You are on page 1of 54

PENGARUH STERILISASI TABUNG REAKSI DENGAN

SERUM IKTERIK TERHADAP KADAR PEMERIKSAAN SGOT

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh sebutan Ahli Madya

Jurusan Analis Kesehatan

Disusun Oleh :

ANNISSA RACHMAWATI

NIM : 1611E2051

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH

BANDUNG

2018
PENGARUH STERILISASI TABUNG REAKSI DENGAN SERUM

IKTERIK TERHADAP KADAR PEMERIKSAAN SGOT

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh sebutan Ahli Madya

Jurusan Analis Kesehatan

Disusun Oleh :

ANNISSA RACHMAWATI

NIM : 1611E2051

Pembimbing

Fitri Fadhillah. S.Si,M.Kes,AIFO

NIK : 01.06.103

PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul pengaruh sterilisasi

tabung reaksi dengan serum ikterik terhadap kadar pemeriksaan sgot sepenuhnya

karya saya sendiri. Tidak ada di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang

lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang

tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas

peryataan ini saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya

apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, September 2018

(Annissa Racmawati)
PENGARUH STERILISASI TABUNG REAKSI DENGAN SERUM
IKTERIK TERHADAP KADAR PEMERIKSAAN SGOT

Nama : Annissa Racmawati

NIM : 1611E2051

Pembimbing : Fitri Fadhillah. S.Si,M.Kes,AIFO

ABSTRAK

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi


penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa
pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan
progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena itu
setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan
tepat. Sterilisasi istilah "steril" adalah keadaan dimana suatu objek atau benda
berada di posisi aman dan bebas dari mikroba hidup,
seperti patogen (menimbulkan penyakit) atau apatogen / non patogen (tidak
menimbulkan penyakit) dari bakteri, zat kimia atau material yang akan merugikan
bagi objek itu sendiri.Pengertian sterilisasi adalah proses yang bertujuan untuk
menghilangkan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini dapat berarti untuk
menghilangkan mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)
yang ada pada suatu benda. Dalam proses Sterilisasi desain untuk bisa membunuh
atau menghilangkan mikroorganisme yang fungsinya untuk menjaga kebersihan
suatu benda atau objek yang akan di pakai oleh manusia. lkterus terjadi apabila
terdapat bilirubin dalam darah meningkat. Pada sebagian besar neonatus, ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa
kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi
kurang bulan. SGPT dan SGOT merupakan enzim-enzim pada hati yang akan
meningkat jumlahnya di dalam tubuh jika hati mengalami kerusakan baik
kerusakan fungsi hati secara akut maupun kronis.

KATA KUNCINYA : PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM,


STERILISASI, IKTERIK, SGOT
INFLUENCE OF TEST TUBE STERILIZATION WITH SERUM ICTERIC
ON LEVELS OF SGOT EXAMINATION

Name : Annissa Racmawati

NIM : 1611E2051

Mentor : Fitri Fadhillah. S.Si,M.Kes,AIFO

ABSTRAC

Clinical laboratories as health service subsystems occupy important positions in


invitro diagnosis. There are at least 5 important reasons why laboratory tests are
needed, namely: screening, diagnosis, monitoring disease progression, monitoring
treatment and prognosis of the disease. Therefore each laboratory must be able to
provide accurate, fast and precise test results data. The term "sterile" sterilization
is a condition in which an object or object is in a safe position and free from living
microbes, such as pathogens (causing disease) or apatogen / non-pathogenic (not
causing disease) from bacteria, chemicals or materials that will harm the object
itself. Understanding sterilization is a process that aims to eliminate all types of
living organisms, in this case can mean to eliminate microorganisms (protozoa,
fungi, bacteria, mycoplasma, viruses) that exist in an object. In the process of
sterilization design to kill or eliminate microorganisms whose function is to
maintain the cleanliness of an object or object that will be used by humans
Jaundice occurs when there is increased bilirubin in the blood. In most neonates,
jaundice will be found in the first week of life. It was stated that the incidence of
jaundice is present in 60% of term infants and in infants 80% of infants are less
months. SGPT and SGOT are enzymes in the liver that will increase in number in
the body if the liver is damaged both liver and chronic damage to liver function.

WORDS OF THE KEY: MONITORING OF QUALITY LABORATORIUM,


STERILISATION, IKTERIK, SGOT
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

hidayah, dan inayah, sholawat serta salam kepada junjungan kita Baginda

Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat-nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Sterilisasi Tabung Reaksi

Dengan Serum Ikterik Terhadap Kadar Pemeriksaan SGOT”.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu

syarat menempuh ujian sidang Diploma III (DIII) Jurusan Analis Kesehatan

Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung 2018.

Penulis menyadari bahwa terselesaikan tugas akhir ini tidak lepas dari

bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak S. Tanuwidjaja Drs, M.Si selaku ketua Sekolah Tinggi Analis Bakti

Asih Bandung.

2. Ibu Fitri Fadhilah,S.Si,M.Kes,AIFO selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan saran dan waktu untuk memberikan bimbingan dalam

penulisan rugas akhir ini.

3. Ibu Ana Bina Sari, M.Si,Med selaku penguji I yang telah banyak memberikan

masukkan dan saran yang bermanfaat dalam penyempurnaan tugas akhir ini.

4. Penguji II yang telah banyak memberikan masukkan dan saran yang

bermanfaat dalam penyempurnaan tugas akhir ini.


5. Orang Tua saya yang telah memberikan dukungan sertan doanya.

6. sahabat yang selalu memberikan dukungan dan motivasi sampai penulis

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam

penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan pnulis, semoga krya

tulis ilmiah ini dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi rekan-rekan

analis dan umumnya bagi seluruh pembaca serta pihak yang memerlukan.

