You are on page 1of 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Wanita tidak dapat dipisahkan dari masalah pada alat reproduksinya.
Hampir setiap wanita pernah mengalami keluhan pada organ kewanitaannya
tersebut dari yang ringan hingga berat dan bahkan sampai mengancam nyawa. Di
antara sekian banyak masalah kesehatan yang dialami wanita, mioma uteri masih
menjadi hal yang menakutkan karena keluhan yang ditimbulkannya. Mioma uteri
dianggap dapat mempengaruhi kualitas kehidupan wanita dan menimbulkan
masalah pada persalinan1,2
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpaginya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga
dengan istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid 3
Sampai saat ini penyebab pasti dari mioma uteri belum diketahui secara
pasti. Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan dan
perkembangan mioma uteri di stimulus oleh hormone estrogen dan siklus hormonal
3,4

Semakin lama terpapar dengan hormon estrogen seperti menarche dini, akan
meningkatkan kejadian mioma uteri. Menarche dini adalah menstruasi pertama kali
pada usia kurang dari 10 tahun. Hal ini dapat meningkatkan resiko kejadian mioma
uteri 1,24 kali lebih besar dari pada yang mengalami menache pada usia 10-16 tahun
Hampir separuh kasus dari mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
saat pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu 2,3
Gajala yang sering menimbulkan keluhan bagi penderita mioma uteri
sehingga ia datang ke klinik atau rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan
reproduksinya berupa perdarahan yang lama dan banyak pada saat menstruasi
1,2
sehingga penderita dapat mengalami anemia

1
Penelitian Bath Kumar di Hospital India dalam Muzakir (2008) mulai
januari 2003 – desember 2004, menemukan menifestasi klinis yang sering muncul
dan dikeluhkan oleh penderita mioma uteri adalah gangguan menstruasi sebesar
80,5% Menurut Fradhan et-al di Nepal dalam Muzakir (2008), gejala yang sering
dikeluhkan penderita mioma uteri berupa perdarahan pervaginam sebesar 73% dan
infertilitas 7,3%.

Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39% – 11,7% pada semua penderita


ginekologi yang dirawat . Ada sekitar 20% atau satu dari lima wanita mengalami
mioma uteri. Oleh sebab itu pemeriksaan ginekologi secara rutin sangat penting
bagi wanita usia reproduktif .

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/bangsa : Bugis/Indonesia
Alamat : Dusun Borong Tala, Gowa
Tanggal Pemeriksaan : 18 Januari 2019

2.2.ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar darah dari jalan lahir dirasakan sejak 10 hari yang lalu. Darah
yang keluar berwarna merah, menggumpal, dan banyak sehingga pasien
mengaku mengganti pembalut sebanyak ± 7 kali per hari. Keluhan disertai
nyeri perut bagian bawah dan mengeluh adanya benjolan pada perut
bagian bawah. Sebelumnya pasien juga mengaku menstruasinya tidak
berhenti. Sejak 1 tahun terakhir ini mengalami menstruasi selama 14 hari.
HPHT 16 Januari 2019.
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang
serupa. Tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes
mellitus, dan asma disangkal.

3
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien.
5. Riwayat Menstruasi
a. Menarke : usia 13 tahun.
b. Lama haid : 6 hari
c. Siklus haid : 28 hari
6. Riwayat Obstetri
Pasien mempunyai 2 orang anak. Anak pertama lahir pada tahun
1989 dengan berat badan lahir ±2600 gram, jenis kelamin perempuan, lahir
dengan bantuan Bidan. Anak kedua lahir pada tahun 1991 berat badan lahir
± 2700 gram. jenis kelaminnya laki-laki, lahir dengan bantuan Bidan.
7. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien memiliki riwayat KB suntik 12 minggu, terakhir kali 2 tahun
yang lalu
8. Riwayat Operasi
Disangkal pasien
9. Riwayat Kebiasaan Psikososial
Pasien tidak merokok dan minum alkohol

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah : 140/90 mmHg
 Frekuensi nadi : 82 x/menit
 Suhu : 36,7 º C
 Frekuensi napas : 20 x/menit
Mata : Conjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik
Thoraks
 Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

4
 Pulmo : BP vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Bising usus 4x/menit kesan normal
Ekstremitas : Akral hangat, oedema tungkai -/-
2. Status Ginekologi
 Abdomen : Teraba massa padat, kenyal, permukaan rata,
mobile dengan ukuran 8 x 5 cm, Nyeri tekan (-)
 Inspekulo : Vulva/Vagina tidak ada kelainan
Cervix normal, kemerahan, erosi (-)
Fluksus (+)
 VT : Portio mencucu
OUE/OUI : tertutup/tertutup
Uterus antefleksi
Adneksa parametrium ki-ka nyeri (-), massa (-)
Cavum douglasi tidak menonjol
Nyeri goyang (-)
Pelepasan darah (+)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Hasil Nilai Rujukan Satuan Ket

WBC 5,7 4000 – 12000 103/µl N

RBC 3,65 4,00 – 6,20 106/µl N

HGB 6,5 11- 17 g/dl L

HCT 21,2 35 – 55 % L

PLT 417 150 – 400 103/µl N

CT 10 10 – 15 Menit N

BT 1’30” <6 Menit N

5
AST/SGOT 28 5 – 37 µl N

ALT/SGPT 17 5 – 41 µl N

Urea 39 15 – 40 mg/dl N

Creatinine 0,7 0,5 – 1,2 mg/dl H

GDS 98 70 – 140 mg/dl N

2. USG Ginekologi :

- Uterus anteflexi
- Tampak massa mixekoik intra uteri, ukuran 10 cm x 8 cm
- Endometrial Line (+)
- Kesan : Mioma Uteri

6
2.4 RESUME
Seorang pasien datang dengan keluhan Keluar darah dari jalan lahir
dirasakan sejak 10 hari yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah,
menggumpal, dan banyak sehingga pasien mengaku mengganti pembalut
sebanyak ± 7 kali per hari. Keluhan disertai nyeri perut bagian bawah dan
mengeluh adanya benjolan pada perut bagian bawah. Sebelumnya pasien juga
mengaku menstruasinya tidak berhenti. Sejak 1 tahun terakhir ini mengalami
menstruasi selama 14 hari. HPHT 16 Januari 2019. Riwayat penyakit dahulu (-
), Hipertensi (-), DM (-). Riwayat kontrasepsi (+) suntik 12 minggu terahir 2
tahun lalu.
Pada pemeriksaan fisis ginekologi didapatkan teraba massa pada regio
abdomen dengan konsistensi padat, kenyal, permukaan rata, mobile, ukuran 8
x 5 cm. Pemeriksaan inspekulo didapatkan fluksus (+). Pemeriksaan dalam
vagina didapatkan portio mencucu, OUE/OUI tertutup, pelepasan darah (+).
Pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia. Dan pada pemeriksaan USG
ginekologi didapatkan kesan mioma uteri
2.5 DIAGNOSIS
Mioma Uteri + Anemia

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Hiperplasia Endometrium

2.7 PENATALAKSANAAN
Terapi Pre Operatif
- IVFD RL 28 tpm
- Puasa 8 jam sebelum operasi
- Siap PRC 2 bag
- Asam Traneksamat 1 gr/12 jam/IV
- Cefotaxime 1 gr/12 jam/IV
- Neurosanbe drips/24 jam
- Rencana Histerektomi Total

7
Terapi Post Operatif
- IVFD RL 28 tpm
- Cefotaxime 1 gr/12 jam/IV
- Ranitidine 50 mg/12 jam/IV
- Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
- Asam Traneksamat 500 mg/8 jam/IV

2.5 TINDAKAN OPERATIF

Histerektomi Total

Laporan Operasi
1. Antisepsi lapangan operasi dan sekitarnya.
2. Tutup permukaan tubuh dengan doek steril.
3. Insisi midline sampai cavum abdomen.
4. Tampak omentum menutup cavum abdomen, bebaskan.
5. Tampak uterus, permukaan licin, tidak bebenjol, bagian kiri dan kanan
melekan dengan tuba fallopi di ligamen rotundem kiri.
6. Tampak ovarium kiri, klem tuba kiri, gunting lalu jahit, klem
ligamentum rotundum kiri, gunting lalu jahit.
7. Hal yang sama dilakukan pada ovarium kanan.

