You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator

keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka kematian ibu (AKI) indonesia Relatif

tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN yaitu sebesar 263 per 100.000 kelahiran

hidup (SKRT, 2005). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,

memaparkan bahwa AKI di Indonesia tercatat sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup

(Depkes RI, 2007).

Angka Kematian Ibu Maternal berguna untuk mengetahui tingkat kesadaran perilaku hidup

sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan

kesehatan terutama untuk ibu hamil, ibu melahirkan dan nifas. Hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia tahun 2007, bahwa AKI Jawa Barat tahun 2007 sebesar 228 per 100.000

kelahiran hidup. Angka ini dibandingkan tahun sebelumnya menampilkan kecenderungan

terjadi penurunan (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2007).

Di Kota Tasikmalaya pada tahun 2007 kematian ibu sebanyak 14 orang, diantaranya

disebabkan oleh eklamsi 1 orang, abortus 1 orang, hipertensi 1 orang, perdarahan 5 orang,

dan yang disebabkan oleh lainnya sebanyak 6 orang (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya,

2008).

Kematian ibu dapat digolongkan pada kematian obstetrik langsung dan kematian obstetrik

langsung oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan dan

persalinan seperti hipertensi, DM, malaria dan anemia (Wiknyosastro). Anemia merupakan

masalah kesehatan masyarakat terbesar di Dunia terutama bagi kelompok wanita produksi.

Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5%. Anemia dalam
kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dibawah 11 gr% pada

trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002).

Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi

dan kelainan darah. Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat

kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti

gangguan dan hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak dan kekurangan

Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh

maupun ke otak (Manuaba, 2001). Ibu hamil yang menderita anemia memiliki kemungkinan

akan mengalami perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri.

Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia terutama di negara di negara berkembang

(Devoloping Countries) dan pada kelompok dewasa anemia terjadi pada wanita usia

reproduksi terutama wanita hamil dan wanita menyususi karena mereka banyak yang

mengalami defisisensi Fe. Secara keseluruhan anemia terjadi 45 % wanita di negara

berkembang , 13 % di Negara maju. Di Amerika terdapat 12 % wanita usia subur 15-49

tahun, 11 % wanita usia subur mengalami wanita, sementara presentase wanita hamil dari

kalangan miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan 18 % anemia

trimester I, 12 % anemia trimester II, dan 29 % anemia trimester III. Anemia pada wanita

masa nifas /pasca persalinan dan juga terjadi sekitar 10 % dan 20 % terjadi pada ibu post

partum dari keluarga miskin. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah seperti

perdarahan, infeksi, abortus, dan partus lama sekitar 90 % ( Depkes, 2003).

Menurut WHO 40 % kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia pada

kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi dan

perdarahan akut, bahkan tak jarang keduanya memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu,

baik dalam kehamilan, persalinan, maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya.
Prevalensi anemia defisiensi besi (ABD) pada kehamilan di Negara maju rata-rata 13 %

(Baker, 2000).

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak pada uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut “Apakah terdapat hubungan antara anemia dalam kehamilan

dengan kejadian atonia uteri?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia

uteri di RSUD Tasikmalaya.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui variasi kadar Hb pada ibu hamil di RSUD Tasikmalaya.

b. Mengetahui jumlah ibu hamil dengan anemia di RSUD Tasikmalaya.

c. Mengetahui jumlah kasus atonia uteri di RSUD Tasikmalaya.

d. Membuktikan adanya hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian atonia uteri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teori

Dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara anemia pada kehamilan

dengan kejadian atonia uteri.

2. Manfaat Praktisi
a. Memberikan informasi bagi masyarakat, khususnya ibu hamil mengenai pentingnya

memeriksakan kadar Hb supaya bisa diketahui tingkat anemia ibu sehingga timbul ketaatan

untuk mengkonsumsi tablet besi dan makanan bergizi.

b. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, khususnya bidan mengenai bahaya anemia

dalam kehamilan dan atonia uteri, pemeriksaan deteksi anemia serta pemberian konseling

mengenai persiapan menghadapi persalinan.

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini yaitu Patologi Kebidanan terutama

tentang anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri.

2. Lingkup Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Survey Deskriptif Analitik

dengan pendekatan Cross Sectional.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2011.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia Dalam Kehamilan

1. Definisi

Menurut Varney H (2006), anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau

menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-

organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah

jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl.

Menurut Saifuddin (2002), Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)

dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam

kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I

dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II.

Menurut Mellyna (2005), anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah

merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00

gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan

hematokrit adalah 35,00-45,00%.