Bandung, September 2018

Annissa Rachmawati

JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK

KATA PENGANTAR............................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

DAFTAR ISTILAH............................................................................... vi

DAFTAR TABEL.................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR............................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 5

2.1 Pra Analitik....................................................................................... 5

2.2 Sterilisasi.......................................................................................... 10

2.2.1 Macam-macam sterilisasi........................................................ 12

2.3 SGOT dan SGPT.............................................................................. 17

2.3.1 Hepar....................................................................................... 18

2.3.2 Fungsi Hepar........................................................................... 18

2.3.3 Struktur Hepar......................................................................... 20

2.4 Ikterik................................................................................................ 21

2.4.1 macam-macam icterus............................................................. 21

2.4.2 Penyebab Ikterik...................................................................... 22

BAB III METODELOGI PENELITIAN............................................ 24


3.1 Jenis Penelitian..................................................................................
..........................................................................................................24

3.2 Subjek Penelitian dan bahan pemeriksaan........................................ 24

3.2.1Populasi.................................................................................... 24

3.2.2 Sampel..................................................................................... 25

3.3 Waktu Dan Tempat Penelitian........................................................... 26

3.3.1 Waktu....................................................................................... 26

3.3.2 Tempat..................................................................................... 26

3.4 Instrumen Penelitian.......................................................................... 26

3.4.1 Alat.......................................................................................... 26

3.4.2 Bahan....................................................................................... 27

3.5 Cara Kerja......................................................................................... 27

3.5.1 Pengambilan Sampel............................................................... 28

3.5.2Pembuatan Serum Ikterik......................................................... 28

3.5.3Pemeriksaan SGOT.................................................................. 28

3.5.4 Nilai Rujukan.......................................................................... 30

3.5.5 Analisis Data........................................................................... 30

3.6 Kerangka Konsep............................................................................. 31

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 32

4.1 Hasil penelitian.................................................................................. 32

4.2 Analisa Data...................................................................................... 34

4.3 Pembahasan....................................................................................... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 41

5.1 kesimpulan........................................................................................ 41
5.2 Saran.................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH
1. Sterilisasi oven adalah oven atau drying oven merupakan alat yang

digunakan untuk sterilisasi atau pembersihan dengan menggunakan udara

kering. Alat sterilisasi ini dipakai unuk mensterilkan alat-alat gelas seperti

Erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi dan gelas lainnya.

2. Ikterik/ ikterus adalah suatu kondisi medis yag ditandai dengan

mengunignya kulit dan seklera (bagian putih pada bola mata). Ikterus

terjadi ketika ada kadar bilirubin yang berlebihan dihasilkan oleh hati

ketika mengeluarkan bilirubin tersebut dari dalam darah atau ketika terjadi

kerusakkan hati yang mencegah pembuangan bilirubin dari dalam darah.

3. Enzim SGOT adalah suatu langkah awal dalam mendeteksi kerusakan hati

adalah suatu tes darah sederhana untuk menentukan kehadiran enzim

enzim hati tertentu dalam darah. Dibawah kerusakan enzim enzim ini di

tumpahkan keluar oleh aliran darah.

DAFTAR TABEL
Table 4.1 Hasil pemeriksaan pengaruh sterilisasi tabung dari sampel ikterik

terhadap pemeriksaan sgot.

Table 4.2 Uji deskriptif

Tbel 4.3 uji shapiro wilk

Tabel 4.4 uji leven

Tabel 4.5 uji anova

Tabel 4.6 uji post Hos


DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi

penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa

pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan

progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena itu

setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan

tepat.

Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting,

yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering

diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan pasca analitik yang

lebih cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan proses pra analitik kurang

mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari

total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan

pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-

analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses

tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke

laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.

1
Dalam proses pemeriksaan laboratorium ada 3 tahapan penting, yaitu:

Pra analitik, tahap-tahap pemeriksaan pra analitik meliputi :

Persiapan pasien
1. Pemberian identitas spesimen
2. Pengambilan spesimen
3. Pengolahan spesimen
4. Penyimpanan spesimen
5. Pengiriman spesimen ke laboratorium
Analitik, tahap-tahap pemeriksaan analitik meliputi: kegiatan

pemeliharaan/kalibrasi alat, pelaksanaan pemeriksaan, pengawasan ketelitian

dan ketepatan.
Pasca Analitik, tahap-tahap pemeriksaan pasca analitik meliputi: kegiatan

pencatatan hasil pemeriksaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan.


Sterilisasi juga salah satu tahap dari pra analitik, Sterilisasi adalah proses

pemanasan yang dilakukan untuk semua mikroorganisme. Pada prinsipnya

sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan

kimiawi.
Serum ikterik, atau umum dikenal sebagai penyakit kuning dapat terjadi

karena penumpukan bilirubin (produk pemecahan sel darah yang berwarna

kuning yang diproduksi oleh hati dan disimpan oleh kandung empedu) pada

darah dan jaringan kulit. Penyakit kuning ini dapat terjadi jika ada masalah pada

organ hati, kandung atau saluran empedu dan darah. Jika terjadi peradangan di

hati, sumbatan saluran empedu atau pemecahan sel darah merah berlebihan

maka dapat menyebabkan kuning. Penyakit penyebabnya sangat banyak,

sehingga memang perlu dilakukan wawancara medis mendetil, pemeriksaan

fisik lengkap dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Salah satu penyakit

yang menyebabkan sakit kuning yang umum adalah hepatitis. Walaupun

1
demikian, sakit kuning ini tidak selalu disebabkan oleh hepatitis. Beberapa

kondisi lain seperti batu saluran empedu, pengaruh alkohol dan obat- obatan

tertentu juga dapat menyebabkan sakit kuning


Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian

mengenai sterilisasi tabung terhadap serum ikterik, penelitian in i bertujuan

untuk mengetahui pengaruh tabung dengan serum ikterik pada saat pencucian

air, air sabun, dan sterilisasi kering.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang diuraikan tersebut, rumusan masalah

penelitian adalah :

1. Apakah ada pengaruh sterilisasi tabung reaksi dengan serum ikterik

terhadap pemeriksaan SGOT

I.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh sterilisasi tabung reaksi dengan serum

ikterik terhadap kadar pemeriksaan SGOT

1.4 Manfaat Penelitian


1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai

analisis sterilisasi tabung sebagai upaya meningkatgkan mutu hasil

laboratorium

1
2. Menambah pengetahuan dan keahlian peneliti dalam

mengaplikasikan teori dan praktek yang telah diperoleh selama

proses perkuliahan, khususnya mata kuliah Kimia Klinik.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tahapan Pra Analitik

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati

posisi penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting

mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis,

pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit.

Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang

teliti, cepat dan tepat. Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada

tiga tahapan penting, yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada

umumnya yang sering sering diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap

analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi,

sedangkan proses pra analitik kurang mendapat perhatian. Kesalahan pada proses

pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan

laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%.

Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra

laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi

persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium,

penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen

5
6

A. PERSIAPAN PASIEN

Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan

laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari

tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang

diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru

bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi

klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan

instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap

hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan

penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila

keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

B. PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN


Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan

sebagai berikut :
a. Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan
b. Volume mencukupi
c. Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna,

tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)


d. Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat
e. Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
f. Identitas benar sesuai dengan data pasien

Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium.

Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor

rekam medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah
7

identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil

spesimen.

Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa.

Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok,

dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok,

minum alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada

lembar hasil laboratorium.

C. Peralatan

Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


a. bersih, kering
b. tidak mengandung deterjen atau bahan kimia
c. terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen
d. sekali pakai buang (disposable)
e. steril (terutama untuk kultur kuman)
f. tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan

volume spesimen

D. Antikoagulan

Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah

pembekuan darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan

jenis pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.

E. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen


8

Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang

diperlukan, seperti :

a. Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena

cephalic, atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus

atau transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula


b. Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan),

arteri brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).


c. Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis

tangan bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada

bayi. Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan

gangguan peredaran darah seperti sianosis atau pucat.


d. Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang

mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak.


e. Waktu Pengambilan, Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk

diperhatikan.

F. IDENTIFIKASI SPESIMEN
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan

karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian

formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada wadah

spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya memuat

nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan.

Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.


9

Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus

pada label dan formulir permintaan laboratorium.

G. PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM

Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.

a. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen

telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-

masing pemeriksaan.
b. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
c. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang

lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan

sudah sama.
d. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman

spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah

pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan

perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam

pemeriksaan

H. PENANGANAN SPESIMEN
a. Identifikasi dan registrasi spesimen
b. Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius
c. Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar
d. Gunakan sentrifus yang terkalibrasi
e. Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli

label
f. Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan
10

1.2 Sterillisasi

Sterilisasi istilah "steril" adalah keadaan dimana suatu objek atau benda

berada di posisi aman dan bebas dari mikroba hidup,

seperti patogen (menimbulkan penyakit) atau apatogen / non patogen (tidak

menimbulkan penyakit) dari bakteri, zat kimia atau material yang akan merugikan

bagi objek itu sendiri.

Pengertian sterilisasi adalah proses yang bertujuan untuk menghilangkan

semua jenis organisme hidup, dalam hal ini dapat berarti untuk menghilangkan

mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang ada pada suatu

benda. Dalam proses Sterilisasi desain untuk bisa membunuh atau menghilangkan

mikroorganisme yang fungsinya untuk menjaga kebersihan suatu benda atau objek

yang akan di pakai oleh manusia.

Sebelum melakukan percobaan dengan mikroorganisme, diperlukan proses

dekontaminasi terlebih dahulu untuk meminimalisir organisme yang aktif dari

suatu sistem bakteri atau virus. Dekontaminasi adalah proses menghilangkan atau

membunuh mikroorganisme sehingga objek aman untuk ditangani, tujuannya untuk

melindungi praktikan yang melakukan percobaan menggunakan bakteri atau

semacamnya. Ada beberapa metode dekontaminasi, yaitu:

a. Sterilisasi : proses penghancuran secara lengkap semua mikroba hidup dan

spora-sporanya.
b. Desinfeksi : metode untuk memusnahkan atau menghancurkan

mikroorganisme patogen.
11

c. Sanitasi : metode untuk mengurangi tingkat organisme yang hidup.

Beberapa mikroorganisme memiliki resistensi terhadap dekontaminan

kimia, seperti : bakteri vegetatif, jamur, dan virus yang mengandung lipida relatif

yang mudah didekontaminasi dengan senyawa kimia. Virus yang tidak

mengandung lipida dan bakteri berlapis lilin memiliki tingkat resistensi tinggi.

Resistensi terhadap dekontaminan kimia dipengaruhi beberapa faktor, seperti :

konsentrasi dari zat aktif, lamanya kontak, pH, suhu, kelembapan, dan kehadiran

senyawa organik. Inaktivasi mikroorganisme dengan dekontaminan kimia dapat

melalui mekanisme sebagai berikut : Koagulasi dan denaturasi protein, Lisis,

Ikatan dengan enzim atau destruksi substrat, enzim, Oksidasi

Hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan dekontaminasi :

1. Target mikroorganisme.

2. Dekontaminan yang digunakan (bentuk dan target yang diinginkan).

3. Tingkat inaktivasi yang diperlukan.

4. Adanya substrat organik seperti darah, agar, dsb.

5. Tipe permukaan dari target seperti : padat, berpori atau mudah diterbangkan

udara.

6. Konsentrasi tertinggi dari sel yang dapat ditanggulangi dengan inaktivasi.

7. Kemampuan dekontaminan kontak dengan mikroorganisme.

8. Prosedur antisipasi yang diperlukan dalam dekontaminasi agar efisien dalam

waktu dan konsentrasi yang digunakan.


12

9. Toksisitas dari dekontaminan yang dapat membahayakan praktikan di area

tersebut.

1.2.1 Macam Macam Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses penghancuran secara lengkap semua mikroba hidup

dan spora-sporanya. Ada 5 metode umum sterilisasi, yaitu :

1. Sterilisasi Uap (Panas Lembab)


2. Sterilisasi Panas Kering
3. Sterilisasi dengan Penyaringan (Filtrasi)
4. Sterilisasi Gas
5. Sterilisasi dengan Radiasi

Metode yang biasa digunakan untuk sterilisasi alat dan bahan pengujian

mikrobiologI adalah metode sterilisasi uap (panas lembab) dan metode sterilisasi

panas kering.

1. Sterilisasi Uap (Panas Lembab)


Sterilisasi Uap dilakukan menggunakan autoclave dengan prinsipnya memakai uap

air dalam tekanan sebagai pensterilnya. Temperatur sterilisasi biasanya 121℃,

tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1

atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air

disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume

bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama menyebabkan :


a. Penguraian gula.
b. Degradasi vitamin dan asam-asam amino.
c. Inaktifasi sitokinin zeatin riboside.
d. Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar.

Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada

temperatur yang lebih rendah dibandingkan jika tidak ada kelembapan. Mekanisme

penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah terjadinya denaturasi dan koagulasi
13

beberapa protein esensial dari organisme tersebut.