8
8. Bebaskan plica vesikouterika.
9. Insisi uterus sampai bagian atas portio.
10. Bersihkan portio dengan kasa betadine.
11. Jahit portio secara kontinu interlok, control perdarahan.
12. Puncak vagina difiksasi di ligamentummrotundum kiri, tuba kiri,
ligamentum ovarii proprium kiri dan hal yang sama dilakukan disebelah
kanan.
13. Bilas cavum abdomen dengan NaCl o,9 %
14. Cek perdarahan.
15. Jahit dinding abdomen mulai dari peritoneum, otot, fascia secara
kontinu.
16. Jahit subkutan secara jelujur.
17. Cek perdarahan
18. Operasi selesai.

2.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionum : Dubia ad bonam
Ad Sanationum : Dubia ad malam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. SIKLUS HAID

3.1.1.Fisiologi Dan Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi dibedakan atas siklus ovarium dan siklus uterus.


Siklus ovarium menjelaskan perubahan yang terjadi pada folikel ovarium
sedangkan siklus uterus menggambarkan perubahan dalam lapisan
endometrium rahim. Kedua siklus tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahap.
Siklus ovarium terdiri dari fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal, sedangkan
siklus uterus terdiri dari menstruasi, fase proliferasi, dan fase sekretori.1

1. Siklus Ovarium
Pada siklus ovarium, terjadi dua fase yang bergantian secara terus–
menerus antara fase folikular, yang ditandai dengan keberadaan folikel
matang, dan fase luteal yang ditandai dengan keberadaan korpus luteum.
Dalam keadaan Normal siklus ini dapat diinterupsi jika terjadi kehamilan
dan akhirnya berakhir dengan masa menopause.2
Pada waktu tertentu sepanjang siklus, sebagian dari folikel primer
mulai berkembang. Namun, hanya beberapa yang melakukan
perkembangan selama fase folikular, ketika lingkungan hormonal yang
tepat untuk mempromosikan pematangan mereka, berlanjut setelah tahap
awal pengembangan. Pertama, lapisan sel granulosa dalam folikel primer
berproliferasi untuk membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit.
Sel granulosa ini mengeluarkan sesuatu seperti gel "kulit" tebal, yang
mencakup oosit dan memisahkannya dari granulosa di sekitar sel. Membran
intervensi ini dikenal sebagai zona pelusida.1
Fase folikuler adalah bagian pertama dari siklus ovarium. Selama
fase ini, folikel ovarium matang dan siap untuk melepaskan sel telur. Bagian
akhir dari fase ini tumpang tindih dengan fase proliferasi dari siklus uterus.

10
Pengaruh kenaikan folikel merangsang Folicle Stimulating
Hormone (FSH) pada hari-hari pertama dari siklus, beberapa folikel
ovarium dirangsang oleh FSH. Folikel ini, yang sudah ada pada saat lahir
dan telah berkembang menjadi yang lebih baik selama bertahun-tahun
dalam proses yang dikenal sebagai folikulogenesis, bersaing satu sama lain
untuk mendominasi. Di bawah pengaruh beberapa hormon, satu dari folikel
ini akan berhenti tumbuh, sementara satu folikel dominan di ovarium akan
terus tumbuh sampai matang. Folikel yang mencapai kematangan disebut
folikel tersier, atau folikel de Graaf dan mengandung sel telur.1
Ovulasi adalah fase kedua dari siklus ovarium di mana telur yang
matang dilepaskan dari folikel ovarium ke dalam saluran telur. Selama fase
folikuler, estradiol menekan produksi Leutinizing Hormone (LH) dari
kelenjar hipofisis anterior. Ketika telur sudah hampir matang, kadar
estradiol mencapai ambang batas, efek ini akan berbalik dan merangsang
produksi sejumlah besar LH. Proses ini, dikenal sebagai lonjakan LH,
dimulai sekitar 12 hari dari siklus rata-rata dan bisa berlangsung selama 48
jam.
Mekanisme yang tepat dari respon yang berlawanan dari tingkat LH
estradiol belum dipahami dengan baik. Pada hewan, Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) menunjukkan gelombangnya telah
mendahului lonjakan LH, menunjukkan bahwa efek utama estrogen berada
pada hipotalamus. Sekresi GnRH ini dapat diaktifkan oleh kehadiran dua
reseptor estrogen di hipotalamus yang berbeda : alpha reseptor estrogen,
yang bertanggung jawab untuk umpan balik negatif estradiol - LH, dan beta
reseptor estrogen, yang bertanggung jawab untuk hubungan positif estradiol
– LH. Namun pada manusia telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi
estradiol dapat memicu peningkatan mendadak dalam LH, meskipun tingkat
dan frekuensi GnRH tetap konstan, menunjukkan estrogen yang bekerja
langsung pada hipofisis untuk memprovokasi lonjakan LH.1
Pelepasan LH membuat matangnya telur dan melemahkan dinding
folikel dalam ovarium, sehingga folikel menonjol dan dinding tempat

11
menonjol itu melemah untuk melepaskan oosit sekunder. Oosit sekunder
segera matang menjadi ootid dan kemudian menjadi sel telur matang. Ovum
matang memiliki diameter sekitar 0.2 mm. Dua indung telur kiri dan kanan
berovulasi secara acak, tidak ada koordinasi kiri dan kanan. Kedua ovarium
akan melepaskan telur, dan jika kedua telurnya dibuahi, hasilnya adalah
kembar fraternal.1
Setelah dilepaskan dari ovarium, sel telur akan dibawa ke tuba
falopi dengan fimbria, yang merupakan lapisan paling pinggir dari jaringan
tuba fallopi. Setelah sekitar satu hari, telur yang tidak dibuahi akan hancur
atau larut dalam tuba fallopi.
Fase luteal adalah tahap akhir dari siklus ovarium dan kejadian ini
bersamaan dengan fase sekresi dari siklus uterus. Selama fase luteal,
hormon FSH dan LH menyebabkan bagian-bagian yang tersisa dari folikel
dominan untuk berubah menjadi korpus luteum, yang memproduksi
progesteron. Peningkatan progesteron akan menginduksi produksi estrogen.
Hormon yang diproduksi oleh korpus luteum juga menekan produksi FSH
dan LH agar korpus luteum dapat mempertahankan dirinya. Akibatnya,
tingkat FSH dan LH jatuh dengan cepat dari waktu ke waktu, dan korpus
luteum kemudian mengalami atropi. Jatuhnya progesteron memicu
menstruasi dan awal dari siklus berikutnya. Dari waktu ovulasi sampai
hilangnya progesteron menyebabkan mulainya menstruasi, proses ini
biasanya memakan waktu sekitar dua minggu, dengan 14 hari dianggap
normal. Untuk seorang wanita individu, fase folikuler sering bervariasi
panjang dari siklus ke siklus. Sebaliknya, panjang fase luteal nya akan
cukup konsisten dari siklus ke siklus.1
Korpus luteum pada kehamilan adalah jika pembuahan dan
implantasi terjadi, korpus luteum terus tumbuh dan menghasilkan
peningkatan jumlah progesteron dan estrogen bukannya merosot. Hal ini
disebut korpus luteum kehamilan, struktur ovarium ini berlanjut sampai
kehamilan berakhir. Korpus ini menyediakan hormon penting untuk

