You are on page 1of 10

ADMINISTRASI NEGARA DAN PUBLIC POLICY

A. Pengertian Public Policy

1. Perkembangan Public Policy

Alasan munculnya public policy dalam administrasi negara


sebagian dikarenakan banyaknya teknisi-teknisi administrasi menduduki
jabatan politik, dan sebagian lainnya karena bertambahnya tuntutan-
tuntutan masyarakat untuk mendapatkan kebijaksanaan yang lebih baik.

2. PENGERTIAN PUBLIC POLICY

Dalam arti yang luas policy mempunyai dua aspek pokok antara lain:

1) Policy merupakan praktika sosial, ia bukan event yang tunggal


atau terisolir.Dengan demikian, sesuatu yang dihasilkan pemerintah
berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan dipergunakan pula
untuk kepentingan masyarakat.

2) Policy adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh baik


untuk mendamaikan claim dari pihak-pihak yang konflik, atau untuk
menciptakan incentive bagi tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut
menetapkan tujuan akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak
rasional dalam usaha bersama tersebut.

Dari dua aspek pokok tersebut dapat disimpulkan bahwa policy


disatu pihak dapat berbentuk suatu usaha yang komplek dari
masyarakat untuk kepentingan masyarakat, di lain pihak policy
merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi konflik dan
menimbulkan insentif.

Public policy menurut Thomas R. Dye adalah apapun yang dipilih


oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan. Dalam
pengertian seperti ini, maka pusat perhatian dari public policy tidak
hanya pada apa saja yang dilakukan oleh pemerintah, melainkan
termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah.

3. Public Policy Dan Ilmu Politik

Ada beberapa aasan mengapa para ahli ilmu politik memberikan


perhatian terhadap public policy. Alasan – alasan itu antara lain :

a. Public poicy dapat dipelajari untuk alasan ilmiah yang benar –


benar murni ( purely scientific reasons). Dalam hal ini
pemahaman tentang sebeb akibat dari keputusan –
keputusan policy yang dibuat dapat mengembangkan
pengetahuan kita menggenai kehidupan sosial.

b. Public policy dapat dipelajari pula untuk alasan – alasan yang


profesiona.

c. Public policy dapat dipelajari dengan tujuan – tujuan politik.


Alasan ini dapat digunakan untuk meyakinkan agar diperoleh
suatu kebijaksanaan yang tepat dalam rangka mencapai
tujuan yang tepat pula.

4. Public policy dan Birokrasi

Jikalau di muka dikatakan bahwa public policy selalu


dihubungkan dengan kegiatan – kegiatan pemerintah, maka public
policy tidak bisa dipisahkan dengan birokrasi.

Proses public policy yang secara pokok menetapkan gari – garis


besar umum dalam rangka memecahkan persoalan masyarakat tidak
bisa dilepaskan dari lembaga – lembaga pemerintah. Jika policy telah
ditetapkan persoaan yang kemudian timbul ialah bagaimana policy itu
dilaksanakan. Dengan kata lain, jika suatu kebijaksanaan telah
diputuskan, dibutuhkan sistem untuk melaksanakan kebijaksanaan
tersebut. Sistem inilah menurut Victor Thompsom dinamakan
demokrasi.

Birokrasi banyak mendominasi public policy dalam mengatasi


masalah – masalah yang multidimensi dan yang menyangkut bidang –
bidang teknis yang menjadi tugas pokoknya. masalah – masalah
keamanan dan pertahanan, pembangunan ekonomi, kesejahteraan
sosial, trasmigrasi, keluarga berencana, pendidikan, kesehatan,
lingkungan dan kependudukan, dan banyak hal lagi yang merupakan
wilayah kerja yang dihadapisetiap saat birokrasi.

