Professional Documents
Culture Documents
1, Juni 2017
Ellya Susilowati*, Krisna Dewi, Meiti Subardhini, Dwi Yuliani, Tuti Kartika,
Rini Hartini Rindra, Rahmat Syarif Hidayat
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung
ellya_stks@yahoo.com
Abstract
This research aims to assess the competence of Social Workers as a profession mandated by Law
Number 11 of 2012 on the criminal justice system children in the handling of children in conflict
with the law (ABH), especially in performing the case response task to ABH. This research used
qualitative descriptive method to seven people who carry out the task of ABH cases response in
Cianjur Regency. Data collection techniques used were interviews, observation and documentation
study. The results showed that the Social Worker in Cianjur has implemented ABH case response.
The implementation of the ABH cases response under the control of Cianjur Regency social service
with the support of the child and family support centre of Save the Children. Implementation of the
cases response has not referring to the response stage such cases the guidelines of the Directorate of
Social Rehabilitation for Children, in which case the response must perform duty service: 1) the
emergency; 2) crisis intervention; 3) assisting the completion of the case; 4) social rehabilitation;
and 5) the strengthening of child and family services. However, some Social Workers carry out the
case response based on the stage of social work and case management approach. The competence of
social workers are already using a framework of knowledge, skills and values of social work
especially the practice of social work with children.the recommendations from this research are to:
1) The Directorate of Child Social Rehabilitation Ministry of Social Affairs to continue to
disseminate ABH case response and technical assistance for ABH cases response; 2) the child's
social worker conduct periodic discussion and sharing about the competence with regard to the
response of social work cases ABH.
Keywords: Case Response, Children in Conflict with The Law, Social Worker
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kompetensi Pekerja Sosial sebagai profesi yang
dimandatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam
penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), khususnya dalam melaksanakan tugas respon
kasus kepada ABH. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode deskriptif kepada
tujuh orang Pekerja Sosial yang melaksanakan tugas respon kasus ABH di Kabupaten Cianjur.
Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pekerja Sosial di Kabupaten Cianjur telah melaksanakan
respon kasus ABH. Pelaksanaan respon kasus ABH ini dibawah kendali Dinas Sosial Kabupaten
Cianjur dengan dukungan dari Pusat Dukungan Anak dan Keluarga Save The Children. Pelaksanaan
respon kasus belum merujuk pada tahapan respon kasus seperti pedoman dari Direktorat Rehabilitasi
Sosial Anak, dimana dalam melakukan respon kasus harus melaksanakan tugas layanan: 1)
kedaruratan; 2) intervensi krisis; 3) pendampingan penyelesaian kasus; 4) rehabilitasi sosial; dan 5)
layanan penguatan anak dan keluarga. Namun demikian, beberapa Pekerja Sosial melaksanakan
respon kasus berdasarkan tahapan pekerjaan sosial dan pendekatan manajemen kasus. Kompetensi
pekerja sosial sudah menggunakan kerangka pengetahuan, keterampilan dan nilai dari pekerjaan
sosial khususnya praktik pekerjaan sosial dengan anak. Rekomendasi dari penelitian ini adalah
kepada: 1) Direktorat Rahebilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial untuk terus melakukan sosialisasi
71
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
respon kasus ABH dan bimbingan teknis untuk respon kasus ABH; 2) Pekerja sosial anak melakukan
diskusi dan sharing berkala tentang kompetensi pekerjaan sosial berkaitan dengan respon kasus
ABH.
