You are on page 1of 55

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
12 februari 2019
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun Oleh:

Chairul Arifin, S.Ked

(13.17.777.14.257)

Pembimbing:
dr. Sarniwaty Kamissy, Sp.PD

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
PROGRAM PENELITIAN PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh


infeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes terutama Aedes aegypti.
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Demam Dengue (DD) merupakan salah
satu permasalahan kesehatan diwilayah beriklim tropis termasuk di Indonesia.
Penyakit ini memiliki rentangan gambaran klinis yang sangat luas, dari demam
mendadak selama 2 sampai 7 hari hingga terjadinya kegagalan sirkulasi yang
berujung kepada kematian.1,2,3,4

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-


negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah,
dan Amerika Selatan. Kira-kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia
setiap tahunnya, pada daerah tersebut penyakit DBD adalah endemik yang
muncul sepanjang tahun, terutama pada musim hujan ketika kondisi optimal
untuk nyamuk berkembang biak. Biasanya sejumlah besar akan terinfeksi
dalam waktu yang singkat (wabah). Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu
pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol,
tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan
peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu,
kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus,
dan kondisi geografis setempat.5,6

Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34


provinsi di Indonesia dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Jumlah

2
tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347
dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga
kebersihan lingkungan. 6,7

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan


virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arboviroses). Virus ini ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
Dan dapat menyerang semua golongan umur. Habitat perkembanganbiakan
nyamuk Aedes Aegypti adalah tempat-tempat yang dapat menampung air di
dalam, di luar, atau disekitar rumah. Maka dari itu faktor lingkungan rumah
merupakan faktor yang penting dalam penyebaran infeksi DD dan DBD.
Penyakit ini masih sulit diberantas karena belum ada vaksin untuk pencegahan
dan penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan
penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan mendeteksi secara dini fase
kritis dan penanganan yang cepat dan tepat.4,7,8. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam mengenai penyakit
DBD ini.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh stu dari empat virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk terutama
Aedes Aegypti, dengan manifestasi klinis demam mendadak dan
berlangsung 2-7 hari disertai gejala perdarahan berupa ruam, perembesan
plasma, diatesis hemoragik. dengan atau tanpa syok, nyeri otot/ atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia dan disertai pemeriksaan laboratorium
menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal.1,6,9

2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue
secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap
tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%
diantaranya adalah anak – anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian
DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan
setiap harinya. Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia dan 1.229 orang diantaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 dan sebanyak 907 penderita meninggal
dunia pada tahun 2014.3,5,6,9

2.3 Etiologi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan
kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili
Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk

4
sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC. Virus dengue mempunyai 4
serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Keempat serotip ini termasuk
dalam genus flavivirus family flaviviridae. Partikel virus dengue matur
berbentuk spheris dengan diameter 50nm. Virus ini mengandung salinan tiga
protein structural, membrane bilayer, dan genom single stranded RNA. Ketiga
protein structural berasal dari pembacaan genome oleh protease host dan viral
( capsid C, the precursor of membrane prM, dan Envelope E). Keempat serotip
virus dengue dapat diasosiasikan dengan demam berdarah dengue. Variasi
dalam serotip virus dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit,
diantaranya genotip asia dari DEN-2 dan DEN-3 diasosiasikan dengan tingkat
keparahan penyakit yang tinggi.5,10

Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping


pula Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam
berdarah (nyamuk Aedes aegypti). 10,14

• Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih

• Hidup di dalam dan di sekitar rumah

• Menggigit/menghisap darah pada siang hari

• Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar

• Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
• Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lain-lain.

5
Gambar 2 Aedes aegypti betina 10.

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya.
Penyebaran virus dengue terjadi akibat interaksi antara manusia dan nyamuk
Aedes Aegypti. Gigitan nyamuk Aedes Aegypti pada manusia yang sedang
mengalami viremia menyebabkan inokulasi virus pada nyamuk. Virus
kemudian berkembang biak dalam kelenjar ludah manusia dalam waktu 8-10
hari sebelum dapat ditularkan kembali pada manusia pada gigitan berikutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya, namun
kurang berperan dalam penyebaran infeksi Didalam tubuh nyamuk itu virus
dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke
seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam
kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat
tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut
ditularkan kepada orang lain.7, 8, 10

Virus dengue bereplikasi dengan menginfeksi sel manusia terutama sel


monosit, makrofag, dan sel dendritic terutama sel Langerhans. Siklus replikasi
dengue dimulai dengan masuknya virus ke dalam sel melalui mekanisme
endositosis. Di dalam sel, virus mengalami uncoating dari nucleoplasmid

