Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Sri Priyantini, Sp. A
Oleh :
Budhy Febrian kusuma
012014294
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
CATATAN MEDIK
A. IDENTITAS PASIEN
Nama penderita : An. S
Umur/tgl lahir : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Alamat : Tambak Mulyo RT 07/15 Tanjung Mas Semarang
- Kemudian pada pukul 07.50 WIB Pasien dibawa ke IGD RSISA dan di
IGD mengalami kejang lagi dengan durasi ±5 menit. Awal mula kejang
dari tangan (bergerak-gerak), kemudian menjalar ke seluruh tubuh
sehingga seluruh tubuh menjadi kaku.Sebelum kejang pasien sadar, dan
setelah kejang sadar dan menangis.
- Hari pertama di bangsal, anak tidak mengalami kejang dan badan sudah
tidak panas.
Riwayat Makan-Minum
Anak diberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai sekarang. Anak makan nasi
dan ASI tetap dilanjutkan.
Kesan : Asi eksklusif .
12−11.9
WHZ = = -0.11 (Normal)
0.90
Pemeriksaan Fisik
a. Tanggal 4 Oktober 2017, pukul 21.00 WIB di bangsal anak
Baitunnisa 1
Kesan umum : Tampak lemah dan kurang aktif.
Tanda vital
- Umur : 2 tahun
- Berat badan : 12 kg
- Panjang Badan : 85 cm
- Tekanan Darah : -
- Nadi : 126 x/menit regular (isi dan tegangan
cukup)
- Frek. Napas : 24 kali/menit
- Suhu : 38,5° C ( axilla )
Status Internus
Kepala : kesan mesocephal ,UUB datar
Mata : conjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-),
mata cekung (-), reflek pupil (+/+), pupil isokor
Telinga : normotia, low set ear (-), discharge (-)
Hidung : secret (+) bening & kental , napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (+), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-)
lidah tremor, pernapasan mulut (-)
Tenggorok : T1-T1 , Faring hiperemis (+)
Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
Thorax:
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal
(-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan kedua hemithoraks simetris
Palpasi : Sterm fremitus (-/-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),
Rhonki (-),Wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
besar
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Pelebaran vena -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
Status Neurologis
Rangsang Meningeal:
a. Kaku kuduk : negatif
b. Brudzinsky I – IV
- Neck sign : negatif
- Cheek sign : negatif
- Symphisis sign : negatif
- Leg sign : negatif
c. Kernig sign : negatif
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM
Tanggal 5 Oktober 2017 PKL 08.45 WIB
HEMATOLOGY
Darah rutin 1
Hemoglobin : 11,3 g/dl
Hematokrit : 34,3 %
Leukosit : 10,87 ribu/ul
Trombosit : 312 ribu/ul
Gol Darah/resus : B/positif
IMUNOSEROLOGI
Widal
Salmonella Typhi O : Positif 1/320
Sal. Paratyphi A O : Negatif
Sal. Paratyphi B O : Negatif
Sal. Paratyphi C O : Positif 1/320
Salmonella Typhi H : Negatif
Sal. Paratyphi A H : Negatif
Sal. Paratyphi B H : Negatif
Sal. Paratyphi A H : Negatif
KIMIA
Na,K,Cl
Natrium : 130,2 mmol/L
Kalium : 4,04 mmol/L
Chloride : 112,0 mmol/L
Bila masih kejang, ulang dengan cara dan dosis yang sama (dengan
interval 5 menit)
Ip. Mx :
o TTV (HR, RR, Suhu)
o Saturasi oksigen
o Kejang berulang
o Kesadaran
Ip. Ex :
o Bed rest
o Pantau tanda-tanda vital
o Tingtkatkan sirkulasi udara
o Minum obat secara teratur
o Tingkatkan intake dan output
o Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
o Memberitahukan cara penanganan kejang
o Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
o Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping
o Apabila terjadi kembali kejang :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
7. Bawa ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
2. Assestment : Faringitis akut
DD : Rhinitis Alergi
Rhinitis Akut Bakterial
IPDx : S:-
O: IgM (thypi-dot)
IP Tx : Cefotaxime 200 mg/kgBB selama 5 hari (oral)
IP Mx : Keadaan umum pasien, monitoring suhu.
IP Ex : Istirahat yang cukup
Minum air putih yang banyak
Makan makanan yang mudah dicerna
IPDx : S:-
O:-
IP Tx : Kebutuhan kalori anak usia 2 tahun, BB = 12 kg
Kebutuhan kalorinya :
(60,9x12kg)-54 = 730.8-54 = 676.8 kkal
Karbohidrat = 60% x 676.8 = 406.08 kkal
Lemak = 35% x 676.8 = 236.88 kkal
Protein = 5% x 676.8 = 33.84 kkal
1. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 38% ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan-5 tahun. Anak
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam (Perlu diperhatikan bahwa demam
harus terjadi mendahului kejang). Apabila kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam, puncaknya pada usia
14-18 bulan.
