coli karena adanya factor kesahalan dalam pembuatan suspense
bakteri Escherichia coli tersebut. Dari data diameter zona hambat yang ada, maka
praktikan tidak bisa menentukan nilai KHM antibiotik kloramfenikol terhadap
bakteri Escherichia coli.

Pada antibiotik kloramfenikol kelompok 3a dengan bakteri uji yang


digunakan adalah Staphylococcus aureus juga hasilnya tidak sesuai dengan
literature yang ada. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa factor kesalahan
yang dilakukan praktikan misalnya pada pembuatan suspensi bakteri
Staphylococcus aureus atau salah dalam penuangan suspense bakteri yang
diberikan.

Menurut (Schlegel, 1994),bakteri Staphylococcus aureus termasuk ke


dalam jenis bakteri gram + dan bakteri Escherichia coli termasuk ke dalam jenis
bakteri gram - sedangkan antibiotic kloramfenikol termasuk ke dalam golongan
obat antibiotik memiliki kerja dengan spectrum luas yaitu antibiotik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram + dan bakteri gram -

Menurut(Pathania & Brown 2008),semakin tinggi konsentrasi kadar


antibiotik yang diberikan maka seharusnya memiliki nilai berbanding lurus
dengan diameter zona hambat yang terbentuk artinya semakin besar pula diameter
zona hambat. Zona hambat yang tebentuk menunjukkan kemampuan antibiotik
untuk menghambar pertumbuhan bakteri yang digunakan. Dari data diameter zona
hambat yang terbentuk, maka praktikan tidak bisa ditentukan nilai KHM
antibiotic kloramfenikol terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Selain diperolehnya data pengamatan berupa tabel, diperoleh juga data


pengamatan berupa grafik yang menghubungkan antara konsentrasi antibiotic
dengan diameter zona hambar (mm) sebagaimana yangada pada data
pengamatan. Seharusnya grafik yang diperoleh adalah menunjukkan grafik yang
memiliki garis lurus meningkat menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi
kadar antibiotik yang diberikan maka seharusnya memiliki nilai berbanding lurus
dengan diameter zona hambat yang terbentuk artinya semakin besar pula diameter
zona hambat. Zona hambat yang tebentuk menunjukkan kemampuan antibiotik
untuk menghambar pertumbuhan bakteri yang digunakan sebagaimana yang telah
di jelaskan sebelumnya.

Berdasarkan dari hasil data pengamatan yang diperoleh pada pengujian


aktivitas antibakteri menggunakan metode pengenceran agar adalah pada
antibiotik ampisilin Na terhadap bakteri uji yang digunakan adalah
Staphylococcus aureus dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut adalah 0,03
µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM dapat
ditentukan dengan melihat mulai tidak adanya pertumbuhan bakteri yaitu pada
pemberian kadar antibiotik 0,03 µg/mL. Namun pada pemberian kadar antibiotik
0,24 µg/mL (konsentrasi paling tinggi) menunjukan data + yaitu adanya
pertumbuhan bakteri. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada.

Menurut(Pathania & Brown 2008), semakin tinggi konsentrasi kadar


antibiotik yang diberikan maka seharusnya keberadaan bakteri dinyatakan tidak
ada karena semakin efektif untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroba.
Hal ini terjadi karena adanya factor kesalahan yang dilakukan praktikan
yaitu dalam menuangkan sejumlah antibiotic atau suspense bakteri uji yang
digunakan.
Sedangkan pada antibiotik ampisilin Na terhadap bakteri uji yang
digunakan adalah Escherichia coli dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut
adalah 0,03 µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM
dapat ditentukan dengan melihat mulai tidak adanya pertumbuhan bakteri. yaitu
pada pemberian kadar antibiotik 0,03 µg/mL. Namun pada keyataanya,
seharusnya hal ini tidak terjadi karena pada percobaan ini, suspensi bakteri yang
digunakan pada metode difusi agar dan metode pengenceran agar adalah sama.
Sedangkan pada proses pembuatan suspensi bakteri Escherichia coli untuk
metode difusi agar terjadi kesalahan dimana bakteri yang terdapat pada suspense
tersebut bukan Escherichia coli atau bisa dikatakan tidak ada sama sekali bakteri
tersebut pada suspensinya. Selain itu, menurut(Adams dan Moss 2008),bakteri
Escherichia coli termasuk ke dalam jenis bakteri gram - sedangkan antibiotic
ampisilin Na termasuk ke dalam golongan obat antibiotik penisilin memiliki kerja
dengan spectrum sempit yaitu antibiotic yang relative efektif untuk menghambat
bakteri gram + sehingga bakteri tersebut lebih efektif menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan Escherichia coli

