You are on page 1of 4

Hambatan dalam Pelibatan

Keluarga/Orangtua/Masyarakat dalam Praktik Pendidikan


di Sekolah
Herman Firdaus Kumpulan Makalah

A. Beberapa Hambatan dalam Pelibatan Keluarga/Orangtua/Masyarakat dalam


Praktik Pendidikan di Sekolah
Melibatkan orangtua murid dan masyarakat untuk mendukung dan terlibat secara
optimal dalam berbagai kegiatan sekolah bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Apalagi kalau
orangtua murid dan masyarakat tersebut memiliki tujuan, harapan dan kepentingan masing-
masing yang kadang sangat bervariasi. Banyak kendala atau hambatan yang ditemui dalam
menyatukan harapan dan kepentingan tersebut (Suriansyah, 2014:64).
Menurut Suriansyah (2014:64) dalam praktiknya hubungan sekolah dengan
masyarakat dalam rangka menigkatkan keterlibatan atau partisipasi orangtua murid/keluarga
dalam pendidikan di sekolah ditemui sejumlah hambatan. Hambatan-hambatan ini dapat
bersumber dari persepektif guru dan kepala sekolah sebagai pelaksana hubungan maupun dari
pihak masyarakat sebagai subjek yang diajak untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan
sekolah dalam rangka meningkatkan mutu sekolah.
Grant dan Ray (Suriansyah, 2014:64) menyatakan ada sejumlah hambatan yang
ditemui dalam membangun keterlibatan keluarga di sekolah mencakup aspek : economics,
self efficacy, intergeneration, time demand, cultural norms and value class room culture and
past experience.
1. Economics (lack of money and transportation) ekonomi (kekurangan uang dan transportasi).
Orangtua murid/keluarga yang memiliki tingkat ekonomi masih rendah sering disibukkan
dengan pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kesibukan ini
menyebabkan mereka cenderung sulit untuk berpartisipasi/terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan bersama sekolah.
2. Self efficacy (lack of confident in ability to help, language consideration)/ kebahagiaan
sendiri (kurangnya percaya diri dalam kemampuan untuk membantu, pertimbangan bahasa).
Hambatan ini berkaitan dengan kurangnya percaya diri dari masyarakat atau orangtua murid
akan kemampuan untuk membantu sekolah, demikian juga dengan pihak sekolah sendiri
sering muncul perasaan ketidak percayaan akan kemampuan untuk mampu membantu
orangtua murid dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan anak di rumah, akibatnya
hubungan klaboratif tidak dilakukan secara optimal.
3. Intergenrational faktor (their parents uninvolved) /faktor antargenerasi (orangtua mereka
tidak terlibat).
Faktor ini merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu terciptanya kemitraan dan
keterlibatan orangtua murid dan masyarakat terhadap pendidiakn di sekolah. Orangtua murid
yang usianya sangat tua atau tokoh masyarakat yang sudah sepuh cenderung tidak mau
terlibat banyak dalam berbagai kegiatan kolaboratif, meskipun sebenarnya keterlibatan
mereka sangat dibutuhkan oleh sekolah. Sehingga sering sekolah tetap menyantumkan nama
tokoh dalam struktur tim atau komite tertentu di sekolah tetapi sebenarnya mereka tidak bisa
banyak berbuat di sekolah.
4. Time demands (work related, child care, elder care) /faktor tuntutan waktu yaitu yang
berhubungan dengan pekerjaan, perawatan anak, perawatan orangtua.
Faktor waktu merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat dan
orangtua murid untuk terlibat dalam berbagai kegiatan kolaborasi untuk membantu sekolah.
Lebih-lebih masyarakat atau orangtua murid di pedesaan dengan pekerjaan petani, lebih
banyak waktu di sawah yang mengakibatkan tidak memiliki waktu yang cukup dalam
