You are on page 1of 17

PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.

1, Juni 2017

KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DALAM PELAKSANAAN TUGAS RESPON


KASUS ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM
DI CIANJUR

Ellya Susilowati*, Krisna Dewi, Meiti Subardhini, Dwi Yuliani, Tuti Kartika,
Rini Hartini Rindra, Rahmat Syarif Hidayat
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung
ellya_stks@yahoo.com

Abstract
This research aims to assess the competence of Social Workers as a profession mandated by Law
Number 11 of 2012 on the criminal justice system children in the handling of children in conflict
with the law (ABH), especially in performing the case response task to ABH. This research used
qualitative descriptive method to seven people who carry out the task of ABH cases response in
Cianjur Regency. Data collection techniques used were interviews, observation and documentation
study. The results showed that the Social Worker in Cianjur has implemented ABH case response.
The implementation of the ABH cases response under the control of Cianjur Regency social service
with the support of the child and family support centre of Save the Children. Implementation of the
cases response has not referring to the response stage such cases the guidelines of the Directorate of
Social Rehabilitation for Children, in which case the response must perform duty service: 1) the
emergency; 2) crisis intervention; 3) assisting the completion of the case; 4) social rehabilitation;
and 5) the strengthening of child and family services. However, some Social Workers carry out the
case response based on the stage of social work and case management approach. The competence of
social workers are already using a framework of knowledge, skills and values of social work
especially the practice of social work with children.the recommendations from this research are to:
1) The Directorate of Child Social Rehabilitation Ministry of Social Affairs to continue to
disseminate ABH case response and technical assistance for ABH cases response; 2) the child's
social worker conduct periodic discussion and sharing about the competence with regard to the
response of social work cases ABH.
Keywords: Case Response, Children in Conflict with The Law, Social Worker
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kompetensi Pekerja Sosial sebagai profesi yang
dimandatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam
penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), khususnya dalam melaksanakan tugas respon
kasus kepada ABH. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode deskriptif kepada
tujuh orang Pekerja Sosial yang melaksanakan tugas respon kasus ABH di Kabupaten Cianjur.
Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pekerja Sosial di Kabupaten Cianjur telah melaksanakan
respon kasus ABH. Pelaksanaan respon kasus ABH ini dibawah kendali Dinas Sosial Kabupaten
Cianjur dengan dukungan dari Pusat Dukungan Anak dan Keluarga Save The Children. Pelaksanaan
respon kasus belum merujuk pada tahapan respon kasus seperti pedoman dari Direktorat Rehabilitasi
Sosial Anak, dimana dalam melakukan respon kasus harus melaksanakan tugas layanan: 1)
kedaruratan; 2) intervensi krisis; 3) pendampingan penyelesaian kasus; 4) rehabilitasi sosial; dan 5)
layanan penguatan anak dan keluarga. Namun demikian, beberapa Pekerja Sosial melaksanakan
respon kasus berdasarkan tahapan pekerjaan sosial dan pendekatan manajemen kasus. Kompetensi
pekerja sosial sudah menggunakan kerangka pengetahuan, keterampilan dan nilai dari pekerjaan
sosial khususnya praktik pekerjaan sosial dengan anak. Rekomendasi dari penelitian ini adalah
kepada: 1) Direktorat Rahebilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial untuk terus melakukan sosialisasi

71
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

respon kasus ABH dan bimbingan teknis untuk respon kasus ABH; 2) Pekerja sosial anak melakukan
diskusi dan sharing berkala tentang kompetensi pekerjaan sosial berkaitan dengan respon kasus
ABH.
Kata kunci: ABH, Pekerja Sosial, Respon Kasus

Pendahuluan Kompetensi terkait dengan pengetahuan,


keterampilan dan sikap untuk
Pekerja Sosial merupakan Sumber Daya mengembangkan kinerja dalam konteks
Manusia (SDM) profesional yang tertentu (Laibhen-Parkes dalam Pihlainen,et
dimandatkan Undang-Undang Nomor 11 al, 2016). Kompetensi berarti mencakup
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana upaya untuk mentransfer pengetahuan dan
Anak (SPPA) untuk mendampingi keterampilan kedalam situasi baru, didalam
penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum pembuatan perencanaan kerja, melakukan
(ABH). Anak yang berhadapan dengan hukum inovasi, mengatasi aktivitas-aktivitas yang
adalah anak yang berkonflik dengan hukum, sifatnya tidak rutin, termasuk juga efektifitas
anak yang menjadi korban tindak pidana, dan personal yang diperlukan di bidang pekerjaan
anak yang menjadi saksi tindak pidana yang bermanfaat untuk menghadapi co-
(Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 workers, managers dan customers.
tentang SPPA pasal 1 ayat 3 dan ayat 4). Pada Kompetensi yang dituntut dari Pekerja Sosial
Undang-Undang tersebut juga disebutkan dalam melakukan ABH dari Kementerian
tujuan keterlibatan Pekerja Sosial dalam Sosial RI adalah melakukan respon kasus
penanganan ABH untuk terciptanya diversi terhadap ABH, yang meliputi layanan: 1)
yang berkeadilan restoratif (restoratif justice). kedaruratan; 2) intervensi krisis; 3)
Marshal dalam Brighton (2015) pendampingan penyelesaian kasus; 4)
mengemukakan keadilan restoratif adalah rehabilitasi sosial; dan 5) layanan penguatan
sebuah proses yang melibatkan secara aktif anak dan keluarga.
semua pihak (korban, pelaku, keluarga, dan
masyarakat) untuk menyelesaikan perselisihan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu
secara bersama-sama, memperbaiki kerusakan provinsi yang terdapat banyak kasus ABH.
dan kerugian yang telah diakibatkan oleh Berdasarkan laporan data anak Jawa Barat
perilaku pelanggaran hukum yang telah tahun 2015 jumlah perkara anak yang
dilakukan oleh seorang anak. Saat ini, ditindaklanjuti hingga ke pengadilan dan
intervensi restoratif diterapkan sehubungan jumlah anak yang dipidana di Jawa Barat sejak
dengan pelanggaran yang dilakukan oleh tiga tahun terakhir menunjukkan penurunan.
pelaku remaja atau orang dewasa. Praktik RJ Hal ini diantaranya karena adanya
di mulai di Kanada, hal ini dilakukan untuk pendampingan dan respon kasus pekerja
yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sosial dalam penanganan ABH. Dinas Sosial
korban dan masyarakat, yang dilakukan Provinsi Jawa Barat mencatat terdapat 96
dengan menyepakati menyelesaikan konflik orang sakti peksos dan 13 orang case worker
antara pelaku dan korban (Tinneke Van Camp, Pusat Dukungan Anak dan Keluarga (PDAK)
2011). yang tersebar di 27 kabupaten/kota.
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu
Untuk itu Pekerja Sosial dituntut memiliki kabupaten yang telah melaksanakan respon
kompetensi yang memadai terutama dalam kasus ABH sejak awal tahun 2015, dimana
melakukan tugas respon kasus terhadap ABH. Dinas Sosial juga bekerja sama dengan Pusat
Respon Kasus ABH menurut pedoman Dukungan Anak Save The Children dalam
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak (2015) menangani kasus ABH. Sampai bulan Juni
didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan 2016, tujuh orang Pekerja Sosial telah
penanganan segera dan terencana untuk merespon 22 kasus ABH. Sehubungan dengan
memberikan pendampingan bagi ABH. hal tersebut, tim peneliti Pusat Kajian Anak

