Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
12 februari 2019
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU
Disusun Oleh:
(13.17.777.14.257)
Pembimbing:
dr. Sarniwaty Kamissy, Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347
dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga
kebersihan lingkungan. 6,7
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh stu dari empat virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk terutama
Aedes Aegypti, dengan manifestasi klinis demam mendadak dan
berlangsung 2-7 hari disertai gejala perdarahan berupa ruam, perembesan
plasma, diatesis hemoragik. dengan atau tanpa syok, nyeri otot/ atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia dan disertai pemeriksaan laboratorium
menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal.1,6,9
2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue
secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap
tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%
diantaranya adalah anak – anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian
DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan
setiap harinya. Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia dan 1.229 orang diantaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 dan sebanyak 907 penderita meninggal
dunia pada tahun 2014.3,5,6,9
2.3 Etiologi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan
kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili
Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk
4
sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC. Virus dengue mempunyai 4
serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Keempat serotip ini termasuk
dalam genus flavivirus family flaviviridae. Partikel virus dengue matur
berbentuk spheris dengan diameter 50nm. Virus ini mengandung salinan tiga
protein structural, membrane bilayer, dan genom single stranded RNA. Ketiga
protein structural berasal dari pembacaan genome oleh protease host dan viral
( capsid C, the precursor of membrane prM, dan Envelope E). Keempat serotip
virus dengue dapat diasosiasikan dengan demam berdarah dengue. Variasi
dalam serotip virus dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit,
diantaranya genotip asia dari DEN-2 dan DEN-3 diasosiasikan dengan tingkat
keparahan penyakit yang tinggi.5,10
• Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
• Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lain-lain.
5
Gambar 2 Aedes aegypti betina 10.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya.
Penyebaran virus dengue terjadi akibat interaksi antara manusia dan nyamuk
Aedes Aegypti. Gigitan nyamuk Aedes Aegypti pada manusia yang sedang
mengalami viremia menyebabkan inokulasi virus pada nyamuk. Virus
kemudian berkembang biak dalam kelenjar ludah manusia dalam waktu 8-10
hari sebelum dapat ditularkan kembali pada manusia pada gigitan berikutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya, namun
kurang berperan dalam penyebaran infeksi Didalam tubuh nyamuk itu virus
dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam
kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat
tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut
ditularkan kepada orang lain.7, 8, 10
6
sehingga melepaskan molekul RNA keluar dari virus. Molekul RNA ditranslasi
menjadi sebuah poliprotein tunggal. Poliprotein ini diproses oleh protease
seluler dan virus menjadi tiga protein structural (C, prM, dan E) dan tujuh
protein non structural( NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5).
Protein non structural bertanggung jawab dalam replikasi RNA, sementara
protein C membungkus RNA membentuk nukleoplasmid. Pada tahap akhir
siklus semua komponen virus akan dirakit dan dilepaskan keluar dari sel. 7, 8, 10
2.4 Patofisiologi
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi
renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga
karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi
klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan
berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.1,2,10
7
agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
trombositopenia ini bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi
dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory). 1,2,10
8
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 3 Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.1,2,10
9
Secondary heterologous dengue infection
Aktivasi Komplemen
Komplemen
Anafilatoksin Histamin dalam urin meningkat
(C3a, C5a)
Permeabilitas kapiler meningkat
Ht Meningkat
>30% pd kasus
Perembesan Plasma Natrium Menurun
syok 24-48 jam
Cairan dalam
Hipovolemia
rongga serosa
SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL
10
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor
Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat
syok yang terjadi. 10
11
Secondary heterologous dengue infection
12
1
Demam dengue memiliki spectrum klinis yang luas. Teradapat tiga fase
manifestasi klinis demam dengue yaitu fase febris, kritis dan penyembuhan.