Menurut Sarwono P (2002), anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb <

11,00 gr%. Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada

perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada

trimester II.

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau

Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan


bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah

sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah

dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam

kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran

darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya

kehamilan.

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut

bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002).

2. Etiologi

Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:

a. Kurang gizi (malnutrisi)

Disebabkan karena kurang nutrisi kemungkinan menderita anemia.

b. Kurang zat besi dalam diet

Diet berpantang telur, daging, hati atau ikan dapat membuka kemungkinan menderita anemia

karena diet.

c. Mal absorpsi

Penderita gangguan penyerapan zat besi dalam usus dapat menderita anemia. Bisa terjadi

karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh atau

serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup.

d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain

Semakin sering seorang anemia mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak

kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia. Jika cadangan zat besi minimal, maka setiap

kehamian akan menguras persediaan zat besi tubuh dan akan menimbulkan anemia pada

kehamilan berikutnya.
e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

3. Tanda dan gejala

Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan, mata kunang-kunang, sementara

pada tekanan darah masih dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi. Untuk

menegakkan diagnosa dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan

kadar Hb (Saifuddin, 2002).

Menurut Taber (1994), tanda dan gejala anemia adalah sebagai berikut:

a. Gejala Yang Sering Terjadi

Kelelahan dan kelemahan umum dapat merupakan satu-satunya gejala kapasitas oksigen.

Banyak pasien asimtomatik, bahkan dengan anemia derajat sedang.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu anemia refrakter, sering infeksi atau kolelitiasis atau riwayat

keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik.

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum: Takikardi, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar merupakan

mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan pengangkutan oksigen ke organ

utama. Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang menyertai

anemia berat meliputi kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali.

d. Tes Laboratorium

Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama

kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit < 30,00-

33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung jenis leukosit

dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber, 1994).


4. Klasifikasi anemia dalam kehamilan

Tabel 2.4.1 Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa Dan Ibu Hamil Menurut WHO

Jenis Kelamin Hb Normal Hb Anemia Kurang Dari

Perempuan dewasa tidak hamil 12,00 – 15,00 12,00 (Ht 36,00%)

Perempuan dewasa hamil 12,00 – 15,00 11,00 (Ht 33,00%)

Trimester pertama 11,00 – 14,00 11,00 (Ht 33,00%)

Trimester kedua 10,50 – 14,00 10,50 (Ht 31,00%)

Trimester ketiga 11,00 – 14,00 11,00 (Ht 33,00%)

Lahir (aterm) 13,50 – 18,50 13,50 (Ht 34,00%)

Sumber: Tarwoto, 2008

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO yang dikutip dalam buku Handayani W, dan

Haribowo A S, (2008):

a. Ringan sekali Hb 10,00 gr% - 13,00 gr%

b. Ringan Hb 8,00 gr% - 9,90 gr%

c. Sedang Hb 6,00 gr% - 7,90 gr%

d. Berat Hb < 6,00 gr%

Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:

a. Anemia Defisiensi Besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu,

keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah

pemberian tablet besi.

1) Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-

fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/

bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam

folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).


2) Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan

adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua

(Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000

mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat

yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).

Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil

anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan

keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat

dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu

trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Hb 11 gr% : Tidak anemia

2) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

3) Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang

4) Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini

terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan

untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan

dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan

menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan

menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288

hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi

masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).

b. Anemia Megaloblastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena

kekurangan vitamin B12.


Pengobatannya:

1) Asam folik 15 – 30 mg per hari

2) Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari

3) Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari

4) Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi

darah.

c. Anemia Hipoplastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah

baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi

lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.

d. Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih

cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran

darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ

vital.

Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan

oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun

pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah

berulang dapat membantu penderita ini.

5. Patofisiologi

Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia,

akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma,

sehingga pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding plasma 30,00%, sel darah
merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel darah merah yang terlalu

lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau anemia.

Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan

bermanfaat bagi wanita, pertama pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus

bekerja lebih berat dalam masa kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output

untuk meningkatkan kerja jantung lebih ringan apabila viskositas rendah. Resistensi perifer

berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik, kedua perdarahan waktu persalinan,

banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah ibu tetap

kental. Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang

seimbang dapat menyebabkan anemia.

Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan

mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu (Setiawan Y, 2006).

6. Efek anemia pada ibu hamil, bersalin, dan nifas

Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu

diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan:

abortus, missed abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II dapat

menyebabkan: persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin

dalam rahim, asfiksia intrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena

infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat

menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia,

dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum

anemia dapat menyebabkan: atonia uteri, retensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah

terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.