Kondisi yang dibutuhkan untuk sterilisasi uap dengan menggunakan autoclave

adalah :

– Suhu 115,5 ℃, waktu 30 menit

– Suhu 121,5 ℃, waktu 20 menit

– Suhu 126,5 ℃, waktu 15 menit

Metode sterilisasi uap umumnya digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi

dan bahan-bahan lain yang tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan tahan

terhadap penembusan uap air, larutan dengan pembawa air, alat-alat gelas,

pembalut untuk bedah, penutup karet dan plastik, dan media untuk pekerjaan

mikrobiologi.

1. Sterilisasi Panas Kering

Sterilisasi Panas Kering dilakukan menggunakan oven pensteril, karena

metode sterilisasi panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba

dibandingkan dengan sterilisasi uap. Metode ini memerlukan temperatur yang lebih

tinggi dan waktu yang lebih panjang, sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan

pada temperatur 160-170 ℃ dengan waktu 1-2 jam. Umumnya digunakan untuk

senyawa-senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air, seperti

minyak lemak, minyak mineral, gliserin (berbagai jenis minyak), petrolatum jelly,

lilin, wax, dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini efektif untuk

mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.


14

Karena tingginya suhu yang diterapkan dalam sterilisasi panas kering, maka

metode ini dapat digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan.

Contohnya alat ukur dan penutup karet atau plastik. Kondisi yang dibutuhkan

untuk sterilisasi panas kering dengan menggunakan oven steril adalah :

Suhu 170°C, waktu 1 jam

Suhu 160°C, waktu 2 jam

Suhu 150°C, waktu 2,5 jam

Suhu 140°C, waktu 3 jam

Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi

sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga

menyebabkan mikrobanya mati.

2. Sterilisasi dengan Penyaringan (filtrasi)

Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi) digunakan untuk sterilisasi larutan

yang termolabil, penyaringan ini menggunakan filter bakteri. Metode ini tidak

dapat membunuh mikroba, mikroba hanya akan tertahan oleh pori-pori filter dan

terpisah dari filtratnya. Dibutuhkan penguasaan teknik aseptik yang baik dalam

melakukan metode ini. Filter biasanya terbuat dari asbes, porselen. Filtrat bebas

dari bakteri tetapi tidak bebas dari virus. Cara kerja dari sterilisasi ini berbeda dari

metode lainnya karena sterilisasi ini menghilangkan mikroorganisme melalui

penyaringan dan tidak menghancurkan mikroorganisme tersebut. Penghilangan

mikroorganisme secara fisik melalui penyaring dengan matriks pori ukuran kecil
15

yang tidak membiarkan mikroorganisme untuk dapat melaluinya. Cara sterilisasi

ini untuk produk berupa cairan yang dapat disaring atau bahan yang tidak tahan

terhadap panas dan tidak dapat disterilkan dengan cara sterilisasi lain. Teknologi

tinggi membran filtrasi meningkatkan penggunaan sterilisasi filtrasi, khususnya

jika digunakan berpasangan dengan sistem proses aseptik.

3. Sterilisasi Gas

Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh

mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam

pori dan serbuk padat, sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme

yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi yang digunakan dalam bidang farmasi

untuk mensterilkan bahan-bahan dan menghilangkan dari bahan yang disterilkan

pada akhir jalur sterilisasi, gas ini tidak inert, dan kereaktifannya terhadap bahan

yang disterilkan harus dipertimbangkan misalnya thiamin, riboflavin, dan

streptomisin kehilangan protein ketika disterilkan dengan etilen oksida. Sterilisasi

gas berjalan lambat waktu sterilisasi tergantung pada keberadaan kontaminasi

kelembaban, temperatur dan konsentrasi etilen oksida. Konsentrasi minimum etilen

oksida dalam 450 mg/L, 271 Psi, konsentrasi ini 85°C dan 50% kelembaban relatif

dibutuhkan 4-5 jam pemaparan. Di bawah kondisi sama 1000 mg/L membutuhkan

sterilisasi 2-3 jam. Dalam pensterilan digunakan bahan kimia dalam bentuk gas

atau uap, seperti etilen oksida, formaldehid, propilen oksida, klorin oksida, beta

propiolakton, metilbromida, kloropikrin. Digunakan untuk sterilisasi bahan yang

termolabil seperti bahan biologi, makanan, plastik, antibiotik. Aksi


16

antimikrobialnya adalah gas etilen oksida mengadisi gugus –SH, -OH, -COOH,-

NH2 dari protein dan membentuk ikatan alkilasi sehingga protein mengalami

kerusakan dan mikroba mati.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi ini termasuk kelembaban,

konsentrasi gas, suhu dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan. Penghancuran

bakteri tergantung pada adanya kelembaban, gas dan suhu dalam bahan pengemas,

penetrasi melalui bahan pengemas, pada pengemas pertama atau kedua, harus

dilakukan, persyaratan desain khusus pada bahan pengemas.

4. Sterilisasi dengan Radiasi

Sterilisasi dengan radiasi digunakan untuk bahan/produk dan alat-alat medis

yang peka terhadap panas (termolabil) dan jika residu etilen oksida tidak

diharapkan. Pengukuran presisi dari dosis radiasi, yang tidak berhubungan dengan

suhu, adalah merupakan faktor kontrol dalam sterilisasi radiasi selama dengan

waktu radiasi. Monitoring dan kotrol proses sangat sederhana, tetapi kehati-hatian

akan keamanan harus dilakukan oleh operator sterilisasi. Prinsip sterilisasi radiasi

adalah radiasi menembus dinding sel dengan langsung mengenai DNA dari inti sel

sehingga mikroba mengalami mutasi. Ada dua macam radiasi yang digunakan

yakni gelombang elektromagnetik (sinar x, sinar γ) dan arus partikel kecil (sinar α

dan β)

1.3 SGOT DAN SGPT


17

SGPT dan SGOT merupakan enzim-enzim pada hati yang akan meningkat

jumlahnya di dalam tubuh jika hati mengalami kerusakan baik kerusakan fungsi

hati secara akut maupun kronis.

a. SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase): merupakan suatu enzim

yang terdapat di dalam sel hati. Ketika sel hati mengalami kerusakan, akan

terjadi pengeluaran enzim SGPT dari dalam sel hati ke sirkulasi darah dan

akan terukur melalui pemeriksaan laboratorium.


b. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) : seperti halnya SGPT,

SGOT merupakan enzim hati yang terdapat di dalam sel parenkim hati.

