You are on page 1of 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Saya mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.

Tangerang, 25 Juni 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk melakukan kontak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat
menghadapi klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar
informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenaan
dengan kebutuhan klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu,
komunikasi adalah faktor yang paling penting ,yang digunakan untuk menetapkan
hubungan antara perawat dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang yang
membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi
yang dilakukan. Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut
dapat mungkin terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal –hal tersebut tidak hanya
berasal dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang
dilakukan oleh perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan
pada proses komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman
pesan, penerimaan pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri (Edelman, 2002).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hambatan dalam proses komunikasi terapeutik dan analisa proses interaksi
itu ?

1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar tenaga kesehatan atau tenaga medis dapat
memahami hambatan dalam proses komunikasi terapeutik dan analisa proses interaksi .

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan


klien (depkes RI,1997). Dalam pengertian lain komunikas terapeutik adalah proses yang
dingunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatanny dipsuatkan pada klien.

2.2 Faktor-faktor penghambat Komunikasi Terapeutik

- Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Perawat yang kurang cakap dalam
berbicara, berbicara tersendat-sendat, dapat menyebabkan pendengar atau pasien menjadi
Jengkel dan tidak sadar.

1. Sikap yang kurang tepat. Seorang perawat yang sedang berbicara atau melayani
pasien harus memberikan sikap yang baik dan sopan agar pasien merasa nyaman dan
tenang.

2. Kurang pengetahuan. Seorang perawat yang kurang pengetahuannya, jarang


membaca atau menonton televisi, terkadang akan mengalami kesulitan saat berbicara
dengan pasiennya.

3. Kurang memahami sistem sosial dan budaya lawan bicara (pasien) dapat
menyebabkan ketersinggungan lawan bicara.

4. Prasangka yang tidak beralasan

5. Jarak fisik. Komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan
komunikator berjauhan ataupun berdekatan

6. Tidak adan persamaan resepsi

7. Indera yang rusak

8. Berbicara yang berlebihan. Seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok


pembicaraan

2
9. Mendominasi pembicaraan

2.3. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik

A. Resistens

Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran secara verbal yang dipelajari. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan
oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi proses
penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)

a. Supresi dan represi informasi yang terkait

b. Intensifikasi gejala

c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan

d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan
yang bersifat sementara

e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak


mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam,
atau mengantuk

f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal

g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan


menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan

h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai


penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an
bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting

3
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan
yang dulu)

j. Perilaku amuk atau tidak rasional

B. Transferens

Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku


terhadap perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang
tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen ,
1995)

Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal


ini diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama
reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.

C. Kontertransferen

Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis terhadap


pasien yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapetik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi. Perawat terkadang tidak menyadari bahwa apa yang telah di
lakukan itu nantinya merugikan kedua belah pihak. Perawat biasanya terpancing oleh
sikap klien yang berlebihan, baik sikap terlalu baik maupun sikap yang terlalu buruk
sehingga perawat merespons dengan emosi yang berlebihan juga. Respons emosional
yang berlebihan itu disebut Kontertransferen.

Menurut stuart, G.W (1998) Kontertransfaran merupakan bentuk respon emosional


beupa hambatan terapeutik yang berasal dari diri perawat yang dibangkitkan atau
dipancing oleh sikap klien.

Bentuk Kontertransferens (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005)

a. Ketidakmampuan berempati terhadap Klien dalam masalah tertentu

b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi

4
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan Kontrak dengan datang terlambat,
atau melampaui waktu yang telah ditentukan.

d. Mengantuk selama sesi

e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah

f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.

g. Berdebat dengan Klien atau kecenderungan untuk memaksa Klien sebelum ia


siap.

h. Mencoba untuk menolong Klien dalam segala hal yang tidak berhubungan
dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.

i. Keterlibatan dengan Klien dalam tingkat personal.

j. Melamunkan atau memikirkan Klien

D. Pelanggaran Batas

Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan


perawat-klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan
terapeutik,dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien
berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batas
tersebut (Suryani, 2006). Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas
hubungan yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal
dengan klien.

Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan,
2005)

1). Batas peran

Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.

5
2). Batas waktu

Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan


terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang
tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.

3). Batas tempat dan ruang

Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?

Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan


terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan
tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak
di perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu
menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang
lain.

4). Batas uang

Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang.
Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin
tentang biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.

5). Batas pemberian hadiah dan pelayanan

Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas

6). Batas pakaian

Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak
diperbolehkan memakai pakaian yang tidak sopan.

6
7). Batas bahasa

Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi
dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan
pendapat dengan nada menggurui merupakan pelanggaran batas.

8). Batas pengungkapan diri secara personal

Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.