Kata kunci: ABH, Pekerja Sosial, Respon Kasus
72
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
ingin mengkaji lebih mendalam tentang (pengadilan, penjara, dll), dan profesional
kompetensi pekerja sosial dalam merespon hukum (pengacara, hakim, paralegal, forensik
kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Ahli, dan profesional alternatif penyelesaian
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. perselisihan). Hukum memiliki sejumlah peran
penting dalam praktik pekerjaan sosial (Allan
Zastrow (2007) menyatakan bahwa pekerja
E. Barsky, 2015). Pertama, dari perspektif
sosial sebagai profesi yang memberikan
ekologis, sistem hukum merupakan bagian
pelayanan sosial secara efektif dan konstruktif
dari lingkungan sosial klien, sebgai contoh
perlu dilandasi oleh pengetahuan, konsep-
anak telah berada pada sistem hukum, seperti
konsep teoritis, keterampilan, dan nilai-nilai
perlindungan anak, sistem peradilan pidana
sosial yang penting. Penguasaan terhadap
anak. Pekerja sosial harus menyadari bahwa
kerangka pengetahuan, keterampilan dan nilai
undang-undang sebagai sistem yang mengatur
dapat meningkatkan kompetensi pekerja sosial
untuk membantu mengarahkan klien anak
dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara
yang melalui sistem yang lebih efektif, dan
aman. Kompetensi dapat membantu untuk
untuk dapat mengadvokasi reformasi hukum
menggambarkan bagaimana suatu pekerjaan
untuk memperbaiki antara klien dan
dapat dilaksanakan dan digunakan untuk
lingkungan sosio-legal mereka Hukum juga
merencanakan, memandu, dan
mengatur banyak hubungan kepentingan
mengembangkan perilaku atau penampilan
dari Pekerja Sosial. dengan klien pekerjaan sosial, termasuk
hubungan orangtua/ anak. Dengan demikian,
Pekerja sosial profesional yang bekerja dengan pengetahuan tentang hukum harus diberikan
anak selain harus memiliki kompetensi pemahaman praktis kepada para praktisi
pekerjaan sosial secara umum yang telah tentang hak dan tanggung jawab klien mereka
diperoleh dari pendidikan tinggi, juga harus dalam berbagai hubungan sosial. Kedua,
memiliki kompetensi khusus untuk bekerja rumah sakit, sekolah, bantuan sosial, lembaga
dengan anak (O’Hagan, 2007 ; Webb, 2009). pemasyarakatan, fasilitas kesehatan mental,
Standar kecakapan (standards proficiency) dan lembaga sosial lainnya diatur oleh
yang perlu dimiliki oleh Pekerja Sosial anak undang-undang khusus organisasi. Undang-
diantaranya adalah: 1) Teori-teori pekerjaan Undang khusus organisasi dapat mendikte
sosial, nilai dan metoda untuk melakukan siapa yang memenuhi syarat untuk
praktik pekerjaan sosial dengan anak; 2) mendapatkan layanan, standar untuk
Undang-Undang dan kebijakan yang berlaku pencatatan, kerahasiaan, dan hak klien
berkaitan dengan penanganan anak dan lainnya. Pekerja sosial perlu memahami
keluarga: 3) memahami tentang tahapan undang-undang ini untuk memastikan bahwa
perkembangan anak: 5) keterampilan lembaga dimana mereka bekerja mematuhi
komunikasi dan improvisasinya; 6) asesmen, undang-undang, dan untuk dapat
dimana pekerja sosial perlu melakukan peran menganjurkan perubahan dalam undang-
yang dinamis sesuai dengan frame work undang untuk mempromosikan keadilan sosial
assesment; 7) safeguarding, child protection dan ekonomi yang lebih besar. Ketiga, profesi
dan bagaimana membedakannya; 8) pekerjaan sosial itu sendiri diatur oleh
melakukan keterampilan analisis kritis secara berbagai Undang-Undang. Sebagian besar
efektif; 9) melakukan perencanaan yang negara bagian memiliki undang-undang
efektif; 10) pencatatan (recording); 9) bekerja perizinan atau akreditasi yang mengatur
di dan sekitar organisasi; dan 10) bagaimana praktik pekerjaan sosial, termasuk siapa yang
menjaga diri sebagai pekerja sosial (Unwin & dapat berlatih dan standar praktik apa yang
Hogg, 2012). dapat dilaksanakan secara sah.