SGOT akan meningkat kadanya di dalam darah jika terdapat kerusakan sel

hati. Namun SGOT tidak spesifik hanya terdapat di dalam hati. SGOT juga

dapat ditemukan di sel darah, sel jantung dan sel otot, karena itu

peningkatan SGOT tidak selalu menunjukkan adanya kelainan di sel hati.

Nilai normal SGOT adalah 3-45 u/L, sedangkan nilai normal SGPT adalah

0-35 u/L (terdapat sedikit variasi dari nilai normal dan sangat tergantung dari

laboratorium tempat pemeriksaan). Namun hasil SGOT dan SGPT yang normal

belum tentu menandakan bahwa Anda bebas dari penyakit hati. Pada kasus

penyakit hati yang kronik (menahun), misal akibat hepatitis B kronik atau hepatitis

C kronik, dapat ditemukan kadar enzim SGOT dan SGPT yang normal atau sedikit

meningkat. Pada infeksi hati yang kronik (menahun), sel hati secara perlahan-lahan

mengalami kerusakan dan hal ini tidak dapat diketahui hanya dari pemeriksaan

enzim hati di dalam darah.


18

SGOT dan SGPT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada sel-sel hati.

Karena itu jika terjadi kerusakan (nekrosis) sel-sel hati, seperti yang terjadi pada

infeksi akut virus hepatitis, enzim-enzim tersebut keluar dari sel hati dan masuk ke

dalam darah. Semakin banyak sel-sel hati yang rusak, semakin tinggi pula kadar

SGOT/SGPT yang terukur di dalam darah. Secara laboratoris pemeriksaan enzim

hati pada hepatitis akut didapati adanya peninggian SGOT dan SGPT sampai 20-50

kali normal dengan SGPT lebih tinggi SGOT daripada SGPT (SGOT/SGPT < 0,7)

1.3.1 Hepar
Hepar (hati) adalah salah satu organ kelenjar terbesar dalam tubuh

manusia. Hati terletak pada bagian atas kanan rongga perut (abdomen). Warnanya

merah gelap kecoklatan dan merupakan organ yang memiliki banyak fungsi dalam

menunjang kehidupan. Berat hati sekitar 3 – 5 % dari berat tubuh seseorang.

1.3.2 Fungsi Hepar


a. Fungsi Vaskular, yaitu untuk penyimpanan dan penyaringan darah.
b. Fungsi Sekresi, untuk menghasilkan urea dan garam empedu yang

kemudia disalurkan melalui saluran (duktus) ke saluran pencernaan.


c. Fungsi Metabolisme, hati juga memiliki fungsi metabolisme karbohidrat,

protein, lemak, dan berbagai komponen tubuh lainnya.


d. Fungsi Penyimpanan, hati dapat menyimpan lemak, glikogen, vitamin, dan

zat besi yang akan dikeluarkan ketika tubuh membutuhkannnya.


e. Fungsi Penawar Racun, apabila kita mengkonsumsi makanan atau

minuman yang mengandung racun, maka hati akan mengubah komponen

racun tersebut agar dapat dimanfaatkan atau dikeluarkan dari tubuh.

Contohnya hasil metabolisme karbohidrat yang menghasilkan asam laktat

akan diubah menjadi glikogen sehingga dapat digunakan untuk cadangan


19

energi. Contoh lainnya adalah hasil metabolisme protein yang

menghasilkan amonia akan diubah menjadi urea dan dikeluarkan dari

tubuh dalam urin melalui proses buang air kecil.

2.2.3 Struktur dan bagian Hati

terdiri atas 2 bagian utama, yaitu belahan hati kanan yang disebut lobus

kanan, dan belahan hati kiri yang disebut lobus kiri. Lobus kanan dan kiri

dipisahkan oleh fissura yang terbentuk dari gabungan beberapa ligamen. Setiap

lobus disusun oleh unit fungsional berbentuk heksagonal yang disebut lobulus.

Pada bagian tengah lobulus terdapat pembuluh dari vena yaitu vena sentralis.

Setiap vena sentralis kemudian akan bergabung membentuk pembuluh darah vena

hepatika yang merupakan pembuluh darah vena utama pada hati. Struktur yang

memisahkan antar satu lobulus dengan lobulus lain disebut lakuna. Jika diamati

lebih lanjut, maka jaringan lobolus hati disusun oleh sel hepatosit. Antar sel

hepatosit dipisahkan oleh kanalikuli, kemudian setiap kanalikuli akan bergabung

membentuk saluran empedu.Suplai nutrisi dan oksigen ke hati diperoleh dari

jantung sama seperti organ organ lainnya. Namun jika diamati lebih lanjut, aliran

darah ke hati sedikit berbeda. Hati menerima darah dari dua sumber utama,

yaitu arteri hepatika dan vena porta hepatik. Arteri Hepatik membawa darah yang

kaya oksigen dan nutrisi dari jantung dan mensuplai sekitar 20% darah hepar.

Sedangkan vena porta hepatik membawa darah yang berasal dari sistem

pencernaan. Darah ini berisi produk-produk hasil metabolisme dan pencernaan.


20

Vena porta menyuplai sekitar 80% darah hati. Kemudian darah akan keluar

dari vena sentralis menuju vena hepatika dan vena kava inferior.