72
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

ingin mengkaji lebih mendalam tentang (pengadilan, penjara, dll), dan profesional
kompetensi pekerja sosial dalam merespon hukum (pengacara, hakim, paralegal, forensik
kasus anak yang berhadapan dengan hukum di Ahli, dan profesional alternatif penyelesaian
Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. perselisihan). Hukum memiliki sejumlah peran
penting dalam praktik pekerjaan sosial (Allan
Zastrow (2007) menyatakan bahwa pekerja
E. Barsky, 2015). Pertama, dari perspektif
sosial sebagai profesi yang memberikan
ekologis, sistem hukum merupakan bagian
pelayanan sosial secara efektif dan konstruktif
dari lingkungan sosial klien, sebgai contoh
perlu dilandasi oleh pengetahuan, konsep-
anak telah berada pada sistem hukum, seperti
konsep teoritis, keterampilan, dan nilai-nilai
perlindungan anak, sistem peradilan pidana
sosial yang penting. Penguasaan terhadap
anak. Pekerja sosial harus menyadari bahwa
kerangka pengetahuan, keterampilan dan nilai
undang-undang sebagai sistem yang mengatur
dapat meningkatkan kompetensi pekerja sosial
untuk membantu mengarahkan klien anak
dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara
yang melalui sistem yang lebih efektif, dan
aman. Kompetensi dapat membantu untuk
untuk dapat mengadvokasi reformasi hukum
menggambarkan bagaimana suatu pekerjaan
untuk memperbaiki antara klien dan
dapat dilaksanakan dan digunakan untuk
lingkungan sosio-legal mereka Hukum juga
merencanakan, memandu, dan
mengatur banyak hubungan kepentingan
mengembangkan perilaku atau penampilan
dari Pekerja Sosial. dengan klien pekerjaan sosial, termasuk
hubungan orangtua/ anak. Dengan demikian,
Pekerja sosial profesional yang bekerja dengan pengetahuan tentang hukum harus diberikan
anak selain harus memiliki kompetensi pemahaman praktis kepada para praktisi
pekerjaan sosial secara umum yang telah tentang hak dan tanggung jawab klien mereka
diperoleh dari pendidikan tinggi, juga harus dalam berbagai hubungan sosial. Kedua,
memiliki kompetensi khusus untuk bekerja rumah sakit, sekolah, bantuan sosial, lembaga
dengan anak (O’Hagan, 2007 ; Webb, 2009). pemasyarakatan, fasilitas kesehatan mental,
Standar kecakapan (standards proficiency) dan lembaga sosial lainnya diatur oleh
yang perlu dimiliki oleh Pekerja Sosial anak undang-undang khusus organisasi. Undang-
diantaranya adalah: 1) Teori-teori pekerjaan Undang khusus organisasi dapat mendikte
sosial, nilai dan metoda untuk melakukan siapa yang memenuhi syarat untuk
praktik pekerjaan sosial dengan anak; 2) mendapatkan layanan, standar untuk
Undang-Undang dan kebijakan yang berlaku pencatatan, kerahasiaan, dan hak klien
berkaitan dengan penanganan anak dan lainnya. Pekerja sosial perlu memahami
keluarga: 3) memahami tentang tahapan undang-undang ini untuk memastikan bahwa
perkembangan anak: 5) keterampilan lembaga dimana mereka bekerja mematuhi
komunikasi dan improvisasinya; 6) asesmen, undang-undang, dan untuk dapat
dimana pekerja sosial perlu melakukan peran menganjurkan perubahan dalam undang-
yang dinamis sesuai dengan frame work undang untuk mempromosikan keadilan sosial
assesment; 7) safeguarding, child protection dan ekonomi yang lebih besar. Ketiga, profesi
dan bagaimana membedakannya; 8) pekerjaan sosial itu sendiri diatur oleh
melakukan keterampilan analisis kritis secara berbagai Undang-Undang. Sebagian besar
efektif; 9) melakukan perencanaan yang negara bagian memiliki undang-undang
efektif; 10) pencatatan (recording); 9) bekerja perizinan atau akreditasi yang mengatur
di dan sekitar organisasi; dan 10) bagaimana praktik pekerjaan sosial, termasuk siapa yang
menjaga diri sebagai pekerja sosial (Unwin & dapat berlatih dan standar praktik apa yang
Hogg, 2012). dapat dilaksanakan secara sah.
Pekerjaan sosial dan hukum mengacu antara Kompetensi Pekerja Sosial menurut Pasal 66
praktik pekerjaan sosial dan sistem hukum, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
termasuk hukum perundang-undangan, hukum Tentang Sistem Peadilan Anak (SPPA)
berkaitan dengan kasus, lembaga hukum menyebutkan syarat untuk dapat diangkat

73
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

sebagai Pekerja Sosial Profesional salah kekerasan tidak dapat lagi diatasi oleh
satunya adalah berijazah paling rendah strata kekuatan yang dimiliki oleh keluarga. Tugas
satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidang Pekerja Sosial dalam merespon kasus
pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial; meliputi:
Pasal 68 mengamanatkan tentang tugas a. Layanan kedaruratan dilakukan dengan
Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga kegiatan-kegiatan sebagai berikut
Kesejahteraan Sosial, yaitu: membimbing, kegiatannya adalah: 1) Mengidentifikasi
membantu, melindungi, dan mendampingi dan menerima pengaduan/ laporan kasus
Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan ABH; 2) Mengidentifikasi keselamatan/
mengembalikan kepercayaan diri Anak; keamanan anak; 3) Melakukan upaya/
memberikan pendampingan dan advokasi tindakan penyelamatan, berkoordinasi
sosial; menjadi sahabat Anak dengan dengan pihak APH atau pihak lain yang
mendengarkan pendapat Anak dan terkait penanganan kasus; 4) Penempatan
menciptakan suasana kondusif; membantu anak di rumah perlindungan sementara
proses pemulihan dan perubahan perilaku
(rumah aman, shelter); 5) Memberikan
Anak; membuat dan menyampaikan laporan dukungan pemenuhan kebutuhan dasar dan
kepada Pembimbing Kemasyarakatan pendampingan psikososial selama anak di
mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan ditempatkan di shelter; 6) Membantu anak
pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan dan keluarga mendapatkan layanan medis
putusan pengadilan dijatuhi pidana atau gawat-darurat.
tindakan; memberikan pertimbangan kepada b. Layanan intervensi krisis, layanan ini
aparat penegak hukum untuk penanganan
dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
rehabilitasi sosial Anak; mendampingi
1) Berkoordinasi dengan pihak APH atau
penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pihak lain yang terkait penanganan kasus
pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan untuk mendapatkan kesepakatan
melakukan pendekatan kepada masyarakat penyelenggaraan layanan; 2) melakukan
agar bersedia menerima kembali Anak di asesmen mendalam terhadap anak dan
lingkungan sosialnya. keluarga dan menyusun rencana layanan; 3)
Respon Kasus ABH menurut pedoman Membantu/mendampingi anak dan keluarga
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak (2015) mengakses layanan perlindungan sementara
didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan dan layanan kesehatan (pengobatan,
penanganan segera dan terencana untuk perawatan); 4) Memberikan dukungan
memberikan pendampingan bagi ABH. psikososial; serta membantu anak dan
Kegiatan tersebut dapat berupa layanan keluarga mengakses layanan kesehatan
kedaruratan dan atau intervensi krisis. mental (konsultasi keluarga, konseling); 5)
Layanan kedaruratan adalah kegiatan-kegiatan Membantu menyelesaikan masalah yang
yang dilakukan untuk menyelamatkan anak muncul terkait pendidikan anak
secara segera dari situasi kejadian yang dinilai c. Layanan Pendampingan kegiatannya
dapat membahayakan keselamatan jiwanya. adalah: 1) membantu anak dan keluarga
Dalam situasi seperti ini anak dan keluarga dalam proses mendapatkan layanan visum
seringkali berada dalam kondisi tidak berdaya, et repertum atau visum psikiatricum; b)
dan tergantung pada intervensi dari luar untuk melakukan advokasi kepada pihak-pihak
membantu mereka keluar dari ancaman dan yang terlibat dalam penanganan kasus anak
menyelamatkan anak. Sedangkan intervensi untuk memastikan kepentingan terbaik anak
krisis adalah kegiatan-kegiatan layanan yang dipertimbangkan; 3) membantu anak dan
dilakukan untuk membantu anak dan keluarga keluarga mendapatkan layanan bantuan
menghadapi dan menyelesaikan permasalahannya hokum; 4) mendampingi anak selama
akibat situasi krisis yang muncul setelah menjalani proses peradilan pidana; 5)
peristiwa kekerasan. Situasi ini muncul ketika memfasilitasi proses penempatan anak di
dampak-dampak negatif dari peristiwa LPKS sesuai permintaan Kepolisian,