Pekerjaan sosial dan hukum mengacu antara Kompetensi Pekerja Sosial menurut Pasal 66
praktik pekerjaan sosial dan sistem hukum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
termasuk hukum perundang-undangan, hukum Tentang Sistem Peadilan Anak (SPPA)
berkaitan dengan kasus, lembaga hukum menyebutkan syarat untuk dapat diangkat
73
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
sebagai Pekerja Sosial Profesional salah kekerasan tidak dapat lagi diatasi oleh
satunya adalah berijazah paling rendah strata kekuatan yang dimiliki oleh keluarga. Tugas
satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidang Pekerja Sosial dalam merespon kasus
pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial; meliputi:
Pasal 68 mengamanatkan tentang tugas a. Layanan kedaruratan dilakukan dengan
Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga kegiatan-kegiatan sebagai berikut
Kesejahteraan Sosial, yaitu: membimbing, kegiatannya adalah: 1) Mengidentifikasi
membantu, melindungi, dan mendampingi dan menerima pengaduan/ laporan kasus
Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan ABH; 2) Mengidentifikasi keselamatan/
mengembalikan kepercayaan diri Anak; keamanan anak; 3) Melakukan upaya/
memberikan pendampingan dan advokasi tindakan penyelamatan, berkoordinasi
sosial; menjadi sahabat Anak dengan dengan pihak APH atau pihak lain yang
mendengarkan pendapat Anak dan terkait penanganan kasus; 4) Penempatan
menciptakan suasana kondusif; membantu anak di rumah perlindungan sementara
proses pemulihan dan perubahan perilaku
(rumah aman, shelter); 5) Memberikan
Anak; membuat dan menyampaikan laporan dukungan pemenuhan kebutuhan dasar dan
kepada Pembimbing Kemasyarakatan pendampingan psikososial selama anak di
mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan ditempatkan di shelter; 6) Membantu anak
pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan dan keluarga mendapatkan layanan medis
putusan pengadilan dijatuhi pidana atau gawat-darurat.
tindakan; memberikan pertimbangan kepada b. Layanan intervensi krisis, layanan ini
aparat penegak hukum untuk penanganan
dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
rehabilitasi sosial Anak; mendampingi
1) Berkoordinasi dengan pihak APH atau
penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pihak lain yang terkait penanganan kasus
pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan untuk mendapatkan kesepakatan
melakukan pendekatan kepada masyarakat penyelenggaraan layanan; 2) melakukan
agar bersedia menerima kembali Anak di asesmen mendalam terhadap anak dan
lingkungan sosialnya. keluarga dan menyusun rencana layanan; 3)
Respon Kasus ABH menurut pedoman Membantu/mendampingi anak dan keluarga
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak (2015) mengakses layanan perlindungan sementara
didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan dan layanan kesehatan (pengobatan,
penanganan segera dan terencana untuk perawatan); 4) Memberikan dukungan
memberikan pendampingan bagi ABH. psikososial; serta membantu anak dan
Kegiatan tersebut dapat berupa layanan keluarga mengakses layanan kesehatan
kedaruratan dan atau intervensi krisis. mental (konsultasi keluarga, konseling); 5)
Layanan kedaruratan adalah kegiatan-kegiatan Membantu menyelesaikan masalah yang
yang dilakukan untuk menyelamatkan anak muncul terkait pendidikan anak
secara segera dari situasi kejadian yang dinilai c. Layanan Pendampingan kegiatannya
dapat membahayakan keselamatan jiwanya. adalah: 1) membantu anak dan keluarga
Dalam situasi seperti ini anak dan keluarga dalam proses mendapatkan layanan visum
seringkali berada dalam kondisi tidak berdaya, et repertum atau visum psikiatricum; b)
dan tergantung pada intervensi dari luar untuk melakukan advokasi kepada pihak-pihak
membantu mereka keluar dari ancaman dan yang terlibat dalam penanganan kasus anak
menyelamatkan anak. Sedangkan intervensi untuk memastikan kepentingan terbaik anak
krisis adalah kegiatan-kegiatan layanan yang dipertimbangkan; 3) membantu anak dan
dilakukan untuk membantu anak dan keluarga keluarga mendapatkan layanan bantuan
menghadapi dan menyelesaikan permasalahannya hokum; 4) mendampingi anak selama
akibat situasi krisis yang muncul setelah menjalani proses peradilan pidana; 5)
peristiwa kekerasan. Situasi ini muncul ketika memfasilitasi proses penempatan anak di
dampak-dampak negatif dari peristiwa LPKS sesuai permintaan Kepolisian,
74
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
75
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
76
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
Kompetensi Pekerja Sosial dalam Respon pengetahuan, nilai dan keterampilan adalah
Kasus ABH sebagai berikut:
1) Pengetahuan yang mendasari dalam
Pekerja Sosial dalam melaksanakan respon
melakukan kedaruratan adalah: a) praktik
kasus memerlukan kompetensi khusus, untuk
pekerjaan sosial (dikemukakan 4
itu Kementerian Sosial melalui Balai Diklat
informan), yaitu tahapan praktik pekerjaan
telah melatih Pekerja Sosial yang tergabung
sosial sebagai pengetahuan yang
dalam Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti
digunakan dalam layanan kedaruratan; b)
Peksos) tentang penanganan ABH selama
Perkembangan anak, sehingga dalam
sekitar satu bulan. Jumlah Pekerja Sosial di
merespon kasus memerhatikan usia anak;
kabupaten Cianjur yang pernah mendapatkan
c) sistem peradilan pidana anak (SSPA)
pelatihan ABH sebanyak tiga orang yaitu
yang berkaitan dengan dengan proses
Sakti Peksos, sedangkan 4 orang pekerja sosial
penyidikan; d) lembaga rujukan, hal ini
lainnya belum mendapatkan pelatihan ABH
penting karena kemungkinan ada kasus
namun sudah mengikuti pelatihan manajemen
anak yang harus segera mendapat
kasus yang difasilitasi oleh Save The Children.
