You are on page 1of 11

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH

“Pengujian Viabilitas Benih dengan Metode Uji Cepat ”

Oleh:

NI WAYAN HESTHIN
NIM. D1B117088

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengujian viabilitas benih merupakan analisis beberapa parameter fisik


dan kualitas fisiologis sekumpulan benih yang biasanya didasarkan pada
perwakilan sejumlah contoh benih. Pengujian dilakukan untuk mengetahui mutu
kualitas kelompok benih. Pengujian benih merupakan metode untuk menentukan
nilai pertanaman di lapangan. Salah satu contoh pengujian benih adalah uji
viabilitas benih atau uji perkecambahan benih. Uji viabilitas benih dapat
dilakukan secara tak langsung, misalkan dengan mengukur gejala-gejala
metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan
unsur-unsur tumbuh tertentu.
Uji viabilitas benih, baik uji daya kecambah atau uji kekuatan tumbuh
benih, penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan yang
lain dalam satu substrat. Sebagai parameter untuk viabilitas benih digunakan
presentase perkecambahan. Persentase kecambah yang tinggi sangat diinginkan
oleh para petugas persemaian, dan segala sesuatu selain benih murni yang
berkecambah akan dianggap sebagai hal yang tidak berguna, oleh karena itu
pegujian kecambah atau viabilitas harus menggambarkan kecambah yang
potensial. Potensi perkecambahan merupakan hal yang secara langsung
didapatkan pada pengujian perkecambahan. Pengujian perkecambahan secara luas
digunakan, baik untuk pengujian benih standard maupun untuk pengujian
informal secara sederhana di persemaian. Pengujian viabilitas ada beberapa
macam yaitu pengujian pemotongan (cutting test), tetrazolium (TZ), pemotongan
embrio dan pengujian hidrogen peroksida (H2O2).
Pengujian viabilitas benih biasanya kurang tepat diterapkan untuk benih-
benih yang berukuran sangat kecil, bahkan teknik pengambilan/pemotongan
embrio hampir tidak mungkin dilakukan. Untuk memudahkan dalam pengujian
benih, benih yang digunakan harus berukuran agak besar seperti sengon buto
(Enterolobium cyclocarpum Jacq.) yang digunakan dalam praktikum ini.
Pengujian benih dengan tetrazolium merupakan salah satu uji yang efektif. Uji
tetrazolium memanfaatkan prinsip dehidrogenase yang merupakan group enzim
metabolism pada sel hidup, yang mana mudah diamati perubahan warnanya.
Selain uji TZ, uji hidrogen peroksida (H2O2) juga merupakan uji yang efektif. uji
ini merupakan uji viabilitas yang lain, yang membentuk transisi menjadi
pengujian kecambah.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukannya praktikum ini untuk
menganalisis cara praktikum pengujian viabilitas benih dengan menggunakan
tetrazolium (Tz) dan membandingkan hasil uji Tz dengan hasil uji pengujian
secara langsung.
1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara pengujian viabilitas
benih dengan menggunakan tetrazolium (Tz) dan membandingkan hasil uji Tz
dengan hasil uji pengujian secara langsung (dengan peubah perkecambahan).
Kegunaan dari praktikum ini yaitu agar dapat memahami cara pengujian
viabilitas benih dengan menggunakan tetrazolium (Tz) dan membandingkan hasil
uji Tz dengan hasil uji pengujian secara langsung (dengan peubah perkecambahan
) serta sebagai bahan ajar untuk praktikan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Viabilitas benih merupakan refleksi dari mutu benih, yang dapat


