You are on page 1of 65

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Dewasa

1. Definisi dan Batasan Orang Dewasa

Istilah Dewasa (adult) berasal dari bahasa latin yaitu adultus yang berarti

telah tumbuh menjadi kekuatan yang sempurna dan ukuran atau telah

menjadi dewasa, orang dewasa adalah individu yang menyelesaikan

pertumbuhan fisiknya dan siap menerima posisi dan jabatan di masyarakat

(Hurlock, 2011). Menurut Allender Rector dan Warner (2014). Orang

dewasa adalah orang yang telah berusia 18 tahun atau lebih terbagi dalam

dua masa yaitu dewasa muda atau young adult yang berumur antara 18 –

35 tahun dan dewasa (adult) berumur anatara 35 – 65 tahun. Dewasa muda

merupakan periode antara usia 20 hingga 40 tahun, dan dewasa

pertengahan antara usia 40 hingga 60 tahun (Polan dan Taylor, 2007 dalam

Hurloc, 2011). Selain itu menurut Hurloc 2011, masa dewasa kemudian

dibagi dalam tiga periode, yaitu masa dewasa awal yang berumur dari 18 –

40 tahun, dewasa pertengahan atau madya yang berumur antara 40- 60

tahun dan dewasa akhir atau usia lanjt > 60 tahun.

2. Karakteristik Orang Dewasa Sebagai Populasi Beresiko

a. Resiko Biologi dan resiko terkait usia

14
15

Pertumbuhan fisik pada masa dewasa mengalami perubahan baik

penampilan, kekuatan maupun kesehatan, kondisi ini mencapai

puncaknya pada masa permulaan dewasa hingga menurun pada masa

dewasa awal sehingga lebih mudah terserang penyakit. Dewasa awal

merupakan masa produktif dan merupakan kondisi yang paling pima

sepanjang kehidupan manusia.

b. Resiko Lingkungan (Environmental Risk)

Usia dewasa merupakan usia yang paling produktif, Stanhope dan

Lancater 2016 mengatakan faktor yang paling menjadi resiko adalah

lingkungan adalah resiko social ekonomi. Potter dan Perry Stockert dan

Hall mengatakan bahwa umumnya lingkungan yang menjadi faktor

resiko bagi orang dewasa adalah lingkungan pekerjaan yang

mengandung bahaya dan agen penyebab penyakit dan kanker.

c. Resiko Perilaku Gaya Hidup

Sebagian dari orang dewasa sangat mudah ntuk mempunyai masalah

kesehatan, olahraga teratur, mngkonsumsi makanan bergizi seimbang

sangat di utamakan dalam pemeliharaan kesehatan orang dewasa. Akan

tetapi jika kita melihat kebanyakan orang dewasa sering mengabaikan

pentingnya pemeliharaan kesehatan mereka dengan melakukan gaya

hidup yang salah. Orang usia dewasa tidak percaya bahwa gaya hidup

masa remaja awal sangat menentukan kesehatan pada masa usia tua.

Banyak oranh yang berusia muda mengembangkan pola makan buruk,

seperti tidak makan pagi, mengandalkan cemilan sebagai sumber


16

makanan sepanjang hari, makan makanan cepat saji, perilaku merokok

dan penggunakan minuman beralkohol, penggunaan zat –zat terlarang,

melalaikan latihan fisik, olah raga tidak teratur dan kadang tidur larut

malam, pola seperti ini merupakan faktor resiko untuk terjadinya

penurunan kesehatan. Kebiasaan makan yang kurang sehat dan

aktivitas fisik yang kurang merupakan kondisi yang dapat menyebakan

masalah kesehatan (Stanhope dan Lancaster, 2016).

3. Ciri – ciri Usia Dewasa

Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah

dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego

b. Mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja

yang efisien

c. Dapat mengendalikan perasaan pribadinya

d. Mempunyai sikap yang objektif

e. Menerima kritik dan saran

f. Bertanggung jawab

g. Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan

yang baru

4. Perkembangan Psikososial Usia Dewasa

Ada tiga tahapan perkembangan psikososial pada usia dewasa antara lain:
17

a. Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada

usia dewasa muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu

hubungan (Erikson 1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa

awal (young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy dan

isolation. Pada tahap ini individu sudah mulai selektif membina

hubungan yang intim, hanya dengan orang-orang tertentu yang

sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk

hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab

atau renggang dengan orang lainnya.

Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti

adanya kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi,

peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang

dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi

dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa

terisolasi. Adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam

periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah merasa terlalu

bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memedulikan

dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam

hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang kekasih kita.

Sementara dari segi lain (malignansi) akan terjadi keterkucilan, yaitu

kecenderungan orang untuk mengisolasi atau menutup diri sendiri dari

cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa
18

benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang

dirasakan.

Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta

dengan orang lain. Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup

hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua,

tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang terjadi pada tahap ini

yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap

yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta

yang dibangun dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme

menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga

terhadap orang lain. Keberhasilan memunculkan hubungan kuat,

sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan kesendirian (Erikson

dalam Sumanto, 2014).

b. Generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation) adalah

tantangan pada masa paruh baya. Generativitas adalah perluasan cinta

ke masa depan (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Pada

tahap ini salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri

guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas)

dengan tidak berbuat apa-apa (stagnansi).

Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang

akan menjadi penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau

menciptakan suatu perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang


19

lain. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memerdulikan

orang lain, sedangkan stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri

atau digambarkan dengan tidak perduli dengan siapa pun.

Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli,

sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri.

Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan, dimana seseorang

tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya

akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area

kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya

keseimbangan antara generativitas dan stagnasi guna mendapatkan

nilai positif. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan

otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin

secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada

usia dewasa dan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila

orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan

pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan

yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan di

antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan

baik dan menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014). Keberhasilan

mendorong perasaan kebergunaan dan pencapaian, sedangkan


20

kegagalan menghasilkan keterlibatan yang rendah di dunia (Upton,

2012).

c. Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah

tantangan akhir dari masa lanjut usia (Erikson 1994 dalam Wade &

Tavris, 2008). Hal terpenting pada masa ini ialah adanya refleksi atas

kehidupan. Saat beranjak tua, orang berusaha mencapai tujuan akhir

yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual, dan penerimaan dalam

hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam kehidupan

mereka dan merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini

mendorong perasaan arif, sedangkan kegagalan menghasilkan

penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan (Upton, 2012).

5. Perubahan pada Usia Dewasa Awal

a. Perubahan Fisik

Pada fase dewasa awal kesehatan fisik mencapai puncaknya terutama

pada usia 23-27 tahun. Kesehatan fisik berada dalam keadaan baik

serta kekuatan tenaga dan motorik mencapai masa puncak (Mubin &

Cahyadi, 2006). Menurut potter & Perry (2009), orang dewasa awal

biasanya sangat aktif, jarang mengalami penyakit parah (jika

dibandingkan kelompok usia tua), cenderung mengabaikan gejala fisik,

dan sering menunda pencarian pelayanan.