1.4 Ikterik

lkterus terjadi apabila terdapat bilirubin dalam darah meningkat. Pada

sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama

kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi

cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 %

menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Setiap bayi

dengan ikterus yang ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila

kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Kemungkinan

mengalami ikterus fathologis, dan bila kadar bilirubin > 5mg/dl, ikterus akan

terlihat dengan kasat mata. Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang ber-

langsung lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus

patologi. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baik-

nya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan

1.4.1 Macam-Macam Ikterus


a. Ikterus Neonatorum: Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena

penumpukan bilirubin
b. Ikterus fisiologis Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang

tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang


21

membahayakan atau mempunyai potensi menjadi "kernikterus" dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.


c. Ikterus patologis, Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.


d. Kernicterus, Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat

penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam se1-sel otak

2.3.2 Penyebab Ikterik

Penyakit kuning terjadi ketika proses pembuangan zat bilirubin yang

merupakan hasil dari penguraian sel darah merah mengalami gangguan sehingga

bertumpuk di dalam darah dan jaringan tubuh. Penyakit kuning atau biasa disebut

jaundice bisa disebabkan oleh beberapa proses, yaitu:

a. Pre-hepatik (sebelum bilirubin dirombak oleh sel hati) Pada kasus ini

penyakit kuning terjadi karena pemecahan sel darah merah yang

meningkat (hemolisis) melebihi kemampuan sel hati untuk membuang

bilirubin dari dalam darah. Contoh dari kondisi ini adalah: malaria, anemia

sel sabit, sferositosis, talasemia, defisiensi G6PD, obat-obatan, dan

autoimun.
b. Hepatik (gangguan proses di dalam organ hati) Sakit kuning dalam hal ini

terjadi karena ketidakmampuan sel hati dalam merombak dan membuang

bilirubin, seperti: hepatitis (baik karena virus maupun alkohol), sirosis

hepatis, obat-obatan, sindrom Crigler-Najjar, sindrom Gilbert, dan kanker

hati.
c. Post-hepatik (setelah bilirubin dibuang oleh hati) Penyakit kuning

disebabkan oleh adanya obstruksi atau sumbatan dalam saluran


22

pembuangan bilirubin. Penyebab sumbatan ini antara lain: batu empedu,

kanker, penyempitan saluran empedu, infeksi pada saluran empedu,

kelainan saluran empedu yang ada sejak lahir, pankreatitis, parasit

(misalnya cacing), dan kehamilan. Selain itu, bayi baru lahir biasanya

mengalami kuning pada usia 2-3 hari dan bisa berlangsung hingga usia 7-

14 hari. Hal ini karena terjadinya pemecahan sel darah merah bayi untuk

diganti dengan sel darah merah yang baru. Penyakit kuning yang muncul

di luar dari periode waktu ini sering kali tidak normal dan perlu mendapat

perhatian dokter. Sakit kuning yang abnormal dapat terjadi karena:

ketidakcocokan dengan golongan darah ibu atau kurang minum ASI.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Pemeriksaan inin bersifat eksperimen, yaitu dilakukan percoban

percobaan di laboratorium yang menghasilkan data serata mengungkapkan

langkah kerja dan parameter kinerja metoda analisi.

3.2 Subjek Penelitian dan Bahan Pemeriksaan

Metode penelitian eksperimen memiliki bermacam-macam jenis

desain, metode eksperimen dalam penelitian ini menggunakan jenis desain One

Grup Pretest-Pos yaitu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui adanya pengaruh cara perawatan tabung reaksi kaca bekas pakai

serum ikterik terhadap kadar pemeriksaan SGOT metode kinetik-ifcc

3.2.1 polulasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petugas Laboratorium yang bekerja

di Laboratorium Rumah Sakit

23
3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah serum petugas Laboratorium Rumah

Sakit Fatimah Untuk menentukan jumlah penelitian yang harus dilakukan

dalam penelitian ini maka dapat digunakan rumus Gomez & Gomez (1995)

yaitu :

(t-1) (r-1) ≥ 15

Dimana :
t = Jumlah perlakuan
r = Jumlah sampel penelitian
15 = Faktor nilai derajat keasaman Jumlah perlakuan dalam penelitian adalah dua

perlakuan, maka :

(t-1) (r-1) ≥ 15
(3-1) (r-1) ≥15
2 r – 1 ≥ 15
2 r ≥ 15 + 1
2 r ≥ 16
r ≥ 16 / 2
r≥8

Jadi, pada penelitian ini dilakukan penelitian sebanyak 8 kali


.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rumah Sakit Fatimah Serang

3.3.2 Tempat

24
Waktu penelitian dimulai pada bulan Agustus 2018 sampai dengan

September 2018

3.4 Instrumen Penelitian

4.1.1 Alat

a. reaksi kaca
b. Rak tabung
c. Spektofotometer
d. Mikropipet
e. Jarum suntik sekali pakai 5cc
f. Tourniquet
g. Plester
h. Kapas alcohol 70 %
i. Tip biru
j. Tip kuning
k. Tisu
l. Label
m. Sikat pembersih tabung
n. Oven oven

4.1.2 Bahan
a. Serum
b. Empu lele
c. Aquadest
d. Reagen SGOT

3.5 Cara Kerja


3.5.1 Pengambilan Darah
a. Dipasang ikatan pembendung (tourniquet) pada lengan bagian atas dan

meminta pasien untuk mengepal tangan, tentukan vena yang akan

diambil darahnya.

25
b. Dibersihkan tempat yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70 % dan

dibiarkan kering.
c. Dilakukan penusukkan pada vena dengan jarum suntik menghadap ke

atas dengan sudut 30-40 derajat terhadap kulit. Lanjutkan pengambilan

darah dan saat pengambilan darah, tourniquet di longgarkan terlebih

dahulu.
d. Setelah didapatkan sampel yang dibutuhkan, lepaskan tourniquet, lalu

taruh kapas alcohol di atas jarum suntik, kemudian jarum suntik

dicabut.
e. Dipasang plester pada luka tusukan
f. Darah yang ada tadi ambil di masukkan ke dalam tabung yang sudah

disiapkan.
g. Darah didalam tabung tersebut didiamkan 20 menit supaya membeku.
h. Diputar tabung yang berisi darah dengan sentrifuge pada kecepatan

3000 rpm selama 15 menit, maka akan didapat serum yang jernih di

bagian atas dan sedimen di bagian bawah.


i. Serum yang didapat dipipet lalu pindahkan ke tabung reaksi lain yang

bersih, beri label identitas.