74
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

Kejaksaaan, atau Pengadilan sesuai dengan Tujuan


ketentuan dan standar layanan; 6) Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji
mendampingi anak dalam proses mediasi; kompetensi Pekerja Sosial sebagai profesi
7) melakukan konsultasi/edukasi anak dan yang dimandatkan Undang-Undang Nomor 11
keluarga terkait proses hukum yang dijalani Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
d. Layanan Rehabilitasi Sosial, kegiatannya Anak dalam penanganan Anak Berhadapan
adalah: 1) melakukan kegiatan bimbingan dengan Hukum (ABH), khususnya dalam
dan konseling untuk anak; 2) menyertakan melaksanakan tugas respon kasus kepada
anak dalam kegiatan pendidikan keagamaan ABH.
dan pengembangan moral; 3)
menghubungkan anak dengan layanan
Metode
pendidikan umum dan/atau pelatihan
keterampilan vokasional; 4) melakukan Penelitian ini menggunakan pendekatan
atau menghubungkan anak dengan layanan deskriptif kualitatif bertujuan untuk
terapi psikososial; 5) mendampingi anak memperoleh informasi-informasi mengenai
selama menjalani putusan pengadilan keadaan yang ada (Mardalis, 1999:26). Desain
berupa tindakan; 6) mendampingi anak penelitian ini dianggap tepat untuk
selama menjalani dan memenuhi syarat- mendeskripsikan kompetensi Pekerja Sosial
syarat dalam kesepakatan diversi. dalam melaksanakan tugas respon kasus.
e. Layanan Penguatan Anak dan Keluarga, Penelitian ini akan dilakukan di kabupaten
kegiatannya adalah: 1) melakukan Cianjur Jawa Barat, dimana Dinas Sosial
konseling keluarga; 2) temu Penguataan bekerja sama dengan Pusat Dukungan Anak
anak dan keluarga; 3) memberikan bantuan Keluarga (PDAK) Save The Children.
tunai bersyarat (Conditioning Cash Informan utama penelitian ini adalah Pekerja
Transfer- CCT) untuk anak sebagai Sosial Profesional yang sedang melaksanakan
pendamping layanan rehabilitasi sosial tugas respon kasus anak berhadapan dengan
lanjutan; 4) membantu anak mengakses hukum. Informan ini ditentukan secara secara
layanan pendidikan keterampilan; 5) purposive, yaitu menentukan informan dengan
pendekatan kepada dan kerjasama dengan tujuan dan pertimbangan tertentu dengan
pihak sekolah/lembaga pendidikan untuk menentukan kriteria tertentu. Kriteria tersebut
membantu anak mendapatkan pendidikan antara lain adalah Pekerja Sosial professional
dan beradaptasi; 6) pendekatan, koordinasi, baik dia Sakti Peksos atau Case Worker
dan mengupayakan dukungan dari tokoh PDAK sedang melaksanakan tugas respon
masyarakat dan anggota masyarakat kasus ABH di Kota Cianjur dan kabupaten
terdekat anak untuk memperkuat Bandung Barat. Mereka yang memenuhi
penerimaan anak di keluarga dan kriteria tersebut berjumlah tujuh orang Pekerja
masyarakat; 7) memonitor dan membantu Sosial di kabupaten Cianjur seperti pada tabel
proses penguatan perilaku positif dan 1 berikut:
adaptasi anak di keluarga, sekolah, dan
lingkungannya.
Tabel 1
Profil Pekerja Sosial Anak berdasarkan Lama Bekerja dan Tugas
No Nama Lama Bekerja Jabatan Jumlah Kasus ABH yang ditangani
1 HR 4 tahun Sakti pekerja sosial 10 kasus
2 EK 4 tahun Sakti pekerja sosial 2 Kasus
3 RM 6 tahun Sakti pekerja sosial 4 kasus
4 R 1 tahun 5 bulan Pekerja sosial PDAK 4 kasus
5 SW 7 bulan Sakti pekerja sosial 2 kasus
6 LN 2 tahun Pekerja sosial PDAK 8 kasus
7 ES 6 bulan Pekerja sosial PDAK 3 kasus
Sumber: Hasil Penelitian 2016

75
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

Teknik pengumpulan data yang akan Proses Penanganan Kasus ABH


digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Dinsostrans
wawancara mendalam, observasi, dan studi Kabupaten Cianjur mengungkapkan bahwa
dokumentasi. Sumber data yang digunakan proses penanganan ABH di Kabupaten Cianjur
dalam penelitian ini adalah sumber data sudah didampingi oleh pekerja sosial sesuai
primer dan Sumber Data Sekunder. mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun
Rancangan Pemeriksaan Keabsahan Data 2012 Tentang SPPA. Dari 22 kasus yang
seperti dikemukakan oleh Moleong ditangani sampai dengan bulan Agustus 2016,
(2001:173) menggunakan: a) derajat terlihat adanya kontribusi dari Pendampingan
kepercayaan (credibility): b) keteralihan Pekerja Sosial. Secara rinci jenis proses
(transferability); c) kebergantungan (dependability), dan d) penanganan kasus ABH ini dapat dilihat pada
kepastian (confirmability). Pemeriksaan data tabel 3 berikut:
dilakukan dengan: perpanjangan pengamatan,
meningkatkan ketekunan, triangulasi, Tabel 3
Proses Penanganan Kasus ABH
kecukupan referensi, uraian rinci, dan auditin. yang Didampingi oleh Pekerja Sosial
Rancangan Analisa Data dilakukan dengan di Kabupaten Cianjur
pemrosesan Satuan (Unityzing), kategorisasi, No Proses Penanganan Jumlah (%)
dan penafsiran data. Kasus ABH
1 Diversi 5 22,72
2 Putusan Pengadilan 2 9,10
Hasil dan Pembahasan
3 Proses Litigasi 8 36,36
Hasil 4 Pasca Proses Litigasi 7 31,82
Penanganan kasus Anak yang Berhadapan Jumlah 22 100
Dengan Hukum (ABH) di kabupaten Cianjur Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2016
berada dibawah kendali dan tanggung jawab
Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Dari tabel 3 diatas terlihat bahwa lima kasus
Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah diselesaikan melalui diversi sehingga
(Dinsosnakertrans) Kabupaten Cianjur. anak (pelaku kasus) terhindar dari proses
Jumlah dan jenis kasus yang ditangani Pekerja peradilan. Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-
Sosial sampai bulan Agustus 2016 sebanyak Undang SPPA disebutkan diversi adalah
22 kasus. Jumlah dan jenis kasus ABH pengalihan penyelesaian perkara Anak dari
terbanyak adalah kekerasan seksual yaitu proses peradilan pidana ke proses diluar
enam (6) kasus, selanjutnya adalah kasus peradilan pidana. Pelaksanaan Diversi harus
pencurian motor sebanyak lima (5) kasus dan adanya persetujuan anak sebagai pelaku
tawuran sebanyak lima (5 kasus). Disamping kejahatan, orangtua atau walinya serta
itu juga terdapat empat (4) kasus pencabulan memerlukan kerja sama dan peran masyarakat
terhadap anak. Secara rinci jenis dan jumlah sehubungan dengan adanya program seperti:
kasus yang ditangani Sakti Peksos dapat pengawasan, bimbingan, pemulihan, serta
dilihat pada tabel 2 berikut: ganti rugi kepada korban. Untuk itu, Pekerja
Sosial sangat berperan dalam pendampingan,
Tabel 2 mediasi termasuk penguatan kapasitas anak
Jenis dan Jumlah Kasus ABH dan keluarganya. Lebih lanjut satu informan
di Kabupaten Cianjur
No Jenis Kasus ABH Korban Pelaku Jumlah
pekerja sosial Pusat Dukungan Anak dan
Keluarga (PDAK) Save the Children yang
1 Pencurian Motor - 5 5
2 Kekerasan Seksual 3 3 6 bermitra dengan Dinas Sosial mengemukakan
3 Tawuran 2 3 5 bahwa pada penanganan kasus ABH selama
4 Pengeroyokan - 2 2 ini menggunakan pendekatan manajemen
5 Pencabulan 2 2 4 kasus. Sementara informan pekerja sosial
Jumlah 7 15 22 lainnya mengemukakan penanganan kasus
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2016
dengan menggunakan tahapan praktik pekerja
sosial.

