You are on page 1of 48

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN V

PEMBUATAN WHEY PROTEIN DAN PEMURNIAN PROTEIN

Disusun oleh:

Kelompok/Shift : 2/B

Anggun Putri Nur A 10060316041

Melinda Athirah Putri 10060316042

Adellya Fardiani 10060316043

Syifani Khalda Maisa 10060316044

Shintya Amalia Safira 10060316045

Asisten: Restian B Prasetyo., S.Farm

Tanggal Praktikum : 26 April 2018

Tanggal Pengumpulan : 3 Mei 2018


LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2018 M /1439 H

PERCOBAAN V
PEMBUATAN WHEY PROTEIN DAN PEMURNIAN PROTEIN

I. Tujuan Percobaan

1. Mengisolasi atau menguji keberadaan asam amino essensial (whey

protein) terhadap sampel uji (susu) secara kualitatif

2. Mengisolasi atau menguji keberadaan asam amino essensial (whey

protein) terhadap sampel uji (susu) secara kuantitatif

3. Mengekstraksi dan mengisolasi enzim LDH.

II. Teori Dasar

2.1 Definisi Protein

Kata protein sebenarnya berasal dari kata Yunani yang

berarti pertama yang paling penting, asal dari kata protos. Protein

terdiri dari bermacam-macam golongan makromolekul heterogen.

Walaupun demikian semuanya merupakan turunan dari polipeptida

dengan berat molekul yang tinggi, secara kimia dapat dibedakan

antara protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dengan berat

molekkul yang tinggi. Secara kimia dapat dibedakan antara protein

sederhana yang terdiri dari polipeptida dan protein kompleks yang

mengandung zat-zat makanan tambahan seperti hern, karbohidrat,

lipid atau asam nukleat. Untuk protein kompleks, bagian

polipeptida dinamakan aproprotein dan keseluruhannya dinamakan


haloprotein. Secara fungsional protein juga menunjukkan banyak

perbedaan. Dalam sel mereka berfungsi sebagai enzim, bahan

bangunan, pelumas dan molekul pengemban. Tapi sebenarnya

protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam

amino melalui ikatan peptida (Hart, 1987 : 86).

Protein merupakan polimer dari asam amino. Asam amino

membentuk polimer rantai lurus dengan ikatan peptida, sehingga

polimer ini disebut denganpeptid atau polipeptida. Polipeptida

mengalami pelipatan karean reaksi gugus fungsi dan sisi reaktif

molekul penyuunnya, sehingga tebentuklah molekul besar

polipeptida yang dinaman protein. Protein secara garis besar dibagi

menjadi dua, yaitu protein sederhana yang hanya tersusun oleh

asam amino dan protein konjugasi yang tersusu tidak hanya oleh

asam amino namun juga bahan lain seperti karbohidrat

(glikoprotein), asam nukleat (nukleoprotein), lipid (lipoprotein),

logam (metaloprotein) dan fosfat (fosfoprotein) (Handito, dkk,

2014 : 70).

Kunci ribuan protein yang berbeda strukturnya adalah

gugus pada molekul unit pembangunan protein yang relatif

sederhana dibangun dari rangkaian dasar yang sama, dari 20 asam

amino mempunyai rantai samping yang khusus, yang berikatan

kovalen dalam urutan yang khas. Karena masing-masing asam

amino mempunyai rantai samping yang khusus yang memberikan


sifat kimia masing-masing individu, kelompok 20 unit

pembangunan ini dapat dianggap sebagai abjad struktur protein.

(Lehninger, 1996 : 42).

Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya

metode gravimetric, kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan

elektroforesis. Salah satu metode yang banyak memperoleh

pengembangan ialah metode kromatografi. Macam-macam

kromatografi ialah kromatografi kertas, krometografi lapis tipis dan

kromatografi penukar ion. Protein yang ditemukan kadang-kadang

berkonjugasi dengan makromolekul atau mikromolekul seperti

lipid, polisakarida dan mungkin fosfat. Protein terkonjugasi yang

dikenal antara lain nukleoprotein, fosfoprotein, metaloprotein,

lipoprotein, flavoprotein dan glikoprotein. Protein yang diperlukan

organisme dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama,

ialah pertama; protein sederhana, yaitu protein yang apabila

terhidrolisis hanya menghasilkan asam amino, dan kedua protein

terkonjugasi, yaitu protein yang dalam hidrolisis tidak hanya

menghasilkan asam amino, tetapi menghasilkan juga komponen

organik ataupun komponen anorganik yang disebut “gugus

prosthetic” (Barnes., 2006 : 2545).

2.2 Fungsi Protein

Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut

dan penyimpan molekul lain seperti okseigen, mendukung


secaramekanis sstem kekbalan (imunitas) tubuh, menghasilka

pergerakkan tubuh, sebagai transmitor gerak syaraf dan

mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan. Analisa diameter

protein menghasilkan unsur-unsur C, H, N dan O dan sering juga

S. Disamping itu beberapa protein juga mengandung unsur-unsur

lain terutama P, Fe, Zi dan Cu (Katili, 2009 : 29).

Fungsi Protein yang lainnya menurut (Lehninger, 1996) adalah:

a. Sebagai Enzim

Hampir semua reaksi biologis dipercepat atau di bantu oleh

suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim, dari

reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi

karbondioksida yang sangat rumit seperti replikasi kromosom.

Protein besar peranannya terhadap perubahab-perubahan kimia

dalam system biologis.

b. Alat Pengangkut dan Penyimpanan

Banyak molekul dengan MB kecil serta beberapa ion dapat

diangkut atau dipindahkan oleh protein-protein tertentu.

Misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit,

sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot.

c. Pengatur Pergerakan

Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot

terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling

bergeseran.
d. Penunjang Mekanik

Kekuatan dan daya tahan robek kulit dan tulang disebebkan

adanya kolagen, suatu protein berbentuk bulat panjang dan

mudah membentuk serabut

e. Pertahanan Tubuh atau Imunisasi

Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibody, yaitu suatu

protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau

mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh

seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain.

f. Media Perambatan Impuls Saraf

Protein yang mempunyai fungsi ini biasanya berbentuk

reseptor, misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak

sebagai reseptor penerima warna atau cahaya pada sel-sel mata

g. Pengendalian Pertumbuhan

Protein ini bekerja sebagai reseptor (dalam bakteri) yang dapat

mempengaruhi fungsi bagian-bagian DNA yang mengatur sifat

dan karakter bahan.

