You are on page 1of 25

CASE BASE DISCUSSION (CBD)

KEJANG DEMAM KOMPLEKS


DENGAN STATUS GIZI BAIK

Pembimbing:
dr. Sri Priyantini, Sp. A

Oleh :
Budhy Febrian kusuma
012014294

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
CATATAN MEDIK

A. IDENTITAS PASIEN
Nama penderita : An. S
Umur/tgl lahir : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Alamat : Tambak Mulyo RT 07/15 Tanjung Mas Semarang

Nama ayah : Tn. M


Umur : 30 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tambak Mulyo RT 07/15 Tanjung Mas Semarang

Nama ibu : Ny. L


Umur : 28 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Tambak Mulyo RT 07/15 Tanjung Mas Semarang

Masuk RS : 4 Oktober 2017 PKL 07.50


B. DATA DASAR
Anamnesis
Alloanamnesis dengan Ibu penderita, dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2017
pukul 21.00 WIB di ruang bangsal anak baitunnisa 1 lantai III.

Keluhan utama : Kejang


Riwayat Penyakit Sekarang :
- 2 hari pasien panas tinggi dan paginya pasien diberi parasetamol
kemudian beberapa saat panasnya turun, namun pukul 23.00 malam
kembali panas tinggi 38,5°C dan diikuti dengan kejang, suhu sebelum
kejang 37,5°C durasi kejang ±15 menit, kemudian pada pukul 02.00 WIB
kembali kejang, setelah kejang pasien menangis dan pukul 04.00 WIB
pasien mengalami kejang lagi, muntah disangkal, diare disangkal, pasien
mengeluh batuk dan pilek.

- Kemudian pada pukul 07.50 WIB Pasien dibawa ke IGD RSISA dan di
IGD mengalami kejang lagi dengan durasi ±5 menit. Awal mula kejang
dari tangan (bergerak-gerak), kemudian menjalar ke seluruh tubuh
sehingga seluruh tubuh menjadi kaku.Sebelum kejang pasien sadar, dan
setelah kejang sadar dan menangis.

- Hari pertama di bangsal, anak tidak mengalami kejang dan badan sudah
tidak panas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Anak pernah mengalami kejang sebelumnya ± 5 bulan yang lalu.


Penyakit anak yang pernah diderita:
ISPA atas : + Epilepsi : disangkal
ISPA bawah : disangkal Trauma : disangkal
DBD : disangkal Tifoid : disangkal
Tetanus : disangkal Malaria : disangkal
Meningitis : disangkal Diare : disangkal
Hepatitis : disangkal Infeksi THT : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluhan yang sama seperti yang dialami pasien dan tidak ada
riwayat kejang.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Ayah, ibu, dan pasien tinggal serumah. Biaya pengobatan menggunakan BPJS
NPBI.
Kesan sosial ekonomi : cukup
C. DATA KHUSUS
Riwayat Perinatal :
Anak laki-laki lahir dari ibu P1A0 hamil 40 minggu, antenatal care teratur,
penyakit kehamilan tidak ada, masa gestasi cukup bulan, lahir secara spontan
di RS, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram dengan
panjang badan 47 cm.

Riwayat Makan-Minum
Anak diberikan ASI eksklusif sejak lahir sampai sekarang. Anak makan nasi
dan ASI tetap dilanjutkan.
Kesan : Asi eksklusif .

Riwayat Imunisasi Dasar


• BCG : 1x umur 1 bulan
• DPT : 3x (2,3,4) bulan
• Polio : 4x (0,2,3,4) bulan
• Hepatitis B : 3x umur (0,2,3,4) bulan
• Campak : 1x umur 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


- Tersenyum : 2 bulan
- Miring dan tengkurap : 3 bulan
- Duduk tanpa berpegangan : 7 bulan
- Berdiri berpegangan : 9 bulan
- Berjalan : 14 bulan
Kesan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :


Anak laki-laki, usia 2 tahun
BB = 12 kg TB = 85 cm
12−12,6
WAZ = = - 0,46 (Normal)
1,30
85−87.6
HAZ = = - 0,78 (Normal)
3.30

12−11.9
WHZ = = -0.11 (Normal)
0.90

Kesan : Gizi baik

Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu tidak memakai KB .

