Professional Documents
Culture Documents
EPILEPSI
Preceptor:
disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “ Epilepsi” tepat
pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Abdul Moeloek.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyani, Sp.S, M.Kes yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure)
yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada
neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “serangan” atau penyakit yang
timbul secara tiba-tiba.Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting
di masyarakat.Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial
dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya.Dalam kehidupan sehari-
hari, epilepsy merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi
penderita epilepsi.
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat
pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial
yang merugikan baik penderita maupun keluarganya.2
4
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. NM
Umur : 51 tahun 4 bulan
Alamat : Panglima Polim, Tanjung Karang Barat
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 23 Juli 2015
Tanggal pemeriksaan : 29 Juli 2015
Dirawat ke : Berkali-kali
Anamnesis : Auto-Alloanamnesis
Keluhan Utama : Kejang-kejang
Keluhan Tambahan : Nyeri kepala
5
dan hilang-timbul selama 24 jam, saat ini kejang yang dialami pasien mengalami
perbaikan, tidak sesering saat pertama kali dirawat di RSDUAM. Sebelumnya pasien
tidak mengeluhkan demam, namun pasien merasakan nyeri kepala yang sangat
mengganggu.
Sebelumnya pasien sudah sering mengalami kejang, bila kejang yang dialami
pasien memburuk, keluarga pasien membawa pasien ke balai pengobatan terdekat
lalu membaik. Bentuk kejang yang dialami sama seperti saat dirawat di RSUDAM
saat ini. Saat ini pasien dapat mengenali bahwa ia akan terjadi kejang. Riwayat
trauma kepala, mual dan muntah disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
6
- Kesadaran : Compos mentis
- GCS : E4V5M6= 15
- Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 36,6o C
- Gizi : cukup
Status Generalis
- Kepala
Rambut : hitam, rata, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), Sklera ikteri (-/-)
Telinga : liang lapang, simetris, sekret (-/-)
Hidung : septum tidak deviasi, sekret (-), pernafasan
cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering, tampak simetris, caries gigi (-)
- Leher
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
JVP : 5+2 cm H2O
Trakhea : ditengah, deviasi trakea (-)
- Toraks
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : BJKi : ICS IV midclavicula sinistra
BJKa : ICS IV parasternal dextra
7
BJA : ICS II parasternal
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi (-)
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi dinding
dada simetris, nyeri tekan (-) pada seluruh
lapang paru
Perkusi : sonor /sonor, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : massa teraba (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bising usus normal, ±8x/menit
Extremitas
Superior : edema (-/-),sianosis (-/-), CRT<2s
Inferior : edema (-/-),sianosis (-/-), CRT<2s
Status Neurologis
- Saraf Cranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normosmia
N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : 2/60 2/60
Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa
8
Tes warna : normal
Fundus oculi : tidak dilakukan
Pupil
- Ukuran : Ø3mm/Ø3mm
- Bentuk : Bulat / Bulat
- Isokor/anisokor : isokor
- Posisi : Sentral / Sentral
- Refleks cahaya langsung : +/+
- Refleks cahaya tidak langsung : +/+
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : Normal
9
- Ramus maksilaris : normal
- Ramus mandibularis : normal
Motorik
- M. masseter : normal
- M. temporalis : normal
- M. pterygoideus : normal
Refleks
- Refleks kornea : ( + / +)
- Refleks bersin : sulit dinilai
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : normal
- Tertawa : sulit dinilai
- Meringis : sulit dinilai
- Bersiul : sulit dinilai