Fase febril berlangsung pada hari pertama hingga hari ketiga perjalanan
penyakit. Setelah itu dilanjutkan dengan fase kritis yang berlangsung pad hari
ke 4 hingga 6. Fase penyembuhan dimulai pada hari ke 6 dan berlangsung
selama 2 hingga 3 hari.3
13
Gambar 6. Perjalanan Penyakit Dengue3
14
perdarahan dapat pula dijumpai pembesaran hati beberapa hari setelah
demam. 2,8,10
Warning Sign
Pasien dikatakan mengalami syok apabila tekanan nadi <= 20mmHg atau
apabila pasien menunjukan tanda-tanda gangguan perfusi kapiler seperti
ekstremitas yang dingin, penurunan waktu capillary refill, dan takikardi. Pasien
dengan syok terbagi dalam syok kompensasi dan dekompensasi. Pada pasien
dengan syok kompensasi tubuh masih mampu untuk mempertahankan
homeostasis tubuh dengan berbagai mekanisme kompensasi. Sementara
15
pada pasien syok dekompensasi tubuh sudah tidak mampu mempertahankan
homeostasis. 2,8,10
i. Darah Lengkap :
16
ii. Isolasi Virus :
17
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test) .2,
8,14
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai
dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun),
maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari
titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif,
atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent
dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test ) 2, 8,14
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin
oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga
memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai
beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun ).
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi
dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari
antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit
18
dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara
rutin.
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang
banyak sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui
kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam uji mac elisa adalah :
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan
uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk
infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG
elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi
19
dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap
titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).8
b. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain
2.8 Diagnosis
Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997 10
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
20
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma lekage (kebocoran plasma)
sebagai berikut: 1014
Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan
cepat, penurunan tekanan denyut (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.
Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak
terdeteksi.
21
2.9 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang
jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.6, 10
22
hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit
lebih cepat kembali normal daripada ITP.2, 6
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam
timbul karena infeksi sekunder 2,6
2.10 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. 4,10
23
Protokol terbagi atas 5 :
Protokol 1
Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
24
Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
25
Protokol 3.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%
26
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. 4,5,10
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam tadi
keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi
meningkat, Tekanan darah menurun < 20%, produksi urin menurun
maka kita harus menaikan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/KgBB/jam.
2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukan perbaikan, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam, tetapi bila keadaan menunjukan perburukan maka
jumlah cairan infus dinaikan menjadi 15 ml/KgBB/jam, dan bila dalam
perkembanganya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-
tanda syok, maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal. 4,5,10
27
Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DBD
28
dan thrombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.4,5
Pemberian Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID).
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila
didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai HB kurang dari 10 g/dl. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan
spontan dan massif dengan jumlah trombosit < 100.000 disertai atau
tanpa KID. 4,5,10
29
Protokol 5
Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa
Bila kita berhadapan dengan SSD maka hal yang pertama harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskuler yang keluar harus segera dilakukan.
Angka kematian SSD sepuluh kali lipat dibandingkan penderita DBD
tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan.
Penatalaksanaanya yang tidak tepat termasuk kurangnya
30
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat. 4,10
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang
diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-
4 liter per menit. Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-
20 ml dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi
jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 1-2
jam keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Selanjutnya bila dalam keadaan waktu 1-2 jam berikutnya tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah
renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematocrit tetap stabil serta
diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan
(karena jika reabsobsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
telah terjadi, ditandai dengan turunya hematokrit, cairan infus tetap
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru dan gagal jantung
dapat terjadi).4,10
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus
dilakukan terutama dalam waktu 2 hari pertama sejak terjadi renjatan
(karena selain proses pathogenesis penyakit masih berlangsung,
ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluh darah, setelah 1 jam saat pemberian). Diuresis diusahakan
2 ml/KgBB/jam. Pemantauan kjadar Hb, Ht dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.4,10
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum
teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi
20-30ml/kgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila
keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila
nilai hematokrit meningkat, berarti perembesan plasma masih
berlangsung maka pemvberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi
31
bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan. Maka pada
penderita diberi transfuse darah segar 10 ml/KgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan. Bila tekanan vena sentral penderita ssudah sesuai
dengan target tetapi renjatan masih belum teratasi maka dapat
diberikan obat inoptropik/vasompresor.4,10
- Hematokrit stabil
2.11 Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
32
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan hati akut. 10
b. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati
dengan menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang
penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi
syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular
nekrosis ditandai penurunan jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. 2, 5, 10
c. Oedema Paru
33
sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan
oedema paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat
terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang
diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan
ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto rontgen 2, 5, 10
2.12 Pencegahan
34
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap disitu
2.13 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat
maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol
sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada
orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus
DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk.8,10.
35
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.J
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Kalora, Lrg. II
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Akutansi
Tanggal pemeriksaan : Senin, 08 februari 2019
II. AUTOANAMNESIS
Keluhan utama
Demam 5 hari
36
Keluhan demam pada pasien juga disertai dengan keluhan sakit kepala
yang dirasakan di seluruh bagian kepala, yang bersifat hilang timbul.