(Konsensus kejang demam 2006, IDAI)
2. Insiden
Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak 6 bulan-5 tahun.
Kejang demam sederhana berkisar 80% kasus sedangkan kejang demam
kompleks berkisar 20% kasus. Kejang terjadi 8% berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) 16% berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama
terbanyak diantara umur 17-23 bulan. Anak laki-laki lebih sering
mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang pertama
terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka resiko kejang demam kedua
50%, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12
bulan menurun menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama, 2-4% anak
akan berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali resikonya dibanding
populasi umum.
(Evidence based Guideline for post-seizure management)
3. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama, dibagi menjadi :
a. Kejang demam sederhana
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam sederhana menurut Fukuyama harus memenuhi semua
kriteria berikut yaitu :
1. Di keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau
abnormalitas perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
Bila tidak memenuhi kriteria di atas, maka digolongkan ke dalam
kejang demam komplek.
Menurut ILAE, Commision on Epidemiology and prognosis.
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Berlangsung singkat, < 15 menit
Umumnya akan berhenti sendiri
Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan
fokal
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam
5. PATOGENESIS
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dpat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat karena aktifitas otot
dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Di Rumah Sakit
KEJANG
Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BB
Kecepatan 0,5-1 mg /kg BB/ menit
(Pastikan ventilasi adekuat)
KEJANG
Transfer ke ICU
Antikonvulsan pada saat kejang demam
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Diazepam rektal diberikan segera saat kejang
berlangsung, dan dapat diberikan di rumah. Diazepam rektal yang
dianjurkan adalah 0,3-0,5mg/kgBB. Untuk memudahkan dapat digunakan
dosis: 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg, 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di
bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2
kali dengan diazepam masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-05 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang intensif (ICU).
Antikonvulsan setelah kejang berhenti
o Profilaksis atau tidak
o Profilaksis intermitten atau kontinyu
- Terapi profilaksis intermitten digunakan hanya pada saat demam, yaitu
diazepam oral/rektal dosis yang digunakan 0,33 mg/kgBB tiap jam atau
0,4-0,5 mg/kgBB per kali tiap 8 jam, biasanya diberikan terutama dalam
24 jam awitan demam dan selama periode demam, memiliki efek samping
ataxia, sedasi, iritable.
- Terapi profilaksis kontinyu yaitu fenobarbital 4-6 mg/kg BB/hari dalam 2
dosis, asam valproat 15-40 mg/kg BB/hari dalam 2-3 dosis diberikan
selama 1 tahun.
Pemberian obat pada saat demam
Pemberian antipiretik saat demam dianjurkan, walaupun tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam. Antipiretik diberikan setelah kejang teratasi.
Dosis acetaminofen adalah 10-15 mg/kgBB/kali, diberikan 4x sehari.
Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kgBB/kali, diberikan 3-4x sehari
Pemberian Antikonvulsan dengan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam saat demam dapat menurunkan resiko berulangnya kejang,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
suhu > 38,5⁰ C.
Pemberian obat rumatan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah
asam valproat meskipun dapat menimbulkan hepatitis namun insidennya
kecil.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kgbb/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital
3-4 mg/kgbb/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
- Kejang lama lebih dari 15 menit
- Adanya kelainan neurologist yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis,cerebral palsy, retardasi mental, hidrosephalus
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
* Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
* Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
* Kejang demam 4x atau lebih per tahun.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.
Obat untuk menghentikan kejang akut dan mencegah kejang berikutnya
8. Edukasi
- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya dapat teratasi
- Memberikan cara penanganan kejang
* Tetap tenang dan tidak panik
* Kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher
* Bila tidak sadar posisikan terlentang dengan kepala miring,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung, jangan
masukkan sesuatu ke dalam mulut
* Ukur suhu, catat berapa lama dan bentuk kejang
* Tetap bersama pasien selama kejang
* Beri diazepam rektal hanya saat kejang
* Bawa ke dokter atau pelayanan kesehatan lain
- Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
9. Prognosis
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama/
kejang berulang baik umum/ fokal
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
c. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Factor resiko berulangnya kejang demam adalah
1. Riwayat kejang demam pada keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperature yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh factor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat factor tersebut diatas
hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.
Factor risiko terjadinya epilepsy:
1. Kelainan neurologis/ perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama
2. Kejang demam komplek
3. Riwayat epilepsy pada orang tua/ saudara kandung
Masing-masing factor resiko meningkatkan kemungkinan terjadiya
epilepsy 4-6%, kombinasi factor resiko dapat meningkatkan
kemungkinan epilepsy menjadi 10-49%. Kemunginan menjadi
epilepsy tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan kejang
demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, DwiPutro Widodo danSofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. BadanPenerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.