6
sehingga melepaskan molekul RNA keluar dari virus. Molekul RNA ditranslasi
menjadi sebuah poliprotein tunggal. Poliprotein ini diproses oleh protease
seluler dan virus menjadi tiga protein structural (C, prM, dan E) dan tujuh
protein non structural( NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5).
Protein non structural bertanggung jawab dalam replikasi RNA, sementara
protein C membungkus RNA membentuk nukleoplasmid. Pada tahap akhir
siklus semua komponen virus akan dirakit dan dilepaskan keluar dari sel. 7, 8, 10

2.4 Patofisiologi
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi
renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga
karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi
klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh
makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan
berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.1,2,10

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang


merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,
malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi

7
agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
trombositopenia ini bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi
dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory). 1,2,10

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti


juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia
maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe
virus yang paling virulen. 9,10.14

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan


bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi
virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1.2.10

8
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 3 Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.1,2,10

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan


peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini
terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan
asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan
asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian.5,9,10

9
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody response

Kompleks Virus- Antibody

Aktivasi Komplemen
Komplemen
Anafilatoksin Histamin dalam urin meningkat
(C3a, C5a)
Permeabilitas kapiler meningkat
Ht Meningkat
>30% pd kasus
Perembesan Plasma Natrium Menurun
syok 24-48 jam
Cairan dalam
Hipovolemia
rongga serosa
SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL

Gambar 3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.10

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi


selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel
pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada
DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP
(adenosin diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai
dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan.10

10
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor
Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat
syok yang terjadi. 10

11
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody respose

Kompleks Virus- Antibody

Agregasi Trombosit Aktivasi Koagulasi Aktivasi Komplemen


Pengeluaran
Penghancuran Platelet faktor III Aktivasi Faktor Hageman
Trombosit oleh RES Anafilaktosin

Trombositopenia Koagulopati Sistem Kinin


konsumtif
Peningkatan
Gangguan fungsi Kinin
trombosit Permeabilitas
Penurunan faktor
kapiler
Pembekuan
FDP Meningkat
PERDARAHAN MASIF SYOK

Gambar 4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.10

2.5 Manifestasi Klinis


Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari
interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu
infeksi virus dengue dapat tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun
bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam
dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam berdarah dengue
(DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD). Namun, untuk alasan
praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat
dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan
tanpa warning sign. 08,10,19

12
1

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue .

Demam dengue memiliki spectrum klinis yang luas. Teradapat tiga fase
manifestasi klinis demam dengue yaitu fase febris, kritis dan penyembuhan.
Fase febril berlangsung pada hari pertama hingga hari ketiga perjalanan
penyakit. Setelah itu dilanjutkan dengan fase kritis yang berlangsung pad hari
ke 4 hingga 6. Fase penyembuhan dimulai pada hari ke 6 dan berlangsung
selama 2 hingga 3 hari.3

13
Gambar 6. Perjalanan Penyakit Dengue3

Pade fase febris pasien mengalami demam mendadak selama 2 hingga 7


hari. Demam biasanya disertai dengan facial flushing, eritema kulit yang luas,
rasa pegal diseluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit kepala. Pasien
juga dapat mengalami nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva.
Keluhan seperti mual, muntah, dan anorexia juga sering didapatkan pada fase
febris. Gejala tersebut diatas tidak secara pasti membedakan antara infeksi
dengue ringan dengan demam berdarah dengue, sehingga perlu dilakukan
pemantauan yang ketat menuju fase kritis. Pada fase febris dapat ditemukan
bukti-bukti perdarahan baik yang terjadi secara spontan maupun diinduksi.
Perdarahan spontan dapat berupa perdarahan ringan seperti petechiae dan
perdarahan membrane mukosa atau berupa perdarahan masif pada vagina
dan saluran pencernaan. Pemeriksaan rumple leed yang positif pada fase ini
memperkuat diagnosis demam berdarah dengue. Selain tanda-tanda

14
perdarahan dapat pula dijumpai pembesaran hati beberapa hari setelah
demam. 2,8,10

Fase kritis ditandai dengan penurunan suhu menjadi 37.5-38°C atau


kurang dan bertahan dibawah suhu tersebut. Fase ini terjadi pada hari ke 3-7
perjalanan penyakit. Peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan
hematocrit menunjukan tanda awal fase kritis. Tidak semua pasien infeksi
dengue mengalami kebocoran plasma. Pada fase kritis, pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik sementara pasien dengan
peningkatan permeabilitas akan menjadi lebih parah. Tingkat keparahan
kebocoran plasma bervariasi, dapat ditemui efusi pleural dan asites pada
pasien bergantung pada derajat kebocoran plama.2,8,10