Pemeriksaan Fisik
a. Tanggal 4 Oktober 2017, pukul 21.00 WIB di bangsal anak
Baitunnisa 1
Kesan umum : Tampak lemah dan kurang aktif.
Tanda vital
- Umur : 2 tahun
- Berat badan : 12 kg
- Panjang Badan : 85 cm
- Tekanan Darah : -
- Nadi : 126 x/menit regular (isi dan tegangan
cukup)
- Frek. Napas : 24 kali/menit
- Suhu : 38,5° C ( axilla )

Status Internus
Kepala : kesan mesocephal ,UUB datar
Mata : conjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-),
mata cekung (-), reflek pupil (+/+), pupil isokor
Telinga : normotia, low set ear (-), discharge (-)
Hidung : secret (+) bening & kental , napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (+), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-)
lidah tremor, pernapasan mulut (-)
Tenggorok : T1-T1 , Faring hiperemis (+)
Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
 Thorax:
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal
(-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-), murmur (-)

 Paru
Inspeksi : Pengembangan kedua hemithoraks simetris
Palpasi : Sterm fremitus (-/-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),
Rhonki (-),Wheezing (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
besar
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Pelebaran vena -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
Status Neurologis
Rangsang Meningeal:
a. Kaku kuduk : negatif
b. Brudzinsky I – IV
- Neck sign : negatif
- Cheek sign : negatif
- Symphisis sign : negatif
- Leg sign : negatif
c. Kernig sign : negatif

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Refleks fisiologis +/+ N +/+ N
Refleks patologis -/- -/-
Tonus Normotonus/ Normotonus Normotonus/ Normotonus
Klonus -/- -/-

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM
Tanggal 5 Oktober 2017 PKL 08.45 WIB
HEMATOLOGY
Darah rutin 1
Hemoglobin : 11,3 g/dl
Hematokrit : 34,3 %
Leukosit : 10,87 ribu/ul
Trombosit : 312 ribu/ul
Gol Darah/resus : B/positif
IMUNOSEROLOGI
Widal
Salmonella Typhi O : Positif 1/320
Sal. Paratyphi A O : Negatif
Sal. Paratyphi B O : Negatif
Sal. Paratyphi C O : Positif 1/320
Salmonella Typhi H : Negatif
Sal. Paratyphi A H : Negatif
Sal. Paratyphi B H : Negatif
Sal. Paratyphi A H : Negatif
KIMIA
Na,K,Cl
Natrium : 130,2 mmol/L
Kalium : 4,04 mmol/L
Chloride : 112,0 mmol/L

II. ASSESMENT : (Diagnosis Kerja)


 Kejang Demam Komplek
 Faringitis akut
 Status Gizi Baik

III. INITIAL PLAN DIAGNOSIS


1. Assesment : Kejang demam komplek
DD :
- Kejang demam simplek
- Epilepsi
Ip..Dx : S : -
O : Pungsi lumbal, EEG
Ip.Tx :
Antipiretik
Parasetamol 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali  Inj. Paracetamol 4x60 mg perhari
 Bebaskan jalan nafas, berikan O2 nasal 2 L / menit
 Cefotaxime 50-180 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis 3x250mg i.v
 Infus Kaen 3B  22 tpm
BB = 12 kg
Rumus Darrow = 10kg I = 10 x100 = 1000
10 kg II = 2 x 50 = 100 +
= 1100 cc/kgBB/hr
Kenaikan suhu 1ºC = (12,5% x 1)
= (12,5% x 1100)+1100
= 137,5 + 1100 = 1237,5 cc/kgBB/hr

Tetesan cairan = (1237,5x15): (24x60)