7. Penanganan anemia dalam kehamilan menurut tingkat pelayanan (Saifuddin, 2002)

a. Polindes
1) Membuat diagnosis klinik dan rujukan pemeriksaan laboratorium.

2) Memberikan terapi oral : tablet besi 90 mg/hari.

3) Penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui.

b. Puskesmas

1) Membuat dignosis dan terapi.

2) Menentukan penyakit kronik (malaria, TBC) dan penanganannya.

c. Rumah Sakit

1) Membuat diagnosis dan terapi.

2) Diagnosis thalasemia dengan elektroforesis Hb, bila ibu ternyata pembawa sifat, perlu tes

pada suami untuk menentukan risiko pada bayi.

Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat

meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi.

Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala

anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise,

lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia

parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.

B. Atonia Uteri

1. Definisi

Perdarahan pasca persalinan didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah

persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria (Kenneth, 2009).

Persarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak

dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, atonia uteri

menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam

setelah kelahiran bayi. (Ripley, 1999)


Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini

terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak

terkendali. (Apri, 2007)

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan

merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus

merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia

terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium

yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.

Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

2. Etiologi

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang

disebabkan oleh atonia uteri, diantaranya adalah:

a. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan diantaranya:

1) Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)

2) Kehamilan gemelli

3) Janin besar (makrosomia)

b. Kala satu atau kala 2 memanjang

c. Persalinan cepat (partus presipitatus)

d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin

e. Infeksi intrapartum

f. Multiparitas tinggi

g. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia


Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat

uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya

belum terlepas dari uterus.

Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah:

a. Umur: Umur yang terlalu muda atau tua

b. Paritas: Sering dijumpai pada multipara dan grademultipara

c. Obstetri operatif dan narkosa

d. Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar

e. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri

f. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi

3. Gejala klinis

a. Uterus tidak berkontraksi dan lunak

b. Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).

4. Pencegahan

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih

dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen

aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan

transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan

tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.

Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala

III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10

unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk

mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting
dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10

menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan

oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif

dibanding oksitosin.

5. Penatalaksanaan

a. Penanganan umum

1) Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat

darurat.

2) Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).

3) Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat,

ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan

cepat.

4) Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat,

Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

5) Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:

Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap

di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. Berikan 10 unit oksitosin IM

6) Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.

7) Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.

8) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:

1) Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas

ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali

sehari selama 6 bulan


2) Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam

folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan

b. Penanganan khusus

1) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.

2) Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang

menghentikan perdarahan.

3) Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan.

4) Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus

berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau

rujuk segera.

5) Jika uterus tidak berkontraksi maka: Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari

vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.

Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.

Jika perdarahan terus berlangsung:

Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya

bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan

sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.

Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat

pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.

Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:

Kompresi bimanual internal, kompresi bimanual eksternal atau Kompresi aorta abdominalis.

Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

1) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan

pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga

untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;


Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan

jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml

pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama

selama kala empat.

2) Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:

1) Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.

2) Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.

Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.

Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan

secara sempurna.Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah

kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

Uterotonika:

1) Oksitosin

Merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini

menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur

kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan

kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus

dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10

IU intramiometrikal (IMM).

Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek

samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

2) Metilergonovin maleat
Merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit

pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis

maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM)

atau IV bolus 0,125 mg.

Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga

menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan

hipertensi.

3) Prostaglandin (Misoprostol)

Merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.

Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,

intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap

15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk

mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).

Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping

prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang

disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga

kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan

peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.

Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal,

dan gangguan hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian

besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif

untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka

keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia

uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan

masif yang terjadi.


Kompresi uterus bimanual:

1) Kompresi uterus bimanual internal (KBI)

Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina

untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme

kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan

berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan

tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis.

2) Kompresi uterus bimanual eksternal (KBE)

Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin meraba bagian

belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan korpus

uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di dinding uterus

dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut.

3) Kompresi uterus aorta abnominalis (KAA)

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,genggam

tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,

hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat

mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan

yang terjadi.

