You are on page 1of 9

TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.

019)

LARINGOFARINGEAL REFLUKS

Definisi

Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya isi perut kedalam
esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring dan faring).4,6

Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature kedokteran: reflux laryngitis,
laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux, pharyngoesophageal reflux, supraesophageal
reflux, extraesophageal reflux, atypical reflux. Dan yang paling diterima dari berbagai
sinonim terrsebut adalah extraesophageal reflux.3,4

Etiologi

Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam lambung atau isinya
(pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan cidera mukosa. Sehingga terjadi kerusakan silia
yang menibulkan pembentukan mucus, aktivitas mendehem (throat clearing) dan batuk
kronis yang berakibat iritasi dan inflamasi pada faring.1

Patofisiologi

Patofisiologi tentang LPR masih menjadi kajian banyak para ilmuan. Sampai saat ini
dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan untuk proses terjadinya LPR. Hipotesis yang
pertama yaitu asam lambung secara langsunng menciderai laring dan jaringan sekitarnya.
Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa asam lambung dalam esofagus distal merangsang
reflex vagal yang mengakibatkan bronkokonstriksi dan gerakan mendehem (throat clearing)
dan batuk kronis, yang pada akhirnnya menimbulkan lesi pada mukosa saluran nafas. Dua
mekanisme ini dapat bertindak secara kombinasi unntuk menghasilkan perubahan patologis
yang terlihat pada refluks laringofaringeal (LPR).1
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Manifestasi Klinis

Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti globus
sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis, tenggorokan terasa kering, sakit
tenggorokan dan disfagia.4,8

Gejala tersebut bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR, namun gejala lain
yang biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma, otalgia, lender tenggorakan berlehihan,
halitosis (bauk mulut), sakit leher, odinofagia, postnasal drip dan gangguan pada suara.2

 Kelainan pada Laring

Pada penelitian terhadap binatang menunjukkan refluks isi lambung yang berulang
mengakibatkan peradangan pada laring posterior, ulserasi kontak dan yang terakhir
terbentuknya granuloma. Kelainan pada laring yang dianggap umum terkait dengan refluks
meliputi edema dan eritema pada mukosa yang melapisi tulang rawan aritenoid,
interaritenoid, dan sering juga pada vocal folds (posterior laryngitis).5

 Otitis Media

Otitis media merupakan penyakit yang sering menyebabkan penurunan pendegaran


pada anak-anak. Pada kasu LPR seseorang bisa saja bermanifestasi otitis media, hal ini terjadi
karena refluks isi lambung sampai ke telingan tengah sehingga menjadi faktor resiko yang
besar untuk terjadinya otitis media. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Recently,
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Tasker et al melaporkan bahwa terdapat kadar konsentrasi yang tinggi dari pepsin/pepsinogen
dalam 59 dari 65 sampel anak-anak dengan OME.5

 Batuk Kronis

Proses patogenis batuk kronis orang-orang dengan GERD atau LPR, terjadi kerena
adanya mikroaspiration pada saluran pernapasan oleh refluks isi lambunga sehingga
mengaktifkan reflek batuk.5

 Sinusitis Kronik

Banyak studi observasional yang menyatakan bahwa anak-anak dan orang dewasa
dengan kelainan refluks gastroesofangeal sering kali disertai dengan penyakit sinusitis
kronik. GERD dan LPR dapat berkontribusi dalam proses pathogenesis sinusitis kronis
dengan menyebabakan sinonasal congestion, compromised sinus drainage (gangguan pada
drainase sinus) dan proses inflamasi.5

Diagnosis Laringofaringeal Refluk

Anamnesis

Refluks larigofaringeal ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Gejala khas LPR, seperti
tercantum di atas, dapat disebabkan oleh iritasi kronis dari pita suara karena terlalu banyak
digunakan, merokok, iritasi, alkohol, infeksi dan alergi jadi penyebab-penyebab tersebut
perlu ditayakan untuk menyingkirkan diagnosis.

Pada tahun 2002 Belafsky dkk membuat acuan dalam menentukan gejala LPR dan derajat
sebelum dan sesudah terapi. Indeks gejala refluks digambarkan tabel di bawah ini:1
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Pemeriksaan Fisik/Endoskopi Laring

Pemeriksaan laringoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis LPR.