= 18562,5 : 1440 = 12,8 = 13 tpm
Antikonvulsan
Saat kejang
1. Kerja cepat : Diazepam i.v 0,3 – 0,5 mg/KgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu > 2 menit dengan dosis max
20mg
2. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg
BB > 10 kg = 10 mg

Bila masih kejang, ulang dengan cara dan dosis yang sama (dengan
interval 5 menit)

ke Rumah Sakit diberikan diazepam i.v 0,3 – 0,5 mg/KgBB diberikan


secara perlahan (BB pasien 11 kg = Diazepam 3,3 mg IV)

Fenitoin i.v 10-20 mg/kg/kali dengan kec. 1mg/kg/menit


(BB pasien 11kg = Fenitoin 110 mg IV)
Kejang berhenti Kejang tidak berhenti

4-8 mg/kg/hari, ICU


dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Saat kejang berhenti


Terapi profilaksis kontinyu, diberikan :
– Fenobarbital 4-6 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis
– Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis
*Diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudia dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.

Ip. Mx :
o TTV (HR, RR, Suhu)
o Saturasi oksigen
o Kejang berulang
o Kesadaran

Ip. Ex :
o Bed rest
o Pantau tanda-tanda vital
o Tingtkatkan sirkulasi udara
o Minum obat secara teratur
o Tingkatkan intake dan output
o Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
o Memberitahukan cara penanganan kejang
o Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
o Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping
o Apabila terjadi kembali kejang :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
7. Bawa ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
2. Assestment : Faringitis akut
DD : Rhinitis Alergi
Rhinitis Akut Bakterial
 IPDx : S:-
O: IgM (thypi-dot)
 IP Tx : Cefotaxime 200 mg/kgBB selama 5 hari (oral)
 IP Mx : Keadaan umum pasien, monitoring suhu.
 IP Ex :  Istirahat yang cukup
 Minum air putih yang banyak
 Makan makanan yang mudah dicerna

3. Assestment : Gizi baik

 IPDx : S:-
O:-
 IP Tx : Kebutuhan kalori anak usia 2 tahun, BB = 12 kg
Kebutuhan kalorinya :
(60,9x12kg)-54 = 730.8-54 = 676.8 kkal
Karbohidrat = 60% x 676.8 = 406.08 kkal
Lemak = 35% x 676.8 = 236.88 kkal
Protein = 5% x 676.8 = 33.84 kkal

 IP Mx : Keadaan umum pasien, penambahan BB & TB


 IP Ex :  Asupan makanan yang bergizi seimbang
 Jangan mengkonsumsi makanan di sembarang tempat
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
 Olah raga yang teratur
 Menimbang berat badan secara rutin

 IP Mx : Keadaan umum pasien


Data antropometri (berat badan, panjang badan)