Tabel 2.5.2 Langkah – langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pasca persalinan

No Langkah Keterangan

1 Lakukan masase fundus uteri Masase merangsang kontraksi uterus.

segera setelah plasenta dilahirkan Sambil melakukan masase sekaligus


dapat dilakukan penilaian kontraksi

uterus

2 Bersihkan kavum uteri dari selaput Selaput ketuban atau gumpalan darah

ketuban dan gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat

menghalangi kontraksi uterus secara

baik

3 Mulai lakukan kompresi bimanual Sebagian besar atonia uteri akan

interna. Jika uterus berkontraksi teratasi dengan tindakan ini. Jika

keluarkan tangan setelah 1 – 2 kompresi bimanual tidak berhasil

menit. Jika uterus tetap tidak setelah 5 menit, diperlukan tindakan

berkontraksi teruskan kompresi lain

bimanual interna hingga 5 menit

4 Minta keluarga untuk melakukan Bila penolong hanya seorang diri,

kompresi bimanual eksterna keluarga dapat meneruskan proses

kompresi bimanual secara eksternal

selama anda melakukan langkah-

langkah selanjutnya

5 Berikan Metil ergometrin 0,2 mg Metil ergometrin yang diberikan

intramuskular/ intra vena secara intramuskular akan mulai

bekerja dalam 5 – 7 menit dan

menyebabkan kontraksi uterus.

Pemberian intravena bila sudah

terpasang infus sebelumnya


6 Berikan infus cairan larutan Setelah memberikan Oksitosin pada

Ringer laktat dan Oksitosin 20 waktu penatalaksanaan aktif kala tiga

IU/500 cc dan Metil ergometrin intramuskuler.

Oksitosin intravena akan bekerja

segera untuk menyebabkan uterus

berkontraksi. Ringer Laktat akan

membantu memulihkan volume

cairan yang hilang selama atoni. Jika

uterus wanita belum berkontraksi

selama 6 langkah pertama, sangat

mungkin bahwa ia mengalami

perdarahan postpartum dan

memerlukan penggantian darah yang

hilang secara cepat.

7 Mulai lagi kompresi bimanual Jika atoni tidak teratasi setelah 7

interna atau Pasang tampon langkah pertama, mungkin ibu

uterovagina mengalami masalah serius lainnya.

Tampon uterovagina dapat dilakukan

apabila penolong telah terlatih. Rujuk

segera ke rumah sakit

8 Buat persiapan untuk merujuk Atonia bukan merupakan hal yang

segera sederhana dan memerlukan

perawatan gawat darurat di fasilitas

dimana dapat dilaksanakan bedah

dan pemberian tranfusi darah


9 Teruskan cairan intravena hingga Berikan infus 500 cc cairan pertama

ibu mencapai tempat rujukan dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu

memerlukan cairan tambahan, setidak

– tidaknya 500 cc/jam pada jam

pertama, dan 500 cc/4 jam pada jam –

jam berikutnya. Jika tidak

mempunyai cukup persediaan cairan

intravena, berikan cairan 500 cc yang

ketiga tersebut dengan perlahan,

hingga cukup untuk sampai ditempat

rujukan. Berikan ibu minum untuk

tambahan rehidrasi.

10 Lakukan laparotomi: Pertimbangan antara lain paritas,

Pertimbangkan antara kondisi ibu, jumlah perdarahan

mempertahankan uterus dengan

ligasiarteri uterina/hipogastrika

atau histerektomi

Sumber: Buku Acuan Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teori pada bab sebelumnya, maka dengan segala keterbatasan, peneliti

merumuskan dalam kerangka konsep sebagai berikut:


Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Ada hubungan antara anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Cara Hasil Skala Kategori

Operasional Ukur Ukur Ukur

1. Anemia Kondisi ibu Data Observasi Data Nominal Anemia

dalam dengan kadar KIA kadar Hb (kadar Hb

kehamilan haemoglobin ibu hamil > 11,00

di gr/dl

bawah 11 gr%

pada

kehamilan

trimester III

2. Atonia Perdarahan Pispot, Observasi Data Nominal perdarahan

uteri saat persalinan bengkok, perkiraan lebih dari


yang lebih dari underpad jumlah 500 ml

500 cc dimana dan darah setelah

tidak ada his softek bayi lahir

atau pada

kontraksinya persalinan

tidak pervaginam

terkendali dan

mengalami

atonia uteri

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode analitik

yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama mengkaji hubungan suatu

keadaan secara objektif. Penelitian ini melalui pendekatan cross sectional yaitu pendekatan

dimana objek sekali observasi dan pengukuran dilaksanakan pada saat penelitian dengan
menggunakan data KIA dan observasi langsung dengan satu pengamatan. Dimana data

dikumpulan pada waktu bersamaan dan setiap objek hanya diteliti satu kali saja. Dengan

metode ini diharapkan mengetahui bagaimana hubungan antara anemia dalam kehamilan

dengan kejadian atonia uteri di RSUD Tasikmalaya Tahun 2011.

