Professional Documents
Culture Documents
FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II
PERCOBAAN II
PENENTUAN SPEKTRUM KERJA DAN
PEMILIHAN ANTIBIOTIKA
Disusun oleh:
Kelompok/Shift : 7/A
I. Tujuan
1.
II. Pendahuluan
2.3 Antibiotik
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh suatu organisme dan
dapat menghambat pertumbuhan organisme lain. Antibiotik juga dimanfaatkan
untuk bertahan hidup dan menghadapi organisme lain yang mengancam
keberadaannya. Antibiotik ini menunjukkan aktivitas toksisitas selektif dan
mungkin berbeda pada tiap organisme. Sebagian besar antibiotik yang digunakan
dalam beberapa decade terakhir murni berasal dari mikroba (Pathania & Brown
2008).
Zat antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya.
Zat desinfektan adalah suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai, dan pisau
bedah. Faktor yang mempengaruhi aktifitas antimikroba invitro antara lain adalah
pH lingkungan, komponen-komponen medium, takaran inokulum, lamanya
inkubasi dan aktifitas metabolisme organisme (Afrianto, 2008).
a. Ampisilin Na
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki
mekanisme kerja yang secara umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri.
Mekanisme kerja ampicilin antara lain:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi
sintesis peptidoglikan pada aksi enzim transpeptidase bakteri. Transpeptidase
merupakan enzim yang bekerja dalam proses cross-linking dari rantai peptida
dalam membentuk senyawa peptidoglikan yang terjadi pada tahap akhir
pembentukan dinding sel (Essack, 2001; Chamber, 2004). Proses Cross linking
tersebut digunakan dalam integritas struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding
Protein (PBP) yang berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP.
Aktivasi tersebut menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et.
al., 2003).
b. Tetrasiklin HCl
Ampisilin memiliki spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram
negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmonella, dan beberapa genus Proteus.
Namun ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci
(Setiabudy dalam Ganiswarna, 1995). Ampisilin banyak digunakan untuk
mengatasi berbagai infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih
(Tan Hoan Tjay dan Raharja, 2002).
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap enterobacter dan S aureus
berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman bersifat bakterisid terhadap S
pneumoniae N meningitidis dan H. Influenza. Penggunaannya secara oral dilarang
dinegara barat sejak tahun 1970-an karena menyebabkan anemia aplastis,
sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus (salmonella typhi) dan meningitis
(khusus akibat H. Influenza) (Tan Hoan Tjay dan Raharja, 2002).
2.3 Mikroba
a. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak,
tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun
seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus
memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.
Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam
teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosa (Todar, 2002).
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang
mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,
hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung
lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah (Todar, 2002).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35°-37°C
dengan suhu minimum 6,7°C dan suhu maksimum 45,4°C. Bakteri ini dapat
tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5. Pertumbuhan pada pH
mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik
untuk pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang
tidak mengandung asam amino atau protein (Schlegel, 1994).
b. Eschericia coli
Bakteri E. Coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran
pencernaan manusiamaupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor
Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Bakteri ini berbentuk
batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 μm,termasuk gram negatif, dapat hidup soliter
maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif
anaerob (Carter & Wise 2004).
E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan tidak berbentuk spora. E. coli
bersifat katalase positif, oksidasi negatif, dan fermentatif. E. coli termasuk bakteri
mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7ºC sampai 50 ºC dan suhu optimum
sekitar 37ºC (Adams dan Moss 2008). E. coli dapat tumbuh pada pH 4-9 dengan
aktivitas air 0.935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada suhu 8 ºC
(Forsythe 2000). E. coli dapat dibedakan dengan Enterobacteriaceae lainnya
berdasarkan uji gula-gula dan uji biokimia. Secara sederhana uji-uji untuk grup
penting ini disebut dengan indole, methyl red, Voges-Proskeur, citrate atau
disingkat IMViC (Adams dan Moss 2008).
Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang
mengandung nukleoprotein (Gambar 3). Membran sel E. coli ditutupi oleh
dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel
(Gambar 2) (Tizard 2004). Tiga struktur antigen utama permukaan yang
digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel,
kapsul dan flagela. Dinding sel E. coli berupa lipopolisakarida yang bersifat
pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O.
Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari
fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E.
coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H.
Faktor virulensi E. coli juga disebabkan oleh enterotoksin, hemolisin kolisin,
siderophor, dan molekul pengikat besi (aerobaktin dan entrobaktin) (Quinn et al.
2002).
Alat Bahan
Labu Erlenmeyer
Pinset
Pipet volume
Tabung Reaksi
IV. Prosedur
4.1 Prosedur Sterilisasi
A. Sterilisasi alat dan media pertumbuhan bakteri
Disterilisasi alat dan media pertumbuhan bakteri dilakukan dengan cara
panas lembab menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Dan
untuk alat-alat tertentu seperti jarum ose dapat disterilisasi dengan cara fiksasi
pada nyala api bunsen.
B. Penyiapan media pertumbuhan bakteri
Hal hal yang dilakukan dalam percobaan ini, ditimbang media nutrient
agar sebanyak 2,2 mg dan dimasukan kedalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan
sebanyak 110 mL aquadest kedalamnya. Lalu dipanaskan di atas penangas air dan
dimasukkan magnetic stirrer. Dibiarikan hingga diperoleh larutan yang jernih.
C. Penyiapan bakteri uji
Ditiap bakteri uji yaitu E. Coli dan S. Aureusdibiakkan pada media
pertumbuhan nutrient agar (NA) miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24
jam
D. Penyiapan perhitungan konsentrasi antibiotik
Antibiotik yang digunakan yaitu ampisilin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
Dibuat perhitungan pengenceran antibiotika yang digunakan pada percobaan.
Konsentrasi antibiotika untuk pengujian metode difusi agar : konsentrasi 500, 250,
100, 50, 25, 10 dan 1 µ/mL.
Kloramfenik
0 0 0 0 0 0
ol
Kloramfenik
0 0 0 0 0 0
ol
Konsentrasi 0,1;1;2 Konsentrasi 0,01;0,5;10
Konsentrasi 0,1;1;2
Gambar 5.1. Zona Hambat Antibiotik Ampisilin terhadap S. aureus
3
2.5
2
1.5 S. aureus
1 E. coli
0.5
Column1
0
Gambar 5.2 Grafik konsentrasi larutan antibiotik Tetrasiklin terhadap S.aureus dan E.coli
3
2.5
2 S. Aureus
1.5
E. Coli
1
0.5
0
0,01 0,1 0,5 1 2 10
µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram
Gambar5.3 Grafik konsentrasi larutan antibiotik Kloramfenikol terhadap S.aureus dan E.coli
0.8
0.7
0.6
0.5 S. Aureus
0.4
0.3 E. Coli
0.2
0.1
0
0,01 0,1 0,5 1 2 10
µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram µ/cakram
VI. Pembahasan
Hal hal yang dilakukan pada hari H praktikum adalah yang pertama
dilakukannya pembuatan suspensi bakteri uji yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan biakan bakteri uji yang terdapat pada permukaan media agar
miring dan dimasukan ke dalam aquadest steril lalu divortex. Dilakukan proses
vorteks hal ini dilakukan dengan tujuan agar bakteri yang terdapat dalam cairan
suspensi tersebut dapat tersebar merata secara menyeluruh. Kedua, dilakukan
pembuatan antibiotika dengan konsentrasi berbeda satu sama lain untuk pengujian
metode difusi agar dan metode pengenceran agar. Perbedaan beragam konsentrasi
ini memiliki tujuan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dari data diameter zona hambat yang terbentuk, maka bisa ditentukan nilai
KHM antibiotic ampisilin Na terhadap bakteri Staphylococcus aureusuntuk
kelompok 1a dan 7a adalah 0,1 µg/cakram kertas. Pada hasil data pengamatan
kelompok 1a bisa dikatakan tidak sesuai dengan literatur yang ada karena data
diameter zona hambat yang terbentuk pada pemberian konsentrasi kadar ampisilin
2,5 µg/cakram kertas adalah 0 cm sedangkan pada pemberian konsentrasi kadar
ampisilin 1 µg/cakram kertas adalah 3,5 cm. Seharusnya semakin tinggi konsetrasi
kadar antibiotic yan diberikan maka semakin besar diameter zona hambar yang
terbentuk. Ketidak sesuaian ini terjadi karena adanya beberaoa faktor kesalahan
yang dilakukan praktikan misalnya dalam pengambilan jumlah volume antibiotic
atau suspensi bakteri.