2.3 Struktur Protein

Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur

primer (tingkat I), sekunder (tingklat II), tersier (tingkat III), dan

kuarterner (tingkat IV) (Wibowo, luqman, 2009 : 423).

a. Struktur Primer Protein


Protein yang dibentuk dengan asama amino tergabung dalam

ikatan polipeptida. Setiap asam amino terhubung dengan asam

amino lainnya dalam ikatan peptida yang terbentuk karena

adanya reaksi kondensasi gugus karboksil pada setiap masing-

masing asam amino.

b. Struktur Asam Amino Primer

Pada ujung dari rangkaian polipeptida yang terbentuk

mempunyai sifat kimia yang berbeda: satu ujung mempunyai

gugus amino bebas (N atau amino, NH2-) disisi satunya,

sedangkan mempunyai gugus karboksil bebas (ujung C atau

karboksil, COOH-) pada ujung satunya. Oleh karena itu, arah

polipeptida dan dituliskan baik N→C (kiri ke kanan) maupun C

→N (kanan ke kiri).

c. Struktur Sekunder Protein

Pada struktur sekunder, rangkaian polipeptida memiliki

konformasi yang berbeda. Bersifat reguler dan memiliki pola

lipatan berulang dari rangka protein. Dua tipe umum struktur

protein sekunder yaitu α-heliks dan β-sheet. Keduanya

terbentuk karena ikatan hidrogen yang terjadi antara asam

amino yang berbeda pada polipeptida.

d. Struktur Tersier

Struktur polipeptida yang terjadi dari lipatan komponen

struktur sekunder polipeptida yang membentuk konfigurasi tiga


dimensi. Bermacam-macam gaya ikatan hidrogen antar asam

amino yang terjadi pada rangkaian polipeptida inilah maka

disebur struktur tersier. Disertai gaya hidrofobik rangkaian ini

menempatkannya (asam amino gugus non-polar) dibagian

dalam protein dengan tujuan melindunginya dari air. Selain

ikatan hidrogen, terdapat juga ikatan kovalen yang disebut juga

sebagai jembatan disulfide antara asam amino sistein di

berbagai macam posisi pada rangkaian polipeptida.

e. Struktur Kuartener Protein

Asosiasi yang terjadi antara dua atau lebih rangkaian

polipeptida, dimana masing-masing terlipat menjadi struktur

tersier, menjadi protein multisubunit. Tidak semua protein

membentuk struktur kuaternair. Antara rangkian polipeptida

yang berbeda struktur protein terikat dengan jembatan

disulfide. Sedangkan pada protein yang terdiri dari asosiasi

subunit yang lebih lemah akan dihubungkan dengan ikatan

hidrogen dan efek hidrofobik. Protein ini dapat kembali pada

komponen polipeptidanya, atau berubah komposisi subunitnya

tergantung pada kebutuhan fungsinya. Singkatnya, struktur

kuartener menggambarkan subunit-subunit yang berbeda dipak

bersama-sama membentuk struktur protein.


III. Alat dan Bahan

Alat Bahan

Batang Pengaduk Ammonium Sulfat

Blender Aquadest

Corong Daging Dada Ayam

Econopac Kolom Desalting Dapar EDTA

Erlenmeyer Dapar Mercaptoethanol

Gelas kimia 100 mL Dapar PMSF

Gelas kimia 500 mL Dapar Tris-HCl

Kain Penyaring Garam

Kolom cibacron blue Kertas Saring

Pipet Disposable Pereaksi Biuret

Pipet Tetes Pereaksi Millon

Pipet Tip Susu sapi segar

Tabung Falcon 50 mL

Tabung mikrosentrifuga (1,5 mL)

Tabung Reaksi

Tabung Sentrifuga 50 mL
IV. Prosedur

4.1 Pembuatan whey Protein

4.1.1 Prosedur pembuatan whey

4.1.2 Prosedur analisis kualitatif protein

4.1.3 Prosedur pembuatan serbuk whey dengan cara salting out

4.1.4 Prosedur pembuatan serbuk whey dengan cara pengeringan

4.2 Presipitasi Laktat Dehidrogenase dari Ayam dengan Ammonium

Sulfat

4.2.1 Penyiapan jaringan

4.2.2 Ekstaksi protein yang larut

4.2.3 Sentrifugasi

4.2.4 Filtrasi

4.2.5 Presipitasi dengan ammonium sulfat

4.2.6 Sentrifugasi
V. Data Pengamatan dan Perhitungan

5.1 Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Data pengamatan pembuatan whey protein dan pemurnian protein

Prosedur Gambar Hasil pengamatan

Pembuatan whey Pada percobaan pembuatan

whey, setelah 200 mL susu

murni mencapai suhu 90°C

ditambahkan dengan asam sitrat

terjadi perubahan adanya

Proses pemanasan susu murni endapan kuning muda (gumpalan

sampai suhu mencapai 90°C kasein) dan cairan berwarna

kuning keruh. Setelah itu,

disaring dan didapatkan filtrat

sebanyak 125 ml berwarna


kuning muda agak sedikit keruh

tanpa disertai endapan.

Kondisi susu murni setelah

ditambah dengan asam sitrat.

Prosedur analisis

kualitatif protein
Filtrat susu yang didapatkan

setelah dilakukan penyaringan.

Tabung 1 yang berisi filtrat

sebelum ditambahkan pereaksi

millon.

Setelah disiapkan 2 tabung reaksi

yang masing masing diisi dengan

filtrat. Pada tabung 1

ditambahkan dengan pereaksi

Kondisi filtrat setelah millon. Pada tabung 2

ditambahkan pereaksi millon. ditambahkan peraksi biuret.

Maka terjadi perubahan pada

kedua tabung tersebut.


Pembuatan serbuk

whey dengan cara

salting out

Pada tabung 1 yang awalnya

berwarna kuning muda menjadi

berwarna putih, setelah

didiamkan beberapa saat warna

larutan menjadi kuning agak

sedikit lebih pekat dari


Tabung 2 yang berisi filtrat
sebelumnya
sebelum ditambahkan pereaksi
Pada tabung 2 yang awalnya
biuret.
larutan berwarna kuning muda

setelah ditambahkan NaOH

Pembuatan serbuk menjadi berwarna kuning muda

whey dengan cara agak putih. Kemudian

pengeringan ditambahkan CuSO4 dan

didiamkan beberapa saat, terjadi


Kondisi filtrat setelah
cairan berubah menjadi warna
ditambahkan pereaksi biuret.
ungu muda
Presipitasi laktat

dehirogenase dari

ayam dengan

ammonium sulfat

Kondisi filtrat setelah

ditambahkan (NH4)2SO4 .

Kondisi whey setelah dilakukan

pengeringan dengan cara


dipanaskan.