Sebagaimana dinyatakan di atas, tanda-tanda beberapa iritasi laring posterior biasanya
terlihat, dengan adanya edema dan eritema yang paling berguna untuk diagnosis.
Pemeriksaan laring dengan laringoskopi fleksibel lebih umum digunakan karena ebih
sensitive tetapi tidak kurang spesifik dari pada langoskopi kaku dalam menentukan jaringan
yang mengalami iritasi pada kasus curiga LPR.1

Visualisasi laring dan pita suara untuk tanda-tanda LPR memerlukan pemeriksaan
laringoskopi. Tanda-tanda yang paling berguna dari GERD yang berhubungan dengan radang
tenggorok atau LPR adalah eritema, edema, adanya gambaran bar commissure posterior,
cobblestoning, pseudosulcus vocalis, ulkus, obliterasi ventricular, nodul, polip dan lain-
lain.1,7

Pada tahun 2002 Belafsky dkk, mengembangkan skala refluks berdaarkan temuan
keparahan klinis. Berikut 8 item yang dinilai untuk membantu dalam mendiagnosis LPR.1,7
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Pemeriksaan Penunjang

 Endoskopi Esofagus

Esophagogastroduodenoscopy (EGD) berguna untuk visualisasi langsung dari saluran


cerna bagian atas, bersama dengan biopsy dan merupakan standar untuk pasien dengan
esofagitis dan gastritis. Pada pasien dengan GERD mungkin pemeriksaan ini bermakna dalam
mencari iritasi mukosa esofagus dan untuk menyingkirkan esofagitis Barret.7

 Monitoring pH Faringoesofangeal Ambulatory 24 Jam

Pemantauan pH faringofaringeal ambulatory 24 jam pernah dianggap sebagai standar


krteria untuk mendignosis refluks. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemantauan pH
distal proksimal dan hipofaringeal hanya sensitivitas 70%, 50% dan 40% dalam mendeteksi
refluks.1

Pemantauan pH esofagus, probe pH distal diletakkan 5 cm di atas lower esophangeal


spincter (LES) dan probe pH proksimal diletakkan 20 cm di atas LES, tepat dibawah spingter
esofagus bagian atas. Pemeriksaan pH ke tiga ditempatkan dalam faring yang secara
stimultan merekam perubahan yang berhubungan dengan asam yang sampai ke faring.
Pembacaan pH dicatat selama 24 jam saat pasien menunjukkan onset, makan terakhir, tidur
dan saat kambuhnya refluks. Informasi yang disediakan oleh tes ini meliputi frekuensi, durasi
dan lokasi kejaian refluks.1

Sebuah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan kontras barium yang dapat


mendemonstrasikan kelainan pada esofagus seperti pada GERD (misalnya: adanya hernia
hiatus esofagus distal atau penyempitan atau striktur). Pemeriksaan esofagografi dengan
kontras barium memiliki sensitivitas hanya 33% dalam mendiagnosis refluks.1

 Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi pada laringitis posterior ditandai oleh hyperplasia dari sel
epitel skuamosa dengan inflamsai kronik pada submukosa. Perkembangan penyakit menjadi
epitel menjadi atropi dan ulserasi dengan defosit fibrin, jaringan granulasi dan fibrosis pada
submukosa.1
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Penatalaksanaan

Penetalaksanaan Non-famakologi1

A. Diet

 Kurangi porsi makan.


 Makan harus 2-3 jam sebelum tidur.
 Hindari makanan yang merangsang aktivitas otot LES (lower spicter esofagus)
misalnya; gorengan atau lemak, coklat, alkohol, kopi, minuman bersoda, buah jeruk
atau jusnya, saus tomat, cuka dan lain sebagainya.
 Makan lebih lambat untuk mengurangi udara masuk bersama makanan ke dalam
saluran penernaan.

B. Aktivitas

 Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan.


 Tinggikan kepala saat tidur kira-kira 4-6 inci.
 Hindari pakaian ketat.
 Berhenti merokok.