21

b. Perubahan Kognitif

Kemampuan berpikir kritis meningkat secara teratur selama usia

dewasa awal dan pertengahan. Pengalaman pendidikan formal dan

informal, pengalaman hidup, dan kesempatan untuk bekerja dapat

meningkatkan konsep diri, kemampuan menyelesaikan masalah, dan

keterampilan motorik individu. Mengenali bidang pekerjaan yang

sesuai merupakan tugas utama individu dewasa awal. Saat individu

mengetahui keterampilan, bakat, dan karakteristik personal mereka,

maka pilihan pendidikan dan pekerjaan akan menjadi mudah dan lebih

memuaskan. Proses pengambilan keputusan dalam masa dewasa awal

harus bersifat fleksibel. Hal ini disebabkan karena masa dewasa awal

terus berkembang dan harus terlibat dalam perubahan dalam perubahan

rumah, tempat kerja. Dan tempat tinggal pribadi. Orang muda meresa

lebih aman dengan perannya serta lebih fleksibel dan terbuka terhadap

perubahan. Individu yang merasa tidak aman cenderung mengalami

kesulitan dalam membuat keputusan (Potter & Perry, 2009 ).

c. Perubahan Psikososial

Kesehatan emosi pada masa dewasa awal berhubungan dengan

kemampuan individu untuk menempatkan dan memisahkan antara

tugas pribadi dan tugas sosial. Dewasa awal biasanya terperangkap

antara keinginan untuk memperpanjang rasa tidak tanggung jawabnya

sewaktu remaja, tetapi juga ingin dianggap sebagai orang dewasa. Di


22

antara usia 23-28 tahun, individu mulai memperbaiki persepsi diri dan

kemampuannya untuk akrab dengan orang lain. Di usia 29-34 tahun,

individu mengarahkan banyak energi pada pencapaian dan penguasaan

dunia sekitar. Sedangkan usia 35-43 tahun merupakan waktu ujian

terkuat dalam mencapai tujuan dan hubungan hidup. Individu membuat

perubahan dalam diri sosial, dan tempat kerjanya. Biasanya stres akibat

ujian yang berulang bisa menyebabkan krisis paruh baya atau midlife

crisis, dimana terjadi perubahan pada pasangan pernikahan, gaya

hidup, dan pekerjaan.

d. Kesehatan Psikososial

Masalah kesehatan psikososial pada individu dewasa awal biasanya

berhubungan dengan pekerjaan dan stressor dari keluarga. Stres dapat

berguna karena dapat memotivasi klien untuk berubah. Namun, jika

stres berkepanjangan dan klien tidak mampu beradaptasi dengan

stresor, maka akan menimbulkan masalah kesehatan. Stres Pekerjaan.

Stres pekerjaan dapat terjadi tiap hari atau dari waktu ke waktu.

Sebagian besar individu dewasa awal dapat mengatasi krisis tersebut.

Stres pekerjaan dapat terjadi saat datangnya seorang bos baru, batas

waktu (deadline) sudah dekat, mendapatkan tanggung jawab menjadi

lebih besar. Stres individu juga dapat terjadi saat individu merasa tidak

puas dengan pekerjaan atau tanggung jawab yang diberikan. Karena


23

individu menerima pekerjaan yang berbeda, maka tipe stresor

pekerjaan yang dihadapi tiap klien juga berbeda.

Stres Keluarga. Karena perubahan hubungan dan struktur dalam

keluarga individu muda yang beragam, maka frekuensi terjadinya stres

juga meningkat. Stresor situasional terjadi pada peristiwa seperti

kelahiran, kematian, sakit, pernikahan, dan kehilangan pekerjaan. Stres

biasanya terkait dengan beberapa variabel, termasuk pilihan karier

suami/ istri dan penyebab disfungsi dalam keluarga individu dewasa

awal. Setiap keluarga memiliki peran atau tugas tertentu bagi

anggotanya. Peran tersebut membuat keluarga dapat berfungsi dan

menjadi bagian yang efektif dalam masyarakat. Saat peran tersebut

berubah akibat penyakit, maka krisis situasional dapat terjadi (Potter &

Perry, 2009).

6. Perubahan pada masa Dewasa Pertengahan

a. Perubahan Fisik

Banyak dari para dewasa madya mengalami kecemasan pada

penampilan fisik yang pada akhirnya akan mengganggu relasi

dengan pasangannya (Pieter & Lubis, 2010). Perubahan yang paling

terlihat adalah rambut memutih, kulit keriput, dan penebalan

pinggang. Sering sekali perubahan fisiologis selama masa dewasa

menengah berdampak pada konsep diri dan bentuk tubuh (Potter &
24

Perry, 2009). Badan yang kurang sehat dan cacat yang tidak dapat

disembuhkan atau ditutup-tutupi sama berbahayanya bagi

penyesuaian diri pribadi dan sosial pada masa dewasa dini seperti

masa kanak-kanak dan remaja.

Orang dewasa yang mempunyai hambatan fisik karena

kesehatannya buruk tidak dapat mencapai keberhasilan maksimum

mereka dalam pekerjaan atau pergaulan sosial. Sebagai akibatnya

mereka selalu frustasi, semakin sering mereka melihat orang yang

sebenarnya berpotensi kurang dari mereka berhasil, semakin besar

rasa frustasi mereka (Hurlock, 2011). Beberapa perubahan lainnya

dapat terjadi antara lain; mulai terjadinya proses menua secara

gradual, mulai menurunnya kekuatan fisik, fungsi motorik dan

sensoris, terjadinya perubahan-perubahan seksual. Kaum laki-laki

mengalami climacterium dan wanita mengalami menopause (Mubin

& Cahyadi, 2006).

b. Perubahan Kognitif

Perubahan fungsi kognitif pada individu dewasa menengah jarang

terjadi, kecuali jika ada penyakit atau trauma (Potter & Perry, 2009).

c. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial pada individu dewasa menengah melibatkan

peristiwa yang diharapkan, seperti anak-anak yang keluar dari

rumah, sampai peristiwa yang tidak diharapkan, seperti perceraian


25

atau kematian seorang teman dekat. Perubahan psikososial yang

terjadi pada usia dewasa menengah dapat dilihat dari beberapa

aspek antara lain:

1) Transisi Karier

Perubahan kaier terjadi karena pilihan atau perubahan di tempat

kerja atau masyarakat. Pada dekade terakhir, individu dewasa

menengah cenderung berganti pekerjaan karena berbagai alasan,

antara lain keterbatasan pergerakan, penurunan peluang kerja,

atau mencari pekerjaan yang lebih menantang. Pada beberapa

kasus pengurangan tenaga kerja, kemajuan teknologi atau

perubahan lainnya mendorong individu dewasa menengah untuk

mencari pekerjaan baru. Bila tidak diantisipasi, perubahan

tersebut dapat menyebabkan stres yang mempengaruhi

kesehatan, hubungan dengan keluarga, konsep diri, dan dimensi

lainnya.

2) Seksualitas

Setelah kepergian anak terakhir dari rumah, pasangan akan

membangun kembali hubungan mereka, mencari cara untuk

meningkatkan kehidupan pernikahan dan kepuasan seksual

selama usia pertengahan.

3) Psikososial Keluarga

Beberapa faktor psikososial keluarga yang terkait pada dewasa

menengah antara lain:


26

a) Masa lajang

Beberapa individu dewasa menengah memilih untuktetap

lajang, tetapi ada juga yang memilih untuk menjadi orang

tua baik secara biologis ataupun adopsi. Banyak individu

dewasa menengah lajang yang memiliki sanak keluarga tapi

untuk membentuk sebuah keluarga dengan teman dekat atau

teman sekerja.

b) Perubahan Status Pernikahan

Terjadinya perubahan status pernikahan selama usia

pertengahan adalah karena kematian istri/suami, perpisahan,

perceraian, dan pilihan untuk menikah atau tidak menikah

lagi. Klien yang berstatus janda, akibat perpisahan atau

perceraian, mengalami periode berduka dan kehilangan yang

diperlukan untuk beradaptasi terhadap perubahan status

pernikahan. Kesedihan yang normal berlansung melalui

serangkaian fase, dan resolusi kesedihan bisanya

menghabiskan waktu hingga setahun atau lebih.

c) Transisi Keluarga

Kepergian anak terakhir dari rumah merupakan suatu

stresor. Beberapa orang tua merasa senang karena bebas dari

tanggung jawab mengasuh anak, sedangkan sebagian lain

merasa kesepian atau kehilangan arah karena perubahan ini.