Sebanyak 10 ml filtrat hasil

penyaringan pada prosedur

pembuatan whey ditambahkan

dengan garam (NH4)2SO4 adanya

endapan yang terbentuk. Larutan

dipipet lalu dibuang sehingga

menyisakan endapan berwarna

putih kekuningan. Setelah itu

Kondisi daging ayam saat di endapan di cuci dengan aquadest.

blender dan ditambahkan dapar

pengekstraksi (esktraksi protein

yang larut)

Sentrifugasi
Sisa filtrat yang dihasilkan dari

penyaringan pada prosedur

pembuatan whey dipanaskan

untuk pembuatan serbuk whey


dengan cara pengeringan. Filtrat

dipanaskan dalam panci hingga

terjadi perubahan yang awalnya

dalam keadaan cair menjadi

sampai mengering dan agak

memadat.
Kondisi setelah disentrifugasi

Potongan dada ayam


Kondisi supernatant setelah
ditambahkan dengan dapar
dilakukan filtrasi.
pengekstraksi lalu di blender

sehingga terjadi perubahan yang

awalnya kondisi daging ayam

dalam wujud padat menjadi cair

(ekstrak kasar)
Persipitasi dengan penambahan

ammonium sulfat

Setelah itu, homogenate

dilakukan sentrifugasi dengan

alat sentrifuga selama 20 menit.


Kondisi setelah dilakukan
Setelah di sentrifugasi terjadi
sentrifugasi ke-2
pemisahan 2 fase antara pellet

(endapan) dibagian dasar tabung

sentrifuga dan supernatant

(cairan) dibagian atas tabung

sentrifuga.
Kemudian dilakukan filtrasi dan

diperoleh data kuantitatif

didapatkan volume supernatant

sebanyak 6,2 ml.

Kondisi pellet setelah dilakukan

sentrifugasi ke-2

Ditambahkan sebanyak 2,418 g

ammonium ke dalam supernatant

dan diaduk hingga homogen

campuran tersebut
Setelah dilakukan sentrifugasi

kedua terjadi pemisahan 2 fase

antara pellet (endapan) dibagian

dasar tabung sentrifuga dan

supernatant (cairan) dibagian

atas tabung sentrifuga

Data kuantitatifnya yaitu

didapatkan pellet sebanyak 1,2

ml.

5.2 Data Perhitungan

5.2.1 Pembuatan Whey Protein

Pembuatan serbuk whey dengan cara salting out

Bobot tabung reaksi kosong = 17,1837 g


Bobot tabung reaksi + endapan = 17,4952 g

 Bobot endapan

(Bobot tabung reaksi + endapan) – (Bobot tabung reaksi kosong)

17,4952 g - 17,1837 g = 0,3115 g endapan

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


 % rendemen = x100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙( 𝑚𝐿)

0,3115 𝑔
= x100%
10 𝑚𝑙

= 3,115 %

Jadi, didalam 10 mL filtrat didapatkan 3,115 % whey protein.

Pembuatan serbuk whey dengan cara pengeringan

Bobot panci kosong = 314 g

Bobot panci + whey = 283,1 g

 Bobot endapan

(Bobot panci + whey ) – (Bobot panci kosong)

314 g – 283, 1 g = 30,9 g endapan

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


 % rendemen = x100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿)

30,9 𝑔
= x100%
600 𝑚𝑙

= 5,15 %

Jadi, didalam 600 mL filtrat didapatkan 5,15 % whey protein.

5.2.2 Presipitasi Laktat Dehidrogenase dari Ayam dengan ammonium

sulfat

Presipitasi dengan ammonium sulfat


Volume supernatant = 6,2 mL (Hasil sentrifugasi ke-1)

Volume pellet = 1,2 mL (Hasil sentrifugasi ke-2)

Banyaknya (NH4)2SO4 yang ditambahkan

Volume supernatant x 0,39 g

6,2 ml X 0,39 g = 2,418 g (NH4)2SO4 /mL supernatant


VI. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai pembuatan

whey protein dan pemurnian protein dengan tujuan yaitu mengisolasi/

menguji keberadaan asam amino essensial (whey protein) terhadap

sampel uji (susu) dan mengekstraksi mengisolasi enzim LDH.

Protein merupakan biopolimer yang terdiri atas banyak asam

amino yang berhubungan satu dengan lainnya lewat ikatan amida

(peptida). Protein berasal dari bahasa Yunani, protos yang artinya protein

karena protein merupakan senyawa yang sangat penting di dalam

organisme. Protein secara strukturnya terdiri dari 2 gugus yaitu gugus

amino, gugus karboksil Protein merupakan suatu koloid elektrolit yang

bersifat amfoter. Dengan sifat ini protein dapat bersifat asam atau basa.

Selain itu Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai berat

molekul besar antara ribuan hingga jutaan satuan (g/mol). Protein tersusun

dari atom-atom C,H,O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P

dan S. Atom-atom itu membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam

amino dalam protein maupun hubungan antara asam amino satu dengan

yang lain, menentukan sifat biologis suatu protein. (Suhara,2008: 123)

Salah satu jenis sampel protein yang digunakan dalam percobaan kali ini

ini adalah susu sapi. Susu merupakan bahan pangan yang memiliki

komponen spesifik seperti air (water), lemak susu (milk fat), dan bahan

kering tanpa lemak (solids nonfat). Kemudian bahan kering tanpa lemak

terbagi lagi menjadi protein, laktosa, mineral, asam (sitrat, format, asetat,
laktat, oksalat), enzim (peroksidase, katalase, pospate, lipase), gas

(oksigen, nitrogen), dan vitamin (vitamin A, vitamin C, vitamin D, tiamin,

riboflavin), kasein dan protein susu.

Seperti halnya asam amino, protein susu (kasein) juga bersifat amfoter.

Protein dalam susu mencapai 3,25%. Struktur primer terdiri dari rantai

polipeptida dari asam-asam amino yang disatukan ikatan-ikatan peptida

(peptida linkages). Protein juga memiliki pH isoelektrik tertentu. pH

isoelektrik merupakan suati nilai pH dimana jumlah muatan listrik positif

sama dengan muatan negatifnya. Pada pH tersebut, protein tidak

bermuatan positif maupun negatif, sehingga dapat membentuk agregat

(gumpalan-gumpalan yang keruh) dan mengendap, karena sebagian

protein menunjukkan kelarutan yang minimal pada pH isolektriknya. Sifat

inilah yang akan digunakan untuk memisahkan atau mengisolasi kasein

dari susu. Protein susu memiliki protein-protein spesifik. Salah satunya

adalah kasein. Kasein merupakan komponen terbesar dalam susu yaitu

80% dan sisanya berupa whey protein yaitu sebesar 20% (Buckle,

2007:135).

Pada praktikum kali ini dilakukan 2 percobaan yang pertama

adalah pembuatan whey protein yang terdiri dari pembuatan whey

protein, analisis kualitatif protein, pembuatan serbuk whey dengan saltng

out, dan pembuatan serbuk whey dengan cara pengeringan. Dan yang

kedua adalah presipitasi laktat dehidrogenase dari ayam dengan

ammonium sulfat adalah terdiri dari penyiapan jaringan, ekstraksi protei


yang terlarut, sentrifugasi, filtrasi, persipitasi dengan ammonium sulfat,

dan sentrifugasi.