9). Batas kontak fisik;

Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah
melanggar batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang
tidak pernah tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan, 2005)

- Klien mengajak makan dengan perawat disaat siang maupun makan malam
diluar

- Klien memperkenalkan perawat kepada keluarganya

- Perawat menerima pemberian hadiah dari basis Kien

- Perawat menghindari acara-acara sosial

- Klien memberi perawat hadiah

- Perawat secara rutin memegang dan memeluk Klien

- Perawat secara teratur memberi Informasi personal kepada Klien

- Hubungan profesional berubah menjadi hubungan Sosial

- Perawat menghadiri Undangan Klien

7
E. Pemberian hadiah

Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan.


Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu
dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa
pemberian hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.

F. Cara mengatasi hambatan Komunikasi

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan


perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien.
Awalnya , perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan
mengenali prilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat
dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus
secara objektif pada apa yang sedang terjadi.

Adapun beberapa cara untuk mengatasi hambatan komunikasi yaitu :

1. Pedekatan terpusat pada penerima

Peduli kepada penerima pesan berarti bahwa akan mengambil langkah atau yang
dapat dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti danbermakna bagi
penerima. Berempati dan bersikap peka pada perasaan penerima adala cara terbaik
untuk mengatsi hambatan komunikasi. Karen perbedaan emosi dan persepsi akan
menimbulkan ganguan. Dalam penerimaan pesan, bila seseorang menyadari perasaan
orang lain maka akan mampu memlilih kata-kata netral memahami pandangan
mereka dan mungkin akan berempati dengan posisi mereka dengan mencoba
memandang situasi lewat kacamata mereka.

2. Komunikasi dengan situasi terbuka

Iklim komunikasi organisasi merupakan cerminan dari budaya organisasi :


campuran nilai, tradisi da kebiasaan yang mengakomodasi atmosfir atau karakternya.
Beberapa peusahaan cenderung menyambut aliran omuniksi keatas. Tetapi dalam
komunikasi dengan situasi terbuka, akan mendrong keterusterngan dan kejujuran

8
serta kebebasan untuk mengakui kesalahan atau untuk tidak stuju dengan atasan dan
kebebasan menyatakan pendapat.

3. Melakukan komunikasi dengan etis

Etika adalah prinsip-prinsip yang menjadi acuan bagi seseorang atau sekelompok
orang untuk bersikap dan berperilaku. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak
peduli salah atau benar, menghalalkan segala cara unuk mencapai hasil akhir. Orang
yang etis pada umumnya adapat dipercaya, adil dan tidak memihak, menghargai hak
oranglain dan memperhatikan dampak tindakan mereka pada masyarakat.

Etika memainkan peran penting dalam komunikasi. Bahasa itu sendiri terdiri dari
kata-kata yang membawa nilai . jadi hanya dengan mengataknsesuatu denga cara
tertentu,

Mempengruhi bagaimana orang-orang lain memandang dan membentuk harapan dan


tingkah laku yang berbeda pula. Komunikasi etis termasuk komunikasi yang relefan,
benar dalam segla segi dn tidak memperdayakan dengan cara apapun

4. Pesan yang efektif dan efisien

Pesan yang efektif dan efisin akan memeperlancar proses komunikasi, sehingga
dapat mengatasi hambatan komunikasi. Ciri-ciri pesan yangefektif dan efisien antara
lain, padat dan tidak mempunyai pengertian yang mendua atau membingungkan.

9
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dalam pengertian lain komunikas terapeutik adalah proses yang dingunakan oleh
perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatanny
dipsuatkan pada klien.

Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Perawat yang kurang cakap dalam
berbicara, berbicara tersendat-sendat, dapat menyebabkan pendengar atau pasien menjadi
Jengkel dan tidak sadarsehingga dapat menjadi penhambat komunikasi terapeutik

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan


emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat
harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang
sedang terjadi

3.2 Saran
Untuk dapat melakukan pendekatan yang efektif terhadap klien perawat hendaknya
mengetahui strategi yang tepat dalam menggunakan komunikasai terapeutik.
Perawat harus menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Dalam melakukan komunikasa dengan klien perawat harus menghargai keunikan setiap
klien.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alimul A.A. 2003. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Pernerbit Salemba Medika.
Ellis R.B & Gates R.J. 2000. Komunikasi Interpersonal dalam
Keperawatan(terjemahan). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fanna, Achmad dan Trikaloka H.putri (2013) Komunikasi
Kesehatan. Yogyakarta : Merkid Press

http://healthyusandart.blogspot.com/2013/01/hambatan-dalam-komunikasi-
terapeutik.html
Nasir, abdul dkk (2009) Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika

Wahyuni Arti. 2004. Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Motivasi


Perawat Dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik. Semarang.

11

You might also like