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa mual tetapi tidak disertai
dengan muntah. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian persendian
ekstremitas atas dan bawah. Pasien juga sempat mengalami perdarahan
spontan saat sikat gigi yg dialami sebanyak 3x saat dirumah. Buang air
besar (BAB) normal, tidak ada warna kehitaman pada kotoran atau
perdarahaan saat BAB, (BAK) normal seperti biasa. Nafsu makan dan
minum menurun.
Riwayat Pengobatan
37
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4V5M6
Nadi : 80 kali/ menit
Respirasi : 20 kali/ menit
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, cekung -/-
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), perdarahan gusi (+),
lidah kotor (-).
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tyroid (-).
Thoraks
- Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris bilateral (+), pembengkakan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Vocal Fremitus kiri = kanan, massa (-)
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
38
Perkusi : Batas jantung normal
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium
dextra - sinistra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah
arcus costa, pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani
39
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
40
PLT : 76 (150-450 103uL)
MPV : 11,3 (7,2 – 11,1 fL)
PDW :16,8 (9 – 13 fL)
V. Resume
Pasien laki-laki berusia 30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
demam. Keluhan demam sudah dirasakan sejak 5 hari yang (Senin, 04
februari 2019) dan keluhan awal demam muncul secara mendadak .
Keluhan demam yang dirasakan bersifat naik turun, demam tinggi
terutama dirasakan pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah pernah
ke praktek dokter saat demam hari ke 2 dan mendapatkan pengobatan
sesuai keluhan. Saat dirumah pasien sudah meminum obat penurun
demam, keluhan demam turun, tetapi selang beberapa saat kemudian
demam kembali muncul. Keluhan ini sebelumnya sudah pernah dirasakan
oleh pasien.
Keluhan demam pada pasien juga disertai dengan keluhan sakit kepala
yang dirasakan di seluruh bagian kepala, yang bersifat hilang timbul.
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa mual tetapi tidak disertai
dengan muntah dan juga merasakan sakit perut bagian atas disertai nyeri
tekan. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian persendian ekstremitas
atas dan bawah pasien dan badan terasa lemas. Pasien juga sempat
mengalami perdarah spontan saat sikat gigi yg dialami sebanyak 3x saat
dirumah. Buang air besar (BAB) normal, tidak ada warna kehitaman pada
kotoran atau perdarahan saat BAB, (BAK) normal seperti biasa. Nafsu
makan dan minum menurun.
41
rumple leed test + ( > 20 peteki pada lingkaran berdiameter ± 5 cm), Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan: tampak cembung, auskultasi : palpasi
Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium dextra - sinistra,
pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah arcus costa, pembesaran lien (-),
peteki (+) pada ekstremitas atas dan bawah.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, di dapatkan
beberapa keluhan dan tanda gejala yang mengarah pada diasgnosis DBD
grade 2. Tetapi diperlukan pemeriksaan penunjang lainya, agar penegakan
diagnosis DBD lebih spesifik.
VIII. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Tirah baring
- Banyak minum
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg /8 jam peroral
Ranitidin 1 amp / 12 jam
Monitoring
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
- Balance cairan
42
Hasil observsi
08/02/2019
S Demam (+), nyeri ulu hati (+), Mual (+), muntah (-), sakit kepala
(+), lemas seluruh badan (+), nyeri persendian (+), Gusi
berdarah (-), nafsu makan berkurang
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Sistem kardiovaskuler:
43
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium
dextra - sinistra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah
arcus costa, pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani
44
09/02/2019
S Demam (+), nyeri ulu hati (+), Mual (-), muntah (-), sakit kepala (+),
lemas seluruh badan (+), nyeri persendian (+), Gusi berdarah (-),
nafsu makan berkurang
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Sistem kardiovaskuler:
45
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium
dextra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah arcus costa,
pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani
46
10/02/2019
S Demam (-), nyeri ulu hati (-), Mual (-), muntah (-), sakit kepala
(+) berkurang, lemas seluruh badan (+), nyeri persendian (+)
berkurang, Gusi berdarah (-), nafsu makan meningkat
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Sistem kardiovaskuler:
47
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio hipocondrium dextra,
pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani
48
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
demam. Keluhan demam sudah dirasakan sejak 5 hari yang (Senin, 04
februari 2019) dan keluhan awal demam muncul secara mendadak .