C. Pembedahan

Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/barier pada daerah


pertemuan esofagus dang aster sehingga dapat mencegah refluks seluruh isi gaster kea rah
esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang terus menerus harus mendapat terapi obat
atau dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung. Berikut model
pembedahan pada GRED:1

Penatalaksanaan Farmakologi

A. Proton Pump Inhibitors

Menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat enzim H+/K+-ATPase


pada sel parietal gaster.1,7
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Omeprazole

Opeprazole secara khusus menekan sekresi asam lambung dengan menghambat


secara poten pada system enzim H+/K+-ATPase pada sel parietal gaster. Omeprazole salah
satu gologan PPIs yang paling sering diteliti dan merupakan satu-satunya agen yang
digunakan dalam uji klinis untuk mengevaluasi efekivitas PPIs pada gangguan
supraesofangeal.1

Lansoprazole

Lansoprazole secara spesifik menekan sekresi asam lambung melalui penghambatan


enzim H+/K+-ATPase pada permukaan sel parietal lambung. Lansoprazole memblok langkah
terakhir pada proses sekresi asam lambung.1

Pantoprazole

Pantoprazole secara khusus menekan sekresi asam lambung dengan cara menghambat
enzim H+/K+-ATPase pada permukaan sel parietal lambung. Penggunaan secara IV hanya
diperuntukan jangka pendek yaitu 7 – 10 hari.1

B. Promotility Agents

Metoclopramide merupakan antagonis dopamin, dan epektif terhadap GERD. Obat ini
bekerja dengan cara meningkatkan tekanan LES (lower esophagus spincters), meningkatkan
pengosogan lambug dan dapat meningkatkan mekanisme pembersihan esofagus.
Metoclopraminde adalah agen prokinitik yang saat ini terrsedia di pasaran, meskipun
serotonis agonis baru sedang dievaluasi oleh FDA (Food and Drug Administration).
Sayangnya, hingga sepertiga pasien mungkin mengalami efek samping dari obat ini.7

C. Gastrointestinal Agents

Obat golongan ini dapat melindungi gastrointestinal terhadap asam lambung.1

Sucralfate
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

Sucralfate merupakan garam dari sukrosa, dan ditolerasi dengan baik oleh pasien.
Mengikat protein yang bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk zat yang kental yang
melindungi lapisan GI dari paparan pepsin, asam lambung dan garam empedu. Manfaat pada
pengobatan ekstraesofangeal refluks (EER) belum ada bukti yang dapat menjelaskan. Berikut
adalah dosis yang lazim digunakan:1,7
TUGAS Angelia Elisabeth Mambu (030.09.019)

DAFTAR PUSTAKA

1. Amirlak B. Reflux Laryngitis. Medscape [article on the internet] 2012 [cited on 2013
September 22]. Available from: http://emedicine.medscape.com /article/864864-
overview#showall.

2. Pham V. Laryngopharyngeal Reflux With An Emphasis On Diagnostic And


Therapeutic Considerations. [article on the internet] 2009. [cited 2013 September 22].
Available from: www.utmb.edu/otoref/grnds/laryng-reflux-090825/laryng-reflux-
090825.doc

3. Rees LE, Pazmany L, Gutowska-Owsiak D, Inman CF, Phillips A, Stokes CR, et al.
The Mucosal Immune Response to Laryngopharyngeal Reflux. American Journal Of
Respiratory And Critical Care Medicine. [data base on the internet] 2008. [cited on
2013 September 22]: Vol 177(1): 1187-1193. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

4. Patigaroo SA, Hashmi SF, Hasan SA, Ajmal MR, Mehfooz N. Clinical Manifestations
and Role of Proton Pump Inhibitors in the Management of Laryngopharyngeal
Reflux. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg [data base on the internet] 2011. [cited
on 2013 September 22]: 63(2):182–189. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

5. Poelmans J, Tack J. Extraesophangeal Manifestations of Gastro-oesophangeal Reflux.


Gut [data base on the internet] 2005. [cited on 24 July 2012]: 54; 1492-1499.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

6. Laryngopharyngeal Reflux. UC Davis Health Sytem Dept. of Otolaryngology [page


on the internet] 2012. [cited 2013 September 22]. Available from:
http://www.ucdvoice.org/lpr.html

7. Cummings CW, Flint PW, Haughe BH, Robbins KT, Thomas JR, et al. Cummings
Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed. [text books of otolaryngology] 2007.
Philadelphia: Elsevier.

8. Barry DW, Vaezi MF. Laryngopharyngeal Reflux: More Questions than Answers.
Cleveland Clinicjournal Of Medicine [database on the internet] 2010. [cited 2013
September 22]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

You might also like