You are on page 1of 6

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Mikroskopik Pada Kerokan Kulit Dengan KOH 10%

3.1.1 Hasil

Gambar Keterangan
Identitas Sampel
Jenis sampel : Kerokan kulit
tangan

Sampel kulit tangan didapatkan


hasil negatif dimana tidak
terlihat adanya hifa

Identitas Sampel
Jenis sampel : Kerokan kuku
tangan

Sampel kuku tangan didapatkan


hasil negatif dimana tidak
terlihat adanya hifa
3.1.2 Pembahasan

Fungi (jamur) merupakan organisme eukariotik yang bersel tunggal atau banyak
dengan tidak memiliki klorofil. Fungi dapat menyebabkan macam-macam
penyakit. Penyakit-penyakit tersebut dapat diketahui dengan cara melakukan
pemeriksaan laboratorium. Salah satu pemeriksaan laboratorium yang digunakan
yaitu pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%.

Pada pratikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan langsung dari kerokan kulit
tangan. Tujuan dari pemeriksaan pembuatan sediaan langsung kali ini adalah untuk
mengetahui apakah kulit terinfeksi oleh jamur atau tidak. Pada pemeriksaan yang
dilakukan didapatkan hasil negatif. Hasil negatif disebabkan karena sampel yang
digunakan merupakan kulit yang tidak terinfeksi atau kulit yang normal. Oleh sebab
itu sampel tidak terlihat tanda-tanda yang menunjukkan adanya infeksi jamur.
Adapun tanda-tanda jika terinfeksi jamur adalah bila ditemukan adanya hifa dan
atau spora.

Hasil negatif palsu pada pemeriksaan mikroskopis langsung dengan KOH


dilaporkan sebesar 5-15% dimana pemeriksaan ini sangat tergantung pada keahlian
pengamat dan kualitas sampling, namun demikian pemeriksaan ini dapat menjadi
alat skrining yang sangat efisien.

Adapun hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh (Menaldi, S.L., et al. 2017):
Faktor pasien:
 Salah memilih lesi
 Pasien dalam pengobatan anti jamur
Faktor laboratorium:
 Spesimen yang dikumpulkan tidak cukup
 Larutan KOH tidak memenuhi syarat
 Pemeriksaan dengan mikroskop tidak fokus atau pencahayaan kurang baik
Faktor pemeriksa:
 Kompetensi kurang
Dalam pemeriksaan langsung dengan KOH 10% terdapat beberapa klasifikasi
penyakit berdasarkan hifa dan spora yang terlihat secara mikroskopik (Menaldi,
S.L., et al. 2017):
 Dermatofitosis: elemen jamur kulit berupa hifa panjang dan/ atau artospora.
Pada rambut berupa spora endotrik/ ektotrik dan kadang terdapat hifa di
dalam atau di luar rambut.
 Kandidiosis: elemen jamur berupa spora, blastospora, dan pseudohifa
 Ptiriasis versikolor: elemen jamur berupa sekelompok spora oval/ bulat
blastospora dan hifa pendek
 Tinea nigra palmaris: tampak hifa bercabang, bersekat, berwarna coklat
muda sampai dengan hijau tua
 Piedra: tampak benjolan yang terdiri atas hifa bersekat, teranyam padat dan
di antaranya terdapat askus yang berisi 4-8 askospora

Terjadinya penularan infeksi jamur adalah melalui 3 cara yaitu (Kurniati dan Cita
Rosita SP. 2008) :
1. Antropofilik: Tertular dari orang lain yang terinfeksi jamur, atau dari
manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/ klinik,
dengan atau tanpa reaksi peradangan (silent “carier”).
2. Zoofilik: transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan
melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah/ tempat tidur
hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama
adalah anjing, kuncing, sapi, kuda dan mencit.
3. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi
manusia dan menimbulkan reaksi radang.

Infeksi jamur dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri. Seseorang dikatakan
memiliki kebersihan diri apabila orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya
yang meliputi kebersihan kulit, tangan, kuku, dan kebersihan genitalia (Tarwoto,
Wartonah. 2010).
PHBS adalah semua perilaku sehat yang dilakukan atas dasar kesadaran untuk
menolong diri sendiri dan anggota keluarga dibidang kesehatan serta dapat berperan
aktif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat (Depkes RI,
2010)

Kebersihan kulit (Anandita F.P. 2010):

1. Mandi satu sampai dua kali sehari, khusunya di daerah tropis.


2. Bagi yang terlibat dengan kegiatan ataupun pekerjaan yang banyak
menghasilkan keringat dianjurkan untuk mandi setelah selesai kegiatan
tersebut.
3. Gunakan sabun yang lembut. Germisidal atau sabun antiseptic tidak
dianjurkan unutk mandi sehari-hari.
4. Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak bersih,
sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dan infeksi.

5. Bersihkan badan dari sabun dengan air lalu keringkan dengan handuk yang

kering dan tidak dipakai oleh orang lain 


6. Jangan menggunakan handuk secara bergantian, dan jangan menyimpan


handuk dalam keadaan basah ataupun lembab.
7. Pakaian perlu diganti sehabis mandi dengan pakaian yang bersih dan habis
dicuci dengan sabun/detergen, dijemur dibawah sinar matahari dan
disetrika.

Kebersihan tangan dan kuku (Anandita F.P. 2010):

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan
menggunakan sabun. Mencuci dengan menggunkaan sabun harus meliputi
area antara jari tangan, kuku, dan punggung tangan.
2. Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan
diganti setiap hari.
3. Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek
karena bias mengenai kulit.

Kebersihan Pakaian (Anandita F.P. 2010):

1. Mengganti pakaian minimal 2x sehari, dan apabila tubuh cepat berkeringat


maka pakaian harus lebih sering diganti untuk menghindari penyakit kulit
seperti PV
2. Perhatikan juga tempat untuk menjemur pakaian, jangan menjemur pakaian
dengan cuaca yang tidak mendukung, sebaiknya menjemur pakaian dibawh
terik matahari
3. Jangan menyimpankan pakaian di tempat yang lembab karena bisa menjadi
media yang baik untuk pertumbuhan jamur
4. Pakaian perlu dicuci dengan sabun/detergen, dijemur dibawah sinar
matahari dan disetrika.
DAFTAR PUSTAKA

Anandita F.P. 2010. Menjaga Kebersihan Kuku dan Kulit. Bandung: Quandra

Departemen Kesehatan RI. 2010. Pedoman Program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Kurniati dan Cita Rosita SP. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Vol. 20 No. 3
hal: 243-250

Menaldi, S.L., et al. 2017. Pemeriksaan Penunjang Infeksi Kulit Dan Genitalia
Eksterna: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan personal hygiene. Dalam: Kebutuhan Dasar

Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika


You might also like