didefinisikan sebagai daya hidup benih yang ditunjukkan oleh fenomena
pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya dan dapat pula ditunjukkan oleh
keadaan organel sitoplasma atau kromosom. Viabilitas benih dapat dideteksi
melalui beberapa pendekatan, pendekatan yang paling lazim dilakukan adalam
melalui pendekatan fisiologis (Halimah, 2012).
Pengujian viabilitas benih meliputi metode uji secara langsung dan tidak
langsung. Dalam metode uji secara langsung kita dapat mengetahui dan menilai
struktur-struktur penting kecambah secara langsung. Sedangkan metode uji secara
tidak langsung dapat diketahui mutu hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala
metabolisme (Suresha, 2012).
Tetrazolium test adalah metode pewarnaan topografis yang digunakan
untuk menguji viabilizas benih secara cepat dengan menggunakan bahan kimia
garam tetrazolium yang dapat memberikan warna merah pada sel dan sifatnya
yang tidak beracun. Tetrazolium test merupakan uji aktivitas enzim dehidrogenase
pada jaringan biji, sehingga diketahui jaringan tersebut hidup atau mati pada
embrio. Prinsip dasar uji ini adalah reduksi chemikalia yang dipakai 3,3,5
Triphenil tetrazolium chloride yang semula tidak berwarna menjadi formasan
yang berwarna merah intensitas pewarnaan jaringan menunjukan viabilitas
jaringan tersebut. Tempat atau jaringan tertentu pada biji ternyata mati, dipastikan
biji tersebut tidak mampu berkecambah atau berkecambah tidak normal.Pengujian
viabilitas benih dengan menggunakan metode pengecatan tetrazolium merupakan
suatu metode pengujian untuk mengetahui viabilizas benih secara cepat, karena
benih-benih yang diuji tidak perlu dikecambahkan yang akan memerlukan waktu
lebih lama, sehingga metode pengujian ini dapat juga disebut dengan Quick test.
Prinsip kerja uji ini adalah membedakan antara benih yang hidup dari yang telah
mati didasarkan atas kecepatan relatif respirasinya dalam keadaan basah.
Meskipun selama respirasi ini banyak enzim yang aktif, tetapi tetrazolium test ini
menggunakan aktivitas enzim dehidrogenase sebagai indeks bagi kecepatan
respirasi dan viabilizas ion hidrogen yang mengoksidasi garam tetrazolium yang
tidak berwarna, berubah berdasarkan pola pengecatan topografis embrio dan
intensitasnya (Subantoro, 2013).
Benih self yang berhasil berkecambah (viabel) mampu tumbuh vegetatif
dan berproduksi dengan baik. Penurunan viabilitas dapat dicegah dengan teknik
penyimpanan benih yang baik. Menurut Justice dan Bass (1994) dalam
Ningrum (2013) menurunnya vigor dan kematian benih dapat dilihat dari dua
aspek yaitu hilangnya viabilitas atau matinya sekelompok benih dan kematian
suatu individu benih. Proses kematian benih terjadi secara perlahan-lahan,
sehingga sulit untuk menentukan waktu kehidupan benih itu berakhir
Pendugaan potensial perkecambahan dari suatu kelompok benih dengan
mengecambahkannya langsung merupakan suatu metode yang hampir relevan
dalam praktek bidang kehutanan. Tetapi pengujian tersebut akan membutuhkan
waktu yang lama, bahwa pelaksanaan pengujian viabilitas benih dengan
menggunakan indikator gejala pertumbuhan kecambah biasanya memerlukan
waktu yang relatif lama. Untuk jenis pohon hutan, waktu yang diperlukan berkisar
antara 7-30 hari tergantung pada jenis benihnya. Dalam beberapa keadaan, jenis-
jenis tertentu secara normal akan berkecambah secara lambat atau menunjukan
gejala dormansi sehingga informasi mengenai viabilitas benih tidak dapat segera
diperoleh. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap benih yang diuji dan keputusan
tentang pengadaan benih untuk keperluan yang bersangkutan misalnya untuk
penanaman. Sehingga diperlukan metode pengujian viabilitas benih yang dapat
menduga secara akurat namun lebih cepat dari pada pengujian perkecambahan
secara langsung. Dalam hal ini maka dikembangkan uji cepat viabilitas benih
(Zanzibar, 2014).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi Unit


Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, pada hari Rabu 27 Maret
2019 pukul 15.25 WITA sampai selesai.
3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu dua lot benih jagung
(Zea mays L.), padi sawah (Oryza sativa L.), kacang tanah (Arachis hypogeae L.),
kacang hijau (Vigna Radiata L.), larutan tetrazolium 0,1%, aquades wadah atau
kantong plastik dan label
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu petridish, pingset,
Erlenmeyer, labu ukur, silet/cutter, oven dan gelas ukur.
3.3. Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan pada praktikum ini yaitu sebagai berikut:


1. Benih direndam ± 24 jam sehari sebelum pengamatan.
2. Membuat larutan tetrazolium 1% dengan prosedur pembuatan larutan buffer
sebagai berikut:
a. Larutan 1: larutan 9,078 g KH2PO4 dalam 1000 ml aquades.
b. Larutan 2: larutan 9,472 g Na2HPO4 dalam 1000 ml aquades atau larutan
11,876 g Na2HPO4 x 2H2O dalam 1000 ml aquades. Mencampurkan dua
bagian dari larutan 1 dengan tiga bagian larutan 2. Selanjutnya masukkan
garam tetrazolium 1%. Larutan tetrazolium dapat langsung digunakan atau
disimpan. Usahakan larutan tersebut tidak terkena cahaya matahari secara
langsung (gunakan plastik hitam/alluminium foil).
3. Benih yang telah direndam, selanjutnya direndam dalam larutan tetrazolium
selama 30-40 menit pada suhu 30 - ±20C, kemudian di ovenkan.
4. Setelah di oven, kemudian mengeluarkan benih dari larutan:
a. Menuangkan larutan Tz dengan menggunakan saringan teh, cuci benih
dengan air mengalir sampai bersih.
b. Merendam dalam air bersih, selanjutnya dibelah dua tetapi jangan sampai
terpisah.
c. Mengamati benih dengan kaca pembesar sesuai dengan klasifikasinya.
5. Melakukan pengamatan dengan menghitung jumlah dan persentase benih yang
germinable dan non-germinable. Apabila warnanya merah cerah benih tersebut
masih hidup variabel, sedangkan apabila warnanya merah campur putih benih
tersebut sudah mati atau tidak hidup variabel.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 1. Hasil praktikum dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Jenis Benih Ulangan Uji Tetrazolium


∑ Benih dengan Warna Benih Germinabel
Jaringan (%)
MC MKC MCP PT
Jagung 1 30 - - - 100%
Kuning
Jagung 1 29 - - 1 97%
Putih
Kedelai 1 13 - 7 10 43%
Isolasi
Kedelai 1 12 - 6 12 40%
Praktikan
Ketrangan : MC = Merah Cerah; MKC = Merah Kuning Cerah; MCP = Merah
Campur Putih; PT = Putih Total.