- Menutup mata : normal
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : sulit dinilai
N. Vestibulocochlearis/ N. Acusticus(N.VIII)
10
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran : normal
- Tinitus : sulit dinilai
N.vestibularis
- Test vertigo : sulit dinilai
- Nistagmus : tidak dilakuakan
N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : sulit dinilai
- M.Trapezius : sulit dinilai
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Deviasi : (-)
11
- Tanda Perangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : sulit dinilai
Kernig test : (-)
Laseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
12
- Rasa suhu dingin : normal
- Koordinasi
Tes telunjuk hidung : normal
Tes pronasi supinasi : sulit dinilai
- Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : normal
Fungsi orientasi : normal
Fungsi memori : normal
Fungsi emosi : sulit dinilai
13
Leukosit : 16.900/ul
Hitung jenis : 0/1/0/86/7/6
Trombosit : 261.000/ul
Kimia darah:
SGOT : 54 U/L
SGPT : 53 U/L
Ureum : 49 mg/dL
Creatinine : 0,80 mg/dL
Natrium : 133 mmo/L
Kalium : 3,3 mmo/L
Calsium : 8,7 mmo/L
Clorida : 101 mmo/L
D. Resume
Pasien datang ke RSUDAM dengan keluhan kejang. Kejang sudah
berlangsung selama 3 hari berturut-turut SMRS dan semakin lama semakin
memburuk. Kejang terjadi saat pasien sedang istirahat atau saat lelah, tiba-tiba kejang
selama 5-15 detik, kejang terjadi pada seluruh badan pasien, mata mendelik keatas,
gigi bertemu gigi, mulut tidak berbuih, lengan dan tungkai menekuk-nekuk. Saat
kejang berhenti, pasien langsung sadar dan ingat kejadian saat pasien kejang. Sejak 3
hari SMRS sampai 2 hari perawatan di RSUDAM kejang yang terjadi terus menerus
dan hilang-timbul selama 24 jam, saat ini kejang yang dialami pasien mengalami
perbaikan, tidak sesering saat pertama kali dirawat di RSDUAM. Sebelumnya pasien
tidak mengeluhkan demam, namun pasien merasakan nyeri kepala yang sangat
mengganggu. Pada riwayat penyakit sebelumnya, didapat bahwa pasien pernah
menjalani opersai craniostomi di Semarang pada tahun 2012. Pada keluarga terdapat
penderita DM.
14
Pada pemeriksaan fisik, didapat keadaan umum Tampak sakit sedang,
Kesadaran Compos mentis, GCS E4V5M6= 15, Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi
90 x/menit, RR 26 x/menit, Suhu 36,6o C, Gizi cukup. Kepala, leher, thoraks, pulmo,
abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.
E. Diagnosis
F. Diagnosis Banding
Sinkop
Brain Tumor
G. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien kepada orang tua
serta bagaimana pengobatannya
Keluarga diminta untuk lebih memperhatikan pasien, untuk
mengetahui tanda-tanda awal kejang (aura), pencetus, dan mengetahui
bentuk dan durasi kejang
15
Edukasi mengenai tindakan yang benar dan aman jika pasien
kejang
Sigap untuk membawa pasien ke rumah sakit jika kejang tidak berhenti
dengan pemberian diazepam rektal, kejang yang berulang dalam sehari
atau kejang yang tidak berhenti selama 15 menit.
Medikamentosa
IVFD RL 30 tpm (mikro)
Inj. Ceftriaxon 2x1gr
Inj. Fenitoin 200mg/hari
R/ konsul spesialis saraf
16
Saran Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa untuk penderita epilepsi adalah mengontrol
bangkitan kejang agar tidak berulang dengan konsumsi obat-obatan anti
kejang selama 2 tahun. Terapi non-medikamentosa meliputi edukasi kepada
keluarga pasienyang ditujukan untuk mempersiapkan tindakan yang harus
dilakukan jika mendapati pasien kejang dan mengetahui tanda-tanda jika
pasien harus segera ditangani di rumah sakit.
Medikamentosa
o Obat anti kejang
Carbamazepine: dosis 325mg/hari (PO). Dicoba dengan
obat tunggal anti-kejang. Evaluasi --.
Asam Valproat: dosis
Non-medikamentosa
o Edukasi mengenai tindakan yang benar dan aman jika pasien
kejang
o Perubahan pola hidup agar pasien factor pencetus kejang
seperti kelelahan dapat dihindari
o Sigap untuk membawa pasien ke rumah sakit jika kejang tidak
berhenti dengan pemberian diazepam rektal, kejang yang
berulang dalam sehari atau kejang yang tidak berhenti selama
15 menit.
Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungtionam : dubia
Ad sanationam : dubia
17
FOLLOW UP
18
26/7/2015 28/7/2015
S: kejang S: kejang (-)
O: O:
KU/KS : SS/CM KU/KS : SS/CM
TD: 120/80 mmHg TD: 120/80 mmHg
N: 98x/mnt N: 98x/mnt
RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt
o
S: 36,4 C S: 36,4oC
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
kesan normal. neurologis kesan normal.
A: Epilepsi A: epilepsy
P: P:
IVFD RL 30 tpm (mikro) IVFD RL 30 tpm (mikro)
Inj. Ceftriaxon 2x1gr Inj. Ceftriaxon 2x1gr
Inj. Dexametason 3x1 Inj. Dexametason 3x1
Inj. Ranitidine 2x1 Inj. Ranitidine 2x1
Inf. Manitol Inf. Manitol
Inj. Kutoin 3x1 Inj. Kutoin 3x1
Kutoin cap 100mg 3x1 Kutoin cap 100mg 3x1
As. Folat 1x1 As. Folat 1x1
Oksigen 1 ltr Obs. TTV
Obs. TTV Rencana konsul Sp. S.
19
BAB III
TINJUAN PUSTAKA
EPILEPSI
DEFINISI
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-
ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-
neuronotak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
20
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi.
Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka
epilepsy lebih tinggi di negara berkembang.Insiden epilepsy di negara maju
ditemukan sekitar 50/100.000.sementara di Negara berkembang mencapai
100/100.000.5
ETIOLOGI
21
D. Pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsy idiopatik,
pada umur 5-6 tahun disebabkan karena febril
E. Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena
birth trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit
serebro vaskuler (> 50 th)
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
KLASIFIKASI
22
Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah :3
1. Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikik
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
23
2) Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang
singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau
asinkronis.Muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot
skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung
sejenak.Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran selama
serangan.Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya
cepat.
3) Bangkitan tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat
dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang
khas.Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa menit
terjadi pada anak 1-7 tahun.
4) Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan
ini bisa di menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut
lemas, atau kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta
mendapatkan luka-luka. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan
otot dan terjatuh secara tiba-tiba.Bangkitan ini jarang terjadi.
5) Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di
sebebkan aleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng
singkat.Keadaan ini diikuti sentakan bilateralyang lamanya 1 menit
sampai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa predominasi
pada satu anggota tubh. Serangan ini bisa bervariasi lamanya,
seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.
24
6) Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal.Merupakan jenis serang klasik
epilepsi serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan atau
pendengaran selama beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan
kesadaran secara cepat.Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai
dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh
kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik
(gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,
penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan
bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara
perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan
tertidur setelahnya.
Klasifikasi ILAE (1989) untuk tipe epilepsy dan sindrom epilepsi adalah :3
25
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik – klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di
atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang
spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox – Gastaut
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi
Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di
atas
26
2.3.2. Sindrom Spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau – Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom Khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali(
isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic
akut, atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non
ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
PATOFISIOLOGI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan
dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, di inhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan
menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion
27
di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion
menerobos membran neuron.
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks
serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi
Ca2+ secara perlahan.
28
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan
aktivitas kejang.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon
NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
29
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat
diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya
epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama
SED dan NPF.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan
ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan
demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan
konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari
Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini
memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi
karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola
yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
30
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi
GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita
epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk
inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah
lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic
disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan
neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali
tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa
perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap yang
akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron
saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak.Lokasi yang berbeda
dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan
epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang
optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,
sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai
macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara
neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia,
infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin.Kelainan tersebut dapat mengakibatkan
rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga
mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan
terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh
karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron,
maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan
yang lebih luas.Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu
didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan
bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana
terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi dan
anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik,
gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya.Efek ini dapat
berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau
31
glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal
epileptogenik.Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan
sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi.Akan tetapi anak tanpa brain
damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap
penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal
epilepsy.Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik,
melalui mekanisme yang sama.
32
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion
Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan
terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah
bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga
inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic.Selain itu juga
system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
33
Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik.
Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkodeprotein kanal ion
(pada tabel berikut). Contoh: Generalized epilepsy with febrile seizure plus, benign
familial neonatal convulsions.
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion
natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi
aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi
mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile
34
seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium efluks
tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung
berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.
Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana
terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan
menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron.
35
unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium
dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada
hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa.Berbicara
mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion
yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor.Masuk dan keluarnya
ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi
sesama neuron.
Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka
bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion
ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu.Dalam hal epilepsi dikenal
beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal
sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih
tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus
dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
GEJALA
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala
berupa “déjàvu” : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak
dapat di jelaskan.
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh tertentu.
Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi
36
Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan
lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan
mengingat waktu serangan.
Gejalanya meliputi :
37
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Lama serangan
38
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan
sekunder.Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-
klonik.Manifestasi klinik: kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,
perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal
sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu
didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada
permukaan otak.Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium
bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya.Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas
penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot
berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.
Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang
39
dinamakan jeritan epilepsi.Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik
yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke
tanah.Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit.Selain kejang-kejang terlihat
aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut
berbuih dan sianosis.Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam
keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita bangun,
termenungdan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan
dapat setiap jam sampai setahun sekali.
Minor :
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum
yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi..
Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaam spasm atau
sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan
otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan
gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,
40
lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau
tangisan,miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
41
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari
adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih,
dan adenoma seboseum pada muka pada sklerosi tuberose.Hemangioma pada muka
dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber.Pada toksoplasmosis, fundus
okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan,
asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.
3. Pemeriksaan penunjang
42
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsy.Gelombang yang
ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan
foto polos kepala
b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnya kesadaran.
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis epilepsi.Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan
43
umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau
metabolik.Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis
dan lokasi sumber serangan.Rekaman video EEG memperlihatkan
hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada.Prosedur yang
mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi
refrakter.Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
44
Gambar Pembentukan EEG
45
Gambar: profil EEG pada pasien Epilepsi
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita
yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping
ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan
dan kematian.10
46
gabapentin (Neurontin), lamotrigin (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin
(Trileptal), fenobarbital (Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine
(Gabitril), topiramat (Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and
Dichter, 1996). Protokol penanggulangan terhadap status epilepsi dimulai dari terapi
benzodiazepin yang kemudian menyusul fenobarbital atau fenitoin.Fenitoin bekerja
menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium berperan dalam memblok loncatan
listrik.Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain mempunyai efek
samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang berefek terhadap
gangguan kognitif ringan dan sedang.Melihat banyaknya efek samping dari obat
antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu mengingat
bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.
Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron sebagai
aktivator terhadap reseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-
isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor NMDA dan
AMPA akan menyebabkan ion kalsium masuk kedalam sel yang bisa menstimulasi
kematian dari sel.
Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan
antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam
penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat
antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai
mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor NMDA
dan AMPA yakni glutamat dan GABA).Pada hewan percobaan ditemukan bahwa
potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat tersebut dengan
SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi.Dari data penelitian ditemukan
bahwa levetiracetam dapat digunakan pada penderita epilepsi dengan berbagai
penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi dengan gangguan kognitif,
karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi dengan obat CNS lainnya.Salah satu
andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai antikonvulsan adalah dengan
ditemukannya ikatan levetirasetam dengan protein SVA2.Dari beberapa penelitian
membuktikan bahwa vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein
47
yang mempunyai ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta
pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan.Keadaan ini terbukti pada
hewan percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang analog dengan protein SVA2
di vesikel berpotensi sebagai antikonvulsan.
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan
keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan
efek samping dari pengobatan tersebut.
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap sampai
dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak
terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada
reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.
2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida
dan neurotransmitter yang voltage dependen
48
3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABA , menurunkan eksitabilitas
glutamate, menurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.
49
menghambat jaras neuronal eksitatorik. Dosis awal pada orang dewasa adalah 500-
1000 mg/hari, kemudiandosis rumatan 500-2500 mg/hari, waktu paruh dalam plasma
12-18 jam, waktu tercapainya steady state 2-4 jam.