 IP Ex : Makan teratur dengan gizi seimbang sesuai kebutuhan gizi


PERJALANAN PERAWATAN
Waktu Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
perawatan perawatan perawatan perawatan perawatan perawatan perawatan
Tanggal 6 Juli 2017 7 Juli 2017 8 Juli 2017 9 Juli 2017 10 Juli 2017 11 Juli 2017 12 Juli 2017
Keluhan Kejang, panas 2
hari yang lalu, Batuk Batuk Demam, Panas naik TAK TAK
batuk-pilek sariawan turun
Keadaan Composmentis, Composmentis, Composmentis, Composmentis, Composmentis, Composmentis Composmentis,
Umum tampak gizi tampak gizi tampak gizi tampak gizi tampak gizi , tampak gizi tampak gizi
cukup cukup cukup cukup cukup cukup cukup
TTV :
Nadi 126x/mnt 100x/mnt 100x/mnt 110x/mnt 94x/mnt 100x/mnt 100x/mnt
RR isi cukup isi cukup isi cukup isi cukup isi cukup isi cukup isi cukup
Suhu 24 x/mnt 22 x/mnt 23 x/mnt 26 x/mnt 20 x/mnt 22 x/mnt 22 x/mnt
38,3C(axilla) 37,5C(axilla) 37,9C(axilla) 38,4C(axilla) 38C(axilla) 36,6C(axilla) 36,8C(axilla)
Assesment KDK KDK KDK KDK KDK KDK KDK
Terapi Inj PCT 125 mg Glibotik Glibotik Glibotik Glibotik Glibotik Glibotik
Glibotik 2x200mg 2x200mg 2x200mg 2x200mg 2x200mg 2x200mg
2x200mg Fortison 2x25mg Fortison Fortison Fortison Fortison Fortison
Fortison 2x25mg Sanmol 2x25mg 2x25mg 2x25mg 2x25mg 2x25mg
Sanmol 2x125mg Sanmol Sanmol Sanmol Sanmol Sanmol
2x125mg Phenitoin 100mg 2x125mg 2x125mg 2x125mg 2x125mg 2x125mg
Phenitoin 100mg (jika kejang) Phenitoin Phenitoin Phenitoin Phenitoin Phenitoin
(jika kejang) 100mg (jika 100mg (jika 100mg (jika 100mg K/P 100mg K/P
Asam valproat kejang) kejang) kejang) Cefotaxime Cefotaxime
Asam valproat 2x1/2 cth Cefotaxime Cefotaxime 3x200mg 3x200mg
2x1/2 cth Asam valproat 3x200mg 3x200mg
2x1/2 cth Asam valproat Asam valproat Asam valproat Asam valproat
2x1/2 cth 2x1/2 cth 2x1/2 cth 2x1/2 cth
Bactesyn150m Bactesyn150mg
g 2x1 2x1
PCT 1 cth syr PCT 1 cth syr
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 38% ) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan-5 tahun. Anak
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam (Perlu diperhatikan bahwa demam
harus terjadi mendahului kejang). Apabila kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam, puncaknya pada usia
14-18 bulan.
(Konsensus kejang demam 2006, IDAI)

2. Insiden
Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak 6 bulan-5 tahun.
Kejang demam sederhana berkisar 80% kasus sedangkan kejang demam
kompleks berkisar 20% kasus. Kejang terjadi 8% berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) 16% berulang dalam waktu 24 jam. Kejang pertama
terbanyak diantara umur 17-23 bulan. Anak laki-laki lebih sering
mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang pertama
terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka resiko kejang demam kedua
50%, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12
bulan menurun menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama, 2-4% anak
akan berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali resikonya dibanding
populasi umum.
(Evidence based Guideline for post-seizure management)
3. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam menurut Fukuyama, dibagi menjadi :
a. Kejang demam sederhana
b. Kejang demam kompleks
Kejang demam sederhana menurut Fukuyama harus memenuhi semua
kriteria berikut yaitu :
1. Di keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau
abnormalitas perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
Bila tidak memenuhi kriteria di atas, maka digolongkan ke dalam
kejang demam komplek.
Menurut ILAE, Commision on Epidemiology and prognosis.
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
 Berlangsung singkat, < 15 menit
 Umumnya akan berhenti sendiri
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan
fokal
 Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam
 Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam

2. Kejang demam komplek (complex fibrile seizure)


 Kejang lama > 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
 Berulang atau lebih dari 1 x dalam 24 jam
Keterangan :
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung > 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam
Perbedaan kejang demam dengan kejang disertai demam (Proses intrakranial)

4. Penyebab Kejang Demam


Anak-anak pada usia kurang dari 6 tahun mempunyai ambang batas
terhadap kejang yang relatif lebih rendah. Sehingga apabila terjadi demam,
anak-anak mudah terjadi kejang. Risiko terjadinya kejang demam meningkat
apabila terdapat anggota keluarga (orang tua atau saudara) yang pernah kejang
demam.
Sedangkan demam pada anak-anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus
atau bakteri. Sebagian besar demam pada anak-anak disebabkan infeksi
saluran napas atas, diare, otitis media, dan infeksi saluran kemih.

5. PATOGENESIS

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan


suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dpat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler


2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.

Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.

Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya


dari kejang demam, yaitu:

 Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.


 Cepatnya kenaikan suhu.
 Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
 Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga
sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya


dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri)..