Keluhan demam yang dirasakan bersifat naik turun, demam tinggi
terutama dirasakan pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah pernah
ke praktek dokter saat demam hari ke 2 dan mendapatkan pengobatan
sesuai keluhan. Saat dirumah pasien sudah meminum obat penurun
demam, keluhan demam turun, tetapi selang beberapa saat kemudian
demam kembali muncul. Keluhan ini sebelumnya sudah pernah dirasakan
oleh pasien.
Keluhan demam pada pasien juga disertai dengan keluhan sakit kepala
yang dirasakan di seluruh bagian kepala, yang bersifat hilang timbul.
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa mual tetapi tidak disertai
dengan muntah dan juga merasakan sakit perut bagian atas pada Regio
epigastrium, regio hipocondrium dextra - sinistra disertai nyeri tekan.
Pasien juga merasakan nyeri pada bagian persendian ekstremitas atas
dan bawah pasien dan badan terasa lemas. Pasien juga sempat
mengalami perdarah spontan saat sikat gigi yg dialami sebanyak 3x saat
dirumah. Buang air besar (BAB) normal, tidak ada warna kehitaman pada
kotoran atau perdarahan saat BAB, (BAK) normal seperti biasa. Nafsu
makan dan minum menurun.
49
pada bagian persendian ekstremitas atas dan sering merasa sakit kepala.
Dari beberapa gejala klinis yang terdapat pada pasien merupakan
manifestasi klinis dari demam berdarah dengue. Disamping itu pasien juga
sempat mengalami perdarahan gusi yang terjadi saat menggosok gigi
yang mengarah kearah kebocoran plasma.
2. Pemeriksaan fisik
Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
50
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Sistem kardiovaskuler:
Pada pemeriksaan fisik sudah dilakukan sesuai teori dimulai dengan tanda-
tanda vital, mencari kelainan sistemik. Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 18
februari 2019 ditemukan adanya rumple leed test positif yang mendandakan
adanya perdarahan yang muncul dengan cara diprofokasi, pasien juga sempat
mengalami perdarahan spontan berupa perdarahan gusi saat melakukan
gosok gigi yang sudah terjadi 3X saat dirumah. sakit perut bagian atas dan
sering nyeri pada bagian persendian.
51
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap.
Pada pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada pasien ini
adalah pemeriksaa antibodi IgG dan IgM yang spesifik berguna dalam
mendiagnosis infeksi virus dengue. Kedua antibodi ini muncul 5-7 hari setelah
infeksi. Hasil negatif bisa saja muncul karena pemeriksaan dilakukan pada
awal terjadi infeksi. Pemeriksaan IgG dan IgM juga bisa digunakan untuk
membedakan infksi primer atau sekunder. Infeksi dengue primer terjadi pada
pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya. Pada pasien dapat
dideteksi IgM muncul secara lambat dengan titer yang rendah. Sedangkan
infeksi sekunder, terjadi pada pasien dengan riwayat paparan virus dengue
sebelumnya. Pada awalnya akan muncul antibodi IgG, sering pada masa
demam, yang merupakan respon memori dari sel imun. Selain itu juga muncul
respon antibodi IgM terhadap infeksi virus dengue yang baru.
52
4. Penatalaksanaan
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg / 8 jam peroral
Ranitidin 1 amp/ 12 jam/IV
Monitoring:
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
- Balance cairan
Pada kasus ini terapi yang diberikan telah sesuai dengan teori dimana
penanganan demam berdarah dengue adalah bersifat suportif. Pasien di
RS agar dapat dipantau dengan ketat, hal ini dikarenakan pada pasien
DBD rentan mengalami syok. Pemberian cairan pada pasien ini untuk
memenuhi nutrisi dan cairan dari tubuh pasien. Pemberian ranitidin pada
pasien ini bertujuan untuk mengobati keluhan mual dan muntah yang
dialami oleh pasien. Pemberian parasetamol pada pasien ini berkaitan
dengan keluhan demam yang dialami oleh pasien.
53
Daftar Pustaka
54
13. Hadinegoro S.R, Kadim M, Yoga Devaera Y, Idris N.S, Ambarsari C.G
Update management of infectious diseases and gastrointestinal
disorder. 1 juni 2015
14. ASEAN Dengue Day 2018. 8 Juni 2017
55