Hal pertama yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu susu murni

dipanaskan pada suhu awal penangas 200°C. Tujuannya untuk menaikkan

suhu susu sampai mencapai 90°C. Setelah suhu susu mencapai 90°C, suhu

penangas diturunkan menjadi 90°C lalu. Alasan digunakannya pada suhu

90°C adalah apabila suhu terlalu tinggi atau terlalu panas, maka protein

dalam susu akan terdenaturasi dan menyebabkan protein dalam susu

menjadi rusak. Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein

namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan

dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik molekul

bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan

ikatan-ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu, akan membuat perubahan

entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak

teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah. Entropi sendiri

merupakan derajat ketidakteraturan, semakin tidak teratur maka entropi

akan bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan

protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya

koagulasi. Selain itu, protein yang terdenaturasi akan berkurang

kelarutannya.

Setelah mencapai suhu 90°C, ditambahkan asam sitrat ke dalam

susu tersebut. Tujuannya agar protein berubah dan rusak sehingga terjadi
pemisahan antara kasein (padatan) dengan whey protein(cairan). Hal ini

sesuai sebagai mana literatur yang ada.

Pada suasana asam, maka akan terjadi penambahan H+. Kemudian

akan mengadakan reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal dari

gugus hiroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+ yang

ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari susu sehingga

titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah tercapai

maka muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga

akan terbentuk gumpalan. Titik isoelektris kasein pH 4,6 – 5,0 dan pada

titik ini kasein mudah sekali mengendap. Dalam kondisi asam atau pH

yang rendah, kasein akan mengendap karena memiliki kelarutan yang

rendah pada kondisi asam.(Ridwan, 1990:159)

Setelah itu terbentuknya endapan maka dilakukan penyaringan

dengan menggunakan kain kasa yang dilipat menjadi 4 bagian. Tujuannya

agar tidak ada endapan atau gumpalan yang ikut tersaring ke dalam filtrat

yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan whey protein. Sedangkan

endapan yang tersaring pada kain kassa tersebut merupakan suatu kasein

yang dapat dijadikan untuk pembuatan bahan keju. Secara kuantitatif,

diperoleh hasil filtrat dari penyaringan tersebut yaitu sebanyak 125 ml

disimpan untuk digunakan dalam percobaan selanjutnya.

Percobaan selanjutnya adalah analisis kualitatif protein dengan

cara uji biuret dan uji millon yang masing masing memiliki tujuan yang

berbeda. Uji biuret dilakukan untuk pengujian keberadaan kandungan


protein pada sampel uji sedangkan uji millon dilakukan untuk pengujian

keberadaan kandungan asam amino tirosin pada sampel uji yaitu susu

murni. Pada tabung pertama yang dilakukan uji dengan reagen Millon,

hasilnya adalah pada tabung reaksi tersebut awalnya berwarna kuning

muda menjadi warna putih dan seiring berjalan waktu setelah didiamkan

beberapa saat maka terjadi perubahan pada campuran larutan tersebut yaitu

bewarna kuning hal menandakan reaksi positif terhadap sampel uji.

Artinya dalam sampel uji susu tersebut mengandung asam amino tirosin.

Hal ini sesuai sebagaimana literatur yang ada.

Susu mengandung asam amino penting seperti tirosin dan tritofan,

asam lemak DHA, AA, dan SA untuk membantu perkembangan otak

manusia, juga sphingomyelin yang membantu proses informasi di otak.

Magnesium dan kalsium yang terkandung dalam susu dapat mengurangi

lipid dan memperbaiki aliran darah pada otak sehingga secara efektif

mencegah terjadinya infarksi dan pendarahan otak. Reaksi positif pada uji

millon yang uji yang dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi

keberadaan asam amino tirosin ditandai dengan perubahan warna pada

campuran larutan kisaran dari warna kuning hingga mencapai merah bata.

(Hart, 1987:189)

Pada tabung kedua yang dilakukan uji dengan reagen biuret,

hasilnya adalah pada tabung reaksi tersebut awalnya berwarna kuning

muda menjadi warna ungu muda setelah didiamkan beberapa saat. Pada

percobaan ini hal yang dilakukan pertama adalah menempatkan larutan


protein pada tabung reaksi serta ditambahkan larutan NaOH pada larutan

tersebut kemudiaan diaduk. Tujuan diaduk ini adalah agar larutan yang

diperoleh dalam keadaan homogen artinya semua larutannya tercampur

sempurna. Tujuan penggunaan NaOH disini adalah untuk berfungsi

sebagai membuat keadaan larutan dalam suasana basa. Dalam suasana

basa, protein akan terlarut sempurna dalam larutannya hal ini terjadi

karena NaOH berperan sebagai katalis yang berfungsi untuk

menghancurkan atau memecahkan protein yang ada sehingga banyak

kandungan protein yang terdispersi sempurna. Setelah ditambahkan

NaOH, selanjutnya campuran larutan akan ditambahkan larutan CuSO4

(Tembaga sulfat). Pada tetesan pertama awalnya campuran larutan tersebut

berubah warnanya menjadi warna ungu muda di permukaan saja. Namun

setelah dilakukan 2 tetes berikutnya maka terjadi perubahan warna

menjadi ungu secara keseluruhan bagian campuran larutan tersebut. Dari

warna ungu yang dihasilkan disini adalah menunjukkan adanya reaksi

positif pada percobaan ini. Artinya dalam sampel yang di uji tersebut

(susu) yaitu positif mengandung protein. Hal ini sesuai sebagaimana

literatur yang ada. Dalam penambahan larutan CuSO4 jangan dilakukan

dengan cara penambahan yang berlebih hal ini karena Cu2+ merupakan

logam berat. Jika penggunaannya terlalu banyak maka albumin akan

terdenaturasi membentuk koagulan. Pada suasana alkalis akan terbentuk

Cu(OH)2 dari reaksi :

Cu2+ + 2OH- → Cu(OH)2 (ungu) .


jika berlebihan akan mengakibatkan warna ungu terkalahkan

sehingga hasilnya negative

Menurut Fessenden, 1989 larutan tembaga sulfat yang bersifat basa

akan bereaksi dengan polipeptida yang merupakan penyusun protein. Hal

yang menunjukkan reaksi positif adanya protein yaitu terdapatnya ikatan

peptida lebih banyak dapat dibuktikan saat penambahan larutan CuSO4 2

tetes berikutnya larutan tetap berwarna ungu. Semakin pekat warna ungu

yang dihasilkan maka kandungan protein pada sampel tersebut semakin

banyak. Hal ini menandakan bahwa adanya ikatan peptida yang kuat pada

sampel tersebut. Warna ungu ini terjadi karena adanya adanya

pembentukan senyawa kompleks Cu2+ dengan gugus –CO dan gugus –NH

dari suatu rantai peptida. Hal tersebut sesuai dengan sebagaimana prinsip

dari uji biuret yaitu terjadinya pembentukan senyawa kompleks koordinat

yang berwarna yang dibentuk oleh Cu2+ dengan gugus gugus –CO dan

gugus –NH dari suatu rantai peptida dalam suasana basa.