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat karena aktifitas otot
dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan


hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, tapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti
darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis,
oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi >18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulang kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT atau MRI jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi, seperti
a. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. parese nervus VI
c. papiledema
7. Penatalaksanaan
KEJANG 1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB <10 kg : 5 mg
BB >10 kg : 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANG
Diazepam rektal
Interval 5 menit
Max 2x diazepam rektal

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BB
Kecepatan 0,5-1 mg /kg BB/ menit
(Pastikan ventilasi adekuat)

KEJANG
Transfer ke ICU
Antikonvulsan pada saat kejang demam
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Diazepam rektal diberikan segera saat kejang
berlangsung, dan dapat diberikan di rumah. Diazepam rektal yang
dianjurkan adalah 0,3-0,5mg/kgBB. Untuk memudahkan dapat digunakan
dosis: 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg, 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di
bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2
kali dengan diazepam masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-05 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang intensif (ICU).
Antikonvulsan setelah kejang berhenti
o Profilaksis atau tidak
o Profilaksis intermitten atau kontinyu
- Terapi profilaksis intermitten digunakan hanya pada saat demam, yaitu
diazepam oral/rektal dosis yang digunakan 0,33 mg/kgBB tiap jam atau
0,4-0,5 mg/kgBB per kali tiap 8 jam, biasanya diberikan terutama dalam
24 jam awitan demam dan selama periode demam, memiliki efek samping
ataxia, sedasi, iritable.
- Terapi profilaksis kontinyu yaitu fenobarbital 4-6 mg/kg BB/hari dalam 2
dosis, asam valproat 15-40 mg/kg BB/hari dalam 2-3 dosis diberikan
selama 1 tahun.
Pemberian obat pada saat demam
Pemberian antipiretik saat demam dianjurkan, walaupun tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam. Antipiretik diberikan setelah kejang teratasi.
Dosis acetaminofen adalah 10-15 mg/kgBB/kali, diberikan 4x sehari.
Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kgBB/kali, diberikan 3-4x sehari
Pemberian Antikonvulsan dengan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam saat demam dapat menurunkan resiko berulangnya kejang,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
suhu > 38,5⁰ C.
Pemberian obat rumatan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah
asam valproat meskipun dapat menimbulkan hepatitis namun insidennya
kecil.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kgbb/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital
3-4 mg/kgbb/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
- Kejang lama lebih dari 15 menit
- Adanya kelainan neurologist yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis,cerebral palsy, retardasi mental, hidrosephalus
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
* Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
* Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
* Kejang demam 4x atau lebih per tahun.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.
Obat untuk menghentikan kejang akut dan mencegah kejang berikutnya

8. Edukasi
- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya dapat teratasi
- Memberikan cara penanganan kejang
* Tetap tenang dan tidak panik
* Kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher
* Bila tidak sadar posisikan terlentang dengan kepala miring,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung, jangan
masukkan sesuatu ke dalam mulut
* Ukur suhu, catat berapa lama dan bentuk kejang
* Tetap bersama pasien selama kejang
* Beri diazepam rektal hanya saat kejang
* Bawa ke dokter atau pelayanan kesehatan lain
- Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

9. Prognosis
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama/
kejang berulang baik umum/ fokal
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
c. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Factor resiko berulangnya kejang demam adalah
1. Riwayat kejang demam pada keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperature yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh factor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat factor tersebut diatas
hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar
pada tahun pertama.
Factor risiko terjadinya epilepsy:
1. Kelainan neurologis/ perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama
2. Kejang demam komplek
3. Riwayat epilepsy pada orang tua/ saudara kandung
Masing-masing factor resiko meningkatkan kemungkinan terjadiya
epilepsy 4-6%, kombinasi factor resiko dapat meningkatkan
kemungkinan epilepsy menjadi 10-49%. Kemunginan menjadi
epilepsy tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan kejang
demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, DwiPutro Widodo danSofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. BadanPenerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2.
FKUI. Jakarta.

You might also like