Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Hanik Purnomowati
NIM. 180070300111037
A. DEFINISI
Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan
pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan
usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500 gram.
Hyaline membrane disease merupakan perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang.
Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Jadi, Hyaline membrane disease merupakan hal yang paling sering terjadi pada
bayi premature yang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat perkembangan imatur
pada system pernafasan.
Fungsi Paru-Paru
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena
tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi
untuk mengeluarkan KARBONDIOKSIDA (CO2) dan UAP AIR (H2O).
Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan
karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap
karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di
paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui
hidung.
Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan
aktif. Surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Surfaktan dibuat oleh sel alveolus
tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan
pada gestasi 24-26 minggu,yang mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu.
Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang
terdapat pada sel alveolus. Pada bayi premature, produksi surfaktan seringkali tidak
memadai guna mencegah alveolar collapse dan atelektasis sehingga dapat terjadi
Respitarory Distress Syndrome (RDS).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan
yang terdiri dari: atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran
darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi penderita HMD biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan
antara 1200 – 2000 g dengan masa gestasi antara 30 – 36 minggu. Jarang ditemukan
pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu.
Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama
pada umur 6 – 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 – 72 jam dan setelah
itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan. Apabila membaik gejala
biasanya menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan
perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan klinis seperti :
1. Dispnea atau hiperpnea
2. Sianosis
3. Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostals
4. Rintihan saat ekspirasi (grunting)
5. Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit)
6. Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru
7. Mungkin pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur arteriosus
yang paten
8. Kardiomegali
9. Bradikardi (pada HMD berat)
10. Hipotensi
11. Tonus otot menurun
12. Edem.
Gejala HMD biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya terjadi
perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis spontan dan
kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih rendah.
Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2 dan
ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks),
perdarahan paru atau interventrikuler.
Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin
dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada HMD yang tanpa komplikasi maka
surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat
memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil
dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu
pertama.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran Rontgen
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium HMD yaitu :
Stadium 1: Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
Stadium 2: Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru
Stadium 3: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara
lebih luas
Stadium 4: Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat
dilihat
2. Laboratorium
Kimia darah :
Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl
Merendahnya bikarbonat standar
pH darah dibawah 7,2
PaO2 menurun
PaCO2 meninggi.
3. Echocardiografi
Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah dan
derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan
menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan struktural jantung.
5. Amniosentesis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari cairan amnion dengan
melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal). Rasio lesitin-spingomielin
G. PENATALAKSANAAN
Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis sebaik-
baiknya,agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga
dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya
Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar
tetap dalam batas normal (36,5 – 37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator.
Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 – 80%).
3. Pemberian cairan, glukosa dan elektrolit sangan berguna pada bayi yang menderita
penyakit membrane hialin.
Prinsip: Pada fase akut, harus diberikan melalui intravena. Cairan yang diberikan harus
cukup untuk menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang
adekuat. Pada hari-hari pertama diberiksan glukosa 5 – 10 % dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan (60 – 125 ml/kgbb/ hari). Asidosis metabolik
yang selalu terdapat pada penderita, harus segera diperbaiki dengan pemberian
NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan keseimbangan asam-basa tubuh harus
diperiksa secara teratur agar pemberian NaHC O3 dapat disesuaikan dengan
mempergunakan rumus : kebutuhan NaHCO 3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat badan
bayi. Kebutuhan basa ini sebagian dapat langsung diberikan secara intravena dan
sisanya diberikan secara tetesan. Pada pemberian NaHCO3 ini bertujuan untuk
mempertahankan pH darah antara 7,35 – 7,45. Bila fasilitas untuk pemeriksaan
keseimbangan asam-basa tidak ada, NaHCO3 dapat diberikan dengan tetesan. Cairan
yang dipergunakan berupa campuran larutan glukosa 5- 10% dengan NaHCO 3 1,5%
dalam perbandingan 4:1. Pada asidosis yang berat, penilaian klinis yang teliti harus
dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat.
Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan parsial O 2
diharapkan antara 50 – 70 mmHg. PaCO 2 diperbolehkan antara 45 – 60 mmHg
(permissive hypercapnia). pH diharapkan tetap diatas 7,25 dengan saturasi oksigen
antara 88 – 92%.2
4. Pemberian antibiotika.
Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas,
biasanya dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin
3mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada
infeksi, pemberian antibiotika dihentikan.