Pada antibiotik Tetrasiklin HCl terhadap bakteri uji yang digunakan adalah
Staphylococcus aureus dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut adalah 0,03
µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM dapat
ditentukan dengan melihat mulai tidak adanya pertumbuhan bakteri yaitu pada
pemberian kadar antibiotik 0,12 µg/mL. Namun pada pemberian kadar antibiotik
0,24 µg/mL (konsentrasi paling tinggi) menunjukan data + yaitu adanya
pertumbuhan bakteri. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada.

Menurut (Pathania & Brown 2008),semakin tinggi konsentrasi kadar


antibiotik yang diberikan maka seharusnya keberadaan bakteri dinyatakan tidak
ada karena semakin efektif untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroba.
Hal ini terjadi karena adanya factor kesalahan yang dilakukan praktikan
yaitu dalam menuangkan sejumlah antibiotic atau suspense bakteri uji yang
digunakan.
Sedangkan pada antibiotik tetrasiklin HClterhadap bakteri uji yang
digunakan adalah Escherichia coli dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut
adalah 0,03 µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM
dapat ditentukan dengan melihat mulai tidak adanya pertumbuhan bakteri. yaitu
pada pemberian kadar antibiotik 0,03 µg/mL. Namun pada kenyataanya,
seharusnya hal ini tidak terjadi. Kasus ini sama halnya dengan pemberian larutan
antibiotic sebelumnya terhadap bakteri Escherichia coli

Selain itu, menurut(Setiabudy dalam Ganiswarna, 1995),bakteri


Escherichia coli termasuk ke dalam jenis bakteri gram - sedangkan antibiotic
tetrasiklin HCl termasuk ke dalam golongan obat antibiotik memiliki kerja dengan
spectrum luas yaitu antibiotic yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram
+ dan -.

Pada antibiotik kloramfenikol terhadap bakteri uji yang digunakan adalah


Staphylococcus aureus dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut adalah 0,03
µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM tidak dapat
ditentukan karena data yang diperoleh adalah + semua yang menunjukan adanya
keberadaan bakteri dan tidak terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri Hal ini
tidak sesuai dengan literatur yang ada karena kemungkinan adanya factor
kesahalan yang dilakukan praktikan yang sama seperti sebelumnya,

Menurut (Todar, 2002),semakin tinggi konsentrasi kadar antibiotik yang


diberikan maka seharusnya keberadaan bakteri dinyatakan tidak ada karena
semakin efektif untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba. Selain
itu, Kloramfenikol adalah jenis golongan antibiotic dengan spectrum luas yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram + dan -. Sedangkan
Staphylococcus aureusadalah bakteri gram + yang seharusnya dapat dihambat
pertumbuhannya.

Sedangkan pada antibiotik kloramfenikol terhadap bakteri uji yang


digunakan adalah Escherichia coli dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut
adalah 0,03 µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM
dapat ditentukan dengan melihat mulai tidak adanya pertumbuhan bakteri. yaitu
pada pemberian kadar antibiotik 0,12 µg/mL. Namun pada kenyataanya,
seharusnya hal ini tidak terjadi. Kasus ini sama halnya dengan pemberian larutan
antibiotic sebelumnya terhadap bakteri Escherichia coli. Karena pada penggunaan
suspensi bakteri Escherichia coli untuk semua metode adalah sama. Sedangkan
pada proses pembuatan suspensinya terjadi kesalahan kesalahan yang
memungkinkan keberadaan bakteri tersebut sebenarnya tidak ada dalam
suspensinya. Selain itu pula karena pada prosedur percobaan ini tidak
dilakukannya pengaturan transmitan inokulum bakteri dengan alat
spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm yang ditujukan untuk
standarisasi keseragaman jumlah bakteri pada suspensi bakteri yang dibuat