Gambar 6.1 Uji biuret


Setelah dilakukan analisa kualitatif protein, selanjutnya dilakukan

pembuatan serbuk whey protein dengan cara salting out dilakukan dengan

prinsip pembentukan senyawa tidak larut antara protein dan ammonium

sulfat. Pada percobaan ini hal yang dilakukan adalah pertama, Pada

percobaan ini hal yang dilakukan adalah pertama, menjenuhkan filtrat

dengan menambahkan ammonium sulfat ( garam) secara perlahan sambil

diaduk hingga homogen ( garamnya larut). Penambahan garam ini

dilakukan secara terus menerus hingga adanya garam yang tertinggal tidak

larut. Hal ini menunjukkan bahwa larutan yang ada tersebut sudah dalam

keadaan jenuh.

Larutan jenuh adalah larutan yang megandung zat terlarut dalam

jumlah tepat atau sama dengan kemampuan maksimal yang dapat

dilarutkan oleh pelarut. (Hart, 1987:230)

Setelah larutan jenuh, terbentuk adanya suatu endapan putih

protein. Hal ini terjadi karena garam-garam anorganik mengendapkan

protein karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi

dengan protein untuk mengikat air. Karena garam bersifat higroskopis

yang dapat mengikat air. Molekul air dalam susu diikat oleh garam

sehingga susu dapat terjadi penggumpalan. Pada pengujian ini susu murni

setelah dicampur dengan garam ammonium sulfat terjadi salting-out yang

terjadi karena larutan garam dapat merusak ikatan peptide yang dimiliki

oleh susu murni


Istilah salting out adalah adanya peningkatan kelarutan zat tertentu

yang dapat menurunkan kelarutan zat utamanya. Salting out merupakan

metode yang digunakan untuk memisahkan protein yang didasarkan pada

prinsip bahwa protein kurang terlarut ketika berada pada daerah yang

konsentrasi kadar garamnya tinggi. Konsentrasi garam diibutuhkan oleh

protein untuk mempercepat keluarnya larutan yang berbeda dari protein

satu ke protein yang lainnya Sedangkan salting in adalah peningkatan

kelarutan zat tertentu yang dapat meningkatkan pula kelarutan zat

utamanya Pengaruh penambahan garam terhadap kelarutan protein

berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi dan jumlah muatan ionnya

dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah muatan ionnya,

semakin efektif garam dalam mengendapkan protein (Ridwan, 1990:150).

Setelah filtrat dijenuhkan dan diperolehnya suatu endapan,

kemudian larutan disaring dan endapan yang didapat dicuci dengan

aquadest. Tujuan dilakukan pencucian endapan ini dengan menggunakan

aquadest adalah agar tidak adanya zat pengotor ( zat yang tidak diinginkan

untuk diuji keberadaannya) yang terdapat pada endapan sehingga dapat

mengganggu dalam proses perhitungan rendemen yang nantinya akan

dilakukan.

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan whey protein dengan cara

salting out diperoleh data pengamatan yaitu % rendemen endapan yaitu

3,115%. Artinya dalam 10 ml filtrat mengandung 0,3115 gram whey

protein.
Menurut literatur, dalam 1 L susu ultra mengandung 24 gram

protein. Artinya dalam 10 mL filtrat mengandung 0,24 gram protein.

Jumlah kandungan whey protein pada suatu susu pada umumnya adalah

sebanyak 20% artinya 20% dari 0,24 gram yaitu 0,048 gram whey protein.

(Andarwulan, 2011:121)

Berdasarkan hasil data literatur yang ada kemungkinan hasil whey

protein tersebut tidak bisa dikatakan murni. Hal ini terjadi kemungkinan

adanya beberapa faktor kesalahan yang dilakukan oleh praktikan. Salah

satunya adalah pada saat proses penyaringan seharusnya hasil larutan yang

diperoleh adalah filtrat yang berwarna kuning agak jernih namun larutan

yang diperoleh adalah kuning muda keruh. Hal ini menandakan masih

adanya endapan yang ikut masuk ke dalam hasil filtrat selama proses

penyaringan berlangsung sehingga dapat mengganggu nilai hasil akhir.

Namun hal tersebut tidak bisa dikatakan pasti. Karena kandungan whey

tiap susu berbeda beda. Semakin banyak kandungan whey pada susu maka

harga susu tersebut akan semakin mahal

Prosedur selanjutnya adalah pembuatan serbuk whey dengan cara

penyaringan. Filtrat dimasukkan ke dalam panci dan dipanaskan diatas

penangas. Filtrat dipanaskan sambil diaduk secara konstan. Pemanasan

dilakukan hingga larutan berubah menjadi serbuk. Hal ini bisa terjadi

karena terjadinya proses kerusakan protein.

Pada saat proses pemanasan terjadi kerusakan ikatan hidrogen

dengan interaksi hidrofobik non polar pada protein. Sehingga, protein


albumin terkoagulasi dan menyebabkan kemampuan mengikat airnya

menjadi menurun.pada saat kondisi suhu yang tinggi (panas) akan

mengakibatkan peningkatan enek kinetik molekul sehingga penyusun

molekul protein akan bergerak dan bergetar dan merusak ikatan molekul

tersebut dan energi panas akan mengakibatkan putusnya ikatan interaksi

non kovalen yang ada pada struktur alami protein tetapi tidak memutuskan

ikatan kovalen berupa ikatan peptida. Selain itu juga selama proses

pemanasan berlangsung secara tidak langsung terjadinya proses

penguapan kandungan zat cair yang terdapat pada sampel uji (susu)

tersebut sehingga terjadi adanya perubahan wujud zat dari larutan menjadi

padatan (gumpalan) (luqman, 2009:154)

Perubahan struktur inilah yang mengakibatkan perubahan wujud

dari larutan menjadi serbuk. Tetapi pada percobaan ini pemanasan tidak

dilakukan sampai menjadi kering karena waktu yang disediakan terbatas.

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan whey protein dengan cara salting

out diperoleh data pengamatan yaitu % rendemen endapan yaitu 5,15%.

Artinya dalam 600 mL filtrat mengandung 0,39 gram whey protein.

Menurut literatur, dalam 1 L susu ultra mengandung 24 gram

protein. Artinya dalam 600 mL filtrat mengandung 14,4 gram protein.

Jumlah kandungan whey protein pada suatu susu pada umumnya adalah

sebanyak 20% artinya 20% dari 14,4 gram yaitu 2,88 gram whey protein.