76
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

Kompetensi Pekerja Sosial dalam Respon pengetahuan, nilai dan keterampilan adalah
Kasus ABH sebagai berikut:
1) Pengetahuan yang mendasari dalam
Pekerja Sosial dalam melaksanakan respon
melakukan kedaruratan adalah: a) praktik
kasus memerlukan kompetensi khusus, untuk
pekerjaan sosial (dikemukakan 4
itu Kementerian Sosial melalui Balai Diklat
informan), yaitu tahapan praktik pekerjaan
telah melatih Pekerja Sosial yang tergabung
sosial sebagai pengetahuan yang
dalam Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti
digunakan dalam layanan kedaruratan; b)
Peksos) tentang penanganan ABH selama
Perkembangan anak, sehingga dalam
sekitar satu bulan. Jumlah Pekerja Sosial di
merespon kasus memerhatikan usia anak;
kabupaten Cianjur yang pernah mendapatkan
c) sistem peradilan pidana anak (SSPA)
pelatihan ABH sebanyak tiga orang yaitu
yang berkaitan dengan dengan proses
Sakti Peksos, sedangkan 4 orang pekerja sosial
penyidikan; d) lembaga rujukan, hal ini
lainnya belum mendapatkan pelatihan ABH
penting karena kemungkinan ada kasus
namun sudah mengikuti pelatihan manajemen
anak yang harus segera mendapat
kasus yang difasilitasi oleh Save The Children.
pertolongan dari layanan lainnya, seperti
Berdasarkan hasil wawancara, semua
kesehatan; e) keamanan dan keselamatan
informan mengemukan kurang memahami
anak; f) penanganan anak; dan 8)
tahapan respon kasus penganganan ABH
sesuai pedoman dari Direktorat Kesejahteraan asesmen. Dari jawaban tersebut bahwa
pengetahuan informan cukup memiliki
Sosial Anak Kementerian Sosial, semua
pengetahuan berkaitan dengan praktik
penanganan kasus yang dilakukan selama ini
pekerjaan sosial dengan anak seperti
berdasarkan tahapan praktik pekerjaan sosial
dikemukakan oleh Unwin & Hogg (2012)
dan manajemen kasus. Kompetensi Pekerja
yaitu pekerja sosial sudah mengetahui
Sosial dalam penanganan kasus-kasus ABH
tentang kebijakan dalam penanganan
berdasarkan kerangka pengetahuan,
ABH, yaitu tentang Undang-Undang
ketrampilan dan nilai pekerjaan sosial. Semua
Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan
informan mengemukakan pengetahuan,
Undang-Undang Perlindungan Anak
keterampilan dan nilai yang mendasari ketika
Nomor 35 Tahun 2014 juga mengetahui
ditanyakan berdasarkan tahapan pelaksanaan
tentang perkembangan anak sehingga
respon kasus Berikut adalah temuan hasil
dalam melayani atau merespon anak sesuai
penelitian tentang kompetensi yang digunakan
Pekerja Sosial dalam tahapan respon kasus dengan tingkat perkembangan anak. Hal
ini seperti dikemukakan salah seorang
ABH.
informan ES sebagai berikut: “…ketika
a. Layanan Kedaruratan faham usia anak yang kita hadapi,
Layanan kedaruratan dalam respon kasus sehingga kita juga mengatur bagaimana
ABH adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan cara menghadapi anak tersebut “. Namun
untuk menyelamatkan anak secara segera dari ada beberapa pengetahuan yang belum
situasi kejadian yang dinilai dapat dikemukakan diantaranya berkaitan
membahayakan keselamatan jiwanya, dengan safeguarding atau berkaitan
termasuk pertolongan tingkat pertama medis dengan keamanan dan keselamatan anak.
dan psikososial. Semua informan Pekerja
Sosial telah melaksanakan layanan 2) Nilai yang digunakan dalam layanan
kedaruratan dalam penanganan ABH. Bahkan kedaruratan sudah merujuk pada nilai-nilai
beberapa informan mendefinisikan layanan pekerjaan sosial dan memperhatikan
kedaruratan adalah layanan respon kasus, prinsip hak anak serta perlindungan anak.
sehingga jawaban tentang kompetensi Nilai-nilai yang diterapkan layanan
berkaitan dengan layanan kedaruratan lebih kedaruratan oleh informan adalah: a) non
lengkap. Kompetensi yang digunakan oleh judgemental yaitu tidak menghakimi
pekerja sosial berdasarkan kerangka terhadap anak termasuk anak sebagai

77
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

pelaku; b) kerahasiaan, nilai ini terutama ini sesuai dengan pertanyaan pada layanan
digunakan untuk menjaga stigma dan kedaruratan.
disriminasi demi kepentingan terbaik dan 2) Nilai dalam layanan intervensi krisis
perlindungan anak; c) penerimaan, nilai ini dikemukakan semua informan adalah nilai
untuk menerima kondisi anak apa adanya penerimaan dan kerahasiaan. Penggunaan
termasuk anak sebagai pelaku dalam kasus nilai tentang kepentingan terbaik untuk
ABH; d) menghargai harkat dan martabat, anak (the best interest for the children)
nilai ini digunakan walaupun untuk anak tidak disebutkan oleh inorman. Nilai ini
sebagai korban dan pelaku; dan e) sangat penting untuk mendamping anak
kepentingan terbaik untuk anak. Hal ini berhadapan hukum baik sebagai pelaku,
menunjukkan bahwa informan Pekerja saksi atan korban.
Sosial sudah menggunakan nilai Pekerjaan 3) Keterampilan yang digunakan oleh
sosial dan prinsip dari Hak Anak. informan pekerja sosial dalam melakukan
3) Keterampilan yang diterapkan oleh intervensi krisis adalah: 1) asesmen
informan pekerja sosial dalam layanan psikososial; 2) advokasi; 3) pendampingan
darurat penanganan anak selama ini untuk melakukan terapi psikososial;
adalah: a) membangun komunikasi dan koordinasi, dan komunikasi.
relasi dengan anak, hal ini ini dilakukan
agar anak memiliki ‘trust’ kepada pekerja c. Pendampingan Penyelesaian Kasus
sosial; b) keterampilan membangun Salah satu tugas Pekerja Sosial dalam
jejaring yang digunakan untuk penanganan ABH adalah melakukan
memberikan proses pertolongan darurat; c) layanan pendampingan penyelesaian
keterampilan asesmen untuk mendapatkan kasus. Tugas pendampingan yang
data cepat; d) wawancara terutama untuk dilakukan oleh informan pekerja sosial
membuka pembicaraan dengan anak; dan selama ini adalah: 1) mendampingi anak
e) koordinasi dengan berbagai pihak. selama menjalani proses peradilan pidana;
Keterampilan asesmen yang digunakan 2) pendampingan selama proses diversi.
pada layanan kedaruratan menggunakan Kegiatan yang dilakukan oleh pekerja
tool asesmen yang dikembangkan oleh sosial disini adalah: 1) menyusun laporan
manajemen sosial sebagai bahan pertimbangan
kepolisian untuk membuat keputusan
b. Layanan Intervensi Krisis tentang status pelaku; 2) koordinasi
Layanan intervensi krisis dalam respon dengan keluarga pelaku, keluarga korban,
kasus penanganan ABH adalah layanan aparat pemerintah di lingkungan tempat
untuk membantu anak dan keluarga dalam tinggal pelaku maupun korban, pihak
upaya pemulihan kondisi emosional sekolah, tokoh agama di lingkungan
mereka, serta mampu menghadapi dan tempat tinggal pelaku; 3) mengikuti proses
menyelesaikan permasalahannya akibat pengambilan keputusan diversi dalam
situasi krisis yang terjadi setelah peristiwa kasus pelaku; 4) Negosiasi dengan
yang dilihat atau dialaminya. Kerangka keluarga korban agar menrima diversi; 5)
pengetahuan, nilai dan keterampilan yang melakukan advokasi kepada pihak sekolah
mendasari pekerja sosial melakukan agar anak tetap bersekolah; 6) membantu
layanan ini adalah sebagai berikut: terjadinya kesepakatan antara keluarga
1) Pengetahuan yang perlu dimiliki untuk korban dengan pelaku serta keluarga
tahap ini menurut informan axalah tentang: pelaku dalam mencapai status diversi.
1) anak dan kebutuhan anak; 2)
perkembangan anak; 3) Hak Anak; 4) Kompetensi pekerja sosial yang digunakan
pengasuhan; 5) asesmen; dan 6) Sistem dalam pendampingan penyelesaian kasus
Peradilan Anak (SPPA). Hampir semua adalah:
informan menjelaskan jawaban pertanyaan