Tabel 1. Warning sign pada DBD10

Warning Sign

Klinis Nyeri abdomen atau tenserness


Gambaran klinis akumulasi cairan
Perdarahan mukosa
Lethargy, restlessness
Pembesaran hati>2 cm

Laboratorium Peningkatan HCT dengan


penurunan hitung platelet

Pasien dikatakan mengalami syok apabila tekanan nadi <= 20mmHg atau
apabila pasien menunjukan tanda-tanda gangguan perfusi kapiler seperti
ekstremitas yang dingin, penurunan waktu capillary refill, dan takikardi. Pasien
dengan syok terbagi dalam syok kompensasi dan dekompensasi. Pada pasien
dengan syok kompensasi tubuh masih mampu untuk mempertahankan
homeostasis tubuh dengan berbagai mekanisme kompensasi. Sementara

15
pada pasien syok dekompensasi tubuh sudah tidak mampu mempertahankan
homeostasis. 2,8,10

Pada fase penyembuhan terjadi penyerapan kembali cairan


ekstravaskular. Fase ini berlangsung 2- 3 hari setelah fase kritis. Secara
umum keadaan pasien membaik, nafsu makan membaik kembali, gejala
saluran pencernaan berkurang, status hemodinamik stabil, dan kencing
bertambah. Terdapat pula gambaran eflorosensi khas kulit yaitu kumpulan
pulau-pulau makula putih dalam kulit yang berwarna merah disertai dengan
rasa gatal seluruh tubuh. 2,8,10

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi
virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu
untuk mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus
dan serologis. 2, 8,14

i. Darah Lengkap :

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,


hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma,
Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.2,
8,14

16
ii. Isolasi Virus :

Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu : 2,14

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.


albopictus.

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada


larva.

iii. Identifikasi Virus :

Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan


fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai
flourensecence antibody technique test secara indirek dengan
menggunakan antibodi monoklonal. 2, 8,14

iv. Uji Serologi :

Tabel 2. Intepretasi tes serologis2,11

17
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test) .2,
8,14

Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai
dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :

a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun),
maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari
titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif,
atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent
dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test ) 2, 8,14

Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin
oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga
memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai
beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun ).

3. Uji neutralisasi 2, 8,10

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi
dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum
hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari
antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit

18
dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara
rutin.

4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)10

Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang
banyak sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui
kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam uji mac elisa adalah :

a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM


yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu
diulang.

d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.

e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya


infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu –
satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja
dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.

5. IgG Elisa

Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan
uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk
infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG
elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi

19
dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap
titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).8

v. Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :

Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis


infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse
Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR). Cara ini merupakan
cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu,
hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat
mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan
tubuh manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan
isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen
yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling), bahkan
adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR.9,10

b. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain

1. Dilatasi pembuluh darah paru


2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

2.8 Diagnosis
Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 1997 10

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

20
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
 Uji bendung positif
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain
 Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma lekage (kebocoran plasma)
sebagai berikut: 1014
 Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin
 Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
 Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.

WHO membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat berdasarkan


tingkat keparahan, yaitu:

Derajat I : Demam disertai gejala umum non spesifik, satu-satunya manifestasi


perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniket positif.

Derajat II : Manifestasi pada derajat I disertai perdarahan spontan yang bias


terjadi dalam bentuk perdarahan kulit atau dalam bentuk lain.

Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan
cepat, penurunan tekanan denyut (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

Derajat IV : Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak
terdeteksi.

21
2.9 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang
jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.6, 10

b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya


seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok. 2, 6

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa


penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis,
anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan
tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai
dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis
meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.2, 6

d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD


derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah
kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai

22
hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit
lebih cepat kembali normal daripada ITP.2, 6

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam
timbul karena infeksi sekunder 2,6

2.10 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. 4,10

Perhimpunn Dokter Ahli Penyakit Dalam (PAPDI) bersama dengan devisi


penyakit tropik, Infeksi, Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada
pasien dewasa berdasarkan kriteria : 4,10

 Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat


sesuai atas indikasi.
 Praktis dalam pemeliharaanya.
 Mempertimbangkan cost effectivitas.