pertolongan dari layanan lainnya, seperti
Berdasarkan hasil wawancara, semua
kesehatan; e) keamanan dan keselamatan
informan mengemukan kurang memahami
anak; f) penanganan anak; dan 8)
tahapan respon kasus penganganan ABH
sesuai pedoman dari Direktorat Kesejahteraan asesmen. Dari jawaban tersebut bahwa
pengetahuan informan cukup memiliki
Sosial Anak Kementerian Sosial, semua
pengetahuan berkaitan dengan praktik
penanganan kasus yang dilakukan selama ini
pekerjaan sosial dengan anak seperti
berdasarkan tahapan praktik pekerjaan sosial
dikemukakan oleh Unwin & Hogg (2012)
dan manajemen kasus. Kompetensi Pekerja
yaitu pekerja sosial sudah mengetahui
Sosial dalam penanganan kasus-kasus ABH
tentang kebijakan dalam penanganan
berdasarkan kerangka pengetahuan,
ABH, yaitu tentang Undang-Undang
ketrampilan dan nilai pekerjaan sosial. Semua
Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan
informan mengemukakan pengetahuan,
Undang-Undang Perlindungan Anak
keterampilan dan nilai yang mendasari ketika
Nomor 35 Tahun 2014 juga mengetahui
ditanyakan berdasarkan tahapan pelaksanaan
tentang perkembangan anak sehingga
respon kasus Berikut adalah temuan hasil
dalam melayani atau merespon anak sesuai
penelitian tentang kompetensi yang digunakan
Pekerja Sosial dalam tahapan respon kasus dengan tingkat perkembangan anak. Hal
ini seperti dikemukakan salah seorang
ABH.
informan ES sebagai berikut: “…ketika
a. Layanan Kedaruratan faham usia anak yang kita hadapi,
Layanan kedaruratan dalam respon kasus sehingga kita juga mengatur bagaimana
ABH adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan cara menghadapi anak tersebut “. Namun
untuk menyelamatkan anak secara segera dari ada beberapa pengetahuan yang belum
situasi kejadian yang dinilai dapat dikemukakan diantaranya berkaitan
membahayakan keselamatan jiwanya, dengan safeguarding atau berkaitan
termasuk pertolongan tingkat pertama medis dengan keamanan dan keselamatan anak.
dan psikososial. Semua informan Pekerja
Sosial telah melaksanakan layanan 2) Nilai yang digunakan dalam layanan
kedaruratan dalam penanganan ABH. Bahkan kedaruratan sudah merujuk pada nilai-nilai
beberapa informan mendefinisikan layanan pekerjaan sosial dan memperhatikan
kedaruratan adalah layanan respon kasus, prinsip hak anak serta perlindungan anak.
sehingga jawaban tentang kompetensi Nilai-nilai yang diterapkan layanan
berkaitan dengan layanan kedaruratan lebih kedaruratan oleh informan adalah: a) non
lengkap. Kompetensi yang digunakan oleh judgemental yaitu tidak menghakimi
pekerja sosial berdasarkan kerangka terhadap anak termasuk anak sebagai
77
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
pelaku; b) kerahasiaan, nilai ini terutama ini sesuai dengan pertanyaan pada layanan
digunakan untuk menjaga stigma dan kedaruratan.
disriminasi demi kepentingan terbaik dan 2) Nilai dalam layanan intervensi krisis
perlindungan anak; c) penerimaan, nilai ini dikemukakan semua informan adalah nilai
untuk menerima kondisi anak apa adanya penerimaan dan kerahasiaan. Penggunaan
termasuk anak sebagai pelaku dalam kasus nilai tentang kepentingan terbaik untuk
ABH; d) menghargai harkat dan martabat, anak (the best interest for the children)
nilai ini digunakan walaupun untuk anak tidak disebutkan oleh inorman. Nilai ini
sebagai korban dan pelaku; dan e) sangat penting untuk mendamping anak
kepentingan terbaik untuk anak. Hal ini berhadapan hukum baik sebagai pelaku,
menunjukkan bahwa informan Pekerja saksi atan korban.