(Buckle, 2007:137)
Berdasarkan hasil data literatur yang ada kemungkinan hasil whey

protein tersebut tidak bisa dikatakan murni. Hal ini terjadi kemungkinan

adanya beberapa faktor kesalahan yang dilakukan oleh praktikan. Salah

satunya adalah pada saat proses penyaringan seharusnya hasil larutan yang

diperoleh adalah filtrat yang berwarna kuning agak jernih namun larutan

yang diperoleh adalah kuning muda keruh. Hal ini menandakan masih

adanya endapan yang ikut masuk ke dalam hasil filtrat selama proses

penyaringan berlangsung sehingga dapat mengganggu nilai hasil akhir.

Namun hal tersebut tidak bisa dikatakan pasti. Karena kandungan whey

tiap susu berbeda beda. Semakin banyak kandungan whey pada susu maka

harga susu tersebut akan semakin mahal

Pada percobaan kedua dilakukan presipitasi laktat dehidrogenase

dari ayam dengan ammonium sulfat. Percobaan ini dilakukan dengan

tujuan mengekstraksi dan mengisolasi enzim LDH. Hal yang dilakukan

pertama adalah penyiapan jaringan yaitu daging dada ayam dipotong

kecil-kecil dan dibuang jaringan ikat dan lemak. Alasannya menggunakan

daging pada bagian dada ayam adalah karena pada bagian dada ayam

mengandung kaya akan LDH. Tujuan daging ayam tersebut dipotong

potong hingga menjadi bagian yang kecil adalah untuk mempermudah

proses ekstraksi yang akan dilakukan selanjutnya. Pada bagian jaringan

ikat dan lemak yang terdapat pada daging ayam dibuang karena pada

percobaan ini bagian yang akan dambil untuk diuji adalah LDH yang

terdapat pada bagian daging dada daging ayam murni.


Enzim LDH adalah enzim laktat sehidrogenase yang digunakan

untuk mengubah asam piruvat yang dihasilkan dari proses glikolisis

menjadi asam laktat. Enzim LDH adalah merupakan suatu protein yang

khas dan akan bekerja apabila ada bagian substratnya. Substrat dari enzim

LDH adalah NAD dan NADH yang masing masing memiliki fungsi fungsi

tertentu. Substrat NAD akan berperan pada saat enzim LDH bekerja

mengubah asam laktat menjadi asam piruvat. Dan substrat NADH akan

berperan pada saat enzim LDH bekerja mengubah asam piruvat menjadi

asam laktat. Enzim LDH ini terdapat pada semua organisme karena

mempunyai peran penting pada metabolisme karbohidrat. Selain itu,

pembuktian adanya suatu LDH pada manusia adalah pada saat seseorang

tersebut sedang mengalami keadaan pegal. Pegal tersebut terjadi akibat

dari adanya penimbunan asam laktat pada bagian otot. Sehingga seseorang

tersebut dianjurkan makan makanan yang mengandung NAD. Salah

satunya adalah buah pisang. Kemudian NAD ini akan berperan mengubah

asam laktat yang menimbun tersebut manjadi asam piruvat yang akan

digunakan untuk proses metabolime lainnya. Hal ini sebagaimana pada

gambar berikut :

Gambar 6.2 Reaksi enzim LDH (Patong, 2012: 134 )


Setelah daging ayam dipotong kecil kecil selanjutnya akan

dilakukan proses ekstraksi protein yang larut yaitu daging dada ayam

yang telah dipotong dimasukkan ke dalam blender lalu ditambahkan

dengan dapar pengekstraksi dingin. Dilakukan penambahan dapar yaitu

untuk mempertahankan pH sehingga protein tidak rusak.

Dapar pengekstraksi adalah terdiri dari 10 mM Tris-HCL (pH 4,7),

1 mM 2-merkaptoetanol, 1 mM Fenilmetilsulfonil florida (PMSF) dan 1

mM Etilendiamin asam tetraasetat (EDTA). Dapar pengekstraksi ini

berperan layaknya sebagaimana larutan penyangga yang berperan dalam

mempertahankan pH. Sehingga dalam kondisi apapun pH yang terjadi

tidak akan berubah dan akan tetap bertahan (Hart, 1987:132)

Tujuan diblender adalah untuk memperkecil kembali ukuran

jaringan daging ayam tersebut dan agar homogenasi antara daging ayam

tersebut dengan dapar pengekstraksi. Blender dinyalakan 4 x 30 detik

dengan jeda minimal 10 detik dengan tujuan agar menurunkan temperatur

homogenate agar protein tidak rusak.

Setelah potongan daging ayam tersebut di hancurkan dengan cara

diblender dan ditambah dapat pengekstraksi, selanjutnya adalah

Homogenate yang dihasilkan dari ekstraksi dimasukkan kedalam 4 tabung

sentrifugasi yang telah didinginkan. Sentrifugasi kemudian dilakukan

untuk mempercepat pemisahan protein.

Teknik pemisahan campuran yang dilakukan dengan

memanfaatkan gaya sentripetal. Prinsip utama sentrifugasi adalah


memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara

memberikan gaya sentrifuga sehingga substansi yang lebih berat akan

berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di

atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang

bernama mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi. (Patong,

2012: 177)

Alasan digunakannya tabung sentrifugasi yang telah didinginkan

adalah karena setiap adanya suatu kandungan LDH maka suhu harus

dikondisikan sedemikian rupa agar LDH tersebut tahan dalam keadaan

kondisi panas dan tidak cepat rusak. Karena LDH layaknya seperti protein

karena LDH itu sendiri adalah enzim. Enzim bisa dikatakan protein namun

tidak semua protein bisa dikatakan enzim. Setelah dimasukan ke dalam

tabung sentrifugasi selanjutnya, masukan tabung tabung tersebut kedalam

alat sentrifuga dan nyalakan selama 20 menit pada dengan kecepatan

15.000 rpm. Pada saat proses sentrifugasi, pengisian tabung sentrifugas

harus dilakukan dengan menggunakan bobot jumlah yang sama antara satu

tabung dengan tabung lainnya. Apabila bobotnya berbeda maka akan berat

sebelah yang dapat mengakibatkan kerusakan alat sentrifuga. Setelah

proses sentrifugasi selesai maka pada setiap tabung sentrifugasi akan

terbagi menjadi 2 fase. Pada fase bagian atas dinamakan supernatant yang

berupa cairan sedangkan fase bagian bawah dinamakan pellet yang berupa

endapan. Pada pemisahan ini, kandungan enzim LDH terdapat pada

bagian supernatant hal ini terjadi karena enzim LDH belum mengalami
proses salting out. Sedangkan pada bagian pellet adalah hanya terdapat

ampas yang akan dibuang. Kemudian, proses selanjutnya adalah akan

dilakukan filtrasi yaitu penyaringan ke dalam gelas kimia yang sudah

didinginkan terlebih dahulu. Alasannya didinginkan adalah sama halnya

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada tabung sentrifugasi yang

dalam keadaan kondisi dingin. Setelah disaring maka hasil filtrat

supernatant tersebut dihasilkan sebanyak 6,2 mL. Lalu dilakukan

presipitasi dengan ammonium sulfat. Pada proses ini, LDH yang terdapat

pada bagian supernatan akan diambil melalu proses yang dinamakan

salting out. Pada saat proses salting out berlangsung, maka terjadi

penambahan garam anorganik dalam konsentrasi yang tinggi. Garam yang

digunakan adalah ammonium sulfat. Alasan digunakannya garam tersebut

karena garam ini sangat mudah larut dalam air serta mampu mengurangi

interaksi antara protein dengan air. Setelah penambahan garam sehingga

molekul garam dan protein akan berkompetisi untuk berikatan dengan air.