23
Protokol terbagi atas 5 :

 Protokol 1
Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok

Gambar 7. Penanganan DBD tanpa syok

Digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan


pertama pada penderita DBD atau yang di duga DBD di Instalasi Gawat
Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memusatkan indikasi
rawat.4,10
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat
dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht) dan
trombosit, bila : 4,10
- Hb, Ht dan trombisit normal atau trombosit Antara 100.000 –
150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau
berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke UGD.
- Hb, Ht normal tetapi Trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat
- Hb dan Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga
dianjurkan dirawat.
-

24
 Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Gambar 8. Pemberian cairan pada suspek DBD di ruang perawatan

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif


tanpa syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan
jumlah cairan seperti rumus berikut ini : 4, 5,10
1500 + (20 x (BB dlm Kg – 20))
Setelah pemberian cairan diberikan, pemeriksaan Hb, Ht tip 24 jam.4,10
- Bila Hb dan Ht meningkat 10-20% dan Trombosit < 100.000. jumlah
pemberian cairan harus tetap sesuai dengan rumus diatas.
Pemantauan Hb, Ht dan trombosit dilakukan tiap 12 jam.
- Bila Hb, Ht meningkat >20% dn trombosit <100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD
dengan peningkatan Ht > 20%.

25
 Protokol 3.
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Gambar 9. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit

Meningkatnya Ht > 20% menunjukan bahwa tubuh mengalami


defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian
cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7
ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematocrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi
urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3

26
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. 4,5,10
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam tadi
keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi
meningkat, Tekanan darah menurun < 20%, produksi urin menurun
maka kita harus menaikan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/KgBB/jam.
2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukan perbaikan, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam, tetapi bila keadaan menunjukan perburukan maka
jumlah cairan infus dinaikan menjadi 15 ml/KgBB/jam, dan bila dalam
perkembanganya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-
tanda syok, maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal. 4,5,10

27
 Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DBD

Gambar 10. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD

Perdarahan spontan dan masif pada DBD dewasa adalah :


perdarahan hidung/epikstasis yang tidak terkendali walaupun telah
diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (Hematemesis dan
melena atau hematokezia), perdarahan saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini
jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD
tanpa syok lainya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan dan
jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht

28
dan thrombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.4,5
Pemberian Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID).
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila
didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai HB kurang dari 10 g/dl. Transfusi
trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan
spontan dan massif dengan jumlah trombosit < 100.000 disertai atau
tanpa KID. 4,5,10

29
 Protokol 5
Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Gambar 11. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Bila kita berhadapan dengan SSD maka hal yang pertama harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskuler yang keluar harus segera dilakukan.
Angka kematian SSD sepuluh kali lipat dibandingkan penderita DBD
tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan.
Penatalaksanaanya yang tidak tepat termasuk kurangnya

30
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat. 4,10
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang
diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-
4 liter per menit. Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-
20 ml dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi
jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 1-2
jam keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Selanjutnya bila dalam keadaan waktu 1-2 jam berikutnya tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah
renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematocrit tetap stabil serta
diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan
(karena jika reabsobsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
telah terjadi, ditandai dengan turunya hematokrit, cairan infus tetap
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru dan gagal jantung
dapat terjadi).4,10
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus
dilakukan terutama dalam waktu 2 hari pertama sejak terjadi renjatan
(karena selain proses pathogenesis penyakit masih berlangsung,
ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluh darah, setelah 1 jam saat pemberian). Diuresis diusahakan
2 ml/KgBB/jam. Pemantauan kjadar Hb, Ht dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.4,10
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum
teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi
20-30ml/kgBB dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila
keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila
nilai hematokrit meningkat, berarti perembesan plasma masih
berlangsung maka pemvberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi

31
bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan. Maka pada
penderita diberi transfuse darah segar 10 ml/KgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan. Bila tekanan vena sentral penderita ssudah sesuai
dengan target tetapi renjatan masih belum teratasi maka dapat
diberikan obat inoptropik/vasompresor.4,10

 Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila : 10

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


- Nafsu makan membaik

- Secara klinis tampak perbaikan

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi


- Jumlah trombosit > 50.000/µl
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis).

2.11 Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang


berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis
pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar

32
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan hati akut. 10

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau


somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk
memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila
syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal
dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun
(hatihati bila jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai
peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang,
kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan
hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak darah). 2, 5, 10

b. Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati
dengan menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah
benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang
penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi
syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular
nekrosis ditandai penurunan jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. 2, 5, 10

c. Oedema Paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian


cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit

33
sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan
oedema paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat
terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang
diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan
ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto rontgen 2, 5, 10

2.12 Pencegahan

Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik


nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN
(Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik,
ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara
sebagai berikut: 2, 3, 8

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC,


drum, dan lainlain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air
di vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan,
drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang
biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti
kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat
menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar
dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen

34
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap disitu

6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,


taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter
air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan
sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah
dibubuhkan ABATE maka4, 8,13:

1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh


jentik Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum

2.13 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat
maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol
sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada
orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus
DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk.8,10.

