You are on page 1of 24

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI


SAMPEL DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia)

NAMA : ANDI DALAULENG


NIM : N011171338
KELOMPOK : 1 (SATU)
ASISTEN : DARWIS

SEMESTER AWAL 2018/2019


LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

Indonesia kaya akan rempah-rempahnya termaksud tumbuhan

tumbuhan alamnya yang berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat sudah sejak lama dilakukan

oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu tumbuhan yang kaya akan khasiat

dalam menyembuhkan penyakit adalah daun legundi (Vitex trifolia) (1).

Untuk tahap awal dilakukan penyiapan sampel yang di mana proses

penyiapan sampel yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh simplisia

yang baik, yaitu aman dan memiliki keseragaman senyawa aktif. Untuk

memperoleh hasil tersebut, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan

seperti bahan baku, proses pembuatan, dan cara pengepakan (2).

Setelah penyiapan sampel, dilakukan pembuatan ekstrak. Tujuan dari

suatu proses ekstraksi adalah untuk menarik keluar zat aktif yang terdapat

pada tanaman obat. Zat aktif berada dalam sel, sehingga untuk dapat

mengeluarkan zat aktif diperlukan suatu cairan penyari atau pelarut tertentu,

seperti metanol, etanol, kloroform, dan heksan (3).

Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami cara-

cara dalam penyiapan sampel (daun legundi (Vitex trifolia) mulai dari tahap

awal yaitu pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian, perajangan,

sortasi kering, penyiapan sampel simplisia, hingga proses ektraksi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Deskrpsi Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum burmani)

II.1.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotylledonae

Sub kelas : Dialypetale Gambar. 1 Kayu Manis


(Cinnamomu burmanii)
Ordo : Policarpicae

Famili : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomun burmanii (4)

II.1.2 Morfologi

Batang pada kayu manis tegak, berkayu, bercabang-cabang, agak

berat, agak lunak, padat, struktur, agak halus, warna ros kecoklat-coklatan,

getahnya keputihan dan kuning muda. Bagian yang paling sering dugunakan

adalah bagian dalam kulit kayu manis (4).

II.1.3 Kandungan Kimia

Minyak atsiri yang berasal dari kulit komponen terbesarnya ialah

sinamaldehida 60-70% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida,


benzyl-benzoat, phelandrene dan lain-lainnya. Kadar eugenol rata-rata 80-

90%. Dalam kulit masih banyak komponen–komponen kimiawi misalnya:

damar, pelekat, tanin, zat penyamak, gula, kalsium, oksalat, dua jenis

insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya (5).

Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi,

serta bersifat hangat. Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu

manis diantaranya minyak atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin,

kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (5).

II.1.6 Kegunaan

Kayu manis (Cinnamomum burmani) merupakan rempah-rempah

dalam bentuk kulit yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia dalam

kehidupan sehari-hari. Selain sebagai penambah cita rasa masakan tetapi

juga dikenal memiliki khasiat diantaranya sebagai anthelmetika, antidiare,

antipiretik, dan berperan sebagai antiseptik (4).

II.2 Simplisia

II.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru mengalami

proses setengah jadi, seperti pengeringan. Simplisia dapat berupa simplisia

nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican atau mineral (2).

II.2.2 Pengolongan Simplisia

Simplisia terbagi atas tiga golongan, yaitu (2):


1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat

tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau

dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya

yang dengan cara tertentu di pisahkan dari tanamannya.

2. Simplisia Hewani

Simplisia Hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian

hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum

berupa zat kimia murni.

3. Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelikan atau Mineral adalah simplisia yang berasal dari

bahan pelikan atau mineral yang belum di olah atau telah diolah dengan

cara yang yang sederhana.

II.2.3 Tahap penyiapan simplisia

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun

kegunaannya, makan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal dan

untuk memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faKtor yang

mempengaruhi, antara lain:

1. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara

lain tergantung pada:


a. Bagian tanaman yang digunakan

b. Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen

c. Waktu panen

d. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan

senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu

panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung

senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif terbentuk

secara maksimal di dalam bagian tanaman pada umur tertentu (2).

2. Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia, misalnya pada simplisia

yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, baan-bahan asing seperti

tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta

pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-

macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan

simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal

(2).

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran

lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan

menggunakan air bersih dari mata air atau air sumur maupun PDAM.
Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang

mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin

(2).

4. Perajangan

Perajangan pada bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah

proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru

diambil jangan lagsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh

selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat

mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan

dengan ukuran yang dikehendaki (2).

Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan

air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang

terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat

berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi,

bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu, bahan simplisia seperti

temulawak, jahe, kencur, dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan

yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri (2).

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan

dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia (2).


Pengeringan simplisia dilakukan dengan cara:

a. Pengeringan Alamiah

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian

tanamayang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan,

yakni:

a) Dengan panas sinar matahari langsung

Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman

yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan lain

sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang stabil.

Pengeringan dengan sinar matahari banyak dipraktekkan di

Indonesia, yang mana merupakan salah satu cara dan upaya

yang murah dan praktis. Pengeringan ini dilakuan dengan cara

membiarkan bahan yang dipotong di udara terbuka, tanpa

kondisi yang terkontrol, seperti suhu kelembaban dan aliran

udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat

tergantung pada keadaan iklim (2).

b) Dengan diangin-anginkan

Cara ini merupakan cara utama yang digunakan untuk

mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga,

daun dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif

yang mudah menguap (2).


b. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan

dengan pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran

udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah udara

dipansakan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor,

listrik, atau mesin diesel, udara panas dialirkan dengan kipas ke

dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan-bahan yang akan

dikeringkan yang telah disebarkan diatas rak-rak pengering.

Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang

mudah, murah, sederhana dan praktis dengan hasil yang cukup

baik. Cara yang lain misalnya dengan menempatkan bahan-bahan

yang akan dikeringkan diatas pita atau ban berjalan dan

melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan yang berisi

udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya (2).

6. Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahapan akhir

dari pembutan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-

benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotoran-pengotoran lain yang yang masih ada dan tertinggal pada

simplisia kering. Pada simplisia berbentuk rimpang terlampau besar dan

harus dibuang. Dengan demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi


dan benda-benda tanah lainnya yang tertinggal harus dibuang sebelum

simplisia disimpan (2).

7. Penyimpanan

Tujuan pengepakan dan penyimpan adalah untuk melindungi agar

simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik

dari dalam maupun dari luar, seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern,

dehidrasi, penyerapan air, kotoran atau serangga. Jika penyimpanan

perlu dilakukan, sebaiknya simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak

lembap, dan terhindar dari sinar matahari langsung (6).

Selama penyimpanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada

simplisia, kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu,

sehingga simplisia yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan.

Oleh karena itu, pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan hal yang

dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia, yaitu cara pengepakan,

pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara

sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya. Penyebab

kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban (2).

II.4 Susut Pengeringan dan Kadar Air

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan

pada temperature 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang

dinyatakan sebagai nilai (%). Tujuannya untuk memberikan batas maksimal


(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.

Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari

10% (7).

Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan

Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya

kandungan air yang berada dalam bahan. Nilai untuk kadar air sesuai dengan

yang tertera dalam monografi (8).

II.5 Ekstraksi

II.5.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan

pelarut cair. (3).

II.5.2 Prinsip Ekstraksi

Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam

pelarut polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk

simplisia diekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya.

Proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yang

diinginkan larut (10).

II.5.3 Jenis-jenis Metode Ekstraksi

II.5.3.1 Ekstraksi Cara Dingin


Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses

ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang

dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah

maserasi dan perkolasi (3).

1. Metode Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dengan karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel (3).

Gambar 3. Alat maserasi

2. Metode Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan

melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam


suatu percolator. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik

seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan

ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari atas ke

bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif

sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah

disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,

dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya

kapiler dan daya geseran (friksi) (3).

Gambar 4. Alat Perkolasi

II.5.3.2 Ekstraksi Cara Panas

Metodae ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan

adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian

dibandingkan cara dingin. Metodenya adalah refluks dan ekstraksi dengan

alat soxhlet (3).


1. Metode Refluks

Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode

ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang

volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut

akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari

metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap

pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga

pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada

kondensor dan turun lagi ke dalam wadah (3).

Gambar 5. Alat Refluks

2. Metode Soxhlet

Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu

komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan

berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua

komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokletasi digunakan pada

pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang


timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara

teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam labu dengan

membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut (3).