3.5.2 Pembuatan Tabung Reaksi yang tercemar dan cara pembersihannya


a. Disiapkan tabung yang akan digunakan
b. Masukan Empedu lele Pada pada tabung (pemakaian empedu

lele bertujuan untuk mendapat keadaan yang sama saat tabung

menampung serum Ikterik).


c. Empedu lele tadi dibuang sehingga hanya tersisa Warna Kuning

Pekat yang menempel pada dinding.


a. Tabung-tabung yang sudah ditempeli empedu lele tersebut di bersihkan

dengan cara yang berbeda-beda, yaitu :


 Cara sterilisasi
Tabung reaksi kaca dicuci dengan surfaktan, sikat bagian dalam tabung lalu

dibilas beberapa kali dengan air mengalir, kemudian ditiriskan, tunggu hingga

26
keringkan. Tutup mulut tabung reaksi dengan kapas atau kasa, tabung reaksi

dibungkus dengan kertas kemudian dimasukkan ke dalam oven, waktu yang

diperlukan tergantung pada suhu yang digunakan, yaitu 170o C selama 1 jam.
 Cara cuci dengan Air Sabun
Tabung reaksi kaca dicuci dengan Air Sabun, sikat bagian dalam

tabung lalu dibilas beberapa kali dengan air mengalir, kemudian

ditiriskan, diamkan hingga tabung reaksi benar benar kering.


 Cara cuci dengan air saja
Tabung reaksi kaca di rendam dalam air biasa, lalu aliri air beberapa

kali, diamkan hingga tabung reaksi hingga benar-benar kering.

3.5.3 Pemeriksaan SGOT

Blanko Sampel

Serum - 50 µl

Reagen 500 µl 500 µl

Setelah di reaksikan Langsung Dibaca

3.5.4 Nilai Rujukan

Nilai normal 3-45 u/L

3.5.5 Analisis Data

27
Memberi gambaran hasil pengaruh cara perawatan tabung reaksi kaca bekas

pakai serum ikterik terhadap kadar pemeriksaan SGOT metode kinetik-ifcc

3.6 Kerangka Konsep

28
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Tabung Reaksi

Sterilisasi Dicuci dengan Air Sabun Dicuci dengan air saja

G Pemeriksaan
sgot

Hasil

Analisa dengan cara


membandingkan hasil

Kesimpulan

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dari Hasil penelitian, didapat kadar sgot yang diperiksa pada serum dan

dikerjakan menggunakan tabung reaksi yang sudah di bersihkan dengan cara cuci

air, cuci air mrngalir, dan sterilisasi oven.

Table 4.1 Hasil pemeriksaan pengaruh sterilisasi tabung dari sampel ikterik terhadap

pemeriksaan sgot.

Perlakuan SGOT
Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung Tabung

1 2 3 4 5 6 7 8
Cuci Air 19 16 24 22 24 24 23 24

Cucu Air 28 22 24 28 27 26 28 26

Sabun
Sterilisasi 18 30 28 26 29 30 29 29

Oven

30
31

Dari hasil table diatas dibuat grafik sebagai berikut :

Gambar 4.1 Grafik hasil kadar Sgot

Dari grafik diatas, pemeriksaan sgot menggunakan tabung reaksi yang di

sterilisasi dan cuci air mengalir didapatkan hasil yang sedikit meningkat

meskipun masih dalam batas normal, sedangkan untuk pemeriksaan sgot

dengan sgot menggunakan tabung yang dicuci air sabun didapatkan hasil yang

stabil
32

4.2 Analisa Data

Uji deskriptif

Table 4.2 Uji deskriptif

KadarSGOT

N Rata-rata Std. Defisiasi Std. Error Minimal Maksimal


Cuci Steril 8 22,00 2,976 1,052 16 24
Cuci Air Sabun 8 26,13 2,167 ,766 22 28
Cuci Air 8 27,38 3,998 1,413 18 30
Total 24 25,17 3,807 ,777 16 30

Pemeriksaan sgot dikerjakan dengan 8 sampel yang sama dengan 3

perlakuan yang berbeda, yaitu menggunakan tabung steril didapat hasil rata rata

22,00 , hasil minimum 16 dan hasil maksimum 24, tabung yang dicuci dengan air

sabun di dapat hasil rata rata 26,13, hasil minimum 22 dan hasil maksimum 28,

tabung yang dicuci dengan air didapat rata rata 27,38, hasil minimum 18 dan hasil

maksimum 30.

Uji Normalitas

Tbel 4.3 uji shapiro wilk

Shapiro-Wilk Keterangan

Statistik df Sig.
KadarSGOT ,921 24 ,061 Data Normal

sig 0,061 pada tes Shapiro-Wilk (karena sampel<50)


33

nilai p>0,05 untuk kadar sgot sehingga data dinyatakan berdistribusi normal

Karena uji normalitas dinyatakan normal maka dilanjutkan dengan uji

homogenitas.

Uji Homogenitas

KadarSGOT

Tabel 4.4 uji leven

Statistik

Leve

ne df1 df2 Sig.


,548 2 21 ,586

Nilai p uji levene didapat nilai sig 0,586 Nilai p> 0,05 maka data dinyatakan data

homogen

Karena hasil uji normalitas dan homogenitas didapat data terdistribusi normal dan

homogen, maka dilanjut uji statistik anova

UJI ANOVA
34

KadarSGOT

Tabel 4.5 uji aonova

Jumlah

Kuadrat df Rata-rata persegi F Sig.


Antara Kelompok
126,583 2 63,292 6,429 ,007

Dalam Grup
206,750 21 9,845

Total 333,333 23

Nilai p uji anova didapat nilai sig 0,07 Nilai p> 0,05 sehingga terdapat perbedaan

signifikan pada tiap grup perlakuan

Uji Post Hoc

Multiple Comparisons

Dependent Variable: KadarSGOT

Bonferroni

Tabel 4.6 uji post Hos


35

Perbedaan 95% Interval Keyakinan

berarti

(I) Perlakuan (J) Perlakuan ( I – J) Std. Error Sig. Batas bawah Batas Atas
Cuci Steril Cuci Air
-4,125(*) 1,569 ,047 -8,21 -,04
Sabun

Cuci Air
-5,375(*) 1,569 ,008 -9,46 -1,29

Cuci Air Cuci Steril 4,125(*) 1,569 ,047 ,04 8,21


Sabun
Cuci Air -1,250 1,569 1,000 -5,33 2,83

Cuci Air Cuci Steril 5,375(*) 1,569 ,008 1,29 9,46

Cuci Air
1,250 1,569 1,000 -2,83 5,33
Sabun
* Perbedaan rata-rata adalah signifikan pada level 0,05.