35
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn.J
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Kalora, Lrg. II
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Akutansi
Tanggal pemeriksaan : Senin, 08 februari 2019

II. AUTOANAMNESIS
 Keluhan utama

Demam 5 hari

 Riwayat penyakit sekarang

Pasien laki-laki berusia 30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan


demam. Keluhn demam sudah dirasakan sejak 5 hari yang (Senin, 04
februari 2019) . Keluhan demam yang dirasakan bersifat naik turun,
demam tinggi terutama dirasakan pada malam hari. Sebelumnya pasien
sudah pernah ke praktek dokter saat demam hari ke 2 dan mendapatkan
pengobatan sesuai keluhan. Saat dirumah pasien sudah meminum obat
penurun demam, keluhan demam turun, tetapi selang beberapa saat
kemudian demam kembali muncul. Keluhan ini sebelumnya sudah pernah
dirasakan oleh pasien.

36
Keluhan demam pada pasien juga disertai dengan keluhan sakit kepala
yang dirasakan di seluruh bagian kepala, yang bersifat hilang timbul.
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa mual tetapi tidak disertai
dengan muntah. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian persendian
ekstremitas atas dan bawah. Pasien juga sempat mengalami perdarahan
spontan saat sikat gigi yg dialami sebanyak 3x saat dirumah. Buang air
besar (BAB) normal, tidak ada warna kehitaman pada kotoran atau
perdarahaan saat BAB, (BAK) normal seperti biasa. Nafsu makan dan
minum menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah pernah mengalami keluhan demam seperti ini


sebelumnya.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan demam yang sama


dengan pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien sempat melakukan pengobatan ke praktek dokter, dan


mendapatkan 3 jenis obat. Salah satunya berupa Paracetamol Tab 500mg
sebanyak 3x1 (sore + malam), 2 jenis obat lainya tidak diketahui pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan

Menurut pasien, tidak ada dari anggota keluarganya yang mengalami


keluhan yang sama dengan pasien. Tetapi pada tetangga pasien, terdapat
seseorang yang mengalami hal yang sama dengan pasien.

37
III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4V5M6
Nadi : 80 kali/ menit
Respirasi : 20 kali/ menit
Tekanan darah : 100/80 mmHg

Suhu tubuh (axilla) : 38 C


Rumple leed test : + ( > 20 peteki pada lingkaran berdiameter
± 5 cm).
Status Generalis

 Kepala : Normocephal
 Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, cekung -/-
 Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-), perdarahan gusi (+),
lidah kotor (-).
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran kelenjar tyroid (-).
 Thoraks
- Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dada simetris bilateral (+), pembengkakan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Vocal Fremitus kiri = kanan, massa (-)
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

38
Perkusi : Batas jantung normal
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium
dextra - sinistra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah
arcus costa, pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani

 Ekstremitas : Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema


ekstremitas (-), peteki (+) pada ekstremitas atas dan bawah

39
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (08 februari 2019)


WBC : 4,3 (4,8 - 10,8 103uL)
RBC : 5,5 (4,7 – 61 106uL)
HGB : 16,1 (14 – 18 g/dL)
HCT : 40,9 ( 42 – 52 %)
MCV : 79,7 ( 80 – 99 fL)
MCH : 29,2 ( 27 - 31 pg)
MCHC : 36,7 (33 - 37 g/dL)
RDW-CV : 13,3 (11,5 – 14,5 %)
RDW-SD : 35 (37 - 54 fL)
PLT : 53 (150-450 103uL)
MPV : 10,4 (7,2 – 11,1 fL)
PDW :14,6 (9 – 13 fL)

Darah Lengkap (09 februari 2019)


WBC : 6,2 (4,8 - 10,8 103uL)
RBC : 5,7 (4,7 – 61 106uL)
HGB : 16,5 (14 – 18 g/dL)
HCT : 43,7 ( 42 – 52 %)
MCV : 80,2 ( 80 – 99 fL)
MCH : 29,2 ( 27 - 31 pg)
MCHC : 28,9 (33 - 37 g/dL)
RDW-CV : 13,8 (11,5 – 14,5 %)
RDW-SD : 34,1 (37 - 54 fL)