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah pengambilan keseluruhan subyek/obyek penelitian yang mempunyai

kuantitas dan karateristik tertentu untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Hidayat,

2009). Populasi dari penelitian ini

adalah ibu-ibu hamil yang bersalin di RSUD Tasikmalaya.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dadri keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002: 79). Dalam penelitian ini pengambilan

sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik random sampling suatu tehnik pengambilan

sampel acak yang berdasarkan responden yang tersedia dimana.

C. Variabel Penelitian

Varibel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu sebagai

berikut:

1. Variebel Bebas: Anemia dalam kehamilan

2. Variabel Terikat: Atonia Uteri


D. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga september tahun 2011, dengan

pengambilan lokasi penelitian di RSUD Tasikmalaya dimana pemilihan tempat penelitian ini

didasarkan atas berbagai pertimbangan peneliti yaitu lokasi tempat penelitian yang sudah

mencukupi jumlah populasi dan sampel serta persyaratan penelitian.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung melalui observasi di

ruang bersalin RSUD Tasikmalaya. Data yang dikumpulkan dari pengamatan kontraksi dan

penilaian perdarahan.

1. Penilaian kontraksi:

Melakukan observasi secara langsung kontraksi uterus dengan melihat kuat dan lemahnya

kontraksi serta tinggi fundus uteri (TFU).

2. Penilaian perdarahan:

a. Alat: pispot, bengkok, gelas ukur, timbangan, underpad “one med” (90cm X 60cm), softek

“sofie” (37 cm)

b. Cara kerja: setelah bayi lahir, darah diukur dengan menampung dalam pispot dan bengkok.

Kemudian darah yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah disediakan.

Alas underpad diganti, setelah responden selesai dibersihkan underpad ditimbang dan

dibandingkan antara yang masih bersih dengan yang telah digunakan. Kemudian hasil

perbandingan diukur kembali dengan mengisi gelas ukur yang telah ditimbang dengan darah,
isi darah pada gelas ukur setara dengan penambahan berat pada underpad yang telah

ditimbang.

Pada kala IV responden dipakaikan pembalut yang telah disediakan oleh peneliti. Setelah

kala IV, berat pembalut ditimbang dan dibandingkan seperti pada underpad. Hasil dari

pengukuran darah dicatat dalam lembar observasi.

Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh secara langsung. Data diperoleh dari rekam

medik pasien bersalin yang terdapat di ruang bersalin RSUD Tasikmalaya dan data hasil

pemeriksaan laboratorium pasien.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku KIA yang ibu hamil

miliki dan observasi langsung di lapangan.


DAFTAR PUSTAKA

Wuryanti, Ayu. 2010. Hubungan Anemia Dalam Kehamilan Dengan Perdarahan


Postpartum Karena Atonia Uteri Di Rsud Wonogiri. [Online]. Tersedia:
http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/167420309201012551.pdf. [23 Juni 2011].

Lubis, M.P. 2011. Hubungan Anemia Selama Kehamilan. [Online]. Tersedia: http://kti-
akbid.blogspot.com/2011/04/kti-hubungan-anemia-selama-kehamilan_21.html. [23 Juni
2011].

Dinkes Kab Tasikmalaya. Angka Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya. [Online].


Tersedia: http://dinkeskabtasik.com/index.php/en/berita/1-terbaru/409-angka-kesehatan-
kabupaten-tasikmalaya.html. [23 Juni 2011].

Jaka. 2010. Atonia Uteri. [Online]. Tersedia: http://www.drjaka.com/2010/01/atonia-


uteri.html. [23 Juni 2011].

Hapsari, Rahma Windy. 2010. Anemia Dalam Kehamilan. [Onine]. Tersedia:


http://superbidanhapsari.wordpress.com/2010/10/12/anemia-dalam-kehamilan/. [23 Juni
2011].

Rofiq, Ahmad. 2008. Anemia Pada Ibu Hamil. [Online]. Tersedia:


http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/01/24/anemia-pada-ibu-hamil/. [23 Juni 2011].

Qikey. 2007. Manajemen Atonia Uteri. [Online]. Tersedia: http://free-


medical.blogspot.com/2007/09/manajemen-atonia-uteri.html. [23 Juni 2011].
Admin. 2009. Perdarahn Post Partum. [Online]. Tersedia:
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/perdarahan-post-partum.html. [23 Juni 2011].

Anonim. 2011. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. [Online].


Tersedia: http://www.scribd.com/doc/6502612/Perdarahan-Postpartum. [23 Juni 2011].

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA DALAM KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN


ATONIA UTERI DI RSUD TASIKMALAYA
TAHUN 2011

You might also like