5. Surfaktan
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika bayi terbukti mengalami penyakit
membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap
6 – 12 jam untuk total 2 - 4 dosis, tergantung jenis preparat yang dipergunakan
Bagan. Algoritma untuk penanganan distres pernafasan pada bayi kurang bulan
H. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek (akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan
RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS
dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
Kondisi seperti perdarahan placenta
Tipe dan lamanya persalinan
Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan
Apgar score, apakah terjadi aspiksia
Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
Neurologis
Immobilitas, kelemahan, flaciditas
Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
Nafas grunting
Nasal flaring
Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
STATUS BEHAVIORAL
Lethargy
STUDY DIAGNOSTIK
Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk
janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar
yang rusak
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kolaboratif problem : Insufisiensi respiratory berhubungan dengan penurunan volume
dan komplians paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar
Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant
terhadap RDS dapat teridentifikasi
Intervensi Rasional
1. Kaji infant yang beresiko mengalami RDS Pengkajian diperlukan untuk menentukan
yaitu : intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan
Riwayat ibu dengan daibetes mellitus atau
adanya tanda disstres nafas dan terutama
perdarahan placenta untuk memperbaiki prognosa
Prematuritas bayi
Hipoksia janin
Kelahiran melalui operasi caesar
2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk : Perubahan tersebut mengindikasikan RDS
3.
telah terjadi, panggil dokter untuk tindakan
Takipnea (pernafasan diatas 60 x per
secepatnya
menit, mungkin 80 – 100 x)
Pernafasan bayi meningkat karena
Nafas grunting peningkatan kebutuhan oksigen
Retraksi intercostal, suprasternal atau resistensi dari respirasi dengan membuka lebar
Monitor PO2 trancutan atau nilai pulse Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non
oksimetri secara kontinyu setiap jam invasif menunjukkan prosentase oksigen saat
inspirasi udara.
Intervensi Rasional
Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat
bb/ hari secara oral
Pasang selang nasogastrik atau orogastrik Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak
untuk dapat memasukkan makanan jika mungkin dilakukan.
diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi
lambung
Cek lokasi selang NGT dengan cara : Untuk mencegah masuknya makanan ke
Aspirasi isi lambung saluran pernafasan
Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi
masuknya udara pada lambung
Letakkan ujung selang di air, bila masuk
lambung, selang tidak akan memproduksi
gelembung
Berikan makanan sesuai dengan prosedur Memberikan makanan tanpa menurunkan
berikut : tingkat energi bayi
Elevasikan kepala bayi
Berikan ASI atau susu formula dengan
prinsip gravitasi dengan ketinggian 6 – 8
inchi dari kepala bayi
Berikan makanan dengan suhu ruangan
Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1
jam
Berikan TPN jika diindikasikan TPN merupakan metode alternatif untuk
mempertahankan nutrisi jika bowel sounds
tidak ada dan infants berada pada stadium
akut.
Intervensi Rasional
Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 Penggantian cairan secara adekuat untuk
– 100 ml/kg bb/hari mencegah ketidakseimbangan
Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari, Mempertahankan asupan cairan sesuai
tergantung dari urine output, penggunaan kebutuhan pasien. Takipnea dan penggunaan
pemanas dan jumlah feedings pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan
cairan
Pertahankan tetesan infus secara stabil, Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan
gunakan infusion pump cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi
keadaan fatal.
Monitor intake cairan dan output dengan Catatan intake dan output cairan penting untuk
cara : menentukan ketidak seimbangan cairan
Timbang berat badan bayi setiap 8 jam sebagai dasar untuk penggantian cairan
Timbang popok bayi untuk menentukan urine
output
Tentukan jumlah BAB
Monitor jumlah asupan cairan infus setiap
hari
Lakukan pemeriksaan sodium dan Peningkatan tingkat sodium dan potassium
potassium setiap 12 atau 24 jam mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan
potensial ketidakseimbangan elektrolit
Intervensi Rasional
Kaji respon verbal dan non verbal orangtua Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan
terhadap kecemasan dan penggunaan membangun strategi koping yang efektif
koping mekanisme
Bantu orangtua mengungkapkan Membuat orangtua bebas mengekpresikan
perasaannya secara verbal tentang kondisi perasaannya sehingga membantu menjalin
sakit anaknya, perawatan yang lama pada rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat
unit intensive, prosedur dan pengobatan kecemasan
infant
Berikan informasi yang akurat dan konsisten Informasi dapat mengurangi kecemasan
tentang kondisi perkembangan infant
Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk Memfasilitasi proses bounding
mengunjungi dan ikut terlibat dalam
perawatan anaknya
Rujuk pasien pada perawat keluarga atau Rujukan untuk mempertahankan informasi
komunitas yang adekuat, serta membantu orangtua
menghadapi keadaan sakit kronis pada
anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asril Aminullah & Arwin Akib. Penyakit membran Hialin, dalam Markum (editor), Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-
306.
2. Asril Aminullah. Gangguan Pernapasan, dalam Rusepno Hassan & Husein Alatas (editor),
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian IKA FKUI, Jakarta, 1985, hal. 1083-1087.
3. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi
Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.
126-45.
4. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Available from: www.pediatrik.com/buletin/06224113905-
76sial.doc