40
PLT : 76 (150-450 103uL)
MPV : 11,3 (7,2 – 11,1 fL)
PDW :16,8 (9 – 13 fL)

V. Resume
Pasien laki-laki berusia 30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
demam. Keluhan demam sudah dirasakan sejak 5 hari yang (Senin, 04
februari 2019) dan keluhan awal demam muncul secara mendadak .
Keluhan demam yang dirasakan bersifat naik turun, demam tinggi
terutama dirasakan pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah pernah
ke praktek dokter saat demam hari ke 2 dan mendapatkan pengobatan
sesuai keluhan. Saat dirumah pasien sudah meminum obat penurun
demam, keluhan demam turun, tetapi selang beberapa saat kemudian
demam kembali muncul. Keluhan ini sebelumnya sudah pernah dirasakan
oleh pasien.
Keluhan demam pada pasien juga disertai dengan keluhan sakit kepala
yang dirasakan di seluruh bagian kepala, yang bersifat hilang timbul.
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa mual tetapi tidak disertai
dengan muntah dan juga merasakan sakit perut bagian atas disertai nyeri
tekan. Pasien juga merasakan nyeri pada bagian persendian ekstremitas
atas dan bawah pasien dan badan terasa lemas. Pasien juga sempat
mengalami perdarah spontan saat sikat gigi yg dialami sebanyak 3x saat
dirumah. Buang air besar (BAB) normal, tidak ada warna kehitaman pada
kotoran atau perdarahan saat BAB, (BAK) normal seperti biasa. Nafsu
makan dan minum menurun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : Sakit sedang,


kesadaran : E4V5M6, tekanan darah 100/80 mmHg, nadi : 100 kali/ menit,
respirasi rate : 20 kali/ menit, tempt axilla : 38 C, skala Nyeri : 2 (VAS),

41
rumple leed test + ( > 20 peteki pada lingkaran berdiameter ± 5 cm), Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan: tampak cembung, auskultasi : palpasi
Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium dextra - sinistra,
pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah arcus costa, pembesaran lien (-),
peteki (+) pada ekstremitas atas dan bawah.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, di dapatkan
beberapa keluhan dan tanda gejala yang mengarah pada diasgnosis DBD
grade 2. Tetapi diperlukan pemeriksaan penunjang lainya, agar penegakan
diagnosis DBD lebih spesifik.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Demam Berdarah Dengue grade 2

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Malaria
- Demam Tifoid

VIII. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Tirah baring
- Banyak minum
Medikamentosa

 IVFD RL 20 tpm
 Paracetamol 3 x 500 mg /8 jam peroral
 Ranitidin 1 amp / 12 jam
Monitoring
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
- Balance cairan

42
Hasil observsi

08/02/2019

S Demam (+), nyeri ulu hati (+), Mual (+), muntah (-), sakit kepala
(+), lemas seluruh badan (+), nyeri persendian (+), Gusi
berdarah (-), nafsu makan berkurang

O KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis


Denyut Nadi : 80 kali/menit TD : 100/80 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 38 0C
Kulit : Warna sawo matang

 Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)

 Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 Sistem kardiovaskuler:

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,

43
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium
dextra - sinistra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah
arcus costa, pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema


ekstremitas (-), peteki (+) pada ekstremitas atas dan
bawah
A Demam berdarah dengue Grade 2

P  IVFD Ringer Laktat 30 tpm


 Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam/iv
 Paracetamol 3x500 mg tablet

44
09/02/2019

S Demam (+), nyeri ulu hati (+), Mual (-), muntah (-), sakit kepala (+),
lemas seluruh badan (+), nyeri persendian (+), Gusi berdarah (-),
nafsu makan berkurang

O KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis


Denyut Nadi : 92 kali/menit TD : 110/80 mmHg
Respirasi : 22 kali/menit Suhu : 37,7 0C
Kulit : Warna sawo matang

 Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)

 Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 Sistem kardiovaskuler:

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal

45
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium
dextra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah arcus costa,
pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema ekstremitas


(-), peteki (+) pada ekstremitas atas dan bawah
A Demam berdarah dengue grade 2

P  IVFD Ringer Laktat 30 tpm


 Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam/iv (kp)
 Paracetamol 3x500 mg tablet

46
10/02/2019

S Demam (-), nyeri ulu hati (-), Mual (-), muntah (-), sakit kepala
(+) berkurang, lemas seluruh badan (+), nyeri persendian (+)
berkurang, Gusi berdarah (-), nafsu makan meningkat

O KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis


Denyut Nadi : 94 kali/menit TD : 110/90 mmHg
Respirasi : 22 kali/menit Suhu : 37,2 0C
Kulit : Warna sawo matang

 Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)
Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)

 Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 Sistem kardiovaskuler:

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal

47
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio hipocondrium dextra,
pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema


ekstremitas (-), peteki (+) pada ekstremitas atas dan
bawah
A Demam berdarah dengue grade 2

P  IVFD Ringer Laktat 30 tpm


 Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam/iv (kp)
 Paracetamol 3x500 mg tablet

Pada tanggal 10 februari 2019, pasien diperbolehkan pulang karena


keluhan demam sudah tidak ada, nafsu makan membaik dan memenuhi
beberapa kriteria pemulangan pada diagnosis DBD (pemeriksaan darah saat
pulang tidak dilakukan. Selama rawat jalan pasien diberikan obat Paracetamol
500mg, 3x1.