78
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

1) Kerangka pengetahuan membangun trust dengan klien yang


 Pendampingan anak. Pengetahuan didamping: c) membuat laporan
ini diperlukan dan harus dikuasai sosial, keterampilan ini adalah
oleh pekerja sosial mengenai membuat laporan tentang identitas,
bagaimana melakukan kronologis kasus; d) Advokasi,
pendampingan terhadap anak. merupakan keterampilan yang
Pendampingan secara khusus digunakan untuk membela hak-hak
diperoleh dari pelatihan tentang ABH seperti hak pendidikan; e)
manajemen kasus dan good Negosiasi, keterampilan ini
parenting yang diselenggarakan oleh digunakan untuk membujuk
Save the Children pada bulan April keluarga korban agar menyetujui
2016. keputusan dan pendampingan pada
 Anak Berhadapan dengan Hukum. proses diversi; f) Brokering,
Pekerja sosial dalam melakukan keterampilan ini digunakan untuk
pendampingan harus menguasai ketika membantu pelaku dalam
tentang ABH, khususnya berkaitan mengakses pelayanan yang
dengan kebijakan berkaitan dengan dibutuhkan, seperti penempatan
ABH yaitu tentang Undang-Undang pelaku di Panti Sosial Bina Remaja
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Bambu Apus untuk mengikuti
Sistem Peradilan Pidana Anak pelatihan vokasional; g) membina
(SPPA). relasi yang telah terbentuk dengan
 Perkembangan anak. Pengetahuan anak dan keluarga yang didampingi.
tentang perkembangan anak b) Nilai, kerangka nilai yang
merupakan aspek penting dalam digunakan dalam melakukan
melakukan pendampingan layanan pendampingan adalah nilai-
permasalahan anak, sehingga nilai pekerjaan sosial yaitu: a) nilai
pendamping dalam merespon sesuai kerahasiaan yaitu artinya menjaga
dengan usia perkembangan anak. rahasia klien yang kita dampingi; b)
Pekerjaan sosial, pengetahuan self awareness, nilai ini digunakan
tentang pekerjaan sosial merupakan membantu informan untuk
aspek yang perlu diketahui oleh senantiasa menyadari bahwa emosi,
pekerja sosial dalam melakukan nilai-nilai pribadinya tidak boleh
proses pertolongan profesional dalam mempenagaruhi tugasnya sebagai
tahap pendampingan. Namun profesional, karena seringkali ia
demikian pengetahuan pekerjaan berhadapan dengan orang-orang
sosial yang dikemukakan adalah yang tidak kooperatif, seperti
berkaitan dengan metode dan keluarga korban seringkali tidak
tahapan pertolongan pekerjaan sosial. mau bekerja sama untuk keputusan
Namun semua informan tidak diversi pelaku; c) non judgemental,
menyebutkan secara spesifik tentang berguna bagi informan untuk
praktik pekerjaan sosial dengan anak. menilai orang-orang yang
2) Keterampilan. Keterampilan yang bekerjasama dengan informan.
digunakan informan pekerja sosial Selain etika berkaitan dengan
dalam melakukan pendampingan: pekerjaan sosial, dua informan
a) Komunikasi, keterampilan ini mengemukakan tentang prinsip
digunakan untuk melaksanakan kepentingan terbaik untuk anak juga
tugas pendampingan. Komunikasi merupakan nilai yang diperlukan
dilakukan baik dengan anak, dalam melakukan pendampingan
keluarg maupun dengan pihak-pihak annak. Hal ini menandakan bahwa
terkait dalam penanganan ABH; b) nilai yang mendasari informan

79
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

pekerja sosial dalam mendampingi sosial, merupakan kerangka nilai


ABH sudah menggunakan nilai dan etika dalam pekerjaan sosial
pekerjaan sosial dan nilai tentang menjadi acuan disamping nilai yang
HAK anak. terkandung dalam HAM itu sendiri.
Nilai yang sering digunakan
Berdasarkan aspek-aspek tentang
tersebut adalah self determination,
kapasitas pekerja sosial dalam
partisipasi, kerahasiaan, penerima-
pelaksanaan layanan pendampingan
an, individualism dan nilai lainnya
bagi ABH telah cukup memiliki dan
sesuai dengan prinsip dan etika
menerapkan pengetahuan, keterampilan
dalam pekerjaan sosial.
dan nilai pekerjaan sosial termasuk
2) Beberapa keterampilan yang
pekerjaan sosial untuk anak.
digunakan dalam rehabilitasi sosial
b. Layanan Rehabilitasi Sosial seperti dikemukakan oleh dalam
Hampir semua informan pekerja sosial melakukan rehabilitasi sosial adalah
pada penelitian ini mengemukakan bahwa sama dengan keterampilan pada
mereka tidak melakukan semua tahapan tahapan lainnya yaitu: a)
atau mekanisme respon kasus dalam komunikasi; b) asesmen; c) metode
penanganan ABH sesuai dengan pedoman pekerjaan sosial individu dan
yang ada. Bahkan beberapa informan keluarga; d) konseling; e)
mengemukakan mereka tidak melakukan manajemen kasus; f) rujukan; g)
rehabilitasi sosial dalam penanganan terminasi.
kasus-kasus, karena sebagaian besar kasus
yang ditangani lebih cepat diterminasi Sebagian informan mengharapkan mendapatkan
melalui diversi tanpa melakukan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih spesifik
rehabilitasi sosial terlebih dahulu. berkaitan dengan kompetensi untuk
melakukan rehabilitasi sosial untuk
Namun demikian mereka mengemukakan penanganan ABH, seperti: bimbingan
bahwa kapasitas yang harus dimiliki dalam konseling khusus untuk anak, terapi
melakukan rehabilitasi sosial dalam perubahan perilaku untuk rehabilitasi
penanganan kasus ABH, sebagian besar sosial ABH.
belum merujuk apa yang dikemukakan
oleh Henry Kesser dan dan Scott Allan. c. Layanan Penguatan Anak dan Keluarga
Layanan penguatan anak dan keluarga
Kapasitas yang dikemukakan oleh
informan adalah: merupakan tahapan layanan respon kasus
sesuai dengan program dari Kementerian
1) Pengetahuan yang harus dimiliki
Sosial, dan hanya dua orang informan
berkaitan dengan rehabilitasi sosial
Pekerja Sosial (Sakti Peksos) yang
adalah: a) Pekerjaan Sosial,
merupakan pengetahuan yang menjawab tentang layanan penguatan anak
dan keluarga. Sementara Pekerja Sosial
mendasari dalam rehabilitasi sosial,
lainnya lebih mahami erja Sosial yang
dan hal ini dikemukakan oleh semua
beberapa informan mengemukakan bahwa
informan; b) Perubahan perilaku,
layanan penguatan anak dan keluarga
terutama yang berkaitan dengan
sebagai bagian dari program penanganan
teknik teknik untuk penyelesaian
ABH. Kegiatan yang dilakukan oleh tiga
masalah seperti: pengubahan perilaku,
informan Pekerja Sosial dalam layanan ini
konseling, komunikasi serta good parenting
adalah: konseling keluarga, Temu
(Positif Disipline Everyday Parenting)
Penguatan Anak dan Keluarga (TEPAK)
merupakan pengetahuan rehabilitasi
yang berisi kegiatan tentang good
sosial dalam penanganan ABH.
parenting, sesi-sesi pengembangan
Nilai yang diterapkan dalam
kapasitas anak (Child Development
memberikan layanan rehabilitasi
Session). Namun lima informan