Gamabar 6. Alat Sokletasi

II.5.4. Metode Pemilihan Pelarut

Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam

proses ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi

mempengaruhi jenis komponen aktif bahan yang terekstrak karena masing-

masing pelarut mempunyai selektifitas yang berbeda untuk melarutkan

komponen aktif dalam bahan. Berbagai syarat pelarut yang digunakan dalam

proses ekstraksi, yaitu sebagai berikut (10):

a. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut

harus dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin

dan sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor


b. Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan

komponen yang akan diekstrak

c. Reaktivitas. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada

komponen bahan ekstraksi

d. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi

e. Tidak korosif

f. Tidak beracun

g. Tidak mudah terbakar

h. Stabil secara kimia dan termal

i. Tidak berbahaya bagi lingkungan

j. Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar

k. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan

l. Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.

II.6 Konstanta Dielektrik Pelarut

Setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbedaan kelarutan

yang berbeda dalam setiap pelarut, sehingga untuk mendapatkan sebanyak

mungkin komponen yang diinginkan, maka ekstraksi dilakukan dengan

menggunakan suatu pelarut yang secara selektif dapat melarutkan

komponen tersebut. Komponen yang terkandung dalam bahan akan dapat

larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Kriteria kepolaran suatu

pelarut dapat ditinjau dari konstanta dielektrik dan momen dipol. Pelarut

polar memiliki konstanta dielektrik yang besar, sedangkan non-polar memiliki


konstanta dielektrik yang kecil. Semakin besar nilai konstanta dielektriknya,

maka semakin polar senyawa tersebut. Berikut ialah nilai konstanta dielektrik

pelarut (11):

Tabel 1. Nilai Konstanta Dielektrik Pelarut Organik pada 20 0C (11)

Pelarut Konstanta dielektrik

Heptan 1,924

n-heksana 1,890

Sikloheksana 2,023

Karbon tetraklorida 2,238

Benzen 2,284

Kloroform 4,806

Etil eter 4,340

Etil asetat 6,020

Piridin 12,30

Aseton 20,70

Etanol 24,30

Metanol 33,62

Asetonitril 38,00

Air 80,37
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan bahan

III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah baskom stainless

steel, gunting, nampan, pisau, timbangan, dan oven simplisia.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air, kayu

manis (Cinnamomum burmanii), kertas koran, sak simplisia dan tissue.

III.2 Cara kerja

III.2. Penyiapan Sampel

Sampel kayu manis dibeli dipasar toddopuli pada jam 17.00. Sampel

kayu manis dibersihkan menggunakan tissue kemudian dirajang dan

dikeringkan menggunakan oven simplisia dengan suhu 40 0C dan disortasi

kering lalu dikemas menggunakan sak simplisia.


III.2.2 Ekstraksi

Simplisia dengan bobot 300 gram dimasukkan ke dalam toples,

kemudian dilakukan penyarian menggunakan pelarut etil asetat semuanya

500 ml, lalu toples ditutup rapat dengan sesekali digojok dan di diamkan

selama tiga hari.

Simplisia kering dengan bobot 150 dimasukkan kedalam labu alas

bulat dengan pelarut etil asetat 170 selanjutnya dipasang dengan kondensor

dan mantel heat kemudian dinyalakan mantel heat. Tunggu sampai 4 jam.

III.2.3 Penguapan Pelarut

Dalam penguapan sampel ekstrak cair dilakukan 2 metode yaitu

diangin-anginkan dan evapapor. Yang di mana pada metode di angina

anginkan sampel ektrak cair di tuangkan ke dalam cawan porselen yang

sudah ditarer, kemudian di bawa ke ruang penelitian dan di simpan di atas

meja yang telah di siapkan dan di angina-anginkan mengunakan alat bantu

yaitu kipas angin. Sedangkan pada metode evapapor sampel ektrak cair

dimasukkan labu malas bolat sebanyak 250 ml dan diuapkan

menggunakan alat avapapor dengan suhu 60 °C dan rpm selama 20 Menit.

Kemudian sampai yang telah diuapkan menggunakan alat evapapor

dimasukkan kedalaman cawan porselen dan diuapkan dengan cara di angin-

anginkan dan didapatkan ekstrak kental sebanyak 5 gram.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Tabel 3. Rendamen

No Bobot basah Bobot kering % rendamen Bobot ekstrak

1 800 gram 500 gram 62,5 % 5 gram

IV.2 Pembahasan

Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu manis

(Cinnamomum burmanii). Dimna sebelum dilakukannya ekstraksi, terlebih

dahulu dilakukan penyiapan sampel yang bertujuan untuk memperoleh

serbuk simplisia. Kemudian dilakuakn pengumpulan bahan baku, sortasi

basah, pencician, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan yang

pengepakan.