48
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 30 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
demam. Keluhan demam sudah dirasakan sejak 5 hari yang (Senin, 04
februari 2019) dan keluhan awal demam muncul secara mendadak .
Keluhan demam yang dirasakan bersifat naik turun, demam tinggi
terutama dirasakan pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah pernah
ke praktek dokter saat demam hari ke 2 dan mendapatkan pengobatan
sesuai keluhan. Saat dirumah pasien sudah meminum obat penurun
demam, keluhan demam turun, tetapi selang beberapa saat kemudian
demam kembali muncul. Keluhan ini sebelumnya sudah pernah dirasakan
oleh pasien.
Keluhan demam pada pasien juga disertai dengan keluhan sakit kepala
yang dirasakan di seluruh bagian kepala, yang bersifat hilang timbul.
Keluhan lain yang dirasakan pasien berupa mual tetapi tidak disertai
dengan muntah dan juga merasakan sakit perut bagian atas pada Regio
epigastrium, regio hipocondrium dextra - sinistra disertai nyeri tekan.
Pasien juga merasakan nyeri pada bagian persendian ekstremitas atas
dan bawah pasien dan badan terasa lemas. Pasien juga sempat
mengalami perdarah spontan saat sikat gigi yg dialami sebanyak 3x saat
dirumah. Buang air besar (BAB) normal, tidak ada warna kehitaman pada
kotoran atau perdarahan saat BAB, (BAK) normal seperti biasa. Nafsu
makan dan minum menurun.

Berdasarkan heteroanamnesis didapatkan demam yang timbul


mendadak pada pasien, Pada pasien ini juga ditemukan adanya
manifestasi klinis perdarahan spontan gusi berdarah saat sikat gigi, nyeri

49
pada bagian persendian ekstremitas atas dan sering merasa sakit kepala.
Dari beberapa gejala klinis yang terdapat pada pasien merupakan
manifestasi klinis dari demam berdarah dengue. Disamping itu pasien juga
sempat mengalami perdarahan gusi yang terjadi saat menggosok gigi
yang mengarah kearah kebocoran plasma.

2. Pemeriksaan fisik

KU : Sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis


Denyut Nadi : 80 kali/menit TD : 100/80 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 38 0C
Kulit : Warna sawo matang

 Kepala-Leher :
Bentuk : normosefal
Rambut : warna hitam tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-), pupil bulat isokor (+/+), RCL (+/+), RCTL
(+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (+/+)

Telinga : nyeri (-), sekret (-) otorrhea (-)


Hidung : rinorrhea (-), epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-) lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-)
Leher : kel. tiroid ikut gerakan menelan (-), pembesaran KGB (-)

 Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral (+)
Palpasi : vokal fremitus (D=S),

50
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

 Sistem kardiovaskuler:

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak,


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
o Kanan atas : linea parasternalis dextra ICS II
o Kiri atas : linea parasternalis sinistra ICS II
o Kanan bawah : linea parasternalis dextra ICS IV
o Kiri bawah : linea midclavikula sinistra ICS V
Auskultasi : S1/S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio epigastrium, regio hipocondrium dextra
- sinistra, pembesaran hepar (+) 1 cm dibawah arcus costa,
pembesaran lien (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas: Akral hangat (+) di keempat ektremitas, edema ekstremitas
(-), peteki (+) pada ekstremitas atas dan bawah

Pada pemeriksaan fisik sudah dilakukan sesuai teori dimulai dengan tanda-
tanda vital, mencari kelainan sistemik. Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 18
februari 2019 ditemukan adanya rumple leed test positif yang mendandakan
adanya perdarahan yang muncul dengan cara diprofokasi, pasien juga sempat
mengalami perdarahan spontan berupa perdarahan gusi saat melakukan
gosok gigi yang sudah terjadi 3X saat dirumah. sakit perut bagian atas dan
sering nyeri pada bagian persendian.

51
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap.

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada tidaknya tanda


tanda infeksi karena pada anamnesis didapatkan riwayat demam yang diduga
disebabkan oleh infeksi virus dengue. Leukopenia (+) mengarahkan kita pada
etiologi dari penyakit ini adalah virus. Kadar hematokrit yang menurun pada
pemeriksaan darah saat pasien masuk rumah sakit dapat menunjukan adanya
hemokonsentrasi (kebocoran plasma) namun pada pemeriksaan tidak
didapatkan tanda kebocoran plasma saat pasien dirawat di rumah sakit. Selain
itu, Pada pemeriksaan darah lengkap pasien juga di dapatkan trombositopenia
pada tanggal 8 februari 2019 menunjukkan adanya penurunan yaitu 53.000
dari nilai rujukan 150-450 103uL, pada pemeriksaan darah berikutnya tanggal
9 februari 2019 kadar trobosit mulai meningkat tetapi masih dalam batas
rendah yaitu 76.000 dari nilai rujukan 150-450 103uL, yang mengarahkan
kecurigaan diagnosis pada demam berdarah dengue.