Sosial sudah menggunakan nilai Pekerjaan 3) Keterampilan yang digunakan oleh
sosial dan prinsip dari Hak Anak. informan pekerja sosial dalam melakukan
3) Keterampilan yang diterapkan oleh intervensi krisis adalah: 1) asesmen
informan pekerja sosial dalam layanan psikososial; 2) advokasi; 3) pendampingan
darurat penanganan anak selama ini untuk melakukan terapi psikososial;
adalah: a) membangun komunikasi dan koordinasi, dan komunikasi.
relasi dengan anak, hal ini ini dilakukan
agar anak memiliki ‘trust’ kepada pekerja c. Pendampingan Penyelesaian Kasus
sosial; b) keterampilan membangun Salah satu tugas Pekerja Sosial dalam
jejaring yang digunakan untuk penanganan ABH adalah melakukan
memberikan proses pertolongan darurat; c) layanan pendampingan penyelesaian
keterampilan asesmen untuk mendapatkan kasus. Tugas pendampingan yang
data cepat; d) wawancara terutama untuk dilakukan oleh informan pekerja sosial
membuka pembicaraan dengan anak; dan selama ini adalah: 1) mendampingi anak
e) koordinasi dengan berbagai pihak. selama menjalani proses peradilan pidana;
Keterampilan asesmen yang digunakan 2) pendampingan selama proses diversi.
pada layanan kedaruratan menggunakan Kegiatan yang dilakukan oleh pekerja
tool asesmen yang dikembangkan oleh sosial disini adalah: 1) menyusun laporan
manajemen sosial sebagai bahan pertimbangan
kepolisian untuk membuat keputusan
b. Layanan Intervensi Krisis tentang status pelaku; 2) koordinasi
Layanan intervensi krisis dalam respon dengan keluarga pelaku, keluarga korban,
kasus penanganan ABH adalah layanan aparat pemerintah di lingkungan tempat
untuk membantu anak dan keluarga dalam tinggal pelaku maupun korban, pihak
upaya pemulihan kondisi emosional sekolah, tokoh agama di lingkungan
mereka, serta mampu menghadapi dan tempat tinggal pelaku; 3) mengikuti proses
menyelesaikan permasalahannya akibat pengambilan keputusan diversi dalam
situasi krisis yang terjadi setelah peristiwa kasus pelaku; 4) Negosiasi dengan
yang dilihat atau dialaminya. Kerangka keluarga korban agar menrima diversi; 5)
pengetahuan, nilai dan keterampilan yang melakukan advokasi kepada pihak sekolah
mendasari pekerja sosial melakukan agar anak tetap bersekolah; 6) membantu
layanan ini adalah sebagai berikut: terjadinya kesepakatan antara keluarga
1) Pengetahuan yang perlu dimiliki untuk korban dengan pelaku serta keluarga
tahap ini menurut informan axalah tentang: pelaku dalam mencapai status diversi.
1) anak dan kebutuhan anak; 2)
perkembangan anak; 3) Hak Anak; 4) Kompetensi pekerja sosial yang digunakan
pengasuhan; 5) asesmen; dan 6) Sistem dalam pendampingan penyelesaian kasus
Peradilan Anak (SPPA). Hampir semua adalah:
informan menjelaskan jawaban pertanyaan
78
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
79
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
80
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
81
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
dengan sistem hukum dan peradilan Dalam proses layanan respon kasus, Sakti
diantaranya tentang Undang-Undang Peksos kurang dapat membedakan antara
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem pengetahuan berkaitan dengan layanan
Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sakti kedaruratan dan intervensi krisis dalam
Peksos sudah menjelaskan tentang SPPA, proses respon kasus ABH. Jawaban
namun kurang menjelaskan secara detail tentang pengetahuan berkaitan dengan
berkaitan dengan proses pendampingan layanan kedaruratan dan intervensi krisis
dalam diversi, juga pendampingan di sama, yaitu tentang hak anak,
pengadilan. Hal yang seharusnya perkembangan anak, SPPA dan asesmen.