Pada pengambilan sampel kayu manis dilakukan pembelian di pasar

daya pada malam minggu sekitar pukul 20.00. Pada bagian tanaman yang

akan diambil dan dijadikan simplisia adalah dari kulit kayu manis.

Pada praktikum ektraksi dilakukan metode ekstraksi dengan cara dingin

dan cara panas yaitu metode maserasi, dan juga metode refluks. Pada
metode refluks dan maserasi digunakan pelarut etil asetat sebanyak 500 ml

dengan sampel kayu manis sebanyak 300 gram. Pada metode maserasi,

sampel yang telah ditimbang sebanyak 300 gram di masukkan ke dalam

toples dan pelarut etil asetat sebanyak 500 ml di masukkan juga ke dalam

toples. Kemudian toples yang sudah berisi pelarut dan sampel kemudian di

lapisi alfol lalu di tutup hingga rapat , setelah itu di gojok selama beberapa

menit dan disimpan selama 3 hari.

Sedangkan pada metode refluks simplisia yang telah kering

dimasukkan kedalam labu alas bulat dengan bobot 75 gram dengan pelarut

etil asetat sebanyak 300 ml selanjutnya labu alas bulat yang sudah berisi

sampel dan pelarut kemudian dipasang di alat refluks lalu setelah labu alas

bulatnya terpasang, mesin di dinyalakan dengan cara menekan tombol on.

Pada metode maserasi dan refluks di gunakan pelarut etil asetat, karena

etil asetat merupakan pelarut yang yang semi polar etil asetat dapat menarik

senyawa non polar yang ada pada sampel.

Pada praktikum ini hasil ekstraksi ekstrak cair yang diperoleh dengan

metode maserasi dan refluks, selanjutnya dilakukan penguapan

menggunakan alat Rotavapor (rotary vakum epavorator) dan diangin-

anginkan selama 3 hari. Tetapi pada kelompok kami untuk sampel ektrak cair

dari kayu manis hanya di dingin-dinginkan dan di tunggu selama 3 hari

hingga pelarutnya benar- benar menguap.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat di simpulkan bahwa dari hasil untuk tahap

penyiapan simplisia diperoleh berat basah sebesar 800 gram dan berat

kering dari simplisia sebanyak 500 gram. Adapun persen rendamen simplisia

yang diperoleh yaitu 62.5 % dan untuk eksrak kental sebanyak 5 gram.

V.2 Saran

1. Saran untuk aisten

semakin semangat dan tetap menjalani hubungan dengan baik dengan

pertikan.

2. Saran untuk praktikan

Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dalam mengerjakan agar tidak terjadi

kesalahan yang fatal yang bias menimbulkan kesalahan.

3. Saran untuk laboratorium

di harapkan prasarana dalam lab bebih diperbaiki lagi salah satunya yaitu

kelengkapan alat alat lab.


DAFTAR PUSTAKA

1. Handayani, Aisyah. Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat sekitar

Cagar Alam Gunung Simpang, Jawa Barat. Volume 1, Nomor 6, September 2015

ISSN: 2407-8050. Halaman: 1425-1432.

2. Depkes RI. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Dirjen POM. 1985

3. Najib, Ahmad. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta: Deepublish Publisher. 2018.

4. Rismunandar, dan Paimin, F.B. Kayu Manis Budidaya dan Pengolahan. Edisi Revisi.

Jakarta: Penebar Swadaya. 2001

5. Haryanto, Sri. Sehat dan Bugar Secara Alami. Jakarta: Penebar Swadaya. 2006.

6. Suharmiati. Khasiat & Manfaat Jati Belanda. Jakarta: Agromedia Pustaka. 2003.

7. Depkes RI. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Depkse RI. 2000.

8. Syarief, R. dan H. Halid. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta. 1993.

9. Voight, R. Buku Pengantar Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Press. 1994.

10. Perry, R.H., and Green, D.W. Perry’s Chemical Engineers Handbook. Tokyo: Mc. Graw

Hill Co. 1984.

11. Sopyan, Iyan. Karakterisasi Sediaan Padat Farmasi. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

2018.
Lampiran 1. Skema Kerja

Penyiapan Sampel

Sampel Kayu manis


(Cinnamomum
burmanii)

- Dikumpulkan dan disortasi basah


- Ditimbang berat basah
- Dicuci dan dilakukan pengeringan
(suhu 40◦C- 60◦C secara
menggunakan oven)
- Disortasi kering dan disimpan

Simplisia Kayu manis


(Cinnamomum
burmanii)

You might also like