5. Public Policy Dan Administrasi Negara

Administrasi negara mempunyai sikap yang berorientasi pada


aplikasi, maka studi ini mempunyai perhatian yang khusus terhadap
public policy Demikian pula, ketika administrasi negara ditujukan pada
prinsip dan proses manajemen, maka perhatian terhadap studi policy
sangat bergayutan.Ketika pertikaian dikotomi administrasi politik telah
mulai ditinggalkan, maka analisis yang sungguh-sungguh terhadap
perumusan policy mulai dibangkitkan.Pada saat itulah disiplin
administrasi negara mengembangkan literatur yang memberikan
perhatian terhadap proses policy.
Di bidang pendidikan dan riset public policy dan anlisis policy
memberikan perhatiannya pada masalah-masalah lingkungan
perkotaan, ilmu pengetahuan, dan masalah-masalah administrasi
policy.Sedangkan administrasi dimasa depan para spesialisnya
memberikan penekanan kepada bidang policy ini sebagaimana
penekannya pada teori organisasi, personel, keuangan, dan aspek-aspek
administrasi lainnya.Dengan demikian, administrasi negara dan public
policy merupakan dua bidang studi yang saling mengisi.

6. Ruang Lingkup Studi Public Policy

NASPAA (National Association OF Schools of Public Affairs and


Administration) mencoba merumuskan bidang kajian analisis policy itu
meliputi hal-hal berikut ini:

· Suatu proses memformulasikan, melaksakan dan mengevaluasi


policy

· Suatu strategi untuk mengoptimalkan dan memilih alternatif-


alternatif

· Suatu atribut yang jelas untuk membedakan antara policy yang


masih bersifat relatif ke suatu policy yang jelas dari bidang-bidang
fungsional tertentu, seperti misalnya kesehatan dan transportasi.

· Memerlukan kecakapan-kecakapan untuk analisis sosioekonomi,


diagnosis politik, identifikasi isu, dan evaluasi profram.

· Mempunyai pengetahuan dan komitmen terhadap nilai


kepentingan masyarakat umum.

Adapun Gerald Caiden dengan beberapa revisi dan tambahan


dari penulis merumuskan bahwa ruang lingkup studi public policy itu
meliputi hal-hal berikut ini:

1) Adanya Partisipasi Masyarakat (Public Participation)

2) Adanya Kerangka Kerja Policy (Policy Framework)

3) Adanya Strategi-Strategi Policy (Policy Strategies)

4) Adanya Kejelasan Tentang Kepentingan Masyarakat (Public


Interest)

5) Adanya Pelembagaan Lebih Lanjut Dari Kemampuan Public


Policy

6) Adanya Isi Policy Dan Evaluasinya


B. Model – Model Dalam Proses Pembuatan Public Policy

Model menurut definisi adalah bentuk abstraksi dari suatu


kenyataan.Ia merupakan suatu perwakilan yang disederhanakan dari
beberapa gejala dunia kenyataan.Model dipergunakan dengan berbagai
cara dalam kehidupan manusia.

Model yang dipergunkan dalam public policy ini termasuk


golongan model yang konsepsual.Model seperti ini berusaha untuk:

a) Menyederhanakan dan menjelaskan pemikiran-pemikiran


tentang politik dan public policy

b) Mengidentifikasikan aspek-aspek yang penting dari persoalan-


persoalan policy

c) Menolong, seseorang untuk berkomunikasi dengan orang-


orang lain dengan memusatkan pada aspek-aspek yang esensial
dalam kehidupan politik

d) Mengarahkan usaha-usaha ke arah pemahaman hal-hal


manakah yang dianggap penting dn tidak penting

e) Menyarankan penjelasan-penjelasan untuk publlic policy dan


meramalkan akibat-akibatnya.

1. Penggunaan Model Dalam Public Policy

Suatu model dalam public policy merupakan penjelasan secara


abstraksi atau perwakilan dari kehidupan politik.Model berusaha untuk
memperjelas, menyederhanakan dan memberikan pengertian mengenai
hal-hal yang sebenarnya dianggap penting bagi politik dan public
policy.Pentingnya sebuah model menjelaskanya kehidupan politik dan
public policy, sepenuhnya tergantung pada apa dan bagaimana kriteria
sebuah model tersebut didalam menjelaskan perihal politik dan public
policy.Berikut ini beberapa kriteria sebuah model sehingga bermanfaat
dalam public policy, sebagai berikut:

a) Kemanfaatan sebuah model akan tergantung pada kemampuannya


untuk menyusun dan menyederhanakan kehidupan politik.

b) Sebuah model seharusnya dapat pula dipergunakan


mengidentifikasikan aspek-aspek nyata yang signifikan dari public policy
.

c) Pada umumnya, suatu model hendaknya ada kesamaan dengan


realitasnya.
d) Konsep atau model harusnya mampu mengkomunikasikan sesuatu
yang mengandung arti.

e) Sebuah model hendaknya mampu mendorong untuk mengadakan


penelitian langsung terhadap public policy.

f) Pendekatan sebuah model hendaknya mengemukakan uraian yang


ilmiah terhadap public policy.