dilakukan dalam pendampingan kasus Malcompayne (2005) menjelaskan teori
anak pada proses restorative justice seperti praktik pekerjaan sosial tentang intervensi
dikemukakan pada Undang-Undang krisis dan task center yang seharusnya
Nomor 11 Tahun 2012. Tineke (2011) dilakukan pekerjaan sosial ketika
menyatakan bahwa restorative justice menangani situasi krisis termasuk darurat
merupakan model rehabilitasi sosial bagi yang dialami ABH.
anak-anak yang yang berhadapan dengan
hukum, sehingga anak-anak yang Dalam melakukan pendampingan
berhadapan dengan hukum tercegah dari penyelesaian kasus ABH, pekerja sosial
‘residivisme’ dan tetap terpenuhi hak- anak telah memiliki pengetahuan yang
haknya dan dapat melanjutkan tehap cukup yaitu berkaitan dengan tentang
perkembangan anaknya tanpa terpengaruh pendampingan anak ABH dan
situasi pemenjaraan. perkembangan anak. Hal ini seuai dengan
apa yang dikemukakan oleh NASW
Sakti Peksos juga telah mendapatkan (2013), dan Unwigh (2013) bahwa
pelatihan tentang ABH selama hampir satu pengetahuan ini diperlukan dan harus
bulan di Balai Diklat Kementerian Sosial. dikuasai oleh pekerja sosial mengenai
Seharusnya Sakti Peksos sudah memahami bagaimana melakukan pendampingan
tentang sistem hukum, sehingga Sakti terhadap anak. Pendampingan secara
Peksos dapat melakukan tahapan respon khusus diperoleh dari pelatihan tentang
kasus yaitu terutama tahap pendampingan manajemen kasus dan good parenting
penanganan kasus secara profesional. yang diselenggarakan oleh Save The
Pengetahuan lainnya dalam sistem hukum Children pada bulan April 2016. Namun
yang harus dimiliki adalah jejaring dalam informan pekerja sosial tidak
proses hukum Allan E. Barsky (2015). mengemukakan pengetahuan secara detail
berkaitan dengan diversi dan restorative
Pengetahuan tentang Pekerjaan Sosial justice (RJ) pendampingan ABH. UU
Anak yang dimiliki oleh Sakti Peksos SPPA Nomor 11 Tahun 2012 dan
adalah tentang manajemen kasus, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
pendampingan anak dan komunikasi. 2015 Tentang Pedoman Diversi
Dalam melakukan pendampingan anak mengemukakan bahwa diversi pada
sudah disesuaikan dengan pengetahuan tahapan penanganan ABH dapat
perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan dilakukan: pertama. pada proses
apa yang dikemukakan oleh Petr (2004) penidikan dan penyelidikan, yaitu ketika
tentang perspektif combanting terjadi kejadian dan laporan kasus disini
adulcentrism. Namun secara teori mereka sudah dapat dilakukan pendampingan
kurang memahami hal tersebut, karena diversi dengan RJ oleh Pekerja Sosial;
secara umum Peksos belum memahami kedua, proses penuntutan kepada ABH,
tentang perpektif Praktik Pekerjaan sosial Pekerja Sosial dapat melakukan diversi
dengan anak secara integrative seperti dengan RJ, sehingga ABH tidak sampai
dikemukakan oleh Petr. pada tahapan persidangan; ketiga tahap
82
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
persidangan, Pekerja Sosial juga dapat Pekerja Sosial harus mendampingi anak
melakukan pendampingan dengan dan keluarga untuk perubahan perilaku
pendekatan diversi dengan RJ pada tahap yang lebih baik. Sementara, Pekerja Sosial
persidangan sehingga putusan pengadilan disini lebih menguatamakan layanan
meringankan ABH yang dapat diputuskan darurat respon kasus dan pendampingan
untuk dapat rehabilitasi sosial di Lembaga anak pada proses diversi saja. Hambatan
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau Sakti Peksos dalam melakukan rehabilitasi
Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial adalah bahwa variasi karakteristik
Sosial (LPKS) atau bila memungkinkan anak yang dihadapi berbeda-beda baik dari
kembali pada orangtua. Hal ini akan segi usia maupun kondisi anak, sementara
mencegah residivisme pada anak, dan anak Pekerja Sosial masih belum terampil
akan tetap terpenuhi hak anak nya yaitu melakukan teknik-teknik rehabilitasi
hak. sosial berdasarkan usia.