27

d) Merawat Orang Tua yang Berusia Lanjut

Banyak individu dewasa menengah terjepit antara tanggung

jawab merawat anak-anak dan merawat orang tua yang

berusia lanjut dan sakit-sakitan. Selanjutnya individu dewasa

menengah menemukan diri mereka berada dalam generasi

campuran, di mana tantangan untuk memberikan perawatan

menjadi penuh tekanan. Kebutuhan keluarga akan pemberi

layanan kini terus meningkat. Individu dewasa menengah

dan orang tua berusia lanjut sering mengalami konflik

prioritas berkaitan dengan hubungan mereka, sedangkan

individu lanjut usia berusaha untuk tetap tidak bergantung.

Sebagian besar orang dewasa paruh baya dan orang tua

mereka memiliki hubungan yang dekat dan saling mengasihi

didasarkan kepada kontak yang sering terjadi dan bantuan

yang bersifat mutual (Antonucci & Akiyama, 1997;

Bengtson, 2001 dalam Papalia, et al, 2013).

d. Kesehatan PsikososialAnsietas

Ansietas adalah fenomena krisis kematangan yang berhubungan

dengan perubahan, konflik, dan kontrol terhadap lingkungan.

Individu dewasa sering mengalami ansietas dalam merespon

perubahan fisiologis dan psikososial yang terjadi pada usia

pertengahan. Ansietas memotivasi individu dewasa untuk meninjau


28

ulang tujuan hidup dalam menstimulasi produktivitas. Namun, bagi

beberapa individu dewasa, ansietas dapat memicu penyakit

psikosomatik dan kematian. Pada kasus ini, individu dewasa

menengah memandang kehidupan sebagai waktu hidup yang tersisa.

Secara jelas, penyakit yang mengancam kehidupan, transisi

pernikahan, atau stresor pekerjaan dapat meningkatkan ansietas

klien dan keluarganya.

Depresi. Depresi adalah gangguan suasana hati yang

dimanifestasikan dalam berbagai cara. Meskipun lebih sering

ditemukan pada usia antara 22-44 tahun, tetapi dapat ditemukan

juga pada individu dewasa pada usia pertengahan dan ditimbulkan

oleh banyak faktor. Faktor resiko depresi adalah menjadi wanita,

kegagalan atau kehilangan di pekerjaan, sekolah, atau dalam

hubungan keluarga, kepergian anak terakhir dari rumah, dan riwayat

keluarga.

Individu yang mengalami depresi ringan menunjukkannya dengan

perasaan sedih, murung, putus asa, jatuh dalam kesedihan, dan

penuh dengan air mata. Gejala lainnya adalah gangguan pola tidur

seperti sulit tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan

(hipersomnia), iritabilitas, perasaan tidak berguna, dan penurunan

kewaspadaan. Perubahan fisik seperti penurunan atau penambahan

berat badan, sakit kepala, atau selalu merasa lelah walaupun telah
29

beristirahat juga merupakan gejala depresi. Individu yang

mengalami depresi pada usia pertengahan biasanya mengalami

ansietas dengan intensitas sedang sampai berat dan mengalami

keluhan fisik. Perubahan suasana hati dan depresi biasanya terjadi

saat menopause. Penyalagunaan alkohol atau obat dapat membuat

depresi semakin berat.

B. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi terjadi ketika tekanan darah sistolik berada pada atau di atas

140 mm Hg atau darah diastolik. Tekanan berada pada atau di atas 90 mm

Hg. Tekanan darah orang dewasa normal kurang dari 120 mm Hg sistolik

dan 80 mm Hg diastolik. Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi

primer, merupakan penyebab sebagian besar kasus hipertensi. Tidak ada

penyebab yang diketahui secara pastik. Hipertensi sekunder dapat

disebabkan oleh kondisi penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, atau

sebagai efek buruk dari beberapa obat. Pengobatan untuk hipertensi

sekunder terjadi dengan menghilangkan penyebabnya (tumor adrenal,

obat-obatan) (Sheryl Sommer,2013).

Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistol lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah diastol lebih dari 90 mmHg pada waktu yang terus

berkelanjutan pada pemeriksaaan rata – rata tekanan darah sebanyak dua


30

atau tiga kali yang dilakukan oleh petgas kesehatan (Health, 2004 dalam

Nies dan Mc.Ewen, 2018).

2. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah menurut Join national commite on prevention,

detection, evaluation, and treatmen of high pressure VII/JNC VII dapat di

tunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini :

Kategori Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah

(mmHg) Diastol (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139: 80-89

Hipertensi Tingkat 1 140-159: 90-99

Hipertensi Tingkat 2 >160 > 100

(Nies dan Mc.Ewen, 2018).

3. Penyebab

Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan denyut

jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR).

Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat

menyebabkan hipertensi. Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat

terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau

responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal.

Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada

peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan
31

demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah

melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan

dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan

tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka

ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Hipertrofi

menyebabkan kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat

sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi

untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot

jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada

akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup

(Hayens, 2013).

4. Patofisiologi Hipertensi

Biasanya jantung memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi

kebutuhan sel akan oksigen dan nutrisi. Saat memompa, jantung memaksa

darah melalui pembuluh darah. Tekanan diberikan oleh darah di dinding

pembuluh darah diukur sebagai tekanan darah. Tekanan darah ditentukan

oleh cardiac output (CO), resistensi pembuluh darah perifer (PVR;

kemampuan pembuluh darah untuk meregangkan), viskositas (ketebalan)

darah, dan jumlah darah yang beredar atau volume. Kemampuan

peregangan pembuluh darah menurun, peningkatan viskositas darah, dan /

atau peningkatan volume cairan dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Beberapa proses yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Proses


32

ini termasuk regulasi sistem saraf, baroreseptor arteri dan kemoreseptor,

dan mekanisme renin-angiotensin aldosteron, dan menyeimbangkan cairan

tubuh. Satu cara tekanan darah dipengaruhi adalah melalui penyesuaian

CO, yang merupakan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menit.

Denyut jantung naik untuk meningkatkan CO menanggapi baik aktivitas

fisik maupun emosional itu membutuhkan lebih banyak oksigen untuk

organ dan jaringan. PVR juga mempengaruhi tekanan darah; itu adalah

pertentangan bahwa darah bertemu saat mengalir melalui arteri. Apa pun

penyebabnya Pembuluh darah menjadi lebih sempit menyebabkan

peningkatan PVR. Setiap kali PVR meningkat, dibutuhkan lebih banyak

tekanan untuk mendorong darah melalui pembuluh, sehingga tekanan

darah meningkat sebagai hasil dari suatu mekanisme. Jika PVR menurun,

makan tekana lebih sedikit yang dibutuhkan.

Peningkatan PVR arteriol adalah mekanisme utama yang meningkat

tekanan darah pada hipertensi. Faktor-faktor yang merusak pengaturan

normal tekanan darah dapat menyebabkan hipertensi. Banyak dari faktor-

faktor ini yang tidak baik dimengerti. Stimulasi sistem saraf simpatik, yang

menyebabkan vasokonstriksi, dapat berkontribusi terhadap hipertensi.

Perubahan pada baroreseptor dan chemoreseptor juga dapat mempengaruhi

perkembangan hipertensi. Untuk Contohnya, baroreseptor mungkin

menjadi kurang sensitif karena berkepanjangan peningkatan tekanan

pembuluh dan selanjutnya gagal untuk merangsang vasodilatasi melalui


33

peregangan pembuluh. Selain itu, peningkatan hormon yang menyebabkan

retensi natrium, seperti aldosteron, menyebabkan peningkatan retensi

cairan. Perubahan fungsi ginjal yang mengubah ekskresi cairan juga

menghasilkan peningkatan cairan tubuh secara keseluruhan yang dapat

berkontribusi untuk hipertensi (William dan Hopper, 2007).