80
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

Kompetensi yang mendukung pada Penanganan ABH dari Direktorat


kegiatan ini adalah: Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial,
1) Pengetahuan yang berkaitan dengan: a) yaitu dalam proses melakukan layanan 1)
pengubahan perilaku yang digunakan kedaruratan; 2) intervensi krisis; 3)
untuk mengarahkan klien kepada pendampingan penyelesaian kasus; 4)
prilaku yang bisa diterima secara rehabilitasi sosial; dan 5) layanan penguatan
agama, sosial, dan budaya; b) anak dan keluarga.
konseling; c) good parenting, Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa
pengetahuan ini penting sekali karena pengetahuan, keterampilan dan nilai yang
untuk meningkatkan pengasuhan anak; mendasari kompetensi Pekerja Sosial dalam
d) sistem sumber, pengetahuan ini penanganan kasus ABH masih berdasarkan
penting untuk mengakseskan keluarga kompetensi Pekerjaan Sosial secara umum,
dan anak dengan sumber-sumber belum spesifik berdasarkan kebutuhan dari
pelayanan yang dibutuhkan. setiap tahapan respon kasus bagi anak yang
2) Kerangka nilai yang diterapkan dalam berhadapan dengan hukum. Beberapa referensi
penguatan anak dan keluarga yang membahas tentang peran pekerja
diantaranya adalah: Self berkaitan dengan anak yang berhadapan
Determintation, Partisipasi, dengan hukum menyatakan bahwa pekerja
Individualism, non Judgemental, sosial harus memahami tentang praktik
Penerimaan dan Kerahasiaan. pekerjaan sosial dan sistem hukum, termasuk
3) Keranga keterampilan yang digunakan hukum perundang-undangan yang berlaku,
dalam aktivitas penguatan anak dan hukum penanganan kasus, lembaga hukum
keluarga adalah konseling, (pengadilan, penjara, dan lain-lain), dan para
membangun jejaring/mengakses sistem profesional hukum (seperti pengacara, hakim,
Sumber, Pekerjaan sosial dengan paralegal, ahli forensik, dan profesional
komunitas, membangun kepercayaan alternatif penyelesaian perselisihan).
(trust building), negosiasi, Manajemen
kasus dan teaching untuk melatih Indonesia telah memiliki kebijakan berkaitan
orangtua. dengan sistem hukum dan kebijakan yang
melindungi anak yang berhadapan dengan
Sumber pengetahuan ini didapat dari hukum, dan hal tersebut telah diketahui
bangku kuliah, pelatihan dari save the sebagian besar Pekerja Sosial, namun tidak
children, dan supervise dari senior case dikuasai secara mendalam. Secara rinci pembahasan
worker. Keterampilan berkaitan dengan tentang pengetahuan, keterampilan dan nilai yang
layanan penguatan anak dan keluarga yang dimiliki Sakti Peksos dalam melakukan respon
dilaksanakan selama ini lebih pada kasus ABH.
pelaksanaan program Kementerian Sosial,
belum spesifik berkaitan dengan kebutuhan 1. Pengetahuan
layanan penguatan anak dan keluarga untuk Sakti Peksos telah memiliki pengetahuan
ABH. Hal ini karena keterbatasan tentang klien dan pekerjaan sosial.
kompetensi pekerja sosial dalam Pengetahuan tentang klien meliputi
melaksanakan layanan penguatan anak dan tentang hak anak, perkembangan anak,
keluarga untuk ABH. berkaitan pengasuhan atau good parenting.
Pengetahuan tentang anak ini merupakan
Pembahasan kompetensi yang mendasar yang harus
dimiliki oleh seorang pekerja sosial yang
Pekerja Sosial dalam penanganan ABH bekerja dengan anak (Unwin & Hogg,
dituntut memiliki kompetensi khusus dalam 2012; Petr, 2004). Pengetahuan lainnya
melakukan repon kasus seperti yang yang perlu dimiliki oleh Pekerja Sosial
dirumuskan pedoman Respon Kasus untuk penganan ABH adalah berkaitan

81
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

dengan sistem hukum dan peradilan Dalam proses layanan respon kasus, Sakti
diantaranya tentang Undang-Undang Peksos kurang dapat membedakan antara
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem pengetahuan berkaitan dengan layanan
Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sakti kedaruratan dan intervensi krisis dalam
Peksos sudah menjelaskan tentang SPPA, proses respon kasus ABH. Jawaban
namun kurang menjelaskan secara detail tentang pengetahuan berkaitan dengan
berkaitan dengan proses pendampingan layanan kedaruratan dan intervensi krisis
dalam diversi, juga pendampingan di sama, yaitu tentang hak anak,
pengadilan. Hal yang seharusnya perkembangan anak, SPPA dan asesmen.
dilakukan dalam pendampingan kasus Malcompayne (2005) menjelaskan teori
anak pada proses restorative justice seperti praktik pekerjaan sosial tentang intervensi
dikemukakan pada Undang-Undang krisis dan task center yang seharusnya
Nomor 11 Tahun 2012. Tineke (2011) dilakukan pekerjaan sosial ketika
menyatakan bahwa restorative justice menangani situasi krisis termasuk darurat
merupakan model rehabilitasi sosial bagi yang dialami ABH.
anak-anak yang yang berhadapan dengan
hukum, sehingga anak-anak yang Dalam melakukan pendampingan
berhadapan dengan hukum tercegah dari penyelesaian kasus ABH, pekerja sosial
‘residivisme’ dan tetap terpenuhi hak- anak telah memiliki pengetahuan yang
haknya dan dapat melanjutkan tehap cukup yaitu berkaitan dengan tentang
perkembangan anaknya tanpa terpengaruh pendampingan anak ABH dan
situasi pemenjaraan. perkembangan anak. Hal ini seuai dengan
apa yang dikemukakan oleh NASW
Sakti Peksos juga telah mendapatkan (2013), dan Unwigh (2013) bahwa
pelatihan tentang ABH selama hampir satu pengetahuan ini diperlukan dan harus
bulan di Balai Diklat Kementerian Sosial. dikuasai oleh pekerja sosial mengenai
Seharusnya Sakti Peksos sudah memahami bagaimana melakukan pendampingan
tentang sistem hukum, sehingga Sakti terhadap anak. Pendampingan secara
Peksos dapat melakukan tahapan respon khusus diperoleh dari pelatihan tentang
kasus yaitu terutama tahap pendampingan manajemen kasus dan good parenting
penanganan kasus secara profesional. yang diselenggarakan oleh Save The
Pengetahuan lainnya dalam sistem hukum Children pada bulan April 2016. Namun
yang harus dimiliki adalah jejaring dalam informan pekerja sosial tidak
proses hukum Allan E. Barsky (2015). mengemukakan pengetahuan secara detail
berkaitan dengan diversi dan restorative
Pengetahuan tentang Pekerjaan Sosial justice (RJ) pendampingan ABH. UU
Anak yang dimiliki oleh Sakti Peksos SPPA Nomor 11 Tahun 2012 dan
adalah tentang manajemen kasus, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
pendampingan anak dan komunikasi. 2015 Tentang Pedoman Diversi
Dalam melakukan pendampingan anak mengemukakan bahwa diversi pada
sudah disesuaikan dengan pengetahuan tahapan penanganan ABH dapat
perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan dilakukan: pertama. pada proses
apa yang dikemukakan oleh Petr (2004) penidikan dan penyelidikan, yaitu ketika
tentang perspektif combanting terjadi kejadian dan laporan kasus disini
adulcentrism. Namun secara teori mereka sudah dapat dilakukan pendampingan
kurang memahami hal tersebut, karena diversi dengan RJ oleh Pekerja Sosial;
secara umum Peksos belum memahami kedua, proses penuntutan kepada ABH,
tentang perpektif Praktik Pekerjaan sosial Pekerja Sosial dapat melakukan diversi
dengan anak secara integrative seperti dengan RJ, sehingga ABH tidak sampai
dikemukakan oleh Petr. pada tahapan persidangan; ketiga tahap