Dari uji post hoc dapat dilihat dimana saja terdapat perbedaan signifikan dari ketiga

perlakuan

A. Sampel dengan cuci steril dan cuci Air sabun menunjukkan hasil

signifikan dengan nilai sig 0,047 dimana nilai p<0,05 sehingga terdapat

perbedaan yang signifikan (bermakna)


36

B. Sampel dengan cuci steril dan cuci air juga menunjukkan hasil signifikan

dengan nilai sig 0,008 dimana nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan

yang signifikan (bermakna)


C. Sampel dengan cuci air sabun cuci steril menunjukan hasil signifikan

0,047 dimana nilai p <0,05 sehingga terdapat perbedaan yang signifikan

(bermakna)
D. Sampel dengan cuci air dan cuci air sabun menunjukan hasil signifikan

dengan nilai sig 1,000 dimana nilai p <0,05 sehingga tidak terdapat

perbedaan yang signifikan (bermakna)


E. Sampel dengan cuci air dan cuci steril menunjukan hasil signifikan

dengan nilai sig 0,008 dimana nilai p <0,05 sehingga terdapat perbedaan

signifikan (bermakna)
F. Sampel dengan cuci air dengan air sabun menunjukan hasil signifikan

dengan nilai sig 1,000 dimana nilai p <0,05 sehingga tidak terdapat

perbedaan signifikan (bermakna)

4.3 Pembahasan

Setelah dilakuan penelitian pemeriksaan sgot dengan tabung yang sudah

diberikan empedu lele yang mana empedu lele digunakan sebagai pengganti serum

ikterik dengan perlakuan yaitu dengan perlakuan pertama dengan tabung yang di

sterilisasi, yang kedua dicuci dengan air sabun dan perlakuan yang terakir dengan

cuci air biasa. Pemeriksaan sgot dengan menggunakan spektrofotometer dengan

jumlah sampel 8. Pada hasil yang didapat dengan perlakuan tabun yang di
37

sterilisai dan cuci air mengalir didapatkan hasil yang sedikit meningkat meskipun

masih dalam batas normal sedangkan hasil yang didapat dari pencucian air sabun

di dapatkan hasil yang stabil dan normal.

Dengan dilakukan data statistik maka pada hasil uji deskriptif pemeriksaan

dengan menggunakan tabung dengan perlakuan sterilisasi di peroleh hasil dengan

rata rata 22,00, pemeriksaan dengan perlakuan tabung cuci air sabun diperoleh

hasil dengan rata rata 26,13, dan pemeriksaan dengan perlakuan tabun cuci air

mengalir didapatkan dengan rat rata 27,38. kemudian uji normalitas didapatkan

data dengan signifikan 0,061 pada tes shapiro wilk karena didapatkan hasil yang

signifikan (karna sampel kurang dari 50) diamana p >0,05 (derajat kepercayaan

95% dimana 5% atau 0.5 adalah batas eror yang masih bisa diterima) maka data

dinyatakan berdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan dengan uji homogenitas,

pada uji homogenitas ini mengunakan uji levenve. Didapatkan Nilai signifikan

0,586 dimana Nilai p> 0,05 maka data yang didapatkan dinyatakan data homogen

karen hasil signifikan 0,586 >0,05.

Karena didapatkan hasil dengan data normal dan homogen dilanjutkan dengan

uji statistik selanjutnya yaitu dengan uji anova pada uji ini didapatkan hasil

yang signifikan 0,07 < 0,05 sehingga kesimpulan yang didapat adalah ada

perbedaan yang signifikan.

Karena didapatkan hasil perbedaan yang signifikan maka dilanjutkan dengan

uji ppost Hoc . pada hasil yang didapat dari uji post Hoc didapatkan hasil yang

tidak menunjukan perbedaan yang signifikan adalah pada tabung steril dengan

tabun yang cuci air sabun dan air mengalir, tabung cuci air sabun dengan
38

steririlisasi dan cuci air, tabung cuci air dengan tabung steril dan cuci air sabun

. ini menunjukan kebersihan dari alat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Apabila alat yang digunakan tidak bersih maka akan didapatkan hasil yang

tidak sesuai. Contohnya jika pada alat alat tersebut masih tersisasa zat kimia

atau sisa sisa serum dari pemeriksaan sebelumnya maka zat tersebut bereaksi

dan mempengaruhi hasil atau kegagalan dalam pemeriksaan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pemeriksaan sgot metode kinetik-ifcc telah dilakukan

uji data statistik anova, menunjukkan hasil adanya perbedaan yang signifikan,

maka dilanjutkan dengan post hoc tes Pada post hoc tes ini didapat hasil yang

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan adalah pada tabung yang cuci air

dengan tabung yang dicuci dengan air sabun, selanjutnya pada perlakuan tabung

cuci ditambah air sabun dengan tabung cuci air. Sedangkan untuk hasil yang

menunjukkan perbedaan yang signifikan adalah hasil dari perlakuan tabung steril

dengan tabung cuci air sabun, lalu pada perlakuan tabung steril dengan tabung

cuci air biasa, dan pada perlakuan tabung cuci air sabun dengan tabung steril, juga

perlakuan tabung cuci air biasa dengan tabung steril.

5.2 Saran

Adapun saran dari penulis setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh sterilisasi

tabung reaksi dari serum ikterik dengan penambahan empedu lele sebagai penganti

serum ikterik terhadap kadar pemeriksaan sgot metode kinetik-ifcc, yaitu :

a. Pembersihan alat laboratorium harus lebih diperhatikan cara yang baik dan

benar, salah satunya tabung reaksi, karena sifatnya yang dipakai berulang

kali.

39
40

a. Jika pembersihan tabung reaksi dengan metode sterilisasi sulit dilakukan

karena faktor keterbatasan alat dan sebagainya, penggunaan air sabun dan

cara pembersihan tabung yang benar sudah cukup untuk menghilangkan

zat pengotor seperti noda warna kuning pada serum ikterik.


DAFTAR PUSTAKA

Rakhmatul, bintil “ pemantapan mutu praanalitik pemeriksaan laboratorium” 2011

Nikku, “ Sterilisasi alat dan bahan pada pengujian mikrobiologi “ 21 oktober 2010

Labkesehatan “ pemantapan mutu pra analitik “ juli 2010

Ilmu dasar, “ pengertian struktur fungsi bagian hati hepar “ April 2016

Datafilecom, blogspot “ fisiologi ikterik “ februari 2012

You might also like