5. Tanda dan Gejala

Seringkali hipertensi tidak menyebabkan tanda atau gejala selain

pembacaan tekanan darah tinggi. Akibatnya, hipertensi disebut sebagai

"silent killer." Pasien dengan hipertensi sering kali pertama didiagnosis

ketika mencari perawatan kesehatan karena alasan tidak berhubungan

dengan hipertensi. Dalam sejumlah kecil kasus, seorang pasien dengan

hipertensi mungkin mengeluh sakit kepala, hidung berdarah, kecemasan

berat, atau sesak napas, meskipun biasanya tidak mungkin bagi pasien

untuk menghubungkan ketidakhadiran atau adanya gejala dengan derajat

tekanan darah. Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari

dampak yang beraikbat merusak jangka panjang pada darah besar dan kecil

pembuluh jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai

penyakit organ target (William dan Hopper, 2007).


34

6. Faktor Resiko Hypertensi

Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Penduduk Amerika Serikat yang berumur 18 tahun keatas menderita

hipertensi 34 % pada pria dan 31 % pada wanita yang berkulit hitam,

sedangkan wanita berkulit putih 25% , pria 24% yang mengidap

hipertensi, sedangkan pada orang hispanik terdapat 23% pria dan 22%

wanita, pada keturunan Asia dan suku-suku di kepulauan Pasifik

diketemukan hanya 10% pria dan 8 % wanita sedangkan diantara

orang Indian Amerika kira-kira 27% pria dan wanitanya menderita

hipertensi (Sheps, 2005).

Di Indonesia pria di daerah perkotaan lebih banyak mengalami

kemungkinan menderita hipertensi dibanding wanita. Secara umum

wanita lebih banyak menderita hipertensi dibanding pria. Hipertensi

berdasarkan gender ini dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Wanita sering mengadopsi perilaku tidak sehat seperti merokok dan

pola makan yang tidak seimbang sehingga kelebihan berat badan;

depresi; dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pria hipertensi

lebih berkaitan dengan pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman

terhadap pekerjaan dan pengangguran (Sutanto, 2010).


35

b. Rasa atau Suku Bangsa

Di Amerika Serikat, kaum Negro Kota mempunyai prevalensi dua

kali lebih tinggi dari pada kelompok kulit putih dan lebih dari empat

kali lipat morbidity rate yang diakibatkan oleh hipertensi (Bustan,

2015).

c. Genetik atau Riwayat keluarga

Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka

sekitar 45 orang akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang

tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke

anak-anaknya. Faktor keturunan memiliki peran yang besar terhadap

munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya

kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar

monozigot (berasal dari satu sel telur) dibanding heterozigot (berasal

dari sel telur yang berbeda) (Sutanto, 2010).

Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang

dari orang tua kita menderita hipertensi maka sepanjang hidup kita

mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya, jika orang tua kita

menderita hipertensi maka kemungkinan kita mendapatkan hipetensi

60%, penelitian terhadap penderita hipertensi dikalangan orang

kembar dan anggota keluarga yang sama, menunjukan pada kasus-

kasus tertentu ada komponen keturunan yang berperan (Sheps, 2005).


36

Faktor resiko yang dapat diubah

a. Obesitas

Obesitas adalah massa tubuh meningkat yang disebabkan oleh

jaringan lemak yang jumlahnya berlebihan. Pada orang- orang

kegemukan sering terdapat hipertensi, walau sebabnya belum jelas.

Oleh sebab itu orang yang terlampau gemuk sebaiknya berusaha

untuk menurunkan berat badan. (Nies dan Mc.Ewen, 2018).

Berdasarkan penelitian, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi

hipertensi. Telah dibuktikan bahwa pula bahwa faktor kegemukan

mempunyai kaitan erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari.

Bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita

obesitas dengan hipertensi lebih lanjut dibandingkan dengan penderita

hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang menderita

obesitas, organ-organ tubuh dipaksa harus bekerja lebih berat, karena

harus membawa kelebihan berat badan yang tidak memberikan

manfaat langsung. Karena itu mereka merasa lebih cepat gerah

(merasa panas) dan lebih cepat berkeringat untuk menghilangkan

kelebihan panas tersebut (Dalimartha, 2008).

Indonesia telah merekomendasikan bahwa obesitas dapat diukur

dengan indek massa Tubuh (IMT) sebagai indikator kekurangan berat

badan, kelebihan berat badan atau obesitas IMT menggambarkan


37

obesitas menyeluruh atan general obesity yang paling akurat dapat

dihitung dengan mudah: IMT = BB (Kg)/TB2(m) (Kemenkes Ri,

2016).

Tabel 2.2 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh Kategori

< 18,5 BB Kurang

18,5 – 22,5 BB Normal

23 – 24,9 Gemuk dengan resiko

25 – 29,9 Obesitas Tingkat 1

> 30 Obesitas Tingkat 2

Sumber Depkes RI, 2004

b. Stres atau Ketegangan Jiwa

Stres bersifat fisik maupun mental menyebabkan ketegangan

dalam kehidupan sehari-hari, mengakibatkan jantung berdenyut lebih

kuat dan cepat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat

fungsi kelenjar tiroid tergangu dan produksi adrenalin meningkat

sehingga otak memerlukan darah lebih banyak (Budisetio, 2001).

Hormon epinefrin (adrenalin) atau kortisol yang dilepas saat stres

akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan

pembuluh darah dan meningkatkan tekanan jantung. Besarnya

peningkatan tekanan darah tergantung pada beratnya stres dan sejauh

mana kita dapat mengatasinya. Pengaruh stres yang akut biasanya


38

hanya sementara namun jika secara teratur menderita stres maka

kenaikan tekanan darah dalam jangka lama akan mengalami kerusakan

jantung, arteri, otak, ginjal, dan mata (Sheps, 2005).

c. Merokok

Rokok adalah salah satu kebiasaan yang identik dengan

kebanyakan penyakit tidak menular, termasuk terbukti hadir sebagai

resiko pada penelitian di negara-negara kawasan Sub Sahara Afrika

(Belue dkk, 2009). Menurut WHO (2002), individu yang terus

merokok cenderung meningkatkan hipertensi, hal ini disebabkan

adanya konsumsi kumulatif dari pengguna tembakau. Merokok dapat

meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa penelitian

didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah

dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok (Susalit, dkk,

2001).

Nikotin dalam tembakau penyebab meningkatnya tekanan darah

segera setelah isapan pertama, seperti zat-zat kimia yang terdapat

dalam asap rokok, nikotin diserap dalam pembuluh darah amat kecil

didalam paru-paru dan diedarkan kealiran darah hanya dalam

hitungan detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap

nikotin dengan member sinyal pada adrenal untuk melepas epineprin.

Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan


39

memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan-tekanan

yang lebih tinggi (Sheps, 2005).

d. Asupan garam.

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme

timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi

adalah melalui peningkatan volume plasma atau cairan tubuh dan

tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi

(pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi

keadaan sistem hemodinamik yang normal (Sutanto, 2010).

Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi.

Natrium dan klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi

natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium didalam

cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali,

cairan intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan

ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler

tersebut menyebabkan meningkatya volume darah, sehingga

berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).

e. Konsumsi Alkohol

Alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin)

atau hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit


40

atau menyembabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air

(Sheps, 2005).

Menurut Hendra Budiman, dari FK UNIKA Atmajaya, pada

penelitian epidemiologi dengan pendekatan cross sectional rata-rata

tekanan darah meningkat bila intake alkohol diatas 3 gelas perhari.

Pada penderita hipertensi yang konsumsi alkoholnya tinggi, tekanan

darah akan menurun dengan menurunnya konsumsi alkohol. Puddey,

salah satu pusat penelitian kesehatan di Australia, menemukan

penurunan tekanan darah yang bermakna pada peminum alkohol jenis

standard beer (5% alkohol) dan menggantikannya dengan swan

spensial light (0,9 alkohol).

7. Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah teridiri dari beberapa hal

diantaranya yaitu :

a. Memberikan pemahaman kepada klien tentang proses penyakit

hipertensi pencegahan dan pengobatannya

b. Meingkatkan partisipasi masyarakat pada program perawatan diri yang

meliputi

1) Mengurangi konsumsi garam (tidak melebihi 2000 mg

natrium/sodium per hari ) atau 1 sendok makan / hari.

2) Melakukan aktifitas fisik secara teratur olahraga selama 30 menit

perhari dilakukan selama 5 kali dalam seminggu


41

3) Tidak merokok dan menghindari asap rokok dari paparan

4) Diet sehat dan seimbang dengan makan sayur – sayuran

5) Mempertahankan berat badan agar ideal

6) Menghindsri minuman – minuma yang beralkohol dan bersoda

7) Mengola jiwa agar tidak stress dengan baik dan benar

c. Tidak adanya komplikasi Hipertensi

1) Tidak terdapat adanya gangguan pada penglihatan (katarak)

2) Tanda – tanda vital dalam batas normal, tekanan darah,nadi dan

pernafasan

3) Tidak ada nyeri saat bernafas dan udem

4) Fungsi ginjal dalam batas normal

5) Tidak terdapat gangguan pada saraf sensorik dan motoric

6) Tidak melaporkan adanya pusing, kuping berdengung, dan jatuh

(Nies dan Mc.Ewen, 2018).

C. Perilaku

1. Definisi

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua

makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia

itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.

(Notoatmodjo, 2012).
42

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan respon atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu

perilaku ini menjadi terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori

Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau stimulus organisme respons. Skinner

membedakan adanya dua respon. Dalam teori Skiner dibedakan adanya

dua respon:

a. Respondent respons atau flexi, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini

disebut eleciting stimulalation karena menimbulkan respon-respon

yang relatif tetap.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul

dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang ini

disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena mencakup

respon.

Menurut Notoatmodjo (2012) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka

perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.


43

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik

(practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

2. Domain perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan

respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari

orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon

terhadap stimulus yang berbeda yang disebut determinan perilaku.

Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

c. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang

mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2012), membagi

perilaku manusia kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif

(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil


44

pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan

(Notoatmodjo, 2012).

a. Pengetahuan

Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukun

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012). Proses yang didasari

oleh pengetahuan kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut

akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama

(Notoatmodjo, 2012).

b. Tingkat pengetahuan

1) Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut :

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang terjadi antara lain menyebutkan, menguraikan,

mengidenfikasi menyatakan dan sebagainya.


45

2) Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan benar tentang obyek yang diketahui, dan

dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan,

dan sebagainya.
46

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan

bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat

menyusun, dapat meringkas, dapat merencanakan dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada. (Notoatmodjo, 2012).

c. Cara mengukur pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan

seperangkat alat tes/kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau

diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban yang

benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi

nilai 0 (Notoatmodjo, 2012).


47

d. Proses adaptasi perilaku

Dari pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), yakni:

1) Awareness (kesadaran)

Subjek tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek)

terlebih dahulu

2) Interest (tertarik)

Dimana subjek mulai tertarik terhadap stimulus yang sudah

diketahui dan dipahami terlebih dahulu

3) Evaluation

Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus yang sudah

dilakukan serta pengaruh terhadap dirinya

4) Trial

Dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan perilaku baru

yang sudah diketahui dan dipahami terlebih dahulu

5) Adaption

Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikap terhadap stimulus.


48

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo

(2012) adalah:

1) Faktor internal

a) Umur

Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam

penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu

hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya

hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan.

Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula

ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan

seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

pengalaman yang diperoleh dari orang lain.

b) Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan,

sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur

(proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses

belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih mudah

menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan

penting dalam menentukan kualitas manusia dianggap akan

memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi


49

pendidikan, hidup manusia akan membuahkan pengetahuan

yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas.

c) Pekerjaan

Bekerja pada umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga.

2) Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok

b) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-

hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

(Notoatmodjo, 2012)
50

Sikap merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya

sendiri, orang lain, obyek atau isu.

a. Komponen pokok sikap

Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek

artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang

terhadap obyek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang

terhadap obyek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku

terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka

(Notoatmodjo, 2012).

b. Tingkatan sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2012):

1) Menerima (receiving)

Menerima di artikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap


51

karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga, misalnya seseorang mengajak ibu yang lain

(tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke

posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti

bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah segala yang mempunyai sikap yang

paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB,

meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya

sendiri.

c. Ciri-ciri sikap

Ciri-ciri sikap menurut Notoatmojo (2012) adalah:

1) Sikap bukan dilakukan sejak lahir melainkan dibentuk atau

dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan

obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif

biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.


52

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terhadap keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu obyek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari/berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek

tertentuyang dirumuskan dengan jelas.

4) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

Alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan - kecakapan

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Pernyataan sikap

yang berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap yang

bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.

Pertanyaan seperti ini disebut dengan pertanyaan yang tidak

favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar

terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah

yang seimbang. Dengan demikian pernyataan disajikan tidak

semua positif dan semua negatif yang seolah-olah isi skala

memihak/mendukung sama sekali obyek sikap (Notoatmojo,

2012).
53

d. Sifat sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif

menurut Notoatmojo (2012):

1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

2) Sikap negatif terhadap kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek

sikap antara lain:

1) Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam

situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang

yang dianggap penting tersebut.


54

3) Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai

sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang

memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat

asuhannya.

4) Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainya, berita yang seharusnya faktual disampaikan

secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap sikap

penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

Lembaga pendidikan dan lembaga agama, Konsep moral dan

ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau

pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

5) Faktor emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk.

f. Pengukur sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung

dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana


55

pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Misalnya,

bagaimana pendapat responden tentang kegiatan posyandu, atau juga

dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan

obyek tertentu, dengan menggunakan skala likert (Notoatmodjo,

2012).

Skala likert merupakan metode sederhana dibandingkan dengan skala

Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 poin disederhanakan

menjadi 2 kelompok yaitu favorable dan unfavoruble sedangkan item

yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral

tersebut, likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-

masing responden diminta melakukan agreement dan disagreement

untuk masing-masing item dalam skala yang skala yang terdiri dari 5

poin (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju).

Semua item yang favorable kemudian diubah nilainya dalam angka

sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju

nilainya 5. (Wawan dan Dewi, 2010).

4. Praktik atau tindakan

a. Definisi

Suatu sikap optimis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan


56

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

ada fasilitas (Notoatmodjo, 2012).

b. Tingkatan Praktik

1) Persepsi (persection)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkatan

pertama. Misalnya, seseorang ibu dapat memilih makanan yang

bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2) Responsi terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang besar dan

sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat

dua. Misalnya, seseorang ibu dapat memasak dengan benar, mulai

dari mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak,

menutup pancinya dan sebagainya.

3) Mekanisme (mecanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka

ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seseorang ibu

yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu,

tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.


57

4) Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang

bergizi tinggi berdasarkan berdasarkan bahan-bahan yang murah

dan sederhana (Notoatmodjo, 2010).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,

kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang

diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan

atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai

baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat

juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior) (Notoatnodjo,

2012).

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku

baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan diatas, yakni

melalui proses perubahan : pengetahuan (knowladge), sikap

(attitude), praktik (practice) atau “KAP”. Beberapa penelitian telah

membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan

bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (KAP),

bahkan didalam praktik sehari-hari terjadi sebaiknya. Artinya,


58

seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan

sikap masih negatif.