83
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
84
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
85
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017
Daftar Pustaka
Allan E. Barsky. 2015. “Social Work and The Law” refers to The Interface between The Practice of
Social Work and The Legal System, including Statutory Law, Case Law.
http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780195389678/obo-9780195389678-
0024.xml. Diakses tanggal 1 Mei 2017. Jam 15.30.
Allan W Scott. 1976. Rehabilitation: A Community Challenge. London. Chapman & Hall Limited
Barsky, Allan EAuthor. 2009. The Legal and Ethical Context for Knowing and Using The Latest
Child Welfare Research. InformationView Profile. Child Welfare; Arlington88.2.
http://search.proquest.com/socialsciences/docview/213807245/fulltextPDF/C47DFE38ADA4
A90PQ/2/accountid=50790. Diakses pada tanggal 1 Mei 2017. Jam 7.28.PM
Blok, W. 2012. Core Social Work. International Theory, Values dan Practice. London and
Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers
Boyd Webb, Nancy. 2009. Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak. Pustaka Societa
BP3AKB. Profil Anak Jawa Barat Tahun 2015
Brighton14.3 .2015. Restorative justice: the relevance of desistance and psychology.
http://search.proquest.com/socialsciences/docview/1710609193/F3D0FE4243E244C4PQ/3?a
ccountid=50790. Diakses tanggal 5 Juni 2017. Jam 14.25
Colby, I. & Dziegielewski, S.F. 2008. Introduction to Social Work: The People’s Profession.
Lyceum Books, Inc.
Cole, M., Cole, R,S. & Lightfoot, C. 2005. The Development of Children. Fifth edition. New York:
Worth Publishers
Dubowit, H. & Depanfilis, D. 2000. Child Protection Practice. London: Sage Publication
Frost, N.& Parton, N. 2009. Understanding Children’s Social Care. Politics, Policy and Practice.
Sage
Holland, Sally. 2004. Child and Family Assessment In Social Work Practice.
Katherine van Wormer. 2003. Restorative Justice: A Model for Social Work Practice with Families.
Families in Society Milwaukee 84.3 (Jul-Sep 2003)
Malcompayne. 2005. Modern Social Work Theory. Palgrave Macmillan
NASW. 2013. NASW Standards for Social Work Practice in Child Welfare
Norman, GR. 1985. Assessing Clinical Competence. New York: Springer; 330-341
NASW Center for Workforce Studies: http://workforce.socialworkers.org
O’Hagan, K. 2007. Competence in Social Work Practice: A Practical Guide for Students and
Proffesionals. (2nd edit). Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers
Petr, Christopher, G. 2004. Social Work with Children and Their Families. New York. Oxford
University Press
Pihlainen, Vuokko; Kivinen, Tuula; Lammintakanen, Johanna. Leadership in Health Services;
Bradford29.1 (2016): 95-110. Management and Leadership Competence in Hospitals: a
Systematic.LiteratureReview.http://search.proquest.com/socialsciences/docview/1756462461/full
text/D6321F8F14E94396PQ/2?accountid=50790. Diakses tanggal 13 Juni 2017. Jam 4.09
Robbie Welch Christler Tourse; Mooney, Jean F; Kline, Paul; Davoren, Jeanne. Journal of Social
Work Education; Washington 41.3 (Fall 2005): 457-477
86
Schroeter, K.2008. Competence Literature Review. CCI
Soetodjo, W. 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT. Refika Aditama
Tinneke VAN CAMP, 2011. Is there more to restorative justice than mere compliance to procedural
justice? A qualitative reflection from the victims' point of view. Universite de Montreal
(Canada), ProQuest Dissertations Publishing, 2011. NR75758
ttp://search.proquest.com/docview/885013971/364F0BC2A474883PQ/1
Unwin, Peter & Hogg, Rachel. 2012. Effectice Social Work with Children and Families. A Skill
Handbook. London: Sage Pubication
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Zastrow, C.H. 2004. The Practice of Social Work. California: brooks/Cole Publishing Company