12
menjaga kehamilan sampai plasenta berkembang dan dapat mengambil alih
fungsi penting ini.1

Gambar 3.1.1: Siklus folikel pada ovarium.1

2. Siklus Uterus
Menstruasi adalah tahap pertama dari siklus uterus. Aliran
menstruasi biasanya berfungsi sebagai tanda bahwa seorang wanita tidak
hamil. Namun, ini tidak dapat diambil sebagai kepastian, karena sejumlah
faktor bisa menyebabkan perdarahan selama kehamilan, beberapa faktor
yang khusus untuk awal kehamilan, dan beberapa dapat menyebabkan
aliran deras.2
Eumenorrhea adalah menstruasi yang normal, menstruasi reguler
yang berlangsung selama beberapa hari (biasanya 3 sampai 5 hari, tetapi
dari 2 sampai 7 hari juga dianggap normal). Hilangnya darah rata-rata
selama menstruasi adalah 35 mililiter dengan 10-80 ml dianggap normal.
Wanita yang mengalami Menorrhagia lebih rentan terhadap kekurangan zat

13
besi daripada rata-rata orang. Sebuah enzim yang disebut plasmin
menghambat pembekuan dalam cairan menstruasi.2
Kram yang menyakitkan di perut, punggung, atau paha atas
merupakan hal yang umum selama beberapa hari pertama menstruasi.
Nyeri rahim yang parah selama menstruasi dikenal sebagai dismenore, dan
itu adalah yang paling umum di kalangan remaja (sekitar 67.2 %
mempengaruhi wanita remaja). Hal ini disebabkan oleh karena
prostaglandin ( PGF2α ), suatu stimulan miometrium yang kuat dan
vasokonstriktor, di endometrium sekretori. Respon terhadap inhibitor
prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan
bahwa dismenorea dimediasi oleh prostaglandin. Bukti substansial
prostaglandin mempengaruhi dismenore adalah dengan kontraksi uterus
yang berkepanjangan dan penurunan aliran darah ke miometrium.2
Fase proliferasi endometrium dikaitkan dengan fase folikuler,
proses folikulogenesis di ovarium. Pada fase folikuler, folikulogenesis
menghasilkan estrogen. Kemudian estrogen memicu pertumbuhan
endometrium untuk menebal kembali, sembuh dari perlukaan yang
disebabkan menstruasi yang sebelumnya. Ketiga komponen endometrium,
kelenjar, stroma, dan endotel pembuluh darah mengalami poliferasi dan
mencapai puncaknya pada hari ke-8 sampai 10 siklus, sesuai dengan
puncak kadar estrogen (estradiol) serum dan kadar reseptor estrogen di
endometrium.1
Pada fase proliferasi peran estrogen sangat menonjol. Estrogen
memacu terbentuknya komponen jaringan, ion, air dan asam amino. Stroma
endometrium yang kolaps/kempis pada saat menstruasi, mengembang
kembali, dan merupakan komponen pokok pertumbuhan/penebalan
kembali endometrium. Pada awal fase ini, tebal endometrium hanya sekitar
0.5 mm kemudian tumbuh menjadi 3.5 – 5 mm. Di dalam stroma
endometrium juga banyak tersebar sel derivat sumsum tulang, termasuk
limfosit dan makrofag, yang dapat dijuampai setiap saat sepanjang siklus
menstruasi.1

14
Seperti halnya fase folikuler di ovarium, fase proliferasi
endometrium mempunyai lama/durasi yang cukup lebar. Pada perempuan
normal yang subur, fase folikuler ovarium atau fase proliferasi
endometrium dapat berlangsung hanya sebentar 5 – 7 hari, atau cukup lama
sekitar 21 – 30 hari.2
Pascaovulasi ovarium memasuki fase luteal dan korpus luteum yang
terbentuk menghasilkan steroid seks yaitu estrogen dan progesteron.
Kemudian, estrogen dan progesteron korpus luteum tersebut
mempengaruhi pertumbuhan endometrium dari fase proliferasi menjadi
fase sekresi. Proliferasi epitel berhenti 3 hari pascaovulasi, akibat dampak
antiestrogen dan progesterone. Puncak sekresi endometrium terjadi 7 hari
pasca lonjakan gonadotropin bertepatan dengan saat implantasi blastosis
bila terjadi kehamilan.
Fase sekresi endometrium yang selaras dengan fase luteal ovarium
mempunyai durasi dengan variasi sempit. Durasi fase ini kurang lebih tetap
berkisar antara 12 - 14 hari.

15
Gambar 3.1.2 : Level hormone pada siklus menstruasi.1

3.1.2 Perubahan Hormonal Dalam Siklus Menstruasi Normal

Pada siklus ovulasi, GnRH yang merangsang hipofisis untuk


melepaskan FSH. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan folikel ovarium
untuk tumbuh dan matang. Pada pertengahan siklus, lonjakan hormon
luteinizing (LH) terjadi dengan lonjakan FSH, sehingga terjadi ovulasi.
Perkembangan folikel menghasilkan estrogen, yang merangsang endometrium
untuk berkembang biak. Setelah sel telur dilepaskan, tingkat FSH dan LH
jatuh, korpus luteum berkembang di lokasi folikel pecah, dan progesteron

16
dilepaskan dari ovarium. Progesteron menyebabkan endometrium berkembang
biak untuk berkembang dan stabil. Empat belas hari setelah ovulasi, menstruasi
terjadi dari pelepasan endometrium sekunder terhadap penurunan cepat dalam
tingkat estrogen dan progesteron dari korpus luteum yang berinvolusi.3

Perubahan hormon selama siklus anovulasi

Siklus anovulasi yang umum terjadi dalam 2 tahun pertama setelah


menarche karena ketidakmatangan sumbu HPO. Hal ini juga dapat terjadi
dalam berbagai kondisi patologis . Dalam siklus anovulasi, pertumbuhan
folikel terjadi dengan rangsangan dari FSH, namun, karena kurangnya
lonjakan LH, ovulasi gagal terjadi. Akibatnya, tidak ada korpus luteum
terbentuk dan tidak ada progesteron disekresikan. Endometrium terus berada
dalam fase proliferasi yang berlebihan. Ketika involusi folikel, kadar estrogen
menurun dan terjadi pendarahan. Sebagian besar siklus anovulasi teratur dan
perdarahannya normal, namun, proliferasi dari endometrium yang tidak stabil
dapat meluruh secara tidak teratur, mengakibatkan pendarahan hebat
berkepanjangan.1

Gambar 3.1.3 : Fisiologi hormon pada wanita1

17
3.2. PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL (PUA)

Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan


untuk menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun
lamanya. Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang
banyak atau sedikit, dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.1

3.2.1. Klasifikasi
1. Klasifikasi PUA Berdasarkan Jenis Pendarahan.
A. Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan
haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera
untuk mencegah kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut
dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat
sebelumnya.1
B. Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk
pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan.
Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera
seperti PUA akut.
C. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan
pendarahan haid yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur.
Pendarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu
yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan
terminologi metroragia.1
2. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan
Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO. Sistem klasifikasi ini
telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem klasifikasi
PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun
berdasarkan akronim “PALM-COEIN”. Kelompok “PALM” adalah
merupakan kelompok kelainan strukturpenyebab PUA yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok “COEIN” adalah merupakan kelompok kelainan non struktur
penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau

18
histopatologi. PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks
eksogen, AKDR, atau agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan
sebagai “iatrogenik”.1

Keterangan:
A. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin
tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai
sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh
darah endometrium.1
B. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan
uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium
ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi
oleh jaringan miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.1