2. Model Elite (Policy sebagai Prefensi Elite)

Public policy dalam model elite ini dapat dikemukakan sebagai prefensi
dari nilai-nilai elite yang berkuasa.

Teori model elite merupakan bahwa rakyat dalam hubungannya dengan


public policy hendaknya dibuat apatis atau miskin akan informasi.Elite
secara pasti lebih banyak dan sering membentuk opini masyarakat
dalam persoalan-persoalan policy, dibandingkan dalam massa
membentuk opini elite.Dengan demikian, public policy adalah hasil
prefensi elite.Pejabat-pejabat pemerintah, administrator-administrator
dan birokrat hanya melaksanakan policy yang telah dibuat elite
tersebut.Policy mengalir dari elite ke massa melalui administrator-
administrator tersebut.Bukan sebaliknya berasal dari tuntutan-tuntutan
masyarakat.

Hal-hal yang dapat dipergunakan sebagai dasar konsensus elite antara


lain: pemerintahan yang konstitusional, prosedur yang demokratis,
peranan mayoritas, kebebasan bersuara dan press, kebebasan untuk
membentuk partai atau kekuatan oposisi, kebebasan untuk memasuki
sebagai pegawai dalam kantor-kantor pemerintah tanpa dilihat asal
ideologinya, kesempatan yang sama dalam setiap bagian dari kehidupan
ini, dihormati milik pribadi, dan lain-lainnya.

3. Model Kelompok (Policy sebagai Keseimbangan Kelompok)

Teori kelompok mulai dengan suatu ungkapan bahwa interaksi


diantara kelompok adalah fakta sentral dari politik dan public policy.

Menurut model teori kelompok ini, public policy pada saat-saat


tertentu dan kapanpun, senantiasa merupakan usaha yang menjaga
keseimbangan yang dicapai didalam kelompok yang sedang berjuang
.Keseimbangan ini ditentukan oleh pengaruh relatif dari kelompok-
kelompok yang berkepentingan (group interest).Perubahan-perubahan
didalam pengaruh relatif dari setiap kelompok bisa diharapkan untuk
menghasilkan perubahan dalam public policy.Policy akan bergerak
kearah yang dikehendaki oleh kelompok yang mendapatkan pengaruh,
dan akan menjauh dari keinginan-keinginan dari kelompok yang
kehilangan pengaruh.

Pengaruh dari kelomok-kelompok berkepentingan tersebut sebenarnya


ditentukan oleh:

· Jumlah keanggotaannya

· Kesejahteraannya

· Kekuatan organisasinya

· Kepemimpinannya

· Ekses-ekses terhadap pembuatan keputusan

· Kohesif ke dalam organisasinya.

Model kelompok berusaha menerangkan semua aktivitas-


aktivitas politik yang bermanfaat didalam hubungannya dengan
“perjuangan kelompok”.Pembuat keputusan dipandang secara ajek
menaggapi tekanan-tekanan dari kelompok dengan cara bargaining,
negosiasi, dan kompromi dari tuntutan-tuntutan yang saling bersaing
diantara kelompok-kelompok yang berpengaruh.

4. Model Kelembagaan (institution Model) (Policy sebagai Hasil dari


Lembaga)

Struktur pemerintahan dan lembaga-lembaga yang ada telah


lama menjadi pusat perhatian dari ilmu politik.Hubungan antara public
policy dan lembaga-lembaga pemerintahan tersebut sangat erat.Pendek
kata suatu policy tidaklah menjadi public policy sampai ia diambil,
dilaksanakan, dan dipaksakan oleh beberapa lembaga-lembaga
pemerintah.

Lembaga pemerintah memberikan public policy tiga karakteristik antara


lain:

a) Pemerintah meminjamkan legitimasi kepada kebijaksanaan (public


policy).Kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah pada umumnya

dipandang sebagai kewajiban yang legal yang harus dipatuhi oleh semua
warga negara.
b) Public policy pemerintah melibatkan universalitas .Hanya policy-
policy pemerintah yang mampu memasuki dan menjangkau semua
rakyat dalam suatu masyarakat.

c) Pemerintah memonopoli paksaan dalam masyarakat.Hanya


pemerintah yang bisa mengabsahkan tindakan untuk memenjarakan
seseorang yang melawan policy-nya.