Namun akibat dari adanya penambahan garam dalam konsentrasi yang

banyak, maka protein akan kalau berkompetisi dengan molekul garam.

Sehingga terjadi pengendapan protein. Selama proses penambahan garam

berlangsung ke dalam supernatan yang telah disaring, hal ini dilakukan

sambil diaduk tujuannya adalah agar campuran larutan tersebut homogen.

Pada proses pengadukan dilakukan tidak boleh terlalu cepat yang dapat

menimbulkan busa. Apabila sudah terbentuknya busa, maka hal ini


menandakan bahwa protein tersebut sudah terdenaturasi. Oleh karena ini

perlu dilakukan pengadukan secara perlahan dan hati hati.

Setiap jenis protein akan memerlukan konsentrasi penambahan

garam ammonium sulfat berbeda beda agar terpresipitasi (Suhara,

2008:132).

Hal yang terakhir dilakukan pada percobaan presipitasi LDH dari

ayam dengan ammonium sulfat adalah dilakukan setrifugasi kedua.

Sentrifugasi kemudian dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat

pemisahan protein. Prosedur yang dilakukan sama halnya dengan

sentrifugas pertama. Perbedaannya adalah setelah proses sentrifugasi

berakhir, maka pada setiap tabung sentrifugasi akan terbagi menjadi 2

fase. Pada fase bagian atas dinamakan supernatant yang berupa cairan

sedangkan fase bagian bawah dinamakan pellet yang berupa endapan.

Pellet ini dihasilkan dari adanya ikatan protein dengan garam ammonium

sulfat Pada pemisahan ini, kandungan enzim LDH terdapat pada bagian

pellet. Hal ini terjadi karena enzim LDH telah mengalami proses salting

out yaitu protein akan mengendap akibat dari adanya penambahan garam

anoganik berlebih. Sehingga LDH ada pada fase pellet bukan terdapat

pada fase supernatant lagi. Dari hasil tersebut diperoleh data kuantitatif

yaitu ukuran volume pellet yang dihasilkan adalah 1,2 mL.

Setelah kandungan LDH terdapat pada pellet, selanjutnya dalam

dilakukan proses pemurnian dengan metode kromatografi. Metode


kromatografi yang umum biasa digunakan adalah kromatografi filtrasi gel

dan afinitas

Metode kromatografi filtrasi gel memiliki prinsip yaitu pemisahan

protein dari ammonium sulfat berdasarkan perbedaan ukuran. Sedangkan

kromatografi afinitas yaitu pemisahan protein berdasarkan adanya reaksi

spesifik antara protein-ligan. (Luqman, 2009:231)

Sebenarnya proses ini tidak dilakukan oleh praktikan selama

praktikum akibat dari adanya keterbatasan alat yang ada. Namun secara

umum, pada awalnya terjadi proses resuspensi pellet ammonium sulfat

dengan penambahan dapar Tris-PMSF ke pellet ammonium sulfat.

Tujuannya adalah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

larutan dapar berperan sebagai larutan penyangga untuk mempertahankan

pH yang ada selain juga untuk mengambil LDH pengesktaksi. Dapar

pengekstraksi adalah terdiri dari 10 mM Tris-HCL (pH 8,6), 0,5 mM 2-

merkaptoetanol, dan 1 mM Fenilmetilsulfonil florida (PMSF). Dapar

pengekstraksi ini berperan layaknya sebagaimana larutan penyangga yang

berperan dalam mempertahankan pH. Sehingga dalam kondisi apapun pH

yang terjadi tidak akan berubah dan akan tetap bertahan. Selain itu,

Pertama uji terhadap supernatant, supernatant tidak perlu diresuspensi

karena sudah dalam bentuk cairan.Kemudian digunakan kolom desalting

untuk pemisahan garam dan protein yang ada. Pada kolom desalting ini

garam akan berada pada fasa diam sedangkan protein akan turun bersama

fasa gerak. Protein memiliki molekul yang besar sehingga tidak terjerap
pada fasa diam. Supernatant dimasukkan ke dalam kolom desalting setelah

membuang larutan Tris-PMSF yang sudah ada sebelumnya pada kolom

tersebut.Tris-PMSF ini berguna untuk menyamakan pH dari supernatant

dengan keadaan di dalam kolom.Setelah itu hasil uji ditampung di dalam

beaker glass yang kemudian hasilnya di ukur jumlahnya dalam mL.Dan

didapatkanlah jumlah protein dalam bentuk volume. Dapar Tris-PMSF

untuk menjaga pH dari pellet dan diaduk perlahan-lahan agar bercampur.

Hal ini juga dilakukan agar pellet berada dalam keadaan cair atau terlarut

sehingga lebih memudahkan pada saat melakukan proses pemisahan pada

kolom desalting. Pada tahap pemisahan di kolom desalting, proses yang

dilakukan sama seperti pada uji terhadap supernatant dan didapatkan

perubahan warna pada pada cairan yang awalnya agak bening menjadi

bening keruh kekuningan dan cairan tersebut dapat diperoleh jumlah

volumenya. (Routh,1969:212)

Selama proses desalting maka ada bahan yang masuk kemudian

enzim akan keluar ( fraksi ammonium sulfat desalted). Artinya fraksi

sudah murni yaitu tidak adanya suatu ammonium sulfat. Karean tujuan

dari proses desalting ini adalah untuk memurnikah LDH dari garam

ammonium sulfat. Selain itu juga bisa dilakukan proses SPE (Solid Phase

Extraction).

SPE merupakan metode ekstraksi yang digunakan untuk

mengisolasi satu jenis analit dari larutan dengan menggunakan fase padat

dan fase cair. SPE juga digunakan untuk memisahkan setiap bagian
senyawa dari campuran. Pada preparasi sampel untuk analisis, SPE

bertujuan untuk memurnikan senyawa uji dari senyawa lain yang dapat

mengganggu pengukuran. Prinsip SPE hampir mirip dengan Ekstraksi

Cair-Cair yaitu dasar pemisahan adalah kemampuan senyawa untuk

tertarik pada fase diam yang berupa padatan (sorbent) dan fase gerak

berupa liquid.Proses SPE adalah sebagai berikut yaitu cuci Sorbent dengan

pelarut organik. Tujuan untuk membasahi permukaan fase diam. Ganti

Senyawa organik kuat yang berada didalam pori dengan air atau pelarut

yang digunakan untuk melarutkan sampel. Pori basah kini telah siap untuk

menerima sampel. Masukkan sampel yang berisi analit, pengotor dan

pelarut. Sampel disini adalah berupa pewarna campuran antara kuning dan

biru sehingga membentuk warna hijau. Cuci dengan pelarut yang cukup

kuat untuk memisahkan senyawa pengotor, namun tidak melarutkan analit.