82
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

persidangan, Pekerja Sosial juga dapat Pekerja Sosial harus mendampingi anak
melakukan pendampingan dengan dan keluarga untuk perubahan perilaku
pendekatan diversi dengan RJ pada tahap yang lebih baik. Sementara, Pekerja Sosial
persidangan sehingga putusan pengadilan disini lebih menguatamakan layanan
meringankan ABH yang dapat diputuskan darurat respon kasus dan pendampingan
untuk dapat rehabilitasi sosial di Lembaga anak pada proses diversi saja. Hambatan
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau Sakti Peksos dalam melakukan rehabilitasi
Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial adalah bahwa variasi karakteristik
Sosial (LPKS) atau bila memungkinkan anak yang dihadapi berbeda-beda baik dari
kembali pada orangtua. Hal ini akan segi usia maupun kondisi anak, sementara
mencegah residivisme pada anak, dan anak Pekerja Sosial masih belum terampil
akan tetap terpenuhi hak anak nya yaitu melakukan teknik-teknik rehabilitasi
hak. sosial berdasarkan usia.

2. Keterampilan Disamping itu bebagai keterbatasan lain


Keterampilan yang dimiliki oleh Sakti juga dihadapi oleh mereka misalnya
Peksos dalam layanan tahapan respon lokasi/ tempat yang sulit dijangkau,
kasus secara umum adalah sama, sehingga termasuk terbatasnya tempat
Sakti Peksos juga kurang menjelsakan melaksanakan rehabilitasi sosial. Namun
ketrampilan spesifik pada setiap tahapan itu semua tidak mengurangi substansi
respon kasus. Keterampilan tersebut rehabilitasi sosial dan mampu
adalah: a) membangun komunikasi dan menyeseuaikan dengan kondisi dan
relasi dengan anak, hal ini ini dilakukan keterbatasan yang ada. Hal ini sesuai
agar anak memiliki ‘trust’ kepada pekerja dengan komponen rehabilitasi sosial
sosial; b) keterampilan membangun yaitu: person, problem, place dan process.
jejaring yang digunakan untuk Artinya bahwa pekerja sosial dalam
memberikan proses pertolongan darurat; melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial
yaitu dilakukan dengan pihak kepolisian, perlu memperhatikan: klien dengan segala
kesehatan namun Pekerja Sosial belum keunikan/ karakteristiknya, masalah yang
secara rinci menjelaskan ketrampilan dihadapi klien, tempat yang
jejaring dengan aparat penegak hukum memungkinkan dilakukannya rehabilitasi
lainnya seperti di pengadilan; c) sosial dan proses atau mekanisme/ tahapan
ketrampilan asesmen untuk mendapatkan rehabilitasi sosial itu sendiri. Sehingga
data cepat; d) Wawancara terutama untuk pengetahuan, nilai dan keterampilan yang
membuka pembicaraan dengan anak; dan dimiliki oleh pekerja sosial diharapkan
e) koordinasi dengan berbagai pihak. dapat membantu menyelesaikan masalah
Beberapa Sakti Peksos juga sudah yang dihadapi oleh klien anak secara
menggunakan tools asesmen untuk optimal.
mengetahui kondisi keluarga, seperti
genogram dan ecomap. namun Pekerja Keterampilan dalam pendampingan
Sosial kurang cakap dalam melakukan penyelesaian kasus anak juga merupakan
ketrampilan untuk layanan rehabilitasi aspek yang penting dalam penanganan
sosial bagi ABH sesuai dengan kondisi ABH. Sakti Peksos telah memiliki
dan usia anak. Beberapa keterbatasan keterampilan spesifik dalam peroses ini
Pekerja Sosial dalam melakukan terutama berkaitan dengan ‘pendampingan
ketrampilan rehabilitasi ABH adalah anak’, baik pendampingan pada proses-
tentang kurang terampilnya dalam proses diversi di tingkat kejadian sampai
melakukan teknik-teknik perubahan dengan proses diversi di tingkat
perilaku anak. Hal ini diperlukan karena pengadilan sehingga anak terlindungi.
dengan pendekatan restorative justice, Keterbatasan Pekerja sosial dalam

83
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

melakukan pendampingan ini juga Simpulan


disebabkan terbatasnya supervise dari
supervisor. Permasalahan lainnya adalah Pekerja Sosial di Kabupaten Cianjur telah
terbatasnya dana untuk pendapingan ABH. melaksanakan layanan respon kasus ABH.
Namun demikian beberapa Pekerja sosial Pelaksanaan respon kasus ABH ini dibawah
telah menunjukkan keterampilannya dalam kendali Dinas Sosial Kabupaten Cianjur
melakukan advokasi untuk membela hak- dengan dukungan dari Pusat Dukungan Anak
hak ABH seperti hak pendidikan. Pekerja dan Keluarga. Pelaksanaan respon kasus yang
Sosial juga sudah mulai trampil melakukan dilakukan oleh Pekerja Sosial belum merujuk
negosiasi untuk membujuk keluarga pada tahapan respon kasus seperti pedoman
korban agar menyetujui keputusan dan yang dikeluarkan oleh Direktorat Rehabilitasi
pendampingan pada proses diversi. Sosial Anak, dimana dalam melakukan respon
kasus harus melaksanakan pelaksanaan tugas
Keterampilan yang kurang dikemukakan layanan: 1) kedaruratan; 2) intervensi krisis;
oleh Pekerja Sosial dalam temuan 3) pendampingan penyelesaian kasus; 4)
penelitian ini adalah keterampilan dalam rehabilitasi sosial; dan 5) layanan penguatan
membuat laporan, karena laporan sosial anak dan keluarga. Namun demikian, beberapa
Pekerja Sosial sangat diperlukan dalam Pekerja Sosial yang melaksanakan respon
proses penanganan anak berhadapan kasus berdasarkan tahapan pekerjaan sosial
dengan hukum (Barsky A E. 2015; dan menggunakan pendekatan manajemen
NASW, 2013; Unwin & Hogg, 2012 ). kasus. Hal ini disebabkan terbatasnya
informasi tentang pelaksanaan layanan respon
kasus untuk penanganan ABH sesuai dengan
3. Nilai
Nilai sebagai bagian dari kompetensi yang pedoman dari Kementerian Sosial.
mendasari praktik pekerjaan sosial. Kompetensi yang dimiliki oleh pekerja sosial
Hampir semua informan pekerja sosial dalam melakukan tugas respon kasus sudah
pada penelitian ini mengemukakan bahwa dilakukan berdasarkan pengetahuan,
mereka menerapkan nilai dan etika praktik keterampilan dan nilai pekerjaan sosial secara
pekerjaan sosial. Nilai yang sering umum. Tiga orang Pekerja Sosial diantaranya
digunakan tersebut adalah self sudah memiliki kompetensi khusus berkaitan
determination, partisipasi, kerahasiaan, dengan pendampingan ABH, yaitu mengetahui
penerimaan, dan individualism. Selain itu tentang kebijakan yang terkait dengan ABH
beberapa informan juga menggunakan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
nilai yang berkaitan dengan prinsip hak Tentang SPPA, pengetahuan tentang
anak yaitu: 1) berorientasi pada Pekerjaan Sosial, dan perkembangan anak. Hal
kepentingan terbaik untuk anak. Nilai ini ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
digunakan dalam proses diversi pada Unwin & Hogg (2012), dan NAWS (2013).
setiap tahapan layanan: 2) perlindungan, Sementara keterampilan yang digunakan
nilai ini juga digunakan dengan informan Pekerja Sosial dalam proses respon
mengutamakan perlindungan anak dari kasus kepada ABH adalah tentang ketrampilan
situasi yang mengancam anak. Hal ini komunikasi, asesmen, dan hanya dua informan
menandakan bahwa Pekerja Sosial sudah yang mengemukakan tentang keterampilan
mengutamakan keamanan dan keselamatan laporan sosial. Pada pelaksanaan tugas
anak dalam memberikan proses pendampingan penyelesaian kasus, beberapa
layanannya. Hal ini sesuai dengan peksos menyatakan pernah melakukan
pendapat Fox (2009) bahwa profesi membantu anak dalam proses mendapatkan
pekerjaan sosial memiliki tugas untuk layanan visum et repertum, mendampingi anak
melindungi kelompok rentan seperti anak- selama menjalani proses peradilan pidana,
anak termasuk anak yang berhadapan memfasilitasi proses penempatan anak di
dengan hukum. LPKS sesuai permintaan Kepolisian,