Pengaruh pengaturan kelembagaan dalam public policy


merupakan persoalan empiris yang membutuhkan penelitian lebih
lanjut.Demikian pula akan diketahui bahwa pengaturan-pengaturan
lembaga tersebut akan memberikan pengaruh yang kecil terhadap
public policy jika kekuatan-kekuatan lingkungan seperti
misalnya:kekuatan sosial, ekonomi, dan politik tetap ajek.

5. Model Proses (Policy Sebagai Suatu Akyivitas Politik)

Public policy dilihat dari proses ini sebagai suatu rangkaian


kegiatan-kegiatan politik mulai dari identifikasi masalah, perumusan,
pengesahan, pelaksanaan, dan evaluasi policy.

Model proses hanya menekankan bagaimana tahapan aktivitas


yang dilakukan didalam menghasilkan public policy.Model ini kurang
memperhatikan isi substansi dari policy yang bakal di buat.Dengan
demikian, sebagian ahli mengatakan bahwa pandangan-pandangan dari
model proses ini terlalu sempit dibandingkan dengan model yang
lain.Walaupun dikatakan sempit, model ini bagaimanapun mempunyai
kegunaan yang besar untuk mengetahui dan memahami aneka macam
kegiatan yang terlibat dalam proses pembuatan policy.

6. Model Rasionalisme (Policy Sebagai Pencapaian Tujuan yang


Efisien)

Suatu policy yang rasional adalah dirancang secara tepat untuk


memaksimalkan “hasil nilai bersih”. Dengan nilai hasil bersih ini
dimaksudkan bahwa semua nilai-nilai yang bergayutan didalam
masyarakat diketahui.Dan bahwa setiap pengorbanan didalam satu atau
lebih nilai yang dikehendaki oleh policy adalah lebih besar dibandingkan
dengan kompensasi pencapai nilai-nilai lainnya.Pengertian rasionalitas
ini dipakai silih berganti dengan pengertian efisien.Hal ini berarti bahwa
rasio antara nilai-nilai yang dikorbankan adalah positif dan lebih tinggi
kalau dibandingkan dengan alternatif-alternatif policy lainnya.

Untuk memilih policy yang rasional, maka pembuat policy harus:


a) Mengetahui semua preferensi nilai-nilai dalam masyarakat dan
tekanan kecenderungannya.

b) Mengetahui semua pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif policy


yang tersedia

c) Mengetahui semua konsekuensi-konsekuensi dari setiap pilihan-


pilihan policy

d) Memperhitungkan ratio yang dicapai bagi setiap nilai-nilai sosial


yang dikorbankan pada setiap alternatif policy

e) Memilih alternatif policy yang paling efisien.

Rasionalitas ini menganggap bahwa semua preferensi nilai dari suatu


masyarakat secara keseluruhan dapat diketahui dan ditimbang.Hal ini
berarti bahwa tidak mengetahui nilai kelompok lain.Rasionalitas
haruslah mempunyai penegrtian yang lengkap mengenai nilai-nilai sosial
dalam masyarakat secara keseluruhan.Dengan demikian, pembuatan
policy yang rasional memerluakan adanya informasi tentang pilihan-
pilihan policy tersebut , dan kecerdasan untuk menghitung secara tepat
perimbangan antara biaya dan keuntungan.Dan yang terakhir
pembuatan policy yang rasional memerlukan suatu sistem pembuatan
keputusan yang mampu mempermudah tercapainya rasionalitas
didalam perumusan keputusan atau policy.