Selain itu, menurut(Setiabudy dalam Ganiswarna, 1995),bakteri


Escherichia coli termasuk ke dalam jenis bakteri gram - sedangkan antibiotic
kloramfenikol termasuk ke dalam golongan obat antibiotik memiliki kerja dengan
spectrum luas yaitu antibiotic yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram
+ dan -. Sedangkan Escherichia coli adalah termasuk bakteri gram -.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan pada percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara mengujiaktivitas antibiotic
terhadapsuatumikrobasecarainvitroadalahbisadengancarametodedifusi agar
danpengenceran agar. perbedaankeduanyadilihatdari prinsipnya yaitu pada
metode difusi agar memiliki prinsip yaitu terjadi adanya peristiwa difusi
antara antibiotik yang digunakan masuk ke dalam media agar yang telah
dituangkan ke dalam cawan petri serta untuk menentukan nilai KHM
adalah dilihat keberadaan ada atau tidaknya zona hambat atau zona bening
yang terbentuk. Adanya zona hambat hal ini menunjukkan adalah aktivitas
dari antibiotic yang digunakan dapat menghambat pertumbuhan bakteriuji.
Sedangkan pengenceran agar memiliki prinsip terjadinya peristiwa
pengenceran antibiotik. Hal ini dilihat sebagaimana dalam prosedurnya
yaitularutan antibiotikpadacawan petri ditambahkan media NA. media
nutrient agar tersebut sehingga seolah olah terjadinya antibiotik yang
diencerkan dengan adanya penambahan media NA tersebut dan nilai KHM
dapat ditentukan berdasarkan parameter yang diamati yaitu melihat
keberadaan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri
2. Dari hasilpercobaanmetodedifusi agar diperolehnilai KHM pada antibiotic
ampisilinterhadapbakteriStaphylococcus aureuskel 1a dan 7a adalah 0,1
µg/cakramkertasdanpadaE. colitidakada. Pada antibiotic
tertrasiklinterhadapbakteriStaphylococcus aureusadalah 0,1
µg/cakramkertasdanpadaE. colitidakada. Pada antibiotic
kloramfenikolterhadapbakteriStaphylococcus aureusdanpadaE.
colitidakada.
3. Dari hasilpercobaanmetodedifusi agar diperolehnilai KHM pada antibiotic
ampisilinterhadapbakteriStaphylococcus aureusdanE. coliadalah 0,03
µg/mL (kemungkinanuntukE.colisalah). Pada antibiotic
tertrasiklinterhadapbakteriStaphylococcus aureusadalah 0,12 µg/mL
danpadaE. coli 0,03 µg/mL(kemungkinanuntukE.colisalah). Pada
antibiotic kloramfenikolterhadapbakteriStaphylococcus
aureustidakadadanpadaE. coli 0,12
µg/mL(kemungkinanuntukE.colisalah).
4. Padapercobaanini yang menggunakanbakteriEscherichia
colikemungkinanmendapatkan data hasil KHM yang
salahhalinikarenapenggunaan suspensi bakteri Escherichia coli untuk
semua metode adalah sama. Sedangkan pada proses pembuatan
suspensinya terjadi kesalahan kesalahan yang memungkinkan keberadaan
bakteri tersebut sebenarnya tidak ada dalam suspensinya. Selain itu pula
karena pada prosedur percobaan ini tidak dilakukannya pengaturan
transmitan inokulum bakteri dengan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 530 nm yang ditujukan untuk standarisasi keseragaman jumlah
bakteri pada suspensi bakteri yang dibuat

VIII. Daftar Pustaka

Adams MR, Moss MO.,(2008). Food Microbiology, 3rd Edition. Cambridge:


RSC.
Afrianto, Eddy., (2008), Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid II.
Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional.
Andrews, J.M., (2001). Determination of Minimum Inhibitory Concentrations.
Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 48 (Supplement S1), pp.5
Carter GR, Wise DJ.,(2004). Veterinary Bacteriology and Micology. USA:Iowa.
State Press
Dwidjoseputro.,(2005). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Greenwood, (1995),Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test Antimicrobial ant
Chemoterapy, Addison Westley Longman Inc, San Fransisco, USA.
Gobel, Risco, B dkk., (2008), Mikrobiologi Umum Dalam Praktek, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., (1991), Mikrobiologi untuk
Profesi Kesehatan (Review of Medical Microbiology), Edisi ke-16,
148, 239-294, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Pathania R, Brown ED.,(2008). Small and lethal: Searching for new
antibacterialcompound with novel model of action. Minireview. Biochem
Cell Biol 86:111-115
Schlegel Hans G,. (1994). Mikrobiologi Umum. Penterjemah Tedjo Baskoro.
Edisi keenam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Soekardjo, S., B, (1995), Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Jakarta.
Todar, K., (2002),Staphylococcus, J. Bacteriology, University of
Wisconsinmadison Departement of Bacteriology. Pp 330.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, (2002). Obat-Obat Penting. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo
Waluyo L., (2008), Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas
Muhammadiyah Malang Press. Malang.

You might also like