Pada contoh disamping, senyawa berwarna kuning dianggap sebagai

pengotor sedangkan analit adalah senyawa berwarna biru. Setelah semua

warna kuning keluar, maka lakukan elusi dengan pelarut lain yang cukup

kuat untuk melarutkan hanya senyawa warna biru, sehingga senyawa biru

terlepas dari cartridge. Sampel berwarna biru selanjutnya dikumpulkan.

Solvent di evaporasi sehingga yang tersisa adalah analit yang terpisah dari

pelarut. Analit kemudian dilarutan (rekonstitusi) dengan fase gerak untuk

selanjutnya digunakan sebagai sampel uji. (Lehninger,1988:169)

Setelah dilakukan proses menggunakan kolom desalting, kemudian

seharusnya dilakukan isolasi LDH dari beberapa protein yang ada di dalam
cairan tersebut dengan cara kromatografi afinitas. Dimana kromatografi ini

memiliki prinsip memisahkan protein-protein berdasarkan interaksi

reversibel antara satu protein (atau grup protein-protein) dan pasangan

ligan spesifik ke matriks kromatografi.Teknik ini ideal untuk menangkap

tahap intermediet dalam protocol pemurnian dan dapat digunakan

kapanpun ligan yang cocok sesuai untuk ketertarikan dari protein atau

protein-protein tersebut. (Patong, 2012:156)

Kolom yang digunakan untuk isolasi LDH ini adalah kolom

cibacron blue, dimana kolom ini memiliki grup ligan yang menarik

perhatian LDH untuk secara alamiah mengikat ligan-ligan tersebut, seperti

laktat, piruvat, NAD+ , atau NADH. Campuran protein yang lainnya akan

melewati kolom dan LDH yang memiliki afinitas yang tinggi akan terikat

pada kolom cibacron blue. Lalu untuk mengeluarkan LDH dilakukan

dengan cara elusi, yaitu membilas kolom dengan kelarutan garam dalam

konsentrasi yang tinggi yang akan membiarkan LDH terlepas dari

ligannya. Sehingga didapatkan LDH dari proses yang dinamakan elusi ini.

(Routh, 1969: 180)

Pada kolom cibacron blue maka sampel akan dimasukkan

kemudian LDH akan bisa terambil apabila ada substrat yang cocok.

Setelah LDH didapatkan, maka dilakukan pencucian dengan menggunakan

Dapar Tris PMSF, NAD dan NADH. Dan pada akhirnya posisi enzil LDH

akan berapa di NADH. Setelah proses pemurnian kromatografi ini

berlangsung, maka akan di dapatkan hasil kuantitatif berupa 2 grafik yang


memiliki 2 warna yaitu biru dan merah. Warna biru menunjukkan

kandungan buffer, NAD dan NADH. Sedangkan warna merah

menunjukkan terbentuknya asam laktat akibat dari adanya kandungan

enzim LDH (pembuktian). (Routh, 1969:181)


VII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan whey protein dan

pemurnian protein sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Secara kualitatif, hasil uji biuret yang dilakukan pada filtrat

menunjukkan reaksi + artinya pada filtrat tersebut mengandung

protein (whey protein). Hal ini dilihat dari adanya perubahan warna

menjadi ungu muda dari hasil pembentukan senyawa kompleks dari

logam C2+ dengan gugus –CO dan –NH. Pada hasil uji millon terjadi

reaksi + yang menunjukkan bahwa adanya perubahan warna yang

awalnya warna kuning muda keruh) menjadi wana putih dan menjadi

kuning agak pekat. Hal ini menunjukkan bahwa susu sampel uji

mengandung sedikit asam amino tirosin. Karena rentang warna

pengujian asam amino tirosin adalah dari kuning hingga merah bata

2. Secara kuantitatif, pengujian whey protein dilihat dari % rendemen

pembuatan whey protein dengan cara salting out dan pengeringan

yaitu sebesar 3,115 % dan 5,15 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur

yang ada yang disesuai dengan volume sampel susu yang

diujikan.Ketidaksesuaian ini akibat dari adanya beberapa faktor

kesalahan yang dilakukan praktikan.

3. Dari ekstraksi dan pengisolasian enzim LDH maka diperoleh volume

supernatant hasil sentrifugasi ke-1 yang mengandung LDH adalah 6,2

mL. Dan volume pellet hasil sentrifugasi ke-2 yang mengandung LDH

adalah 1,2 mL.Serta ammonium sulfat yang digunakan untuk


mempresipitasi protein adalah sebanyak 2,418 g ammonium sulfat/mL

supernatant

VIII. Daftar Pustaka

Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Pangan, hal 121. Jakarta : Dian


Rakyat.

Buckle KA et.al. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah.


Terjemahan dari Food Science hal 135. Jakarta: UI Press.

Fessenden Ralph J. and Fessenden Joan S. 1997.Dasar-Dasar Kimia


Organik. Jakarta : Binarupa Aksara.

Fessenden, R.J and Fessenden, J. S. 1989. Kimia Organik Jilid II, hal
187. Erlangga: Jakarta.

Hart, H, 1987.Kimia Organik hal 132, 150, 189, 230, alih bahasa:
Sumanir Ahmadi. Erlangga. Jakarta.

Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, E.M., 2010.


Farmakognosi dan Fitoterapi (Fundamentals of
Pharmacognosy and Phytotherapy). Dialih
bahasakan oleh Winny R. Syarief, dkk. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lehninger, A. 1988. Dasar-Dasar Biokimia hal 169. Terjemahan Maggy


Thenawidjaya. Erlangga. Jakarta

Patong, A.R., dkk. 2012. Biokimia Dasar, hal 134, 156, 177. Makassar:
Lembah Harapan Press.

Ridwan, S. 1990. Kimia Organik Edisi I, hal 159. Binarupa Aksara:


Jakarta
Routh, J.I, 1969.ESSENTIAL Of GENERAL ORGANIC And
BIOCHEMISTRY, hal 180-181, 212, W.B.Sounders
Company, Philadelphia

Suhara. (2008). Dasar-Dasar Biokimia hal : 123, 132. Bandung: Prisma


Press

Wibowo, luqman. 2009. Deskripsi dan Macam-Macam Tingkatan


Struktur Protein, hal 154, 231. Bandung

You might also like