Untuk memperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat

adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga

dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan (recall) atau

mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden

beberapa waktu yang lalu. (Notoatmodjo, 2012).

c. Indikator dalam praktik kesehatan

1) Praktik (tindakan) sehubungan dengan penyakit

Tindakan ini mencakup: pencegahan penyakit dan penyembuhan

penyakit.

2) Praktik (tindakan) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

3) Praktik (tindakan) kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2012).

Untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap dapat

dilakukan melalui wawancara terstruktur, maupun wawancara

mendalam, dan “focus group discussion” (FGD) khusus untuk

penelitian kualitatif. Sedangkan untuk memperoleh data praktik

yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun

dapat dilakukan melalui wawancara melalui pendekatan “recall”

atau mengingat kembali perilaku atau tindakan yang telah

dilakukan oleh responden (Notoatmodjo, 2012).


59

5. Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Perilaku

Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku Menurut Lawrence Green

(1980) dalam Notoatmodjo (2012), perilaku diperilaku oleh 3 faktor

utama, yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-

hal yang berkaitan dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan

sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat

pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan

bergizi, dsb. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti

puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa,

dokter atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial,

baik dukungan suami maupun keluarga.

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat

(toma), tokoh agama (toma), sikap dan perilaku pada petugas

kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang peraturan-peraturan


60

baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan

kesehatan.

D. Posbindu

1. Definisi

Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan

deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara

mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai

bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor

risiko PTM tidak memberikan gejala pada yang mengala-minya. Posbindu

PTM merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang

berorientasi kepada upaya promotif dan preventif dalam pengendalian

PTM dengan melibatkan masyarakat mulai dari perenca-naan, pelaksanaan

dan monitoring-evaluasi. Masyarakat diperankan sebagai sasaran kegiatan,

target perubahan, agen pengubah sekaligus sebagai sumber daya. Dalam

pelaksanaan selanjutnya kegiatan Posbin-du PTM menjadi Upaya

Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM), di mana kegiatan ini

diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan sumber daya, kemampuan,

dan kebutuhan masyarakat (Kemenkes, 2014).

2. Perencanaan Posbindu

Persiapan dalam penyelenggaraan Posbindu PTM didahului dengan

identifikasi kelompok potensial yang ada di masyarakat, sosial-isasi dan


61

advokasi, fasilitasi teknis, dan logistik, pengaturan mekanisme kerja antara

tenaga pelaksana Posbindu PTM dengan pembinanya, serta sumber

pembiayaan. Secara substansi Posbindu PTM mengacu kepada kegiatan,

bukan terhadap tempat. Hal ini yang membedakan Posbindu PTM dengan

UKBM lainnya. Kegiatannya berupa deteksi dini, monitoring faktor risiko

PTM serta tindak lanjutnya.

Kegiatan ini dapat berlangsung secara terintegrasi dengan kegia-tan

masyarakat yang sudah aktif seperti majelis taklim, karang taruna,

PERSADIA, YKI, Yastroki, YJI dan Klub Jantung Sehat dan lain-lain dan

dapat dikembangkan pada kelompok khusus seperti kelompok Jemaah

Haji, anak sekolah, pekerja/karyawan, pengemudi di perusahaan angku-

tan/PO Bus, kelompok masyarakat adat, kelompok masyarakat keag-

amaan, petani/nelayan, masyarakat binaan negara di lembaga

pemasyarakatan (Kemenkes, 2014).

3. Manfaat Posbindu

Manfaat dari Posbindu adalah pengetahuan masyarakat menjadi

meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong

minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu

sehingga lebih percaya diri dihari. Posbindu ini merupakan bentuk

pendekatan proaktif untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan

kemandirian masyarakat yang mengutamakan aspek promotif dan


62

preventif. Disamping aspek kuratif dan rehabilitative posbindu mempunyai

manfaat sebagai berikut :

a. Memberikan semangat hidup bagi masyarakat

b. Memberikan keringanan biaya pelayanan kesehatan bagi keluarga yang

tidak mampu

c. Memberikan bimbingan pada usia lanjut dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatanya, agar tetap sehat dan mandiri. (Depkes,

2007).

4. Tujuan Posbindu

a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,

sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran masyarakat dalam

pelayanan posbindu untuk meningkatkan komunikasi.

c. Mengurangi angka kematian di masyarakat.

d. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam pembinaan

kesehatan masyarakat yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan penilaian termasuk

pembinaan dan pengembangan.

e. Meningkatkan kemampuan kader dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat.
63

f. meningkatkan kemampuan petugas puskesmas untuk menggalang

peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan di wilayah

kerjanya.

g. Meningkatkan peran serta masyarakat, keluarga, kader, organisasi

sosial dan lembaga swadaya masyarakat dalam penyelenggaraan

pembinaan kesehatan usia lanjut (Kemenkes, 2014).

5. Strategi Pembinaan

Strategi pembinaan kesehatan usia lanjut dilaksanakan sebagai berikut:

a. Menyesuaikan perencanaan pembinaan kesehatan masyarakat dalam

perencanaan puskesmas.

b. Menyesuaikan pengorganisasian dan pelaksanaan pembinaan

kesehatan masyarakat dengan kegiatan pokok lainnya.

c. Melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan

masyarakat sesuai kondisi dan kebutuhan setempat.

d. Mendorong terwujudnya peran serta masyarakat khususnya dalam

pembinaan kesehatan semua usia melalui swadaya masyarakat, PKK,

organisasi lainnya.

6. Sasaran Posbindu

a. Sasaran langsung kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun) kelompok

usia lanjut (60 tahun ke atas) kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi

(70 tahun ke atas).


64

b. Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut

berada, masyarakat di lingkungannya, organisasi sosial yang peduli

terhadap pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas lain yang

menangani Kelompok Usia Dewasa dan Lansia dan masyarakat luas.

7. Langkah – langkah

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembinaan kesehatan

masyarakat sebagai berikut:

a. Perencanaan

1) Informasi pembinaan kesehatan Masyarakat.

2) Membuat kesepakatan tentang pelaksanaan pembinaan kesehatan

masyarakat.

3) Melakukan pembimbingan pembinaan kesehatan masyarakat

kepada staf puskesmas.

4) Membuat rencana kegiatan pembinaan kesehatan masyarakat.

5) Melakukan pendekatan lintas jalur tingkat kecamatan dan desa

termasuk lembaga swadaya masyarakat dan LKMD untuk

menginformasikan dan menjelaskan perannya dalam pembinaan

kesehatan masyarakat.

6) Melakukan survei mawas diri bersama tenaga kecamatan dan desa

setempat untuk mengenal masalah yang berkaitan dengan

kesehatan masyarakat.

7) Melakukan musyawarah masyarakat desa untuk mencapai

kesepakatan tentang upaya yang akan dilakukan.


65

8) Membentuk kelompok kerja/tim kerja dalam pembinaan kesehatan

masyarakat.

9) Mendorong pembentukan dan pengembangan pembinaan kesehatan

usia lansia dan dewasa di masyarakat secara mandiri (Kemenkes,

2014).

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan mencakup secara umum kegiatan

pelaksanaan promotif dan preventif:

1) Kegiatan Promotif

Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan gairah

hidup para usia lanjut agar merasa tetap dihargai dan tetap berguna

. upaya promotif juga ditunjukan kepada keluarga dan masyarakat

di lingkungan usia lanjut. Kegiatan ini berperan upaya penyuluhan

mengenai perilaku hidup sehat , pengetahuan tentang gizi usia

lanjut, pengetahuan tentang proses denegeratif yang akan terjadi

pada usia lanjut, upaya meningkatkan kesegaran jasmani serta

upaya lain yang dapat memelihara kemandirian serta produktifitas

usia lanjut.