19
C. Leiomioma uteri (PUA-L)
Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan myometrium.
Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi: submukosum, intramural,
subserosum.1
D. Malignancy and hyperplasia(PUA-M)
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari
kelenjar endometrium. Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat
dikategorikan sebagai: hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik,
dan hiperplasia endometrium kompleks non atipik dan atipik.1
E. Coagulopathy(PUA-C)
Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis
sistemik yang mengakibatkan PUA.1
F. Ovulatory dysfunction(PUA-O)
Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan
hormonal yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus abnormal.
G. Endometrial(PUA-E) 1
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.1
H. Iatrogenik (PUA-I)
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-
obatan hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat
antikoagulan) atau AKDR.1
I. Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau malformasi
arteri-vena).1

20
3.3. MIOMA UTERI
3.3.1 Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah
otot polos rahim dan jaringan ikat yang menyokongnya, sering juga disebut
sebagai fibromioma, leiomioma, fibroid.1,3
3.3.2 Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif,
tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensnya 3-9 kali
lebih banyak pada ras kulit berwarna hitam dibandingkan dengan ras kulit
putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi
pada ras kulit berwarna hitam.1

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ


reproduksi wanita. Jarang sekali ditemukan pada wanita berumur 20 tahun
dan belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarche, paling banyak
ditemukan pada wanita berumur 35-45 tahun. Setelah menopause hanya
kira-kira 10% mioma masih tumbuh. Mioma uteri lebih banyak ditemukan
pada wanita berkulit hitam, karena wanita berkulit hitam memiliki lebih
banyak hormon estrogen dibanding wanita kulit putih.3

3.3.3 Etiologi

Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma


jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh
hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduktif.
Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopik
menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena hanya tumor
soliter dan tampak secara makroskopik yang memungkinkan untuk
ditangani dengan cara enukleasi. Ukuran rerata tumor ini adalah 15 cm.1

Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen


menjadi penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi

21
prekursor pertumbuhan miomatosa. Konsentrasi reseptor estrogen dalam
jaringan mioma memang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium
sekitarnya tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium.
Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar estrogen dan
mengecil atau menghilang setelah menopause. Walaupun progesteron
dianggap sebagai penyeimbang estrogen tetapi efeknya terhadap
pertumbuhan mioma termasuk tidak konsisten.1

Meyer dan De Snoo mengajukan teori cell nest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun
pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan
kawan-kawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih
banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma
adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.1

3.3.4 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang berpengaruh diantara lain :
1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-
an; tetapi masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi
adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran
secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini.
Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri
adalah karena dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi
tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah
melepas usia melahirkan anak. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi
sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih
bertumbuh.4,5

22
2. Hormon Endogen
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari
hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa
hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada kadar
yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun)
dijumpai peningkatan resiko dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun)
menurunkan resiko untuk menderita mioma uteri.4,6
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai peningkatan 2.5 kali kemungkinan risiko untuk
menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat
keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi
dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan
penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita
mioma uteri.4
4. Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien
mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi
menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan
risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik
caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko
yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita
mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang
banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun masih
belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah karena masalah
genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme
estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walau bagaimanapun, pada
penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim
essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase
(COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika

23
berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype
ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa
prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita
Afrika-Amerika lebih tinggi.4
5. Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko
menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg
berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang
sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak
tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan peningkatan konversi
androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding
globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal
yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma
uteri dan pertumbuhannya. Beberapa penelitian menemukan hubungan
antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri.7
6. Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri
dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa
meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa
menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana
studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi
sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah
vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri.4
7. Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri.
Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium
yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi
extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan
hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal,
aliran darah dan ukuran asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi.
Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam

24
penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan
pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau ukuran asal pada
postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah
dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan
ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan
terhadap pembesaran mioma.4,7
8. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang
bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti :
penurunan konversi androgen kepada estrogene dengan penghambatan
enzim aromatase oleh nikotin.4,8

3.3.5 Patofisiologi

Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut
teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu
inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan
mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-
6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan
uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma
melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks
dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini
merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.8

Telah ditemukan banyak sekali mediator mioma uteri, seperti


estrogen growth factor, insulin growth factor-1 (IGF-1). Awal mulanya
pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel
miometrium. Mutasi ini mencakupi rentetan perubahan pada kromosom,
baik secara parsial maupun secara keseluruhan.9,10

Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih


tinggi dibanding dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya

25
lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan
aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan
faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis
dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.8,9

Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang sesungguhnya,


tetapi jaringannya dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium
sekitarnya sehingga mudah dikupas (enukleasi). Mioma berwarna lebih
pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian
dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan
luarnya adalah kapsul.1

3.3.6 Klasifikasi
Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat
berdasarkan lokasinya. Mioma submukosa menempati lapisan di bawah
endometrium dan menonjol ke dalam (kavum uteri). Pengaruhnya pada
vaskularisasi dan luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya
perdarahan ireguler. Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga
dapat keluar melalui ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam
menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan terjadinya torsi dan
nekrosis sehingga risiko infeksi sangatlah tinggi. Mioma intramural atau
interstisiel adalah mioma yang berkembang di antara miometrium. Mioma
subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa uterus dan
dapat bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa juga
dapat menjadi parasit omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi
pertumbuhannya.1
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan
selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan
menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain

26
mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan mioma
intraligamenter. Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis
intramural (54%), subserosa (48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis
intraligamenter (4,4%).2,3

Gambar 3.3.1 : Klasifikasi Mioma Uteri

1. Mioma submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Jenis ini di jumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis
lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan,
tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui
dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi,
terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa
pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai.
Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah
mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita
akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.1

27
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan
terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam
dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berdungkul dengan konsistensi yang padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.1
3. Mioma subserosa
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh
diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter.1
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,
misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan
diri dari uterus. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran
serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila
mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorle like pattern)
dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.1

28
3.3.7 Degenerasi
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhannya,
maka mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai
berikut.
1. Degenerasi jinak.
2. Atrofi: ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah
persalinan atau menopause.
3. Hialin: terjadi pada mioma yang telah matang atau ‘tua’ di mana bagian
yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan
nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau
melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi
hialin.
4. Kistik: setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan
cairnya gelatin sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya
kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan
keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum, atau
retroperitoneum.
5. Kalsifikasi: disebut juga degenerasi kalkareus yang umumnya mengenai
mioma subserosa yang sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang
dapat menyebabkan pengendapan kalsium karbonat dan fosfat di dalam
tumor.
6. Septik: defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis
di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai
dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut.
7. Kaneus: disebut juga degenerasi merah yang diakibatkan oleh trombosis
yang diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan
sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi jenis ini,
seringkali terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan
pasokan nutrisi bagi hipertrofi miometrium lebih diprioritaskan
sehingga mioma mengalami defisit pasokan dan terjadi degenerasi
aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai rasa nyeri tetapi akan

29
menghilang sendiri (self limited). Terhadap kehamilannya sendiri, dapat
terjadi partus prematurus atau koagulasi diseminata intravaskuler.
8. Miksomatosa: disebut juga degenerasi lemak yang terjadi setelah proses
degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya
asimtomatik.
9. Degenerasi ganas.
10. Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) terjadi pada 0.1-
0.5% penderita mioma uteri.1

3.3.8 Gambaran Klinik


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
gejala klinik meliputi besarnya mioma, lokalisasi mioma, dan perubahan-
perubahan pada mioma. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala yang
mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti perut terasa penuh dan
membesar, metroragia, nyeri panggul kronik, menoragia, hingga infertilitas.
Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma merupakan indikasi utama
histerektomi di Amerika Serikat. Yang menyulitkan adalah anggapan klasik
bahwa mioma adalah asimtomatik karena hal ini seringkali menyebabkan
gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus)
menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik mioma adalah
mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari spesimen hasil enukleasi atau
histerektomi sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali.1
Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Hampir
sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di
dalam uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan
penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita.
Berbagai keluhan penderita dapat berupa :
1. Perdarahan Abnormal Uterus
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal
ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi

30
anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang
besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Perdarahan
pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan
darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat
tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang
keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek
tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.1
Mekanisme perdarahan abnormal pada mioma uteri dirangkum sebagai
berikut:
o Peningkatan ukuran permukaan endometrium
o Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus
o Gangguan kontraktilitas uterus
o Ulserasi endometrium pada mioma submukosa
o Kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium

2. Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila
kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri bisa terjadi saat menstruasi,
setelah berhubungan seksual, atau ketika terjadi penekanan pada panggul.
Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh
darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya
untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen
akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau
degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis).
Mioma yang besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi
untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang
menekan persarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.1

31
3. Efek Penekanan
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi
tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan
mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap
organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna,
perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma
serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan,
dispareunia, dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi
penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini
dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan
MRI. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung
mioma terhadap kavum uteri.1

Gambar 3.3.2 : A) Uterus Normal, B) Mioma Uterus

32
4. Gejala lainnya adalah:
a. Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan
saluran kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan
hidronefrosis (pembesaran ginjal).
b. Penekanan rektosigmoid yang mengakibatkan konstipasi atau sumbatan
usus.
c. Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri
hebat, luka, dan infeksi.
d. Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungkinan
tromboflebitis sekunder karena penekanan rongga panggul.1
5. Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga
memudahkan terjadinya abortus oleh kerana distorsi rongga uterus. Mioma
yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Dapat
menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus. Gangguan implantasi
embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium di mana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.1,8

3.3.9 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b. Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air
besar.
c. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Faktor-faktor
risiko terjadinya mioma uteri seperti (20)

33
 Umur: Kebanyakan wanita mulai didiagnosis mioma uteri pada usia
diatas 40 tahun.
 Menarche dini: Menarche dini ( < 10 tahun) meningkatkan resiko
kejadian mioma 1,24 kali.
 Ras: Dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan Afrika-
Amerika memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma
uteri dibandingkan dengan wanita Caucasian.
 Riwayat keluarga: jika memiliki riwayat keturunan yang menderita
mioma uteri, akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih besar.
 Kehamilan: semakin besar jumlah paritas, maka akan menurunkan
angka kejadian mioma uteri.
 Obesitas: resiko mioma meningkat pada wanita yang memiliki berat
badan lebih atau obesitas berdasarkan indeks massa tubuh.(10)
 Makanan: Dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan
hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma
uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang
(redmeat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan
pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan
mioma uteri
 Kebiasaan merokok: Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri.
Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan
konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim
aromatase oleh nikotin.

2. Pemeriksaan fisik
Dapat berupa pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan pelvik. Pada
pemeriksaan abdomen, uterus yang besar dapat dipalpasi pada abdomen.
Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi
kesan adanya perubahan degeneratif. Konsistensi padat, kenyal, mobil,
permukaan tumor umumnya rata. Teraba massa tumor pada abdomen

34
bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas. Pada
pemeriksaan pelvis, serviks biasanya normal, namun pada keadaan tertentu
mioma submukosa yang bertangkai dapat mengakibatkan dilatasi serviks
dan terlihat pada ostium servikalis. Uterus cenderung membesar tidak
beraturan dan noduler. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan
kerusakan vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali apabila
terdapat keadaan patologik pada adneksa. Pemeriksaan ginekologik dengan
pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim
atau mengisi kavum Douglasi.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering
dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan
habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga
akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoetin ginjal.
b. Dapat dilakukan USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga
pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi
kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG
tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan. Dalam sebagian besar kasus, mioma
mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya
menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus
membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto BNO/IVP, pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.

35
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.3

4. Gambaran mikroskopik
Mioma uteri umumnya bersifat multipel, berlobus yang tidak teratur
maupun berbentuk sferis. Biasanya berbatas jelas dengan miometrium
sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan
dengan mudah dari jaringan miometrium di sekitarnya. Pada pembelahan
jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang
membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan. Inti sel juga panjang
dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal, sel
berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya,
berwarna lebih pucat dibanding miometrium di sekelilingnya, halus, dan
biasanya lebih keras dibanding jaringan sekitar, dan terdapat
pseudocapsule. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan
ditemukan adanya mast cells diantara serabut miometrium sering
diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel raksasa (giant cells).2

3.3.10 Diagnosis Banding


Pada mioma subserosa, diagnosa bandingnya adalah tumor ovarium
yang solid, atau kehamilan uterus gravidus. Sedangkan pada mioma
submucosum yang dilahirkan diagnosa bandingnya adalah inversio uteri.
Kemudian, pada mioma intramural, diagnosa bandingnya adalah
adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau sarcoma
uteri.8

36
3.3.11 Terapi

Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi


fungsi reproduksi, keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila
kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan
termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun transfusi. Pada keadaan
gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan
bedah gawat darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur
bedah terkait dengan mioma uteri adalah miomektomi atau histerektomi.
Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status
kehamilan, keinginan untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum
dan gejala serta ukuran, lokasi serta jenis mioma uteri itu sendiri.1

1. Konservatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun
medikamentosa terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulkan gangguan atau keluhan. Penanganan konservatif, bila
mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara
penanganan konservatif sebagai berikut :
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6
bulan.
- Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
- Pemberian zat besi.
- Obat-obatan simtomatik seperti antinyeri dan antiinflamasi.
- Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-
3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat
ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Pengobatan GnRH agonis selama 12
minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di

37
miometrium hingga uterus menjadi kecil. Setelah pemberian GnRH
agonis dihentikan mioma yang mengecil itu akan tumbuh kembali
di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih
mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi. Terapi
agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan
transfusi darah.
- Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak
mengurangi ukuran mioma uteri. Baru-baru ini, progestin dan
antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran
tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin
dan levonorgestrol intrauterin.8
2. Penanganan operatif
Dilakukan penanganan operatif, bila:
- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
- Hipermenorea pada mioma submukosa.
- Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
- Enukleasi mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus,
juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi
pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit

38
dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.8
- Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi
kemungkinan dapat hamil sekitar 30-50%. Tindakan miomektomi dapat
dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi.
Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi
adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan
terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan
miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi
secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa
penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.8
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap
mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan
tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.
Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan
pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan
mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah
permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan
laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari.
Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan,
trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta
perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.8

39
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut:
 Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
 Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
 Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan
dan keguguran yang berulang.
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut
American College of Obstetricians and Gyneclogist
(ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine
(ASRM) :
a) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi
konservatif
b) Sangkaan adanya keganasan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun
kerana oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan

- Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
adalah tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar
30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati
keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.3,8

40
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut
:
 Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau
yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
 Perdarahan uterus berlebihan:
- Perdarahan banyak bergumpal-gumpal atau berulang-
ulang selama lebih dari 8 hari.
- Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
 Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi:
- Nyeri hebat dan akut.
- Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah
yang kronis.
- Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-
ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.

Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal


(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy
(STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang
lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter,
kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita
meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma
serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada
tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien
yang menjalani STAH.8
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal,

41
dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien
dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska
operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding
histerektomi abdominal.8
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi
yang dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan
laparoskopi (laparoscopically assisted vaginal histerectomy/ LAVH) dan
classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy
(CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara
memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing
kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah
uterina dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari
STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi
menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran
darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus.
Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter
dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang
lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan
yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan
histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan karena masa penyembuhan yang singkat
dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi
abdominal.8

- Penanganan radioterapi
 Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
 Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.