kegiatan kolaboratif atau partisipasinya. Dlam kondisi seperti ini diperlukan kreativitas guru
dan kepala sekolah dalam melakukan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat.
5. Culture norms and values (teacher as expert) /faktor norma dan nilai budaya (guru sama
dengan seorang ahli).
Faktor budaya yang melekat dan pandangan yang kuat seakan-akan guru adalah seorang ahli
(expert) sehingga memiliki kemampuan untuk mengatasi segala masalah yang ada sudah
sangat kuat. Akibatnya, orangtua sering menyerahkan sepenuhnya keberhasilan pendidikan
anaknya kepada pihak sekolah, karena pihak sekolah dianggap sebagai pihak yang memiliki
kemampuan untuk membentuk anak-anak mereka.
Kepala sekolah perlu meyakinkan guru dan orangtua murid serta masyarakat, bahwa sehebat
apapun guru dan sekolah tidak akan mampu membuat anak berprestasi luar biasa tanpa
dukungan orangtua murid dan masyarakat demikian pula sebaliknya.
6. Classroom culture (not viewed as welcoming to parents) /faktor budaya kelas yang tidak
terbuka menyambut orangtua murid sebagai tamu.
Keterbukaan sekolah dan kelas untuk partisipasi orangtua murid dan masyarakat masih belum
optimal. Ada keraguan pihak guru dan sekolah akan keterlibatan optimal mereka, terkadang
muncul ketakutan kalau orangtua murid dan masyarakat melakukan intervensi pada hal-hal
teknis yang menjadi kewenangan guru. Sekolah dan guru takut dicampuri tugas dan
kewenangannya dan takut sekolah justru menjadi bermasalah dengan keterlibatan orangtua
murid dan masyarakat secara optimal di sekolah.
7. Past experience (negatif experiences with school) /faktor pengalaman masa lalu (pengalaman
negatif dengan sekolah).
Sekolah sering memiliki pengaalaman negatif akibat keterlibatan orangtua murid dan
masyarakat terhadap sekolah. Hal ini membawa dan mempengaruhi sekolah untuk enggan
berbuat banyak dalam membangun kemitraan yang optimal.
Sementara itu Grant dan Ray (Suriansyah, 2014:66-68) melihat dari perspektif
hambatan yang bersumber dari guru dalam rangka meningkatkan keterlibatan keluarga,
keterlibatan orangtua murid dan atau masyarakat di sekolah adalah mencakup : Doubts about
parent, perceived job limitations, negative attitude, scheduling, curricular constrains, lack of
confidence.
1. Doubts about parent (parent lack training, should not help with learning) /keraguan tentang
orangtua (orangtua kurang pengetahuan, tidak mampu membantu belajar).
Tenaga pendidik dan bahkan sekolah secara keseluruhan sering meragukan dan tidak yakin
akan kemampuan orangtua murid dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan kepada
anak-anak saat belajar di rumah. Disamping itu juga tidak yakin akan kemampuan dan
mungkin juga kemauan orangtua murid untuk terlibat dalam menbantu sekolah meningkatkan
mutu pendidikan. Oleh karena itu, akhirnya program kemitraan di sekolah dengan masyarakat
tidak terlaksana dengan baik dan optimal.
2. Perceived job limitations (teaching doesn’t involve working with families) /adanya
keterbatasan kerja (mengajar tidak melibatkan bekerja dengan keluarga).
Keterbatasan kerja yang dirasakan oleh guru dalam membina kemitraan sebagai akibat dari
beban kerja guru sehari penuh saat berada di sekolah harus berhadapan dengan siswa,
sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan kolaborasi dengan masyarakat
dan orangtua murid. Demikian juga halnya dengan usaha melibatkan orangtua murid dalam
pembelajaran dirasakn guru belum memiliki waktu yang cukup, karena guru harus mengejar
target kurikulum yang harus dilakukannya dalam kurun waktu tertentu.