2) Kegiatan preventif

Upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencegah sedini mungkin

terjadinya penyakit dan komplikasi yang di akibatkan oleh proses

degeneratif. Kegiatan yang di lakukan berupa deteksi dini


66

kesehatan usia lanjut yang dapat dilakukan di kelompok,

puskesmas.

8. Mekanisme Posbindu

Penyelenggaraan posbindu dilaksanakan oleh kader kesehatan yang

terlatih, tokoh dari PKK dan tokoh masyarakat dibantu oleh tenaga

kesehatan dari puskesmas. Posbindu di selenggarakan berdasarkan

mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan suatu wilayah. Ada yang

menyelenggarakan posbindu dengan system 5 meja, dengan kegiatan

sebagai berikut :

a. Tahap Meja Satu

Pendaftaran dilakukan sebelum pelaksanaan pelayanan

b. Tahap Meja Kedua

Pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan, serta penimbangan

berat badan dan pengukuran tinggi badan.

c. Tahap Meja Ketiga

Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan

status mental.

d. Tahap Meja Keempat

Pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana)

e. Tahap Meja Kelima

Pemberian penyuluhan dan konseling


67

9. Bentuk Pelayanan Posbindu

a. Pemeriksaan aktifitas, seperti mandi, makan dan minum, mencuci baju,

berpakaian, berjalan,.

b. Pemeriksaan status mental : pemeriksaan ini berhubungan dengan

mental emosi.

c. Pengukuran Tekanan Darah..

d. Pelaksanaan rujukan bila diperlukan untuk dirujuk.

e. Penyuluhan dan Konseling kesehatan masyarakat.

10. Kegiatan petugas puskesmas

a. Melakukan penyuluhan secara teratur dan berkesinambungan sesuai

kebutuhan melalui berbagai media mengenai usia lanjut. Upaya ini di

lakukan terhadap berbagai kelompok sasaran itu sendiri usia lanjut,

keluarga dan masyarakat.

b. Melakukan penjaringan usia lanjut resiko tinggi , pemeriksaan berkala,

memberi petunjuk upaya pencegahan penyakit, gangguan psikososial

dan bahaya kecelakaan yang dapat terjadi pada usia lanjut.

11. Kegiatan masyarakat

a. Melakukan kegiatan olah raga secara teratur sesuasi kemampuan,

secara perorangan atau kelompaok , ikut serta dalam kegiatan rekreasi,

ketrampilan, pengembangan hobi dll.

b. Menjalani pemeriksaan secara berkala, mengisi catatan pribadi secara

teratur, makan sesuai kebutuhan gizi, perilaku sehat.


68

c. Berperan serta terhadap penyuluhan mengenai kesehatan usia lanjut

secara berkelompok melalui media massa (Kemenkes, 2014).

E. Kader

1. Definisi Kader

a. Definisi Kader adalah Tenaga sukarela yang dipilih masyarakat dan

bertugas mengembangkan masyarakat ( Yulifah, dkk 2009).

b. Kader adalah laki-laki atau permpuan yang sudah terlatih untuk

menanggani masalah kesehatan (Meilani, dkk 2009)

c. Kader secara umum kader yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat ,

dipilih oleh masyarakat dan bekerja secara sukarela untuk menjadi

penyelengara posbindu lansia (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

2. Fungsi Kader

a. Fungsi Kader Merencanakan kegiatan antara lain menyampaikan data,

b. Melakukan komunikasi, informasi , motivasi.

c. Menggerakan masyarakat, mendorong masyarakat untuk bergotong

royong dan mengadakan kesepakatan kegiatan apa yang akan

dilaksanakan.

d. Memberi pelayanan:

1) Membagi obat

2) Membantu mengumpulkan bahan pemeriksaan

3) Mengawasi pendatang didesannya supaya melapor

4) Memberi pertolongan pemantauan penyakit.


69

3. Tugas Kader

Kader bukanlah tenaga professional melainkan hanya membantu dalam

pelayanan kesehatan, dalam rangka melaksanankan kegiatan antara lain:

Kegiatan di posyandu:

a. Melaksanakan pendaftaran

b. Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan

c. Memberikan penyuluhan

d. Memberi dan membantu pelayanan kesehatan.

4. Syarat menjadi kader

a. Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat

b. Bersedia dan mampu bekerja bersama masyarakat secara sukarela

c. Bisa membaca dan menulis huruf latin

d. Sabar dan memahami usia lanjut

5. Peran kader dan penyelenggaraan Posbindu

a. Memberitahukan hari dan jam buka Posbindu kepada masyarakat

b. Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan Posbindu sebelum

pelaksanaan Posbindu (buku catatan, KMS, alat peraga)

c. Melakukan pendaftaran

d. Melakukan penimbangan

e. Mencatat hasil penimbangan pada KMS

f. Melakukan penyuluhan perorangan kepada lansia

6. Peran Kader Diluar Posbindu

a. Mengunjungi rumah bagi lansia yang tidak hadir.


70

b. Melakukan Survei Mawas Diri atau pendekatan sesama petugas.

c. Melaksanakan musyawaroh bersama untuk menentukan jadwal

Posbindu dilaksanakan.

d. Menentukan lansia yang akan dikunjungi (lansia yang beresiko).

e. Mengajak lansia untuk hadir di Posbindu.

f. Memberikan informasi Posbindu dan menggalang sumber daya seperti

dana.

g. Melakukan kegiatan Posbindu seperti : jalan sehat, senam lansia,

bersepeda atau kegiatan lainnya seperti mengikuti pengajian.

h. Melakukan pencatatan.

(R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).

Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli di atas,

dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain

sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta

mempunyai kredibilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan

masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan

tetap, pandai membaca dan menulis, serta sanggup membina masyarakat

sekitarnya (Efendi Ferry dan Makhfudli, 2009).

Brownstein et al. (2007 dalam IOM, 2010) meninjau uji coba terkontrol secara

acak (RCT) dan penelitian lain untuk menguji efektivitas kader dalam

mendukung perawatan individu dengan hipertensi. Sorotan dari ulasan


71

termasuk perubahan perilaku positif dalam 9 dari 10 studi menujukkan hasil

yang lebih baik, meningkatkan kepatuhan terhadap obat-obatan, dan

meningkatkan kontrol terhadap tekanan darah. Di antara 5 studi yang

membahas kepatuhan terhadap obat, 2 RCT melihat peningkatan yang

signifikan pada kelompok intervensi yang termasuk peranan kader

dibandingkan dengan kelompok kontrol. RCT lain ditemukan 26 persen

kepatuhan yang lebih besar di antara pasien yang menerima intervensi kader

secara teratur.

Penelitian yang lain yaitu sebuah studi time-series dan studi sebelum dan

sesudah juga mencatat peningkatan dengan Intervensi Kader. Sehubungan

dengan kontrol tekanan darah, 9 dari 10 studi melaporkan peningkatan positif.

Peningkatan kontrol tekanan darah berkisar antara 4 hingga 46 persen selama

periode waktu yang berbeda (6 hingga 24 bulan). Peran dan tugas Kader

cenderung serupa di seluruh studi dan mencerminkan tujuan bersama

meningkatkan kontrol tekanan darah melalui serangkaian dukungan perilaku

dan sosial yang diawasi oleh petugas kesehatan. Tindakan meliputi

pengukuran dan pemantauan tekanan darah,pemberian pendidikan kesehatan

kepada pasien dan keluarga tentang perilaku faktor risiko hipertensi;

merekomendasikan perubahan dalam diet dan aktivitas fisik; menjelaskan

protokol perawatan, masalah asuransi kesehatan, dan pentingnya mematuhi

rejimen pengobatan, memberikan bantuan dengan melakukan rujukan kepada

petugas, melayani sebagai mediator antara pasien dan perawatan kesehatan


72

dan sistem layanan sosial dan akhirnya, mendengarkan keluhan pasien dan

keluarga, memotivasi mereka, mengurangi isolasi mereka, dan memimpin

swadaya kelompok di masyarakat (Brownstein et al. (2007 dalam IOM, 2010).