7. Model Inkrementalisme (Policy Sebagai Kelanjutan Masa lalu)

Pandangan inkrementalisme didalam public policy ialah


menekankan kelanjutan dari kegiatan-kegiatan pemerintahan dimasa
lalu dengan sedikit mengadakan perubahan.Ahli ilmu politik Charles E.
Lindblom yang pertama kali mengemukakan model inkrementalisme ini
didalam serangkaian kritiknya terhadap model pembuatan keputusan
yang rasional.Menurut Lindblom pembuat keputusan tidak mau
melakukan peninjauan secara ajek dari seluruh policy yang telah
dibuatnya.Demikian pula tidak mau melakukan identifikasi tujuan-
tujuan sosial, meneliti untung rugi, meneliti untung rugi dari alternatif-
alternatifpolicy yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial
tersebut, mengklasifikasian preferensi bagi setiap alternatif dalam
hubungannya dengan perhitungan untung rugi, dan menyeleksi
informasi-informasi yang relevan.Sementara itu, hambatan-hambatan
waktu, kecermatan, dan biaya dapat mencegah pembuat policy
mengidentifikasikan alternatif-alternatif policy dan konsekuensinya.
Inkrementalisme didalam usahanya menciptakan program,
policy, dan pembiayaan-pembiayaan dasar pemikirannya adalah bersifat
konservatif.Dan perhatiannya terhadap program baru dipusatkan untuk
menambah, mengurangi dan menyempurnakan program-program yang
telah ada.

Alasan mengapa pembuat polisy lebih bersifat inkrementalisme, antara


lain:

· Mereka tidak mempunyai waktu, kecerdasan atau biaya untuk


melakukan penelitian dari semua kemungkinan alternatif dari suatu
policy yang ada.

· Mereka menerima keabsahan dari policy sebelumnya katena


ketidaktentuan akibat-akibat yang bakal ditimbulkan dari policy yang
baru atau yang sama sekali berbeda dari yang mendahuluinya.

· Barangkali karena terdapatnya tabungan-tabungan yang menarik


dalam program-program yang ada dapat menghalangi perubahan-
perubahan yang benar-benar radikal.

· Inkrementalisme merupakan tindakan politik yang tepat.

· Didukung dari sifat-sifat manusia pada umumnya, sebagian besar


manusia ini cenderung mempertahankan stabilitas, kurang menyukai
konflik, dan tidak mau bersusah payah mencari hal-hal yang paling baik
diantara yang baik.

Oleh karena itu, prubahan dan penggantian policy yang ada akan
mengakibatkan tidak adanya stabilitas, terjadinya konflik dan
merupakan upaya yang tidak programatis.

8. Model Sistem (Policy sebagai Hasil dari Suatu Sistem)

Model sistem beruasaha menggambarkan public policy sebagai


suatu hasil dari suatu sistem politik.Pada konsep sistem terkandung
didalamnya serangkaian institusi dalam masyarakat dan aktivitasnya
yang mudah diidentifikasikan.Lembaga-lembaga ini melakukan fungsi
transformasi dari beberapa tuntutan ke dalam suatu keputusan yang
otoritatif.Dan usaha transformasi ini membutuhkan dukungan seluruh
masyarakat.Terkandung pula didalam konsep sistem unsur-unsur sistem
yang saling berhubungan.Unsur-unsur tersebut dapat memberikan
respons dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam lingkungannya.Dan hal
tersebut dilakukan agar dapat melindungi dirinya sendiri.
Setiap sistem pada hakikatnya menyerap berbagai tuntutan
antara lain berupa konflik.Agar dapat mentransformasikan tuntutan-
tuntutan ini menjadi suatu kenyataan berupa hasil dari public policy ,
maka tuntutan-tuntutan tersebut harus diatur dalam pacakan tuntutan
kelompok-kelompok politik seperti misalnya parpol dan kelompok-
kelompok berkepentingan lainnya.Hasil-hasil public policy tersebut
barangkali akan dapat mempengaruhi untuk melakukan
penyempurnaan dalam lingkungan dan tuntutan-tuntutan baru yang
kemungkinan bisa timbul.Demikian pula kemungkianan bisa
mempengaruhi sifat-sifat dari suatu sistem politk. Sehubungan dengan
ini suatu sistem dapat melindungi dirinya dengan cara:

1) Menghasilkan hasil-hasil yang dapat memuaskan

2) Menggantungkan pada akar-akar yang telah mengikat secara


mendalam suatu sistem tersebut

3) Menggunakan pemaksaan.

Demikianlah beberapa model yang dapat dipergunakan sebagai


bahan analisis dalam memahami public policy.Sebagaimana dikatakan
didepan model ini banyak dijumpai dalam literatur-literatur ilmu politik
dan ilmu administrasi negara.

You might also like