Dari data diameter zona hambat yang terbentuk, maka bisa ditentukan nilai
KHM antibiotic Tetrasiklin HCl terhadap bakteri Staphylococcus aureusuntuk
kelompok 4a adalah 0,1 µg/cakram kertas.
Pada antibiotik Tetrasiklin HCl terhadap bakteri uji yang digunakan adalah
Staphylococcus aureus dengan kadar antibiotik berbeda berturut turut adalah 0,03
µg/mL, 0,06 µg/mL, 0,12 µg/mL dan 0,24 µg/mLmaka nilai KHM dapat
ditentukan dengan melihat mulai tidak adanya pertumbuhan bakteri yaitu pada
pemberian kadar antibiotik 0,12 µg/mL. Namun pada pemberian kadar antibiotik
0,24 µg/mL (konsentrasi paling tinggi) menunjukan data + yaitu adanya
pertumbuhan bakteri. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan pada percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara mengujiaktivitas antibiotic
terhadapsuatumikrobasecarainvitroadalahbisadengancarametodedifusi agar
danpengenceran agar. perbedaankeduanyadilihatdari prinsipnya yaitu pada
metode difusi agar memiliki prinsip yaitu terjadi adanya peristiwa difusi
antara antibiotik yang digunakan masuk ke dalam media agar yang telah
dituangkan ke dalam cawan petri serta untuk menentukan nilai KHM
adalah dilihat keberadaan ada atau tidaknya zona hambat atau zona bening
yang terbentuk. Adanya zona hambat hal ini menunjukkan adalah aktivitas
dari antibiotic yang digunakan dapat menghambat pertumbuhan bakteriuji.
Sedangkan pengenceran agar memiliki prinsip terjadinya peristiwa
pengenceran antibiotik. Hal ini dilihat sebagaimana dalam prosedurnya
yaitularutan antibiotikpadacawan petri ditambahkan media NA. media
nutrient agar tersebut sehingga seolah olah terjadinya antibiotik yang
diencerkan dengan adanya penambahan media NA tersebut dan nilai KHM
dapat ditentukan berdasarkan parameter yang diamati yaitu melihat
keberadaan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri
2. Dari hasilpercobaanmetodedifusi agar diperolehnilai KHM pada antibiotic
ampisilinterhadapbakteriStaphylococcus aureuskel 1a dan 7a adalah 0,1
µg/cakramkertasdanpadaE. colitidakada. Pada antibiotic
tertrasiklinterhadapbakteriStaphylococcus aureusadalah 0,1
µg/cakramkertasdanpadaE. colitidakada. Pada antibiotic
kloramfenikolterhadapbakteriStaphylococcus aureusdanpadaE.
colitidakada.
3. Dari hasilpercobaanmetodedifusi agar diperolehnilai KHM pada antibiotic
ampisilinterhadapbakteriStaphylococcus aureusdanE. coliadalah 0,03
µg/mL (kemungkinanuntukE.colisalah). Pada antibiotic
tertrasiklinterhadapbakteriStaphylococcus aureusadalah 0,12 µg/mL
danpadaE. coli 0,03 µg/mL(kemungkinanuntukE.colisalah). Pada
antibiotic kloramfenikolterhadapbakteriStaphylococcus
aureustidakadadanpadaE. coli 0,12
µg/mL(kemungkinanuntukE.colisalah).
4. Padapercobaanini yang menggunakanbakteriEscherichia
colikemungkinanmendapatkan data hasil KHM yang
salahhalinikarenapenggunaan suspensi bakteri Escherichia coli untuk
semua metode adalah sama. Sedangkan pada proses pembuatan
suspensinya terjadi kesalahan kesalahan yang memungkinkan keberadaan
bakteri tersebut sebenarnya tidak ada dalam suspensinya. Selain itu pula
karena pada prosedur percobaan ini tidak dilakukannya pengaturan
transmitan inokulum bakteri dengan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 530 nm yang ditujukan untuk standarisasi keseragaman jumlah
bakteri pada suspensi bakteri yang dibuat