42
 Bukan jenis submukosa.
 Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
 Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.
 Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.8

3.3.12 Komplikasi

Gambar 3.3.3 : gambaran komplikasi mioma uteri


1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan
hanya 0,32 – 0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 – 75 % dari
semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.3,11
3. Torsi. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat
terjadi pada semua bentuk mioma tetapi yang paling sering adalah jenis

43
mioma submukosa pendinkulata. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak
terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana
terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma
dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana gangguan
sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan
hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan
gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.3

3.3.13 Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif.
Miomektomi yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium
atau menembus endometrium, maka diharuskan SC pada persalinan
berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada
15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.8

3.3.14 Pencegahan

1. Pencegahan primordial
Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau
sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran dan
buah.
2. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang
menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan
penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama pada
kelompok yang beresiko yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain itu
tindakan pengawasan pemberian hormone estrogen dan progesteron
dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen dan
progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah dibanding

44
pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan
kadar estrogen.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma
uteri, tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini dan
pengobatan yang tepat. Beberapa penelitian menyebutkan penggunaan
GnRH agonis untuk mencegah terjadinya adhesi pascaoperasi.12
4. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan setelah penderita
melakukan pengobatan. Umumnya pada tahap pencegahan ini adalah
berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah
timbulnya komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini belum diketahui
penyebab tunggal yang menyebabkan mioma uteri, namun merupakan
gabungan beberapa faktor atau multifaktor. Tindakan yang dilakukan
adalah dengan meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankannya.
Penderita pasca operasi harus mendapat asupan gizi yang cukup dalam
masa pemulihannya.

3.4 GANGGUAN HAID PADA MIOMA UTERI

Siklus menstruasi dalam hubungannya dengan mioma uteri masih


belum diketahui secara pasti. Dalam hal ini gejala yang ditimbulkan mioma
uteri yang berhubungan dengan siklus haid adalah pengaruh dari hormon
estrogen. . Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan
menstruasi yang banyak, penekanan pada daerah pelvis, dan disfungsi
reproduksi. Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada
organ reproduksi wanita. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi
(20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70% dengan
pemeriksaan patologi anatomi uterus, yang membuktikan bahwa banyak
wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik

45
Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu
mendekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50
tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Di
Indonesia, angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39-11,87% dari semua
penderita ginekologi yang dirawat.3
Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dibanding dengan miometrium sekitarnya namun konsentrasinya
lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan
aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan
faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis
dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.8,9
Perihal penyebab pasti terjadinya tumor mioma belum diketahui.
Bentuk tumor bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh
didalam otot rahim yang dikenal dengan intramural mioma. Tumor mioma
ini akan cepat memberikan keluhan, bila mioma tumbuh ke dalam mukosa
rahim, keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan di
luar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh di kulit luar rahim
yang dikenal dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan,
akan tetapi seseorang baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan
perabaan di daerah perut dijumpai benjolan keras, benjolan tersebut kadang
sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar. Selain itu, mioma juga dapat
menimbulkan kompresi pada traktus urinarius sehingga terjadi gangguan
berkemih. 3,4
Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal
ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi
anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang
besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Pendarahan
yang tidak diobati, berkepanjangan atau berlebihan dapat menyebabkan
masalah yang lebih rumit seperti kelelahan atau anemia yang berpotensi

46
menyebabkan kebutuhan untuk transfusi darah. Perdarahan pada mioma
submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah
endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat
tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang
keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek
tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.
Menurut Outbu et al dalam Muzakir (2008) bahwa konsentrasi
estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan
miometrium normal terutama pada fese proliferasi dari siklus menstruasi.
Penelitian Bath Kumar di Hospital India dalam Muzakir (2008)
mulai januari 2003 – desember 2004, menemukan menifestasi klinis yang
sering muncul dan dikeluhkan oleh penderita mioma uteri adalah gangguan
menstruasi sebesar 80,5% Menurut Fradhan et-al di Nepal dalam Muzakir
(2008), gejala yang sering dikeluhkan penderita mioma uteri berupa
perdarahan pervaginam sebesar 73% dan infertilitas 7,3%.
Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Schwartz,
memperlihatkan angka kejadian mioma uteri adalah 2 – 12,8 orang per 100
wanita tiap tahunnya, Schwartz menunjukkan angka kejadian mioma uteri
2 – 3 kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan kulit putih.
Penanganan yang dilakukan pada kasus mioma uteri adalh dengan
histerektomi sebesar 600.000 kasus setiap tahun, sedangkan miomektomi
sekitar 37.000 kasus

47
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan berusia 50 tahun datang dengan Pengantar dari


DPJP dengan diagnosa Mioma uteri + anemia. Diagnosa mioma uteri ditegakan
berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang ada. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir dirasakan sejak 10 hari
yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah, menggumpal, dan banyak sehingga
pasien mengaku mengganti pembalut sebanyak ± 7 kali per hari. Keluhan disertai
nyeri perut bagian bawah dan mengeluh adanya benjolan pada perut bagian bawah.
Sebelumnya pasien juga mengaku menstruasinya tidak berhenti. Sejak 1 tahun
terakhir ini mengalami menstruasi selama 14 hari. Gejala yang timbul sangat
tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (intramural, submukosa,
subserosa), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.(6) Gejala-gejala
tersebut antara lain gangguan haid berupa menoragia yaitu perdarahan haid yang
lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab
kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri
dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas
yang terganggu.(6) Gejala yang lain yaitu rasa penuh, nyeri dan berat pada perut
bagian bawah serta gangguan BAK berupa retensio urin. Gangguan ini tergantung
dari besar dan tempat mioma uteri sehingga menimbulkan gejala dan tanda
penekanan.(6)
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital yang baik, yang
berarti hemodinamik pasien masih baik. Pada pemeriksaan fisis ginekologi
didapatkan teraba massa pada regio abdomen dengan konsistensi padat, kenyal,
permukaan rata, mobile, ukuran 8 x 5 cm. Hal ini karena adanya massa mioma yang
tumbuh pada uterus. Konsistensi dari mioma bervariasi dari keras seperti batu
hingga lembek, walaupun sebagian besar memiliki konsistensi kenyal padat seperti
karet.(7) Pemeriksaan inspekulo didapatkan fluksus (+). Pemeriksaan dalam vagina
didapatkan portio mencucu, OUE/OUI tertutup, pelepasan darah (+).

48
Pada Pemeriksaan Penunjang didapatkan Hb-6,5 gr/dl (anemia)
Pemeriksaan darah rutin didapatkan anemia. Gajala yang sering menimbulkan
keluhan bagi penderita mioma uteri sehingga ia datang ke klinik atau rumah sakit
untuk memeriksakan kesehatan reproduksinya berupa perdarahan yang lama dan
banyak pada saat menstruasi sehingga penderita dapat mengalami anemia Dan pada
pemeriksaan USG ginekologi didapatkan tampak massa mixekoik intrauteri,
ukuran 10 cm x 8 cm, kesan mioma uteri
Penatalaksanaan pasien ini dilakukan persiapan operasi dan konsul anastesi
untuk mengevaluasi keadaan pasien untuk operasi. Direncanakan Laparatomi pada
pasien karena perlu mempertahankan fungsi uterus. Histerektomi Total elektif
dapat dipilih untuk mengendalikan perdarahan, selain itu pada pasien yang tidak
mempunyai keinginan untuk hamil lagi sehingga tidak perlu mempertahankan
fungsi dari rahim. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah
akan timbulnya karsinoma servisis uteri.(6)

49
BAB VI

KAIDAH DASAR BIOETIKA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


MEDIS

5.1 Pengertian Bioetik

Sepanjang perjalanan sejarah dunia kedokteran, banyak defenisi dan paham


mengenai bioetika yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai belahan
dunia. Pendapat pendapat ini dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman
bersama tentang apa itu bioetika. 15
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti
norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner
tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan
ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa
mendatang.
Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan
politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus,
euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa
genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam
lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional,
lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang
besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.
Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-
masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak
hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi
juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang.
a. Etika Kedokteran/Kaidah Dasar Bioetik

Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan empat prinsip etika Eropa


bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar
moral atau kaidah dasar bioetik. Keempat kaidah dasar moral tersebut

50
adalah: berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence),
menghargai otonomi pasien (autonomy), dan berlaku adil (justice).
1. Autonomy
yaitu prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk
memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent. Pasien harus dihormati secara
etik, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang
dapat berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat
menyetujui atau menolak tindakan medis. 15
Pada pasien ini, melalui informed consent, pasien menyetujui
suatu tindakan medis secara tertulis dalam hal ini dilakukannya
pengangkatan tumor dan Rahim dengan prosedur operasi Histerektomi.
Informed consent dapat dicapai setelah diberikan penjelasan mengenai
keadaan pasien dengan berterus terang bahwa saat ini pasien anemia
dikarenakan perdarahan terus menerus dari jalan lahir oleh karena
Mioma Uteri sehingga harus dilakukan tindakan medis berupa
pengangkatan tumor dan rahim dengan prosedur operasi Histrektomi
total dan manfaat dilakukannya Histrektomi Total adalah mengangkat
tumor dan rahim agar mencegah terjadinya pertumbuhan tumor
berulang

Autonomy menyaratkan bahwa pasien harus terlebih dahulu


menerima dan memahami informasi yang akurat tentang kondisi
mereka, jenis tindakan medik yang diusulkan, risiko, dan juga manfaat
dari tindakan medis tersebut.

2. Beneficence (murah hati)


yaitu prinsip moral mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pada pasien atau penyediaan keuntungan dan
menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan risiko dan biaya. Dalam
beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,

51
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar
daripada sisi buruknya (mudharat). Dan memandang pasien tidak saja
menguntungkan dokternya, serta meminimalisasikan akibat buruk.
Point utama dari prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan
bahwa seorang dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang
lebih bayak dampak baiknya daripada buruknya sehingga pasien
memperoleh kepuasan tertinggi.
Dalam hal ini dokter telah melakukan yang terbaik kepada
pasien dalam upaya pengobatan. Dimana pasien telah diberikan
penatalaksanaan awal berupa transfuse PRC 2 bag untuk menangani
keadaan anemia pasien. Untuk menghentikan perdarahan dari jalan
lahir pasien diberikan asam traneksamat, namun untuk tindakan yang
lebih lanjut untuk menghindari komplikasi dan mengurangi resiko
rekurensi maka dilakukan prosedur operasi histerektomi total pada
pasien ini dengan memikirkan manfaat yang didapat pasien lebih besar
dibandingkan dengan resiko kalau tidak dilakukan prosedur operasi
histerektomi total
3. Non-maleficence (tidak merugikan)

adalah prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip


moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Prinsip ini dikenal sebagai “Primum non nocere” atau “ above all do
not harm”.
Prinsip ini yang diterapkan pada pasien ini. Pada pasien ini
terjadi anemia yang disebabkan oleh perdarahan yang terus menerus
dari jalan lahir, yang apabila tidak segera ditangani akan memperburuk
keadaan pasien. Sehingga pada pasien ini dilakukan penanganan awal
dengan transfusi PRC 2 bag untuk memperbaiki keadaan umum pasien,
kemudian dilanjutkan dengan prosedur operasi histerektomi total untuk
menghentikan perdarahn akibat mioma uteri.Tindakan ini merupakan
jalan untuk mencegah perburukan pasien dan untuk mencegah
terjadinya komplikasi lanjutan.

52
4. Justice atau keadilan
adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya atau
pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil dimana
seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil untuk
kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat
ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan
sosial, dan kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikap dan
pelayanan dokter terhadap pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang
membeda-bedakan pasiennya berdasarkan tingkat ekonomi, agama,
suku, kedudukan sosial, dsb.
Pada kasus ini, dokter memberlakukan segala sesuatu secara
universal artinya dokter memberikan penanganan yang sama pada
semua pasien yang menderita penyakit yang sama dalam hal ini pasien
mioma uteri dengan pemberian obat-obatan dan pemilihan tindakan
medik yaitu histerektomi total sesuai dengan indikasi penyakit yang
diderita tanpa membedakan SARA, status sosial, dan sebagainya. 15
b. Etika klinik Jonsen – Slegler W

Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik dapat juga


dilakukan dengan pendekatan yang berbeda yang dikemukakan Jonsen,
Siegler, dan Winslade mereka mengembangkan teori etik yang
menggunakan 4 topik 15

53
1. Medical Indication
Merupakan indikasi medis berupa diagnosis, perjalanan
penyakit, komdisi pasien, prognosis, dan pilihan terapi penialaian aspek
indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, dan terutama menggunakan
kaidah dasar bioetik beneficence dan non-malificence. Adapun beberapa
jawaban pertanyaan etik yang selayaknya disampaikan kepada pasien
ini pada informed consent.
 Perdarahan dari jalan lahir yang terjadi selama terus menerus yang
dialami pasien dan pada pemeriksaaan USG ditemukan adanya
massa mixechoic pada uterus yang menandakan adanya mioma
uteri.
 Tujuan pengobatan untuk memperbaiki keadaan pasien, mencegah
komplikasi buruk yang dapat muncul
 Jika terapi konservatif berupa transfusi darah dan obat-obat
antiperdarahan diberikan tidak memberikan hasil yang maksimal
maka akan dilakukan prosedur operasi hiterektomi total dengan
harapan dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dan mencegah
rekurensi dari mioma uteri.

2. Patient Preference
kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian tentang manfaat dan
beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy.
Secara rinci jawaban pertanyaan etikanya adalah :
 Pasien secara mental mampu dan kompeten secara legal dalam
menyadari dan memahami kondisi klinis yang saat ini dialaminya
 Pasien menyetujui tindakan histerektomi total yang terbaik
menurutnya dengan menigisi lembar persetujuan berdasarkan
informed consent yang telah diberikan
 Tentunya pasien telah mengetahui keuntungan serta kerugian dari
tindakan yang akan dilakukan serta efek samping yang dapat timbul
melalui komunikasi yang baik antar petugas medis dan pasien

54
3. Quality of life
merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki,
menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan
bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan
etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan salah satu kaidah dasar
bioetik yaitu Beneficence, Non-malificence, & Autonomy. Secara rinci :

 Dampak dari histerektomi total pastinya ada perubahan daripada


kehidupan normal, tapi apabila tidak dilakukan ditakutkan akan
membuat keadaan pasien menjadi lebih berat akibat dampak
perdarahan yang terus menerus dan pertumbuhan tumor yang
semakin membesar.
 Tindakan histerektomi total umumnya terjadi pada beberapa pasien
dengan indikasi medis tertentu. Walaupun dampaknya pasien
mengalami menopause namun tindakan ini dapat menghentikan
perdarahan dari jalan lahir pasien.
 Kondisi pasien pasca histerektomi total diharapkan akan membaik
dikarenakan tindakan ini mengurangi keluhan pasien yang dirasakan
sekarang walaupun ada beberapa efek samping yang tidak dapat
dipungkiri

4. Contextual Features
Prinsip dalam bagian ini adalah loyalty and fairness. Disini dibahas
pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi
keputusan. Sesuai dengan kasus ini, jawaban dari pertanyaan etikanya
adalah : 15
 Dalam hal ini, tidak ada kendala dari luar yang didapatkan berupa
masalah penolakan dari keluarga dan lingkungan pasien yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan pasien

55
 Untuk masalah finansial juga tidak ditemukan masalah karena pada
pasien menggunakan jaminan kesehatan nasional dimana seluruh
biaya perawatan dan operasi ditanggung oleh pemerintah
 Tidak ada faktor religius, budaya, dan kepercayaan pada pasien dimana
pasien pun menganut agama Islam yang mengajarkan setiap umatnya
untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah karena segala penyakit
diturunkan bersama dengan obatnya.

c. Etika, Hukum dan Moral Dalam Islam

Secara kaidah bioetik islam juga didapatkan lima kaidah dasar yang
meliputi Kaidah Niat (Qaidah Niyyat), Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin),
Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar), Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah
al Masyaqqat)Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf). Sementara itu Kaidah
Dasar Bioetika Islam meliputi:

1. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat).