3. Negative attitude (prior negative experiences, biases about families) /sikap negatif
(pengalaman sebelumnya negatif, bisa tentang keluarga).
Pengalaman sebelumnya yang kurang baik dalam kemitraan dengan keterlibatan orangtua
murid atau masyarakat membuat guru dan pihak sekolah menjadi enggan untuk melakukan
kegiatan kolaborasi dan kemitraan selanjutnya. Hal ini menjadi penghambat efektivitas
pelaksanaan kerjasama sekolah dan masyarakat secara keseluruhan.
4. Scheduling (classroom schedule inflexible, time conflicts with parents) /penjadwalan (jadwal
kelas tidak fleksibel, konflik waktu dengan orangtua).
Jadwal pelajaran yang ada di sekolah pada umumnya sudah ditetapkan secara rigid dan pasti
selama jam pelajaran berlangsung mulai masuk sekolah sampai pulang sekolah. Akibatnya
apabila ingin menggunakan waktu belajar untuk kegiatan kolaborasi, kerjasama dan
kemitraan jadwal tersebut sangat sulit untuk digunakan.
Disamping itu waktu yang tersedia dan sesuai untuk guru belum tentu sesuai untuk
masyarakat dan orangtua murid. Oleh sebab itu, sangat sulit bagi sekolah memilih waktu
yang tepat (bagi guru dan sekolah serta bagi masyarakat dan orangtua murid) untuk
melakukan pertemuan, kolaborasi atau kegiatan bersama di sekolah.
5. Curricular constraints (high stakes testing) kendala kurikuler.
Kurikulum di sekolah telah diatur apa dan kapan pencapaian target yang harus diselesaikan.
Sehingga telah diatur waktu efektif untuk belajar dalam setiap semester. Apabila waktu
efektif tersebut digunakan untuk kegiatan lain, maka akan menjadi masalah dalam pencapaian
target kurikulum.
6. Lack of confidence (fear of being judged by families)/ kurangnya kepercayaan (takut
dihakimi oleh keluarga.
Pengalaman buruk sekolah adalah ssering terjadi persepsi dan pemahaman antara sekolah
dengan masyarakat atau orangtua murid, yang berdampak terjadinya perselisihan diantara
keduanya. Perselisihan tersebut bahkan dapat berakibat pertengkaran yang kadang-kadang
juga secara fisik. Lebih-lebih misalnya tentang hukuman kepada peserta didik yang
prangtuanya tidak mengerti dapat terjadi ancaman fisik bagi tenaga pendidik di sekolah.
Demikian juga tentang biaya pendidikan yang sebenarnya sudah diputuskan oleh komite
sekolah sering tidak diterima oleh orangtua murid tertentu. Hal ini menyebabkan perselisihan
antara sekolah dengan orangtua murid dan masyarakat.
Perselisihan yang kuat dan menjurus pada ancaman fisik menyebabkan pihak sekolah
menjadi enggan bahkan tidak mau melakukan kegiatan kolaborasi atau diskusi dengan pihak
orangtua murid dan masyarakat.
Untuk mengatasi berbagai kendala pelaksanaanhubungan kerjasama dengan orangtua
murid/masyarakat dilihat dari faktor orangtua, maka sekolah harus melakukan berbagai
kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut Asosiasi Orangtua Murid dan Guru Amerika
(PTA) telah membuat standar nasional yang sama dan juga memungkinkan untuk
pengembangan orangtua murid, yaitu :
1. Berkomunikasi antara rumah dan sekolah adalah reguler, dua arah, dan bermakna.
2. Keterampilan orangtua ditingkatkan didukung.
3. Orangtua memainkan peran integral dalam membantu belajar siswa.
4. Orangtua diterima di sekolah dan dukungan serta bantuan mereka dibutuhkan.
5. Orangtua adalah mitra penuh dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi keluarga
dan anak.
6. Sumber daya masyarakat yang digunakan untuk memperkuat sekolah-sekolah, keluarga dan
belajar siswa.
Daftar Pustaka
Suriansyah, Ahmad. 2014. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat : Dalam Rangka
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.

You might also like