Pada pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada pasien ini
adalah pemeriksaa antibodi IgG dan IgM yang spesifik berguna dalam
mendiagnosis infeksi virus dengue. Kedua antibodi ini muncul 5-7 hari setelah
infeksi. Hasil negatif bisa saja muncul karena pemeriksaan dilakukan pada
awal terjadi infeksi. Pemeriksaan IgG dan IgM juga bisa digunakan untuk
membedakan infksi primer atau sekunder. Infeksi dengue primer terjadi pada
pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya. Pada pasien dapat
dideteksi IgM muncul secara lambat dengan titer yang rendah. Sedangkan
infeksi sekunder, terjadi pada pasien dengan riwayat paparan virus dengue
sebelumnya. Pada awalnya akan muncul antibodi IgG, sering pada masa
demam, yang merupakan respon memori dari sel imun. Selain itu juga muncul
respon antibodi IgM terhadap infeksi virus dengue yang baru.

52
4. Penatalaksanaan
 IVFD RL 30 tpm
 Paracetamol 3 x 500 mg / 8 jam peroral
 Ranitidin 1 amp/ 12 jam/IV
Monitoring:
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
- Balance cairan

Pada kasus ini terapi yang diberikan telah sesuai dengan teori dimana
penanganan demam berdarah dengue adalah bersifat suportif. Pasien di
RS agar dapat dipantau dengan ketat, hal ini dikarenakan pada pasien
DBD rentan mengalami syok. Pemberian cairan pada pasien ini untuk
memenuhi nutrisi dan cairan dari tubuh pasien. Pemberian ranitidin pada
pasien ini bertujuan untuk mengobati keluhan mual dan muntah yang
dialami oleh pasien. Pemberian parasetamol pada pasien ini berkaitan
dengan keluhan demam yang dialami oleh pasien.

Dari penjelasan kasus ini, pasien di diagnosis banding dengan malaria


dan demam tifoid. Dimana pada hasil diagnosis banding dapat
memberikan gejala klinis yang hampir sama dengan Demam Berdarah
Dengue berupa demam yang timbul mendadak yang tidak diketahui
penyebabnya, mual, muntah, sakit kepala, badan terasa lemas dan lain-
lain. Maka dari itu, untuk mendiagnosis pasti DBD pada kasus ini
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terperinci, serta
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lainya untuk menyingkirkan
beberapa diagnosis banding yang memiliki gejala klinis yang hampir sama
dengan DBD dan bisa memberikan penatalaksanaan yang tepat sesuai
dengan diagnosis.

53
Daftar Pustaka

1. Priesley F, Reza M, Rusjdi S.R. Hubungan Perilaku Pemberantasan


Sarang Nyamuk dengan Menutup, Menguras dan Mendaur Ulang Plus
(PSN M Plus) terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kelurahan Andalas. 7 januari 2018
2. Simmons et al. 2012. Dengue. N Engl J Med 2012;366:1423-3
3. Siregar F.2014. Epidemiologi dan pemberantasan demam berdarah
dengue (dbd) di Indonesia. USU digital library.
4. WHO.2009. Dengue guidelines for diagnosis treatment, prevention, and
control. WHO/HTM/NTD/DEN/2009

5. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive


Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. SEARO
Technical Publication Series No. 60. India
6. KEMENKES, Situasi DBD di Indonesia Tahun 2016.
7. Ernawati, Bratajaya C.N, Martina S.E ; Gambaran praktik pencegahan
demam berdarah dengue (DBD) di wilayah endemic DBD, 1 januari
2018
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2017. Modul Penendalian
Demam Berdarah Dengue. Diunduh pada tanggal 7 februari 2019
9. Smit J, Wilscut J, Rodenhius I. 2014. Dengue virus life cycle : viral and
host factor modulating infectivity. Cell. Mol. Life Sci. (2010) 67:2773–
2786
10. Nur Syafiqah Binti Mat Yusoff N.S B, Suardamana K Demam berdarah
dengue. 3 April 2018.
11. Prinsip terpi farmakologi penyakit infeksi 2014
12. Mulyoharjo. Dewi N.P, Azam M. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Praktik PSN-DBD Keluarga di Kelurahan. 2 juni 2017

54
13. Hadinegoro S.R, Kadim M, Yoga Devaera Y, Idris N.S, Ambarsari C.G
Update management of infectious diseases and gastrointestinal
disorder. 1 juni 2015
14. ASEAN Dengue Day 2018. 8 Juni 2017

55

You might also like