4.2. Pembahasan

Pengujian viabilizas benih yang sering dilakukan adalah dengan


mengecambahkan benih kemudian dihitung daya kecambahnya. Pengujian ini
berlangsung lama sehingga apabila ada kebutuhan akan benih yang mendesak
dengan pengujian secara cepat dengan menggunakan uji tetrazolium.
Metode uji tetrazolium menggunakan prinsip bahwa setiap sel hidup akan
berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan
membentuk endapan formazan merah sedangkan sel-sel yang mati menunjukan
warna putih. Dengan merendamnya terlebih dahulu selama semalam, kemudian
dibelah dan direndam dalam larutan garam selama beberapa jam, telah dapat
menunjukan reaksi yang jelas dan dapat membedakan antara sel yang masih hidup
dengan yang sudah mati.
Salah satu metode yang digunakan untuk menduga kualitas benih adalah
uji tetrazolium. Uji tetrazolium bertujuan dalam mengaktifkan sel/jaringan benih
dan membedakan antara sel atau jaringan yang hidup atau mati. Uji tersebut
sangat cepat dan tepat apabila diaplikasikan pada benih yang yang mengalami
dormansi dan mengalami pemasakan lanjutan (after ripening).
Hasil pengamatan pengujian viabilitas benih dengan larutan tetrazolium
(Tz) pada benih jagung kuning (Zea mays L.) dimana pada ulangan 1 (pertama)
dengan jumlah merah cerah yaitu 30, merangn kuning cerah yaitu 0, merah
campur putih 0 dan putih total 0 Sedangkan jumlah benih germinabel yaitu 100%.
Sedangkan Pada ulangan 1(kedua) pada benih jagung putih (Zea mays L) jumlah
merah cerah yaitu 29 merang kuning cerah yaitu 0, merah campur putih 0 dan
putih total 1. Sedangkan jumlah benih germinabel yaitu 97%.
Hasil pengamatan pengujian viabilitas benih dengan menggunakan
tetrazolium pada benih kedelai isolasi dimana pada ulangan 1 (pertama) dengan
jumlah merah cerah yaitu 13, merang kuning cerah yaitu 0, merang campur putih
7 dan putih total 10. Sedangkan jumlah benih germinabel yaitu 43%. Pada
ulangan 2 (kedua) uji tetrazoluium (Tz) dengan benik kedelai praktikan di
dapatkan jumlah merah cerah yaitu 12, merang kuning cerah yaitu 0, merang
campur putih 6 dan putih tota 12. Sedangkan jumlah benih germinabel yaitu 40%.
Pengujian mutu benih sebelum tanam sangat diperlukan untuk
menghindari adanya kerugian biaya, waktu dan tenaga. Viabilitas benih sangat
menentukan pertumbuhan benih selanjutnya, sehingga sangat penting memilih
benih dengan memiliki viabilitas yang tinggi untuk kebutuhan penanaman di
lapangan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diperoleh


kesimpulan bahwa salah satu metode yang dipakai untuk menguji viabilitas benih
secara cepat yaitu melalui uji tetrazolium menggunakan prinsip bahwa setiap sel
hidup akan berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium
dan membentuk endapan formazan merah, sedangkan sel-sel yang mati
menunjukan warna putih. Dengan merendamnya terlebih dahulu selama semalam,
kemudian dibelah dan direndam dalam larutan garam selama beberapa jam, telah
dapat menunjukan reaksi yang jelas dan dapat membedakan antara sel yang masih
hidup dengan yang sudah mati. Pada benih jagung kuning ulangan 1 mendapatkan
jumlah benih germinabel 100% dan benih jagung putih yaitu 97%. Sedangkan
pada benih kedelai isolasi mendapatkan jumlah benih germinabel 43% dan kedelai
praktikan yaitu 100%.

5.2. Saran

Saran saya pada praktikum teknologi dan produksi benih agar pada
melaksanakan praktikum harus diperhatikan dengan baik sehingga tidak ada
kesalahan dan kecelakaan kerja saaat praktikum sedang dimulai atau dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA

Halimah, P. 2012. Pedoman uji cepat viabilitas benih tanaman: Jakarta. Balai
penelitian teknologi perbenihan.

Ningrum AG, S Hikam, PB Timotiwu. 2013. Evaluasi viabilitas benih, ketahanan


dan pemulihan tanaman empat pedigri inbred jagung yang disimpan lebih
dari dua belas bulan, Jurnal Agrotek Tropika, 1(1): 14-19.
Subantoro, R dan Prabowo R. 2013. Pengkajian Viabilitas Benih Dengan
Tetrazolium Test Pada Jagung Dan Kedelai. Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian.
9(2): 1–8.
Suresha, N.L., H.C. Balachandra, H. Shivanna, 2012. Effect of seed size on
germination viability andseedling biomass in Sapindus emerginatus
(Linn).

Zanzibar, R dan Herdiana N. 2010. Akurasi Metode Uji Cepat Dalam Menduga
Mutu Fisiologis Benih Damar. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(4):
181–189.

You might also like