Hubungan dosis dengan kadar serum cukup kompleks, karena masa paruh
yang pendek dan ikatan protein yang besar. Pada kadar plasma valproat yang rendah,
ikatan protein mencapai 90-95%, namun dengan meningkatkan dosis, maka ikatan
proteinnya menurun drastis, sehingga kadar serum tidak naik secara proporsional
dengan dosis. Interaksi dengan fenobarbital akan meningkatkan kadar fenobarbital
sehingga menimbulkan sedasi berat. Kombinasi dengan fenitoin dan karbamazepin
dapat meningkatkan kadar kedua otot, sedangkan kombinasi dengan aspirin akan
menyebabkan kenaikan kadarvalproat.
Efek samping idiosinkratik berupa ruam kulit, gagal hati akut, pankreatitis
akut dan diskrasia darah (trombositopenia, anemia dan leukopenia). Gejala
intoksikasi berupa mengantuk, vertigo dan perubahan perilaku. Efek pemberian
kronik adalah mengantuk, perubahan perilaku, tremor, hiperamonia, bertambahnya
berat badan, rambut rontok, penyakit perdarahan dan gangguan lambung.
Karbamazepin
Merupakan obat utama untuk epilepsi parsial (sederhana dan kompleks) dan
epilepsi umum tonik-klonik. Dosis pada orang dewasa 400-600 mg/hari, kemudian
dosis rumatan 400-1600 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 15-35 jam, waktu
tercapainya steady state 2-7 hari. Efek idiosinkratik berupa ruam kulit dan diskrasia
darah. Gejala intoksikasi berupa diplopia, vertigo, pusing, inkoordinasi dan kadang-
kadang gejala distonik. Akibat pemberian kronik dapat menimbulkan hiponatremia,
gangguan fungsi hati dan leukopenia. Karena rumus kimianya serupa antidepresan
trisiklik, maka obat ini sering memberikan perasaan enak dan peningkatan kesadaran.
Pemberian dosis terapeutik pada pasien absens atipis atau serangan epilepsi
minor lainnya akan memperberat serangan status absens atau miokonus nonepilepsi
yang terus menerus. Pemberian bersama obat lain misalnya Ca channel blocker, INH
dan erittromisin dapat mempercepat timbulnya toksisitas karena menghambat
metabolismenya.
50
Pemeriksaan laboratorium rutin berupa darah tepi lengkap dalam waktu 2
minggu, 1 bulan dan 2 bulan setelah dimulinya pengobatan, dan kemudian setiap 6
bulan.
Meskipun karbamazepin mempunyai banyak efek samping, tapi obat ini lebih
unggul dibanding fonobarbital dan fenitoin karena memperbaiki fungsi kognitif.
Fenobarbital
OAE ini berguna untuk mengatasi kejang tonik-klonik umum (grand mal),
serangan parsial sederhana-kompleks, sebagian besar kejang lain. Fenobarbital
diberikan dengan dosis awal 50-100mg/hari, dengan dosis rumatan 50-200 mg/hari,
waktu paruh dalam plasma 50-170 jam. Efek samping idiosinkratik fenobarbital
berupa ruam kulit dan diskrasia darah (jarang), sedangkan efek intoksikasi terbanyak
adalah mengantuk dan hiperaktivitas. Kadang-kadang terdapat mual, sakit kepala dan
gangguan keseimbangan. Akibat pemberian kronik adalah mengantuk, perubahan
perilaku, perubahan perasaan, gangguan intelektual, penyakit tulang metabolik dan
gangguan jaringan ikat.
Pada PET Scan tampak adanya penurunan metabolisme glukosa lokal pada otak pada
37% kasus dan secara klinis ditemukan adanya depresi, gangguan tidur, konsentrasik
dan fungsi kognitif. Meskipun banyak efek sampingnya, kelebihan fenobarbital
adalah merupakan antikonvulsan yang aman dan murah. Substitusi karbanazepin
untuk fenobarbital atau fenitoin akan memperbaiki memori, konsentrasi dan
kecepatan mental-motor. Fenobarbital dapat merangsang metabolisme dan
mengurangi efektivitas antikonvulsan lain seperti karbamazepin dan fenitoin.
Pemberian bersamaan dengan asam valproat dapat menimbulkan somnolensi yang
nyata. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak diperlukan.