Prinsip ini meminta dokter agar berkonsultasi dengan hati
nuraninya. Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan
medis yang tidak diketahui orang awam. Seorang dokter dapat saja
melakukan suatu prosedur dengan alasan yang mungkin masuk akal dari
sudut pandang luar, namun sesungguhnya memiliki niatan berbeda dan
tersembunyi. Pada kasus ini dokter telah menentukan diagnosis
berdasarkan klinis medis yang tampak pada pasien sehingga dokter telah
memiliki keputusan untuk memberikan tindakan pada pasien.
Pemberian penjelasan tentang kondisi yang dihadapi oleh pasien, berupa
anemia dikarenakan adanya perdarahan dari jalan lahir yang terus
menerus, dan pada USG didapatkan gambaran mixechoic yang
menandakan adanya mioma uteri sehingga memerlukan tindakan
operasi histerektomi total sehingga pasien mengerti segala
kemungkinan yang terjadi dengan tindakan medis yang diambil semata-
mata sebagai suatu tindakan untuk menyelamatkan pasien

56
2. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin).
Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu
kedokteran, artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu kedokteran
tidak mencapai standar yaqiin yang diminta oleh hukum. Meskipun
demikian diharapkan dokter dalam mengambil keputusan medis,
mengambil keputusan dengan tingkat probabilitas terbaik dari yang ada
(evidencebased medicine). Termasuk pula dalam hal diagnosis,
perawatan medis didasarkan dari diagnosis yang paling mungkin.
Pastinya dalam hal pengambilan tindakan medis dokter spesialis telah
melihat segala kemungkinan yang terjadi sebelum melakukan tindakan
medis. Begitupun dalam kasus ini, dokter mengambil kesimpulan
diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dirujuk
berbasis evidence based medicine. 15

3. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar)


a. Intervensi medis untuk menghilangkan al dharar (luka, kerugian,
kehilangan hari-hari sehat) pasien.
b. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al dharar yang
sebanding (al dharar la yuzaal bi mitslihi)
c. Keseimbangan antara kerugian vs keuntungan. Pada situasi
intervensi medis yang diusulkan memiliki efek samping, diikuti
prinsip bahwa pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih
tinggi ketimbang keuntungan dengan nilai yang sama, dar’an
mafasid awla min jalbi al mashaalih. Jika keuntungan memiliki
kepentingan yang jauh lebih tinggi daripada kerugian, maka
mendapatkan keuntungan memiliki prioritas yang lebih tinggi.
Dalam kasus ini, petugas medis telah memaksimalkan keuntungan
yang dapat diperoleh pasien dibanding kerugiannya yaitu dengan
memberikan penanganan berupa histerektomi total.
d. Keseimbangan antara yang dilarang vs. diperbolehkan. Dokter
kadang dihadapkan dengan intervensi medis yang memiliki efek

57
yang dilarang namun juga memiliki efek yang diperbolehkan.
Petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang memiliki prioritas
lebih tinggi untuk dikenali jika keduanya muncul bersamaan dan
sebuah keputusan harus diambil, idza ijtima’a al halaal wa al haram
ghalaba al haraam al halaal.
e. Pilihan antara dua keburukan. Jika dihadapkan dengan dua situasi
medis yang keduanya akan menyebabkan kerugian dan tidak ada
pilihan selain memilih salah satu dari keduanya, dipilih yang kurang
merugikan, ikhtiyaar ahwan al syarrain. Suatu hal yang merugikan
dilakukan untuk mencegah munculnya kerugian yang lebih besar, al
dharar al asyadd yuzaalu bi al dharar al akhaff . Dengan cara yang
sama, intervensi medis yang memiliki kepentingan umum
diutamakan di atas kepentingan individu, al mashlahat al aamah
muqoddamat ala al mashlahat al khassat. Individu mungkin harus
mendapatkan kerugian untuk melindungi kepentingan umum,
yatahammalu al dharar al khaas il dafi u al dharar al aam.

4. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat)


a. Kebutuhan melegalisir yang dilarang. Dalam kondisi yang
menyebabkan gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental, jika
tidak segera disembuhkan, maka kondisi tersebut memberikan
keringanan dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan dan
kewajiban syari’ah. Dalam kasus ini, segala bentuk gangguan serius
yang dapat terjadi pada pasien harus segera di minimalisir untuk
menjaga kesehatan fisik maupun mental pada pasien.
b. Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syari’ah tersebut
tidak melewati batas batas yang diperlukan (secukupnya saja).
c. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan. Adanya suatu kesulitan
tidak menghilangkan secara permanen hak-hak pasien yang harus
direkompensasi dan dikembalikan pada keadaan semula seiring
dengan waktu; kesulitan melegalisir sementara dari tindakan medis

58
yang melanggar, berakhir setelah kondisi yang menyulitkan tadi
berakhir. Dengan kata lain, jika hambatan telah dilewati, tindakan
medis yang dilarang kembali menjadi terlarang.
d. Delegasi: mendelegasikan tugas kepada orang lain untuk melakukan
tindakan yang membahayakan adalah tindakan yang ilegal.

5. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf);


Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum, seperti
standard operational procedure (SOP/Protap) untuk perawatan klinis
dianggap sebagai hukum dan diperkuat oleh syari’ah. Terkait dengan
kasus tersebut, pasien telah menerima upaya yang proporsional dalam
tindakan medis dan telah sesuai dengan SOP/Protap yang telah ada. 15

59
BAB VII

KAJIAN KEISLAMAN

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman


membuktikan bahwa ada beberapa penyakit yang telah muncul pada waktu tertentu.
Yang tidak dapat sembuh dan kemudian penderita sembuh dalam waktu singkat
atau lama. Hal ini disebabkan oleh faktorfaktor personal maupun kemajuan sarana
dan prasarana. Berkaitan dengan pernyataan diatas, maka perlu diketahui bahwa
jauh sebelum perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menemukan beberapa
penyakit, Islam sudah lebih dulu mengenal beberapa penyakit salah satunya mioma
yang merupakan penyakit jenis tumor jinak pada rahim yang berasal dari otot rahim.
Hal ini terbukti dengan adanya firman Allah SWT sebagai berikut: 16
Firman Allah SWT dalam Q. S. Ar-Ra’d (13) : 8

Selain itu, berdasarkan pemaparan sebelumnya bahwa ada beberapa cara


dalam menangani mioma uteri yaitu penanganan konservatif dan penanganan
operatif. Jadi sangatlah tepat jika dalam sebuah hadist Rasulullah menegaskan
bahwa setiap suatu penyakit tidak diturunkan oleh Allah SWT kecuali Dia
menurunkan penyembuhannya. Sebagaimana Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa
Sallam, salah satu dari ucapan beliau kepada seorang badui Arab yang bertanya
kepadaNya:

60
Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit
melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang
bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa
mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)

Sebagai kesimpulan, Al-qur’an dan Hadist merupakan gudang ilmu yang


sangat komplit karena sebelum ilmu kedokteran mengungkapkan semua yang
berkaitan tentang suatu penyakit, baik itu penyebab, maupun pengobatannya Islam
sudah lebih tedahulu mengajarkan kita bagaimana mencegah dan mengobatinya

61

You might also like