Professional Documents
Culture Documents
KEWARGANEGARAAN
HAK ASASI MANUSIA DAN RULE OF LAW
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Malang, 22-November-2018
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 1
1.3 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II DASAR TEORI 2
2.1 Hak Asasi Manusia dan Rule of Law 2
2.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) 2
2.1.2 Pengertian Rule of Law 3
2.2 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dan Latar Belakang Rule of
Law 3
2.2.1 Konsep dasar Hak Asasi Manusia (HAM) 3
2.2.2 Latar belakang Rule of Law 4
2.3 Perkembangan Pemikiran HAM di Dunia 4
2.3.1 Magna charta 4
2.3.2 The American Declaration 7
2.3.3 The French Declaration 7
2.3.4 The Four Freedom 7
2.4 Perkembangan Pemikiran HAM dan Fungsi Rule of Law di Indonesia 7
2.5 Permasalahan dan Penegakan Ham di Indonesia 8
2.6 Fungsi Rule Of Law 8
2.7 Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law 9
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus Pembunuhan Marsinah 11
3.1.1 Analisis Kasus 11
3.1.2 Hak Yang Dilanggar 12
3
3.1.3 Penyelesaian Kasus 12
3.2 Kasus Pembunuhan Munir 12
3.2.1 Analisis Kasus 12
3.2.2 Hak Yang Dilanggar 13
3.2.3 Penyelesaian Kasus 13
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 14
4.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
DASAR TEORI
6
Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM).
7
yang lebih tinggi, yaitu Tuhan. Di Indonesia tercantum dalam UU No. 39 / 1999
tentang Hak asai manusia.
8
menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung
jawabannya dimuka hukum.
9
2) Perhimpunan Indonesia, pemikirannya, “ hak untuk menentukan nasib
sendiri “.
3) Serekat islam, pemikirannya, “ hak penghidupan yang layak dan bebas
dari penindasan dan diskriminasi rasial “.
4) Partai Komunis Indonesia, pemikirannya, “ hak sosial dan berkaitan
dengan alat-alat produksi “.
5) Indische Party, pemikirannya, “ hak untuk mendapatkan kemerdekaan
dan perlakuan yang sama “.
6) Partai Nasional Indonesia, pemikirannya, “ hak untuk memperoleh
kemerdekaan “.
7) Organisasi Pendidikan Indonesia, pemikiranya meliputi :
a. Hak untuk menentukan nasib sendiri,
b. Hak untuk mengeluarkan pendapat,
c. Hak untuk berserikat dan berkumpul,
d. Hak persamaan di muka hukum,
e. Hak untuk turur dalam penyelenggaraan Negara.
2. Periode sesudah kemerdekaan
a. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan pada hak-hak
mengenai :
1. Hak untuk merdeka
2. Hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan
3. Hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama
diparlemen
b. Periode 1950-1959
Implementasi pemikiran HAM pada periode ini lebih memberi
ruang hidup bagi tumbuhnya lembaga demokrasi yang antara lain:
1. Parpol dengan berbagai ideologinya.
2. Kebebasan pers yang bersifat liberal.
3. Pemilu dengan system multipartai.
4. Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah.
10
5. Wacana pemikiran HAM yang kondusif karena pemerintah
memberi kebebasan.
c. Periode 1959-1966
Pada periode ini pemikiran HAM tidak mendapat ruang kebebasan
dari pemerintah atau denga kata lain pemerintah melakukan
pemasungan HAM, yaitu hak sipil, seperti hak untuk berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Hal ini
disebabkan karena periode ini sistem pemerintahan parlementer
berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin.
d. Periode 1966-1998
Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga
kurun waktu yang berbeda.
Pertama, tahun 1967 (awal pemerintahan presiden soeharto),
berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan
adanya hak uji materiil yang diberikan kepada Mahkamah Agung.
Kedua, kurun waktu 1960-1970, pemerintah melakukan
pemasungan HAM dengan sifat defensif (bertahan), represif
(kekerasan) yang dicerminkan dengan produk hukum yang bersifat
restriktif (membatasi) terhadap HAM. Alasan pemerintah adalah
bahwa HAM adalah produk pemikiran berat dan tidak sesuai dengan
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila.
Ketiga, kurun waktu tahu 1990-an, pemikiran HAM tidak lagi
hanya bersifat wacana saja melainkan sudah dibentuk lembaga
penegakan HAM, seperti Komnas HAM berdasarkan Keppres No. 50
tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993. Selain itu, pemerintah memberikan
kebebasan yang sangat besar menurut UUD 1945 amandemen,
piagam PBB, dan piagam mukadimah.
e. Periode 1998-sekarang
Pada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi dari
pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna
menjamin HAM dan menetapakan Undang-Undang No. 39 tahun
1999 tentang hak asasi manusia. Artinya, pemerintah memberi
11
perlindungan yang signifikan terhadap kebebasan HAM dalam semua
aspek, yaitu aspek politik, social, ekonomi, budaya, keamanan,
hukum dan pemerintahan.