Beberapa peran dan keberhasilan yang dicapai tampaknya serupa dengan

mereka dari perawat yang telah memberikan intervensi pendidikan yang

ditujukan untuk mengontrol hipertensi dan menyarankan strategi yang efisien

untuk mewujudkan peningkatan pengobatan dan kontrol tekanan darah yang

berkelanjutan untuk ditargetkan secara rasial atau beragam populasi berisiko

tinggi secara etnis. Meskipun orang awam terlatih tidak dapat melakukan

dalam kapasitas yang sama dengan perawat profesional dan pendidik

kesehatan, dengan pelatihan dan pengawasan yang tepat mereka dapat berhasil

berkontribusi pada perawatan anggota masyarakat dengan hipertensi

(Bosworth et al., 2005 dalam IOM,2010).

F. Teori Health Promotion Model (HPM) menurut Pender

1. Konsep Mayor

a. Prior Related Behavior

Secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada Likelihood of

engaging in health-promoting behaviors.


73

b. Personal Factors

Kategorinya, biologis, psikologis, dan sosiokultur. Faktor ini

memprediksikan pemberian perilaku dan dibentuk secara alami dalam

target perilaku menjadi pertimbangan.

c. Personal Biological Factors

Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah variabel seperti umur, jenis

kelamin, Masa indek tubuh, status pubertas, status menopouse,

kekuatan, keseimbangan.

d. Personal Psycological Factors

Yang termasuk kedalam faktor ini adalah harga diri, motivasi diri,

kemampuan diri, definisi kesehatan, pemahaman status kesehatan.

e. Personal Sociocultural Factors

Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah ras, etnik, pendidikan, dan

status sosioekonomi.

f. Perceived Benefits of Action

Perceived Benefits of Action di antisipasikan sebagai hasil akhir

positif yang akan terjadi dari perilaku kesehatan.

g. Perceived Barriers to Action

Perceived Barriers to Action di antisipasikan,di imajinasikan atau blok

nyata dan ganti rugi individu sebagai usaha pemberi perilaku.


74

h. Perceived Self-Efficacy

Perceived Self-Efficacy adalah pendapat dari kemampuan individu

untuk mengorganisasikan dan menjalankan sebuah promosi perilaku

kesehatan.

i. Activity-Related Affect

Activity-Related Affect di gambarkan sebagai perasaan subjektif

positif atau negatif yang terjadi sebelum, atau sejak mengikuti

perilaku dasar yang menstimulus diri dari perilaku dirinya sendiri.

j. Interpersonal Influences

Pengaruh ini adalah perilaku yang berfokus pada pengetahuan,

keyakinan atau tata krama dan lainnya. Pengaruh interpersonal

termasuk norma, sosial suport, dan modeling. Sumber utama dari

pengaruh interpersonal ini adalah keluarga, kelompok, dan pemberi

pelayanan kesehatan.

k. Situational Influences

Situational Influences adalah persepsi dan pengetahuan individu

tentang banyak pemberi situasi atau bahasannya dapat memfasilitasi

atau mengganggu perilaku. Pengaruh situasi mungkin mempunyai

pengaruh secara langsung maupun tidak langsung dalam perilaku

kesehatan.
75

l. Commitment to a plan of action

Komitmen ini menggambarkan konsep dari tujuan dan identifikasi dari

strategi perencanaan yang berperan penting dalam mengimplementasi

perilaku kesehatan.

m. Immediate Competing Demans and Preferences

Competing Demans adalah alternatif perilaku individu yang

mempunyai kontrol lemah, karena ada kemungkinan yang terjadi di

lingkungan seperti bekerja atau kepekaan atau kepekaan keluarga.

n. Competing Preferences adalah alternatif perilaku yang melibatkan

individu relatif kontrol tinggi, seperti memilih ice cream atau apel

untuk makanan ringan.

o. Health-Promoting Behavior

Health-Promoting Behavior adalah sebuah poin akhir atau hasil akhir

dari aksi yang secara langsung terhadap pencapaian hasil akhir

kesehatan yang positif seperti pencapaian yang optimal, pemenuhan

kebutuhan individu, dan produktivitas hidup. Contoh: memilih

makanan sehat, manajemen stres, pertumbuhan spiritual, dan

membangun hubungan yang positif (Alligod,2014)

2. Model konseptual Pender

HPM mengikuti tiga variabel baru setelah dilakuan revisi dimana variabel

tersebut membawa pengaruh kepada individu untuk tertarik dalam perilaku

promosi kesehatan yang merupakan outcome dari HPM. (Pender, 2015)

variabel tersebut antara lain, a). Activity-related affect, b). Commitment to


76

a plan of action, c). Immediate competing demand and preferences (Lihat

Gambar 2.2 ).

Hasil Perilaku
Sifat2 & Pengalaman Perilaku Spesifik
Individu Pengetahuan dan Sikap
Keuntungan2 dari
tindakan yang
dirasakan
Kebutuhan
Penghambat2 untuk bersaing segera
Hubungan
bertindak yang (control rendah) &
dengan perilaku
dirasakan Pilihan2 (Kontrol
sebelumnya
tinggi
Kemajuan diri yang
dirasakan

Tindakan yang terkait


Faktor Pribadi; Komitment Metode
biologi,psikologis yang mempengaruhi Perilaku
pd Rencana
, social budaya Promosi
Tindakan Kesehatan
Pengaruh hubungan
(HPM)
interpersonal (klg,
kelompok, provider),
norma dukungan dan
model

Pengaruh situasional;
pilihan, sifat
kebutuhan; estetika

Gambar 2.2 Health Promotion Model (Revised)

a. Asumsi Dasar Health Promotion Model menurut Pender

1) Manusia mencoba menciptakan kondisi agar tetap hidup di mana

mereka dapat mengekspresikan keunikannya.


77

2) Manusia mempunyai kapasitas untuk merefleksikan kesadaran

dirinya, termasuk penilaian terhadap kemampuannya.

3) Manusia menilai perkembangan sebagai suatu nilai yang positif dan

mencoba mencapai keseimbangan antara perubahan dan stabilitas.

4) Setiap individu secara aktif berusaha mengatur perilakunya.

5) Individu merupakan makhluk biopsikososial yang

kompleks, berinteraksi dengan lingkungannya secara terus menerus,

menjelmakan lingkungan yang diubah secara terus menerus.

6) Profesional kesehatan merupakan bagian dari lingkungan

interpersonal yang berpengaruh terhadap manusia sepanjang

hidupnya.

7) Pembentukan kembali konsep diri manusia dengan lingkungan

adalah penting untuk perubahan perilaku (Pender, 2015).


G. KERANGKA TEORI

Perilaku Deteksi Dini Merasakan Manfaat


Hipertensi Yang Tindakan
Buruk
Hambatan yang
dirasakan
Faktor Personal
a. Faktor Biologis Pemberian Komitmen
Pelatihan Kader Perilaku
1.Umur Terhadap
Posbindu Self Efficacy Deteksi Dini
2.Jenis Kelamin Rencana
3.Pendidikan Tentang Deteksi Hipertensi
Tindakan
4.Status Ekonomi Dini Hipertensi
Pengaruh hubungan
b. Faktor Psikologis interpersonal (klg,
1.Motivasi kelompok, provider),
2.Persepsi Status norma dukungan dan
kesehatan model
c. Faktor
Sosiokultural Pengaruh situasional;
1.budaya pilihan, sifat
kebutuhan; estetika

Gambar. 2.3.( Dimodifikasi dari Tommy dan Alligood, 2015).

78

You might also like