84
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

Kejaksaaan, atau Pengadilan sesuai dengan


ketentuan dan standar layanan, serta
mendampingi anak dalam proses mediasi. Ada
beberapa perbedaan pengetahuan, nilai, dan
keterampilan yang diterapkan dalam
pelaksanaan tugas ini, diantaranya berkaitan
dengan membangun jejaring, melakukan lobi,
serta berkoordinasi dengan berbagai pihak
yang terkait dengan kasus anak.
Kompetensi yang masih terbatas dalam
pelaksanaan ABH adalah dalam pelaksanaan
tugas layanan rehabilitasi sosial, beberapa
pekerja sosial menyampaikan tidak melakukan
rehabilitasi sosial untuk kasus-kasus yang
ditangani. Dengan pertimbangan kasus yang
ditangani sebagian besar melalui diversi dan
dikembalikan ke orangtua tanpa melakukan
rehabilitasi sosial terlebih dahulu. Mereka juga
masih memiliki keterbatasan untuk melakukan
teknik-teknik rehabilitasi sosial. Sementara
tugas untuk penanganan ABH menurut
konvensi Hak Anak adalah berkaitan kepada
recoveri dan dan rehabilitasi. Pengetahuan dan
ketrampilan lainnya berkaitan dengan
penanganan anak yang tidak dikemukakan
oleh informan adalah berkaitan dengan: 1)
safeguarding, 2) melakukan keterampilan
analisis kritis secara efektif, serta 3)
pengetahuan tentang restorative justice. Untuk
menindaklanjuti penelitian ini direkomendasikan
perlu adanya penelitian tentang bagaimana
perbedaan kompetensi pekerja sosial yang
praktiknya tersupervisi dan yang tidak
tersupervisi, dan penelitian tentang bagaimana
proses supervisi kepada pekerja sosial dalam
melakukan respon kasus.

85
PEKSOS: Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Vol.16 No.1, Juni 2017

Daftar Pustaka
Allan E. Barsky. 2015. “Social Work and The Law” refers to The Interface between The Practice of
Social Work and The Legal System, including Statutory Law, Case Law.
http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780195389678/obo-9780195389678-
0024.xml. Diakses tanggal 1 Mei 2017. Jam 15.30.
Allan W Scott. 1976. Rehabilitation: A Community Challenge. London. Chapman & Hall Limited
Barsky, Allan EAuthor. 2009. The Legal and Ethical Context for Knowing and Using The Latest
Child Welfare Research. InformationView Profile. Child Welfare; Arlington88.2.
http://search.proquest.com/socialsciences/docview/213807245/fulltextPDF/C47DFE38ADA4
A90PQ/2/accountid=50790. Diakses pada tanggal 1 Mei 2017. Jam 7.28.PM
Blok, W. 2012. Core Social Work. International Theory, Values dan Practice. London and
Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers
Boyd Webb, Nancy. 2009. Praktek Pekerjaan Sosial dengan Anak. Pustaka Societa
BP3AKB. Profil Anak Jawa Barat Tahun 2015
Brighton14.3 .2015. Restorative justice: the relevance of desistance and psychology.
http://search.proquest.com/socialsciences/docview/1710609193/F3D0FE4243E244C4PQ/3?a
ccountid=50790. Diakses tanggal 5 Juni 2017. Jam 14.25
Colby, I. & Dziegielewski, S.F. 2008. Introduction to Social Work: The People’s Profession.
Lyceum Books, Inc.
Cole, M., Cole, R,S. & Lightfoot, C. 2005. The Development of Children. Fifth edition. New York:
Worth Publishers
Dubowit, H. & Depanfilis, D. 2000. Child Protection Practice. London: Sage Publication
Frost, N.& Parton, N. 2009. Understanding Children’s Social Care. Politics, Policy and Practice.
Sage
Holland, Sally. 2004. Child and Family Assessment In Social Work Practice.
Katherine van Wormer. 2003. Restorative Justice: A Model for Social Work Practice with Families.
Families in Society Milwaukee 84.3 (Jul-Sep 2003)
Malcompayne. 2005. Modern Social Work Theory. Palgrave Macmillan
NASW. 2013. NASW Standards for Social Work Practice in Child Welfare
Norman, GR. 1985. Assessing Clinical Competence. New York: Springer; 330-341
NASW Center for Workforce Studies: http://workforce.socialworkers.org
O’Hagan, K. 2007. Competence in Social Work Practice: A Practical Guide for Students and
Proffesionals. (2nd edit). Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers
Petr, Christopher, G. 2004. Social Work with Children and Their Families. New York. Oxford
University Press
Pihlainen, Vuokko; Kivinen, Tuula; Lammintakanen, Johanna. Leadership in Health Services;
Bradford29.1 (2016): 95-110. Management and Leadership Competence in Hospitals: a
Systematic.LiteratureReview.http://search.proquest.com/socialsciences/docview/1756462461/full
text/D6321F8F14E94396PQ/2?accountid=50790. Diakses tanggal 13 Juni 2017. Jam 4.09
Robbie Welch Christler Tourse; Mooney, Jean F; Kline, Paul; Davoren, Jeanne. Journal of Social
Work Education; Washington 41.3 (Fall 2005): 457-477

86
Schroeter, K.2008. Competence Literature Review. CCI
Soetodjo, W. 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT. Refika Aditama
Tinneke VAN CAMP, 2011. Is there more to restorative justice than mere compliance to procedural
justice? A qualitative reflection from the victims' point of view. Universite de Montreal
(Canada), ProQuest Dissertations Publishing, 2011. NR75758
ttp://search.proquest.com/docview/885013971/364F0BC2A474883PQ/1
Unwin, Peter & Hogg, Rachel. 2012. Effectice Social Work with Children and Families. A Skill
Handbook. London: Sage Pubication
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Zastrow, C.H. 2004. The Practice of Social Work. California: brooks/Cole Publishing Company

You might also like