Fenitoin
Berguna untuk kejang tonik-klonik umum, serangan parsial (sederhana-
kompleks) dan beberapa jenis kejang lainnya. Fenitoin tidak boleh diberikan pada
serangan bangkitan atonik, karena dapat memperberat serangan bangkitan atonik.
Dosis awal adalah 200-300 mg/hari, kemudian dosis rumatan 400-1600
mg/hari, waktu paruh dalam plasma 10-80 jam, waktu tercapainya steady state 3-15
51
hari. Penggunaan bersama fenobarbital, karbamazepin, valproat, INH dan
kloramfenikol dapat meningkatkan kadar bebas fenitoin. Efek samping idiosinkratik
berupa ruam kulit, diskrasia darah dan reaksi imunologis. Efek intoksikasi berupa
vertigo, gerakan involunter, pusing, mual, nistagmus, sakit kepala, ataksia, letargi dan
perubahan perilaku. Efek samping pemberian kironik berupa hirsutisme, hipertrofi
ginggiva, gangguan perilaku dan fungsi kognitif. Dapat terjadi peniggian SGOT-
SGPT yang secara klinis kurang berarti.
Efek samping yang berat adalah kelainan hematologis (trombositopenia,
leukopenia, anemia) dan sindrom Steven Jhonson. Untuk pemeriksaan rutin
diperlukan pemeriksaan darah tepi lengkap setiap tahun.
Penghentian OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua halpenting yang perlu diperhatikan, yaitu
syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan
setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut :
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25 % dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Penghentian dimulaidari satu OAE yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinanya pada
keadaan sebagai berikut :
Semakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan semakintinggi.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG normal
Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita ; sangat jarang pada
sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-
52
temporal, 5-25 % pada epilepsi lena masa anak kecil, 25-75 % epilepsi
partial kriptogenik / simtomatik, 85-95 % pada epilepsi mioklonik
pada anak.
Penggunaan lebih dari satu OAE
Masih mendapat satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali
Maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE) kemudian di
evaluasi kembali.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat
dihentikan tanpa kekambuhan.Penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap
setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Ada 2 syarat yang penting diperhatikan
ketika hendak menghentikan OAE yakni:
- Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6bulan.
- Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.
53
- Epilepsi simtomatik
STATUS EPILEPTIKUS
Definisi
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status
epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian
kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.11,12
Klasifikasi
54
kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi
atau non-konvulsi.
Tonik klonik
Tonik
Klonik
Mioklonik
2) Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized
convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.
3) Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)
Simple motor status epilepticus
Sensory status epilepticus
Aphasic status epilepticus
4) Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)
Petit mal status epilepticus
Complex partial status epilepticus.
55
PENATALAKSANAAN STATUS EPILEPTIKUS
56
maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar
10 %) dari Lorazepam adalah sama.
Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60
menit.Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut
dengan alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi,
hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis
kemungkinan lain-tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang
epileptik.Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan
dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.
57
Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada
kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis
awal.
58
Pada : awal menit
1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu
intubasi)
59
e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar
glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah;
periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
60
-atau-
Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg
per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
-atau-
61
BAB III
Analisa Kasus
Oleh sebab itu, Nn. NM perlu mengkonsumsi obat-obatan anti kejang seperti
carbamazepine/fenitoin selama 2 tahun. Jika Ia tidak mengalami bangkitan kejang
dalam waktu tersebut, maka obat tersebut dapat diberhentikan secara perlahan dengan
cara ----.1
Salah satu aspek penting dalam kasus epilepsi pada pasien wanita usia
produktif adalah masalah kesuburan dan kehamilan. Konsumsi obat anti kejang
menginduksi enzim hati yang selanjutnya dapat menurunkan efektivitas kerja dari
hormon kontrasepsi. 5Oleh sebab itu, wanita yang mengkonsumsi obat-obatan anti
epilepsi harus diberikan edukasi mengenai pencegahan kehamilan dengan metode lain
selain dengan pil kontrasepsi. Jika memungkinkan, pemilihan obat anti-epilepsi juga
62
dapat disesuaikan sehingga obat tersebut tidak berhubungan dengan peningkatan
kerja enzim di hati yang dapat menganggu kerja pil kontrasepsi. Berikut adalah daftar
obat-obat tersebut:6
63
BAB IV
Referensi
64