2.5 Permasalahan dan Penegakan Ham di Indonesia
Perlindungan HAM di Indonesia harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak
sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan, merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun
pelaksanaanya. Hal ini sesuai dengan isi piagam PBB yaitu pasal 1 ayat 3, pasal 55
dan 56 yang berisi bahwa upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan
melalui suatu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling
menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar Negara serta hukum internasional
yang berlaku.
Sesuai dengan amanat konstitusi, hak asasi manusia di Indonesia didasarkan
pada konstitusi NKRI, yaitu :
1. Pembukaan UUD 1945 ( alinea 1 )
2. Pancasila sila keempat
3. Batang tubuh UUD 1945 ( pasal 27, 29, dan 30 )
4. UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang
pengadilan HAM.
Hak asasi di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga, dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak
atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam
pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
12
1. Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3)
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan kadilan (pasal
24 ayat 1)
3. Segenap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya ( pasal 27 ayat 1)
4. Dalam bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di dipen hukum
( pasal 28D ayat 1 )
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28D ayat 2).
2.7 Dinamika Pelaksanaan Rule Of Law
Pelaksanaan rule of law mengandung keinginan untuk terciptanya Negara
hukum, yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan rul of law harus
diartikan secara hakiki ( materiil ), yaitu dalam arti “pelaksanaan dari jus law”.
Perinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil), sangat erat kaitanya dengan
“ the enforcement of the rules of law “ dalam penyelenggaraan pemerintahan
terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of
law.
Rule of law juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang di
dalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia,
masyarakat, dan Negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu dan
memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan
bahwa keadilan dapat melayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur
yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara
kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah
banyak dihasilkan di Negara kita, namun implementasi/penegakannya belum
mancapai hasil yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan
pelaksanaan rule of law belum dirasakan sebagian besar masyarakat. Hal-hal yang
13
mengemuka untuk dipertanyakan antara lain adalah bagaimana komitmen
pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law.
Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak
hukum yang terdiri dari :
1. Kepolsian
2. Kejaksaan
3. Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )
4. Badan Peradilan :
a. Mahkamah Agung
b. Mahkamah Konstitusi
c. Pengadilan Negeri
d. Pengadilan Tinggi
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
3.1.2 Hak Yang Dilanggar
Kasus pembunuhan Marsinah, jelas melanggar Pasal 28D ayat (2)
UUD 1945. Dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja. Berkumpul ataupun berkelompok dengan tujuan melakukan
tindakan pemogokan dan unjuk rasa pun telah mendapat perlindungan
hukum. Tentu dengan syarat bahwa kumpulan massa tersebut tidak
melakukan tindakan anarkis. Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan setiap orang berhak untuk
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat untuk maksud-maksud
yang damai. Selain itu, kasus pembunuhan Marsinah juga melanggar Pasal
28A UUD 1945. Dalam Pasal 28A dinyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dam kehidupannya. Kasus
pembunuhan Marsinah di atas merupakan pelanggaran HAM berat. Karena,
ada unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang didalamnya.
Dalam UUD 1945, jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya
berlebihan dalam menyikapi tuntutan Marsinah dan kawan-kawan buruh.
3.1.3 Penyelesaian Kasus
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang
yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10
orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di
bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah
kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki putih
ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari
Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan
sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun,
namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto
dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah
Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala
dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya
16
telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan
bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.
Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional),
dikenal sebagai kasus 1713. Hingga kini kasus Marsinah tetap menjadi
misteri
3.2 Kasus Pembunuhan Munir
3.2.1 Analisis Kasus
Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 –
meninggal di Jakarta jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur
38 tahun) adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM
Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga
Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Tiga jam setelah
pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada
pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang
duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet.
Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun
dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan
berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju
Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat,
pada 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol
Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi
Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa
arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia.
Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang
menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
17
3.2.3 Penyelesaian Kasus
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi
vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim
menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti,
menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan
pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa
sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon
dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak
menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim
investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah
diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga
orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra,
ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir.
Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun demikian,
pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat
kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang
memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Dalam kasus pembunuhan Marsinah masih belum terselesaikan hingga kini
dan menjadi misteri. Untuk kasus pembunuhan munir tersangka telah ditangkap
dan dipenjarakan. Namun, 6 bulan setelahnya sudah divonis bebas dan ini menjadi
vonis kontroversial dan kasus ini ditinjau ulang.
4.2 Saran
Kita sebagai makhluk ciptaan Allah SWT harus menghargai dan menghormati
HAM orang lain.
19