You are on page 1of 5

Hambatan Komunikasi Terapeutik

1. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien
(depkes RI,1997). Dalam pengertian lain komunikas terapeutik adalah proses yang
dingunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatanny dipsuatkan pada klien.

2. Faktor-faktor penghambat Komunikasi Terapeutik


- Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Perawat yang kurang cakap dalam
berbicara, berbicara tersendat-sendat, dapat menyebabkan pendengar atau pasien menjadi
Jengkel dan tidak sadar.
- Sikap yang kurang tepat. Seorang perawat yang sedang berbicara atau melayani
pasien harus memberikan sikap yang baik dan sopan agar pasien merasa nyaman dan
tenang.
- Kurang pengetahuan. Seorang perawat yang kurang pengetahuannya, jarang membaca
atau menonton televisi, terkadang akan mengalami kesulitan saat berbicara dengan
pasiennya.
- Kurang memahami sistem sosial dan budaya lawan bicara (pasien) dapat
menyebabkan ketersinggungan lawan bicara.
- Prasangka yang tidak beralasan
- Jarak fisik. Komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan
komunikator berjauhan ataupun berdekatan
- Tidak adan persamaan resepsi
- Indera yang rusak
- Berbicara yang berlebihan. Seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari
pokok pembicaraan
- Mendominasi pembicaraan

3. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik


a. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran
secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase
ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan.
2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a. Supresi dan represi informasi yang terkait
b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat
sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji
untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan
menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan
mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap
menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)
j. Perilaku amuk atau tidak rasional

b. Transferens
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan
dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi
bermusuhan dan tergantung.

Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :


Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah.
Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji,
ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini
dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya
terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.

Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :


Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai
wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang melakukannya.

c. Kontertransferen
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis terhadap pasien
yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapetik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Perawat terkadang tidak menyadari bahwa apa yang telah di lakukan itu nantinya
merugikan kedua belah pihak. Perawat biasanya terpancing oleh sikap klien yang berlebihan,
baik sikap terlalu baik maupun sikap yang terlalu buruk sehingga perawat merespons dengan
emosi yang berlebihan juga. Respons emosional yang berlebihan itu disebut
Kontertransferen.
Menurut stuart, G.W (1998) Kontertransfaran merupakan bentuk respon emosional beupa
hambatan terapeutik yang berasal dari diri perawat yang dibangkitkan atau dipancing oleh
sikap klien.

Bentuk Kontertransferens (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005)


a. Ketidakmampuan berempati terhadap Klien dalam masalah tertentu
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan Kontrak dengan datang terlambat, atau
melampaui waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien
g. Berdebat dengan Klien atau kecenderungan untuk memaksa Klien sebelum ia siap
h. Mencoba untuk menolong Klien dalam segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi
i. Keterlibatan dengan Klien dalam tingkat personal
j. Melamunkan atau memikirkan Klien
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)
1). Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat
serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
2). Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya
dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya
pelanggaran batas.
3). Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik
diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang
rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan
tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain.

4). Batas uang


Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga
perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya
pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.

5). Batas pemberian hadiah dan pelayanan


Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.

6). Batas pakaian


Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai
pakaian yang tidak sopan.
7). Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan
klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada
menggurui merupakan pelanggaran batas.
8). Batas pengungkapan diri secara personal
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan
terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
9). Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas
atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup
dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan, 2005)


- Klien mengajak makan dengan perawat disaat siang maupun makan malam diluar
- Klien memperkenalkan perawat kepada keluarganya
- Perawat menerima pemberian hadiah dari basis Kien
- Perawat menghindari acara-acara sosial
- Klien memberi perawat hadiah
- Perawat secara rutin memegang dan memeluk Klien
- Perawat secara teratur memberi Informasi personal kepada Klien
- Hubungan profesional berubah menjadi hubungan Sosial
- Perawat menghadiri Undangan Klien

You might also like